24
menganalisis gejala-gejala perilaku yang dideskripsikan pada kasus yang terjadi pada 12 anak kurang dari 20 mengalami penolakan sekolah ditandai dengan
kecemasan yang timbul saat anak dipisahkan dengan orangtua karena anak takut jika terjadi sesuatu ketika anak berpisah dengan orang tua. Hasil penelitian Smith
terhadap 12 kasus tersebut adalah delapan anak menolak untuk menghadiri sekolah setelah absen selama sakit, tujuh anak menolak mengahdiri sekolah
setelah keluarga mengalami kekecewaan, satu anak mengalami ketakutan setelah menonton film, satu anak pergi ke sekolah untuk pertama kalinya dan lainya tidak
teridentifikasi.
2.3 Kerangka Berpikir
Penelitian ini memiliki dinamika psikologis yang menjadi acuan dalam pelaksanaan hingga penganalisisan penelitian. Dinamika psikologis berkaitan
dengan bagaimana alur psikologis dan segala peristiwa psikologis yang berlangsung dalam proses penolakan sekolah school refusal. Dinamika
psikologis digunakan untuk mempermudah dalam memahami alur pikir studi megenali penolakan sekolah school refusal, maka bagan di bawah ini akan
menggambarkan penolakan sekolah school refusal pada siswa sekolah dasar
25
Bagan 2.1Kerangka Berpikir
Pengalaman sosial awal sangat menentukan kepribadian anak setelah menjadi orang dewasa. Perkembangan kepribadian anak di pengaruhi oleh
beberapa faktor yang meliputi faktor keluarga dimana tempat anak belajar bersosialisasi untuk pertama kalinya. Latar belakang, pola asuh dan pola
hubungan dan interaksi dalam keluraga merupakan peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan kepribadian pada anak. selain keluarga faktor lain
yang dapat mempengaruhi kepribadian anak adalah lingkungan sosial, karena lingkungan sosial merupakan tempat anak untuk belajar mengenal dan
berinteraksi dengan orang lain, serta salah satu sarana untuk mengembangkan diri. Dampak Penolakan Sekolah
school refusal Penolakan Sekolah school refusal
Konflik internal dalam mengatasi masalah
- Latar belakang keluarga
- Pola asuh orangtua
- Hubungan dan interaksi dalam
keluarga -
Lingkungan sosial -
Hubungan dan interaksi sosial
Siswa Sekolah Dasar
Faktor Eksternal Faktor internal
Pengalaman sosial awal anak berpengaruh terhadap
perkembangan kepribadian anak
26
Penolakan sekolah terjadi karena adanya beberapa faktor, yang berasal dari dalam diri anak faktor internal dan faktor yang berasal dari lingkungan anak
faktor eksternal. Faktor yang berasal dari dalam diri anak antara lain adanya kecemasan yang dialami anak dan ketakutan anak berkaitan dengan kegiatan
akademik. Sedangkan faktor dari lingkungan yaitu hubungan anak dengan orang tua atau lingkungan berkaitan dengan perkembangan anak dan pengaruh
lingkungan rumah atau sekolah yang tidak sesuai dengan harapan anak. Konflik internal dalam diri anak yang tidak tertangani dengan baik
akan menimbulkan kecemasan dimana diasosiasikan dengan situasi tertentu melalui proses belajar. Kadang-kadang rasa takut yang dipelajari pada masa
kanak-kanak sulit untuk dihilangkan. Bila reaksi pertama anak menghindar dan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kecemasan, maka anak tidak akan
dapat menentukan kapan situasi tersebut tidak berbahaya lagi. Seseorang yang mengalami kecemasan merasa bahwa dia tidak dapat mengendalikan situasi
kehidupan yang bermacam-macam sehingga perasaan kecemasan hampir selalu ada.Penolakan sekolah pada anak-anak biasanya bukan karena rasa takut pada
sekolahnya, tetapi takut berpisah dengan orangtuanya. Hal yang paling mendasar pada penolakan sekolah adalah kondisi ketakutan untuk meninggalkan rumah, jika
anak-anak dipaksa, kecemasanya tersebut akan menjadi ketakutan.Pengaruh tersebut secara aktual ditunjukkan pada pengalaman anak yang cenderung
bergantung pada ibu untuk selalu memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka, sekalipun dari segi kematangan mereka telah siap belajar melakukan sendiri hal
tersebut, mengembangkan ketergantungan yang secara umum ditunjukan kepada
27
orang dewasa bahkan kepada anak lainya. Hal ini mempersulit mereka untuk mandiri Hurlock, 1980: 261.
Faktor lingkungan sekolah yang menyebabkan anak menolak ke sekolah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan seperti guru yang galak atau kegiatan
sekolah yang berubah. Demikian juga faktor ketakutan anak menghadapi kegagalan akademis. Misalnya anak yang tidak masuk sekolah dalam waktu yang
cukup lama karena sakit, menolak pergi ke sekolah karena takut tidak dapat mengikuti pelajaran setelah tidak masuk beberapa lama atau ketika anak menolak
ke sekolah. Keengganan untuk pergi ke sekolah mencerminkan apa yang diterima anak sebagai hukuman lingkungan kritik, kegagalan akademis. Bila anak
berlebihan dalam menghadapi hal ini dan orangtua menanggapi keluhan anak dengan berlebihan juga, akibatnya anak akan merasa lebih nyaman berada di
rumah karena adanya perhatian yang berlebihan dari orangtua. Perhatian yang berlebihan ini merupakan respon penguat dari stimulus yang dilakukan
anak.Berdasarkan perspektif behavior atau tingkah laku menurut Walker dan Robert 1992: 168 penolakan sekolah school refusal merupakan bentuk tingkah
laku yang tidak bisa beradaptasi dengan pembelajaran, Penolakan sekolah yang merupakan perilaku maladaptiv dengan
pembelajaran, pada dasarnya merupakan suatu perilau yang timbul akibat stimulus yang muncul dari hasil interaksi ibu dan anak. Anak yang melakukan penolakan
sekolah belajar bahwa stimulus yang didapat ketika ia berada di sekolah tidak menyenangkan apabila dibandingkan saat ia bersama dengan ibunya. Perilaku ini
diperkuat oleh ganjaranatau faktor penguat reinforcement dari perilaku ibu pola
28
asuh yang cenderung bertambah apabila anak tidak pergi ke sekolah, demikian seterusnya makaanak mengembangkan suatu perilaku penolakan akan sekolah
school refusal. Dalam kasus penolakan sekolah faktor kecemasan berawal dari rendahnya
kemandirian antara interaksi orangtua dan anak yang terlalu bergantung satu sama lain, sehingga apabila interaksi anak dan orangtua tersebut mengalami suatu
hambatan, maka hal tersebut menimbulkan kecemasan pada anak khususnya. Ketika seorang anak yang selalu ingin berdekatan dengan ibunya dapat
menciptakan berbagai alasan untuk tetap tinggal dirumah, dan ibu mengalah dengan alasan tersebut maka anak akan mendapat reinforcement yaitu
kesenangan tinggal dirumah. Bila perilaku tersebut terjadi berulang-ulang, maka anak akan belajar dari respon ibu bahwa tiap kali anak tidak mau ke sekolah
dengan berbagai alasan, ibunya akan mengijinkan. Sesuai dengan teori behavioristik, dimana perilaku ibu secara tidak disadari terjadi sebagai
pengkondisian perilaku anak. Hubungan yang terbentuk antara orangtua dan anak ternyata juga dapat
mempengaruhi timbulnya perilaku penolakan sekolah pada anak. Salah satu contoh hubungan anak dan orang tua yaitu pola asuh, yang juga dapat
menyebabkan perilaku penolakan school refusal pada anak. Pola asuh yang tidak adekuat seperti penanaman disiplin yang kurang, overinvolvement, ataupun
pengabaian orang tua dapat memunculkan atau memperkuat penolakan bersekolah pada anak. Berikut ini beberapa hal kerapkali diterapkan orang tua kepada anak :
29
1. Orang tua yang pencemas, terutama ibu, cenderung memenuhi dan melayani
kebutuhan anak serta berusaha selalu dekat dengan anak. Anak terlalu dependen dan selalu ingin berdekatan dengan orang tua overindulgence,
sehingga anak merasa cemas apabila berada jauh dari orang tua. 2.
Orang tua yang lebih megutamakan ketenangan dibanding menegakkan disiplin, cenderung mengalah terhadap keinginan anak saat anak menangis
atau tantrum. Mereka kurang menanamkan disiplin dalam keseharian dan tidak memberikan konsekuensi terhadap perilaku yang negative pada anak
yang akhirnya membuat anak memegang kendali terhadap orangtua serta bersikap semaunya.
3. Orang tua yang kurang terlibat dalam pengasuhan neglect cenderung kurang
memberikan perhatian terhadap aktivitas atau masalah yang dihadapi anak. Mereka menuntut kemandirian yang lebih besar dari anak. Terkadang hal
tersebut menyebabkan anak menolak bersekolah dan memilih di rumah karena khawatir ditinggalkan oleh orang tua.
Penolakan sekolah yang tidak tertanggani dengan baik akan menimbulkan beberapa dampak, baik terhadap anak maupun terhadap lingkungan sosial di
sekitarnya.
30
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sugiyono, 2012: 1 menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna pada generalisasi dengan maksud penafsiran fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode
yang ada. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif tidak dibatasi pada kategori-kategori tertentu, sehingga memungkinkan peneliti untuk mempelajari
dan menemukan isu-isu tertentu secara mendalam terkait dengan masalah yang diteliti.
Peneliti memilih menggunakan metode kualitatif karena pencarian data yang hendak diteliti lebih tepat dan sesuai untuk mendiskripsikan hasil data
mengenail penolakan sekolah school refusal. Dalam penelitian ini tidak berusaha untuk memanipulasi setting penelitian. Data dikumpulkan dari latar yang
alami natural setting sebagai sumber data langsung. Selain itu, permasalahan yang akan dibahas tidak berkenaan dengan angka-angka seperti pada penelitian
eksperimen maupun kuantitatif, melainkan melakukan studi secara mendalam