Aktan 1 Struktur Aktansial dan Struktur Fungsional Cerbung Salindri

4.1.1 Aktan 1

Skema Aktan 1: Salindri sebagai Subjek Situasi awal pada skema aktan 1 dimulai ketika Wasi Rengga, kakak Salindri, ingin menjual usaha batik yang telah dijalani oleh keluarga Wicitrasoma secara turun temurun. Menurutnya, usaha batik yang sedang dijalani tidak mendatangkan untung banyak. Dia ingin membangun usaha lain yang hasilnya lebih menguntungkan. Situasi awal ini terdapat dalam kutipan berikut ini. Rampung ngelap lambe nganggo tisu Rengga nembe mbacutake omong, “Kaya aturku mau. Omah lan pekarangan iki dilempit didadekake dhuwit. Etungane cetha. Nganggo patokan rega pasaran umum wae kira- kira ngancik puluhan milyar, cukup kanggo modhal dagang utawa usaha liyane. Upamane adeg restoran, homestay, losmen, apotek, catering, apa embuh kono. Pokoke sing saben dina bisa ngejibake pepayon.” ‘Selesai membersihkan mulut dengan tisu, Rengga baru meneruskan bicara, “Seperti yang sudah saya katakan tadi. Rumah dan pekarangan ini dilipat dijadikan uang. Hitungannya jelas. Memakai patokan harga pasaran umum saja kira-kira sampai puluhan milyar, cukup untuk modal dagang atau usaha lainnya. Misalnya mendirikan restauran, homestay, losmen, apotek, katering, atau apa saja. Yang penting bisa mendatangkan untung setiap hari.’ Keinginan Wasi Rengga menjual usaha batik keluarga pengirim Anjing jadi‐jadian penolong Salindri subjek Ø penentang Salindri penerima Kematian Wasi Rengga objek Tahap kecakapan pada transformasi terjadi ketika Salindri tidak menyetujui rencana kakaknya untuk menjual usaha batik milik keluarga Wicitrasoma. Mereka pun bertengkar. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini. Wektu kuwi Salindri lagi padudon rame karo kangmase, Wasi Rengga. Underane perkara, Wasi ndheseg bapake supaya ngedol usaha bathike sak omah lan pekarangane pisan jalaran rinasa wis ora kena dijagakake asile. ‘Waktu itu Salindri sedang bertengkar ramai dengan kakaknya, Wasi Rengga. Ringkasan permasalahannya, Wasi memaksa ayahnya untuk menjual usaha batik beserta rumah dan pekarangan karena dirasa sudah tidak bisa diandalkan hasilnya.’ Tahap utama pada transformasi terjadi ketika usai pertengkaran antara Wasi Rengga dan Salindri, Salindri tiduran di sofa. Ketika ingat rencana Wasi Rengga untuk menjual usaha batik keluarga, kepalanya menjadi pusing. Tiba-tiba di samping Salindri ada seekor anjing aneh. Anjing tersebut berubah menjadi sinar yang terang lalu masuk ke dalam tubuh Salindri melewati titik aneh di tengah- tengah alis Salindri. Kemudian Salindri berubah menjadi makhluk yang menyeramkan, tetapi Salindri yang asli masih tertidur pulas di sofa. Kepalanya seperti anjing yang rambutnya terurai, tetapi badannya adalah tubuh Salindri. Makhluk aneh tersebut kemudian masuk ke dalam kamar Wasi Rengga yang terkunci rapat. Peristiwa ini terdapat dalam kutipan berikut ini. Ing kahanan setengah sadhar, rumangsane dheweke weruh ana asu ireng. Kewan kuwi ndhekem banjur nglumba lan malih dadi cahya sakonang gedhene, terus angslup liwat bathuke. Salindri ngrasa nyawane kaya disendhal menyang ngawiyat, mabur nrabas tembok kamare Wasi Rengga. ‘Di situasi setengah sadar, dia merasa melihat anjing hitam. Hewan itu mendekam lalu berubah menjadi cahaya sekunang-kunang besar, kemudian masuk melewati dahinya. Salindri merasa nyawanya seperti disentakkan ke angkasa, terbang menembus tembok kamar Wasi Rengga.’ Tahap kegemilangan pada transformasi terjadi ketika Wasi Rengga ditemukan telah tewas setelah malam pertengkaran antara dirinya dan Salindri. Di tubuhnya banyak ditemukan luka tercabik-cabik seperti terkena cakaran hewan buas. Tetapi anehnya, kamar Wasi Rengga terkunci dari dalam. Satu helai rambut hitam dan panjang ditemukan di TKP. Yang membunuh adalah Salindri jadi- jadian, yang sudah dimasuki oleh anjing gaib. Hewan tersebut telah berhasil membantu Salindri untuk membunuh Wasi Rengga, orang yang sedang dibencinya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini. Esuke Bu Wicitra njempling. Wasi Rengga dadakan ditemokake mati ngeres-eresi ana njero kamare sing isih kemancing. Dhadhane kebak tatu rojah-rajeh, mripate mlolo. Getih lambah-lambah nelesi kasur nganti nembus dipan lan netes menyang jogan. ‘Paginya Bu Wicitra menjerit. Wasi Rengga mendadak ditemukan tewas mengenaskan di dalam kamarnya yang masih terkunci. Dadanya penuh dengan luka tercabik-cabik, matanya terbelalak. Darah membanjiri membasahi kasur hingga tembus ke ranjang dan menetesi lantai.’ Situasi akhir pada skema aktan 1 ditandai dengan kematian Wasi Rengga yang mengenaskan telah ditangani oleh polisi. Polisi sulit untuk menerka apa yang terjadi dan siapa yang membunuh Wasi Rengga dengan cara seperti itu. Penyelidikan dilakukan hingga berbulan-bulan, tetapi tidak membuahkan hasil. Akhirnya kasus kematian Wasi Rengga ini ditutup. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini. Awit cabar entuk sisik melik, pungkasane pulisi kepeksa nutup perkara rajapati kasebut. ‘Karena tidak mendapat petunjuk, akhirnya polisi terpaksa menutup kasus pembunuhan tersebut.’

4.1.2 Aktan 2