Pendekatan Perencanaan
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan pengembangan wisata berkelanjutan. Artinya pariwisata direncanakan, dikembangkan, dan dikelola
dengan cara tidak menghabiskannya depleted atau menurunkannya kualitasnya degraded tetapi menjaganya agar tetap bertahan untuk penggunaan masa
depan. Metode penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, dan kuantitatif, melalui pembobotan dan skoring dan penentuan peringkat peubah
yang dinilai.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan Gambar 5 dengan tahapan sebagai berikut ;
Tahap 1. Identifikasi, Penilaian dan Seleksi Kawasan Wisata Potensial di Wilayah Kabupaten Sintang.
1. Identifikasi Potensi Wisata Kabupaten Sintang.
Pada tahap ini dilakukan identifikasi potensi wisata berupa potensi wisata alam, budaya, artefak bersejarah dan kesenian yang ada di seluruh kecamatan.
Identifikasi dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dari berbagai instansi terkait, dan melakukan pengumpulan data dengan observasi lapang.
2. Seleksi Kawasan Wisata Potensial di Wilayah Kabupaten Sintang
Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap objek dan daya tarik wisata dengan metode yang dikembangkan oleh Gearing, Swart dan Var 1974 dalam
Smith 1989, yaitu penilaian Tourism Attractineness Index untuk menilai daya tarik suatu kawasan wisata berdasarkan pembobotan dan skoring skala 0,00 –
1.00 untuk mendapatkan wilayah dengan nilai atraktif yang paling tinggi yang selanjutnya merupakan kawasan kecamatan yang akan menjadi fokus utama
untuk direncanakan sebagai kawasan wisata berkelanjutan Tabel 10. Penilaian ini dilakukan oleh pakar 5 orang yang mengetahui kondisi
wilayah dan memiliki pemahaman yang baik tentang wisata. Pakar berasal dari Kantor Pariwisata satu orang, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
satu orang, akademisi satu orang, agen perjalanan satu orang serta dari Lembaga Swadaya Masyarakat satu orang.
WILAYAH KABUPATEN SINTANG
Penilaian Potensi Objek Kawasan Wisata
Sub Wilayah Wisata Potensial Tourism Attractineness index tertinggi
Kondisi Biofisik Ketersediaan
Objek dan Atraksi Wisata
Dukungan Sosial Masyarakat
Zona Kepekaan Biofisik
Zona Wisata Potensial Zona Akseptibilitas
Masyarakat
Rencana Lanskap Wisata Berkelanjutan Kawasan Terpilih
Gambar 5. Tahapan Penelitian
Tourism Attractiveness Index
Tahap I
Tahap II
Zonasi Pengembangan Kawasan Wisata Berkelanjutan
Program Rencana Pengembangan Kawasan Wisata Berkelanjutan
Analitical Hierarchy Process AHP
Pembobotan dan Skoring Pembobotan dan Skoring
Pembobotan dan Skoring
Rencana Lanskap Kawasan Wisata yang Berkelanjutan
Konsep Lanskap Kawasan Wisata Berkelanjutan
Tahap III
Persamaaan untuk penentuan Tourism Attractiveness Index sebagai berikut :
Touristic attractiveness suatu wilayah Kecamatan: IAW = fFa
j
, Fsb
j
, FS
j
, Frb
j
, Iw
j
IAW = Indeks atraksi wisata Fa
j
= Faktor-faktor alam Fsb
j
= Faktor sosial dan budaya Fs
j
= Faktor sejarah Frb
j
= Fasilitas rekreasi dan berbelanja Iw
j
= Infrastruktur Wisata Nilai daya tarik wisata D
j
merupakan nilai potensi wisata yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan kesuatu daerah tujuan wisata.
D
ij
= Daya tarik dari wilayah ke - j
B
i
= Bobot kriteria ke - i
N
ij
= Nilai kriteria - i untuk wilayah ke - j Tabel 10. Penilaian Tourism Attractiveness Index
Kategori Penilaian Pakar N X B
P1 P2
P… P5
1 Faktor Alam;
- Keindahan alam - Iklim
2 Faktor Sosial Budaya;
- Adat istiadat
- Arsitektur
- Atraksi budaya dan festival
3 Faktor Sejarah;
- Peninggalan masa lampau
4 Fasilitas untuk belanja dan rekreasi;
- kesempatan berolah raga
- Edukasi
- Fasilitas belanja
5 Infrastruktur wisata;
- infrastruktur
- Fasilitas pangan dan akomodasi
Tourism Attractiveness Index Sumber : Gearing, Swart dan Var dalam Pendit 2006 modifikasi
N = Nilai B = Bobot
P = Pakar = rata-rata
n D
ij
= B
i
N
ij
i=1
Berdasarkan penilaian peubah pada setiap kecamatan maka akan diperoleh nilai Touristic attractiveness setiap kecamatan. Kecamatan yang
memiliki nilai tertinggi merupakan kecamatan yang selanjutnya akan terpilih menjadi fokus utama untuk perencanaan kawasan wisata berkelanjutan.
3. Analisis Prioritas Penataan Kawasan Wisata