Hasil Perhitungan Logistik Hari Libur

menganggap memasak sendiri akan membuat makanan lebih higienis dibandingkan membeli diluar. Pada Tabel 16 juga dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat perumahan real estate dalam memenuhi kebutuhan konsumsi hariannya adalah dengan memasak dan membeli makanan di luar kombinasi. Berdasarkan penelitian langsung diketahui bahwa pola mereka adalah masak di pagi hari dan membeli makan untuk siang dan malam hari. Hal ini karena mereka lebih banyak beraktivitas di luar rumah dan hanya sedikit orang yang tinggal di rumah. Kebiasaan berbelanja bulanan masyarakat Sawangan juga beragam. Sebenarnya tidak semua rumah tangga di kecamatan ini mempunyai kebiasaan untuk berbelanja bulanan, namun pada data yang didapatkan ternyata angka mereka lebih sedikit dibandingkan rumah tangga yang biasa berbelanja bulanan. Akibatnya jumlah mereka tidak dihitung atau diabaikan. Masyarakat real estate sebanyak 57,58 lebih menyukai berbelanja di hypermarket dibandingkan dengan pasar atau minimarketsupermarket. Sebanyak 62,5 dari masyarakat yang bertempat tinggal di perumahan sederhana lebih sering berbelanja bulanan di minimarketsupermarket. Hal yang sama juga terjadi pada perkampungan, sebanyak 55 dari warga perkampungan lebih memilih berbelanja bulanan di minimarketsupermarket. Mereka lebih mengutamakan faktor kelengkapan dan kenyamanan dalam berbelanja dibandingkan harus berbelanja ke pasar tradisional yang becek atau agen sembako yang kadang kurang lengkap. Kebiasaan berbelanja harianmingguan berbeda dengan kebiasaan berbelanja bulanan. Apabila tempat berbelanja bulanan yang dipilih berdasarkan kenyamanan dan kebersihan maka pemilihan tempat berbelanja harianmingguan tergantung pada harga bahan makanan serta kualitasnya. Sebab bahan makanan yang digunakan adalah bahan makanan organik seperti sayur, buah-buahan, ikan, daging, ayam dan telur. Berdasarkan pertimbangan inilah mayoritas masyarakat Sawangan dari seluruh kelompok perumahan memilih warungtukang sayur sebagai tempat berbelanja untuk kebutuhan harianmingguan. Jumlah persentasenya dapat dilihat pada Tabel 16 poin 5 a, b dan c. Hubungan tempat berbelanja dengan perilaku mengelola sampah yakni semakin modern tempat berbelanja yang dipilih maka akan mempengaruhi jenis sampah yang dihasilkan rumah tangga. Pengeluaran harian rumah tangga merupakan variabel lain yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah. Semakin banyak rupiah yang dikeluarkan untuk konsumsi maka asumsinya adalah rumah tangga tersebut akan menghasilkan lebih banyak sampah. Pengeluaran harian sendiri didapatkan dari kebutuhan konsumsi setiap harinya ari masing-masing rumah tangga. Apabila dilihat poin 6 dengan poin 1 maka asumsi diatas terbukti karena pengeluaran harian masyarakat real estate sederhana perkampungan. Sama dengan poin 1 yakni produksi sampah perkampungan sederhana real estate. Selanjutnya masyarakat diberikan pertanyaan tentang cara mengelola sampah rumah tangga. Sebagian sudah memisahkan antara sampah organik dan anorganik dan sebagian lagi belum. Sebanyak 60 dari penduduk yang tinggal diperumahan perkampungan membiasakan diri untuk memilah sampah sesuai dengan jenisnya. Hal ini karena di lokasi penelitian yang dipilih terdapat bank sampah. Sehingga masyarakat berbondong-bondong untuk memilah sampah yang nantinya akan dijual dan hasilnya akan dimasukkan ke dalam tabungan masyarakat. Kondisi ini justru berbeda dengan penduduk yang tinggal di perumahan sederhana dan real estate. Sangat sedikit di antara mereka yang mau memilah sampah sesuai dengan jenisnya. Variabel selanjutnya yang dibahas adalah bagian terpenting dari perilaku masyarakat terhadap sampah yakni muara pembuangan sampah. Dugaan sebelum dilakukan penelitian adalah muara pembuangan sampah itu semuaya diangkut oleh truk sampah yang nantinya akan dibawa ke UPS atau TPA. Kondisi yang terjadi di lapang nyatanya tidak seperti itu. Masih banyak rumah tangga yang sampahnya tidak terangkut ke TPA. Hal ini terkendala biaya dan akses yang cukup sulit. Sebanyak 100 sampah rumah tangga warga perumahan real esate diangkut oleh truk kebersihan dari DKP setiap dua hari sekali. Hal ini sama dengan yang terjadi di perumahan sederhana, bedanya adalah sistem pengambilan sampah di sini dikumpulkan terlebih dahulu di TPS setempat untuk nanti diangkut oleh truk DKP setiap satu minggu sekali. Kondisi yang berbeda terjadi di perumahan perkampungan yakni sebanyak 80 warganya membuang sampah di lahan kosong milik salah satu warga atau milik bersama dan ditumpuk begitu saja tanpa ada pengangkutan sampah ke TPA. Sesekali ada dari warga yang sengaja membakar sampah untuk mengurangi volume sampah di lahan kosong tersebut. Bahkan beberapa dari warga masih ada yang membuang sampah ke sungai atau membakar sampahnya sendiri. Data dapat dilihat pada Tabel 15 poin 8. Selain itu faktor iuran kebersihan juga menjadi beban warga dalam pengelolaan sampah yang baik. Biaya jasa angkut sampah oleh truk sampah DKP adalah sekitar Rp 10.000,00 – Rp 20.000,00 untuk setiap rumah sesuai dengan luas rumah dan lahan. Sedangkan di perkampungan iuran kebersihan digunakan untuk membayar sewa lahanbulan yang dijadikan tempat sampah. Apabila dihitung secara keseluruhan maka masyarakat yang menggunakan jasa pengangkutan sampah oleh DKP Kota Depok adalah sebanyak 63,7 dari total responden sedangkan sisanya tidak. Tingkat pendidikan ternyata tidak berpengaruh pada perilaku masyarakat terhadap pengolahan sampah rumah tangga. Warga perkampugan yang mayoritas lulusan SD 22,5 justru memilah sampah lebih banyak dibandingkan warga real estate. Warga real estate yang mayoritas warganya lulusan perguruan tinggi 90,91 tidak memilah sampah rumah tangga sesuai dengan jenisnya. Kebanyakan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi mengerti bahwa sampah itu harusnya dipilah sesuai jenisnya, namun eksekusi pengelolaan sampahnya bukan oleh penghuni rumah. Beberapa rumah tangga pengelolaan sampahnya diberikan pada asisten rumah tangga yang mayoritas tingkat pendidikannya rendah. Selain itu warga perkampungan yang mayoritas lulusan SD justru memilah sampah lebih banyak. Hal ini karena di perumahan perkampungan terdapat kegiatan sosial masyarakat yakni bank sampah. Seperti yng sudah dijelaskan di atas, bank sampah ini mendorong kemauan masyarakat untuk memilah sampah rumah tangga. Iuran kebersihan atau retribusi persampahan ini memunculkan efek kobra. Efek kobra merupakan istilah untuk efek insentif yang memberikan dampak buruk. Efek kobra ini dikhawatirkan muncul dengan retribusi sampah tersebut. Perumahan perkampungan iuran sampahnya yakni sebesar Rp 8.000,00, perumahan sederhana sebesar Rp 15.000,00 dan perumahan mewah Rp 12.500,00 – Rp 17.500,00. Akibat dari retribusi sampah yang cenderung tinggi membuat perumahan real estate membuang sampah lebih banyak. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa perilaku masyarakat Sawangan terhadap pengelolaan sampah rumah tangga ini sebenarnya sudah baik tetapi masih kurang karena masih banyak TPS liar yang tersebar diseluruh kawasan pemukiman warga. Hal ini menyebabkan penumpukan sampah di sembarang tempat. Sistem pengelolaan sampah belum bisa dilakukan secara benar di ketiga kelompok perumahan. Ternyata tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap perilaku pengelolaan sampah rumah tangga. Hal ini karna pengelola sampah bukanlah penghuni rumah melainkan asisten rumh tangga.

5.5 Rekomendasi Kebijakan

Sistem pengelolaan sampah yang baik tidak bisa terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengelolaan sampah yang baik harus memperhatikan laju pertumbuhan penduduk, tingkat sosial ekonomi penduduk, dan teknologi yang berkembang begitu cepat. Pengelolaan sampah yang baik diperlukan untuk menghindari atau mencegah timbulnya penyakit serta tidak merusak sumberdaya alam dan lingkungan. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang meliputi semua aspek yaitu sosial, ekonomi dan lingkungan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 81 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga bahwa sampah rumah tangga seharusnya memang sudah dipilah sesuai dengan jenisnya agar kegiatan pengelolaan sampah selanjutnya mudah. Peraturan pemerintah ini merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah memperkuat landasan hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan sampah di Indonesia. Pemerintah sudah mengatur sedemikian rupa segala kegiatan pengelolaan sampah dari hulu ke hilir guna melindungi kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, menekan terjadinya kecelakaan dan bencana yang terkait dengan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, serta mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini yang menjadi dasar dari pengelolaan sampah mandiri di setiap daerah. Kota Depok sendiri sudah memiliki peraturan tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan retribusi sampah yang dibebankan kepada tiap-tiap tempat yang memproduksi sampah. Peraturan tersebut tercantum pada Perda Kota Depok No 05 tahun 2012 tentang retribrusi pelayanan persampahan kebersihan. Dalam Perda ini sudah dijelaskan bahwa semua tempat yang berpotensi menghasilkan sampah seperti perumahan dan fasilitas umum lainnya akan dikenakan biaya retribusi sampah untuk pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah. Perumahan biasa dan perumahan real estate dibedakan pembayarannya. Pada perumahan real estate pembayarannya lebih mahal karena dianggap pendapatanya lebih tinggi sehingga retrbusi ini akan di subsidi silang untuk biaya teknologi yakni alat pengolahan sampah terpadu di TPA Kota Depok. Sebenarnya pemerintah Kota Depok sudah memberikan berbagai macam insentif untuk masyarakat berupa pelayanan barang dan jasa berupa pemberian truk sampah kecil dan jasa pengangkutan sampah ke perumahan. Namun sayang kenyataannya hanya mereka yang membayar retribusilah yang akan diberikan pelayanan tersebut. Masih sangat banyak perumahan yang tidak menggunakan jasa pelayanan ini sehingga sampah yang menumpuk akan menimbulkan pecemaran udara, air dan tanah karena sampah tidak diproses secara benar. Perilaku masyarakat dalam mengelola sampah juga dijadikan sebagai acuan pembuatan rekomendasi kebijakan di Kecamatan Sawangan ini. Ternyata dari hasil penelitian, masih ada masyarakat yang tidak menggunakan jasa pengangkutan sampah oleh DKP. Hal ini mengakibatkan beberapa masyarakat membuang sampah sembarangan seperti sungai, dan lahan kosong. Bahkan diantara mereka masih ada yang membakar sampah di ruang terbuka sehingga menimulkan pencemaran udara. Pihak pemerintah kecamatan diharapkan lebih tegas dalam pengelolaan sampah di daerahnya. Perlu adanya controlling atau pengawasan terhadap perumahan-perumahan yang membuang sampahya secara sembarangan. Selain itu pengawasan terhadap sungai-sungai yang menjadi tempat pembuangan sampah sebagian masyarakat perlu ditingkatkan lagi. Produksi sampah rumah tangga dari berat dan jenis sampah juga menjadi pertimbangan adanya rekomendasi kebijakan untuk pemerintah Kecamatan Sawangan. Berat sampah yang dihasilkan serta kecenderungan bagi perumahan- perumahan tertentu dalam memproduksi jenis sampah bisa dijadikan landasan untuk kebijakan baru. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 16 poin 1 dan 2. Semakin tinggi tingkat ekonomi masyarakat maka sampah yang dihasilkan semakin berat. Jenis sampah organik lebih banyak dihasilkan di perumahan perkampungan,sedangkan anorganik lebih banyak dihasilkan di perumahan real estate. Penerapan retribusi yang lebih tinggi terhadap perumahan real estate dianggap sudah baik namun pembebanan biaya yang lebih tinggi ini akan lebih baik jika digunakan untuk meningkatkan teknologi pengolahan sampah di TPS dan TPA setempat. Sebenarnya retribusi sampah yang tinggi ini dikhawatirkan akan menmbulkan efek kobra. Pada perumahan perkampungan rekomendasi kebijakan yang ditawarkan bisa berupa advokasi mengenai pengelolaan persampahan yang baik. Sebagai contoh larangan membuang sampah sembarangan, melakukan pemilahan sampah di rumah, melaksanakan program 3R reuse, reduce and recycle. Advokasi ini dapat berupa pelatihan workshop yang bekerjasama dengan DKP, bantuan pembangunan TPS baru. Selain itu pemerintah Kecamatan Sawangan bisa memberikan insentif berupa bantuan modal kepada kegiatan masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan seperti bank sampah. Hal ini dianggap penting karena mampu meningkatkan partisipasi dan pengetahuan masyarakat terhadap pengelolaan sampah rumah tangga. Tabel 17 merupakan rangkuman dari pembahasan rekomendasi kebijakan di atas. Tabel 17 Rekomendasi kebijakan untuk pemerintah Kecamatan Sawangan No Permasalahan Lokasi Rekomendasi Kebijakan 1 Pengangkutan sampah secara rutin Perkampungan Insentif awal berupa pelayanan pengangkutan sampah gratis 3 bulan pertama. Setelah warga sudah mulai tebiasa bahkan cenderung menjadi kebutuhan maka setelah masa percobaan tersebut, masyarakat diharapkan mampu membayar retribusi persampahan secara mandiri. No Permasalahan Lokasi Rekomendasi Kebijakan 2 Produksi sampah organik dan anorganik Perkampungan, BTN, dan real estate  Memberikan advokasi kepada masyarakat dalam pengelolaan persampahan yang baik iklan, poster, penyuluhan, ajakan  Insentif awal berupa modal uang dan barang kepada organisasi masyarakat seperti bank sampah 3 Tempat pembuangan akhir sampah rumah tangga Sederhana dan perkampungan  Insentif berupa pembangunan tempat sampah resmi  Pengawasan terhadap lokasi- lokasi yang dijadikan tempat pembuangan sampah ilegal  Pemberian sanksi kepada masyarakat yang melanggar peraturan pembuangan sampah