18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR
A. Pengertian Prinsip-prinsip dan Tujuan Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
Perkawinan merupakan salah satu jalan atau sasaran hidup yang dialami oleh hampir semua manusia dimuka bumi
ini walaupun ada beberapa diantaranya yang tidak terikat dengan perkawinan sampai ajal menjemput. Semua agama
resmi di Indonesia memandang perkawinan sebagai sesuatu yang
sacral, harus
dihormati, dan
harus dijaga
kelanggengannya. Oleh karena itu, setiap orang tua telah selesai tanggung jawabnya apabila anaknya telah memasuki
jenjang perkawinan.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi Perkawinan: a.
Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974
12
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
12
Amir Syarifudin. Hukum Perkawinan Islam. 2009. h., 20.
b. Kompilasi Hukum Islam KHI Pasal 2
Perkawinan adalah
pernikahan, yaitu
akad yang
sangat kuat atau untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
c. Prof. Subekti, SH
Perkawinan adalah
pertalian yang
sah antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama.
d. Prof. Mr. Paul Scholten
Perkawinan adalah hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama dengan
kekal, yang diakui oleh Negara. Pendapat Ahli Ushul,mengartikan arti nikah kawin
sebagai berikut: Ulama Syafi‟iyah, berpendapat:
Kata nikah, menurut arti sebenarnya hakiki berarti “bersetubuh” dengan lawan jenis.
Ulama Hanafiyah, berpendapat: Kata nikah, menurut arti sebenarnya hakiki berarti
“bersetubuh”, dan dalam arti tidak sebenarnya majazi a
rti nikah berarti “akad” yang menghalalkan hubungan kelamin
antara pria
dan wanita.
Pendapat ini
sebaliknya dari pendapat ulama syafi‟iyah.
Ulama Hanabilah, Abu Qasim al-Zajjad, Imam yahya, Ibnu Hazm, berpendapat: bahwa kata nikah untuk dua
kemungkinan tersebut
yang disebutkan
dalam arti
sebenarnya sebagaimana
terdapat dalam
kedua pendapat
di atas
yang disebutkan
sebelumnya,
13
mengandung dua unsur sekaligus yaitu kata nikah untuk sebagai “Akad” dan “Bersetubuh”.
14
Dari beberapa
pengertian perkawinan
di atas
penulis menyimpulkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang perempuan,
juga perkawinan tidak dapat dilakukan apabila laki-laki belum mencapai umur 19 tahun dan perempuan belum
mencapai umur 16 tahun. 2.
Prinsip-prinsip Perkawinan
Dalam ajaran
Islam ada
beberapa Prinsip-prinsip
15
dalam Perkawinan. Yaitu: 1
Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan. Caranya adalah diadakan
peminangan terlebih
dahulu untuk
mengetahui apakah
13
Amir Syarifuddin, Hukum Perwakafan Di Indonesia, cet. II, Jakarta: Prenada Mulia, 2007, h., 36-37.
14
Chuzaimah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer Buku Pertama Jakarta: LSIK, 1994, h., 53.
15
Amir Syarifudin. Hukum Perkawinan Islam. 2009. h., 25.
kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan perkawinan atau tidak.
2 Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria,
sebab ada ketentuan larangan-larangan perkawinan antara pria dan wanita yang harus diindahkan.
3 Perkawinan
harus dilaksanakan
dengan memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu,
baik yang
menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan
pelaksanaan perkawinan itu sendiri. Kalau dibandingkan prinsip-prinsip dalam Perkawinan
menurut Undang-undang Perkawinan, maka dapat dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil atau mendasar.
Dalam Undang-undang Perkawinan terdapat Asas-asas yang mengharuskan setiap pasangan yang akan melangsungkan
perkawinan harus adanya kematangan dari calon mempelai, sesuai dengan Asas-asas dalam Undang-undang Perkawinan
yaitu: 1
Asas sukarela 2
Asas partisipasi keluarga 3
Asas partisipasi di persulit 4
Asas poligami dibatasi dengan ketat 5
Asas kematangan calon mempelai 6
Asas memperbaiki derajat kaum wanita
7 Asas legalitas
8 Asas prinsip selektivitas
16
Dan apabila
di sederhanakan,
asas perkawinan
itu mengandung pengertian bahwa:
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal. b.
Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing.
c. Asas monogamy.
d. Calon suami dan istri harus dewasa jiwa raganya.
e. Mempersulit perceraian.
f. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang.
17
Dalam hal ini, masalah usia perkawinan berkaitan erat dengan asas pada point yang keempat yakni “calon suami istri
harus matang jiwa dan raganya”. Penjelasannya adalah bahwa calon
suami istri
harus matang
jiwa raganya
untuk melangsungkan
perkawinan yang
mewujudkan tujuan
perkawinan secara baik berupa berakhir dengan perceraian.
18
16
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana Pradana Media Group, cet ke-2, h., 6.
17
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2004, h., 173.
18
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indinesia, Antara Fiqih Munakahat
dan Undang-undang
Perkawinan, Jakarta:
Prenada Media
Kencana, Agustus 2007, cet ke-2, h., 26.
Kematangan yang dimaksud adalah matang umur perkawinan, kematangan berfikir dan bertindak.
3. Tujuan Perkawinan