Identifikasi Pola Data Metodologi Untuk Menganalisis Data Deret Berkala

kesalahan peramalan yang besar karena kesalahan-kesalahan itu dikuadratkan. 2. SSE Sum of Square Error atau Jumlah Kuadrat Kesalahan = ∑ - , 2.7 Sedangkan SSE menyatakan jumlah kuadrat penyimpangan, yang biasa disebut jumlah kuadrat kesalahan sum of square for error. SSE diperoleh dengan cara mengkuadratkan kesalahan dan kemudian menjumlahkan seluruh kesalahan. Dimana semakin kecil nilai SSE, maka semakin baik hasil ramalan. di mana: = kesalahan pada periode ke t = data aktual pada periode ke t = nilai ramalan pada periode ke t . = banyaknya periode waktu

2.5 Identifikasi Pola Data

Salah satu langkah penting dalam melakukan suatu metode peramalan yang terbaik dengan mengidentifikasi pola data. Berapa komponen yang mungkin terkandung dalam suatu deret waktu adalah sebagai berikut: 1. Kompenan trend ditunjukkan dengan adanya peningkatan atau penurunan dalam satu periode. 2. Komponen musiman ditunjukkan dengan pola berulang dari waktu ke waktu. Variasi musiman biasanya timbul karena adanya pengaruh cuaca suatu musim tertentu. Universitas Sumatera Utara

2.6 Metodologi Untuk Menganalisis Data Deret Berkala

1. Plot Data Langkah pertama yang baik untuk menghasilkan data deret berkala adalah memplot data tersebut secara grafis yang bermanfaat untuk memplot berbagai versi data dan melihat plot data tersebut stasioner atau tidak dari data yang ingin diramalkan. 2. Stasioner dan Nonstasioner Model ARIMA yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan deret berkala bersifat nonstasioner dan bahwa aspek-aspek Autoregressive AR dan Moving Average MA dari model ARIMA hanya berkenaan dengan deret berkala stasioner. Stasioneritas berarti tidak mengalami pertumbuhan atau penurunan pada data. Data secara kasarnya harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Dengan kata lain, fluktuasi data berada pada suatu nilai rata- rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu, dan varians dari fluktuasi tersebut tetap konstan setiap waktu. Kestasioneritasan data dapat diperiksa dengan analisis autokorelasi dan autokorelasi parsial. Autokorelasi-autokorelasi dari data yang stasioner mengecil secara drastis membentuk garis lengkung kearah nol setelah periode kedua dan ketiga. Jadi apabila autokorelasi pada periode satu, dua ataupun ketiga tergolong signifikan sedangkan autokorelasi pada periode lainnya tidak signifikan maka data tersebut bersifat stasioner. Menurut Box-Jenkins data deret berkala yang tidak stasioner dapat ditransformasikan menjadi data yang stasioner dengan melakukan proses pembedaan differencing pada data aktual. Pembedaan orde pertama dari data aktual dapat dinyatakan sebagai berikut: = − ; untuk t = 2,3,...,N 2.8 Secara umum pembedaan differencing orde ke-d dapat ditulis sebagai berikut: = 1 − 0 1 2.9 3. Operator Backward Shift Universitas Sumatera Utara Notasi yang sangat bermanfaat dalam metode pembedaan adalah operator shift mundur Backward Shift yang disimbolkan dengan B dan penggunaannya adalah sebagai berikut: 0 = 2.10 Notasi 0 yang dipasangkan pada mempunyai pengaruh menggeser data satu periode ke belakang, dua penerapan 0 untuk akan menggeser data tersebut dua periode ke belakang sebagai berikut: 00 = 0 = 2.11 Apabila suatu deret berkala tidak stasioner maka data tersebut dapat dibuat lebih mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan pertama dari deret data dan persamaannya adalah sebagai berikut: ′ = − 2.12 Pembedaan orde pertama ′ = 2 − 0 = 1 − 0 2.13 Pembedaan pertama dinyatakan oleh 1 − 0. Sama halnya apabila pembedaanorde kedua yaitu pembedaan pertama dari pembedaan pertama sebelumnyaharus dihitung, maka: Pembedaan orde kedua ′′ = ′ − ′ ′′ = − − − ′′ = − 2 + ′′ = 1 − 20 + 0 ′′ = 1 − 0 Pembedaan orde ke dua diberi notasi 1 − 0 . Pembedaan orde ke- d 1 = 1 − 0 1 2.14 4. Identifikasi Model Identifikasi model berkaitan dengan penentuan orde pada ARIMA. Oleh karena itu, identifikasi model dilakukan setelah melakukan analisis deret berkala untuk mengetahui adanya autokorelasi dan kestasioneran data sehingga dapat diketahui perlu tidaknya dilakukan transformasi dan Universitas Sumatera Utara pembedaan. Jika data tidak stasioner dalam hal varians maka dapat dilakukan transformasi dan jika data tidak stasioner dalam rata-rata maka dapat dilakukan pembedaan. Langkah pertama yang baik untuk menganalisis data deret berkala adalah dengan membuat plot data time series terlebih dahulu. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui adanya trend dan pengaruh musiman pada data tersebut. Langkah selanjutnya adalah menganalisis koefisien autokorelasi dan koefisien autokorelasi parsialnya dengan tujuan mengetahui kestasioneran data dalam rata-rata dan dari plot ACF, PACF tersebut dapat diidentifikasi orde model ARMAnya. 5. Keofisien Autokorelasi Secara matematis rumus untuk koefisien autokorelasi dapat dituliskan dengan rumus seperti pada persamaan sebagai berikut: = ∑ 3 33 45 3 645 789 ∑ 3 3 + 6 789 2.15 di mana: = keofisien autokorelasi = nilai variabel Y pada periode t = nilai variabel Y pada periode t + k = nilai rata-rata variabel Y Apabila merupakan fungsi atas waktu, maka hubungan autokorelasi dengan lagnya dinamakan fungsi autokorelasi Autocorrelation Function sering disebut ACF dan dinotasikan oleh: : = ∑ 3 33 45 3 645 789 ∑ 3 3 + 6 789 2.16 Konsepsi lain pada autokorelasi adalah autokorelasi parsial Partial Autocorrelation Funcition sering disebut PAFC. Seperti halnya autokorelasi yang merupakan fungsi atas lagnya, yang hubungannya dinamakan autokorelasi ACF, autokorelasi parsial juga merupakan fungsi atas lagnya, dan disebut dengan fungsi autokorelasi parsial PACF. Koefisien autokorelasi merupakan alat yang berharga untuk menyelidiki kestasioneran deret berkala. Caranya adalah dengan mempelajari nilai-nilai tertentu secara nyata berbeda dari nol. Rumus sederhana yang bisa digunakan adalah: ; 5 = √ 2.17 Universitas Sumatera Utara Dengan n adalah banyaknya data. Ini berarti bahwa 95 dari seluruh koefisien korelasi berdasarkan sampel harus terletak didalam daerah nilai tengah ditambah atau dikurangi 1,96 kali kesalahan standar Makridakis, 1992. -1.96 1 √= ≤ +1.96 1 √= 2.18 6. Koefisien Autokorelasi Parsial Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan association antara dan pengaruh dari time-lag 1,2,3,... dan seterusnya sampai k-1 dianggap terpisah. Satu-satunya tujuan di dalam analisis deret berkala adalah untuk membantu menetapkan model ARIMA yang tepat untuk peramalan.

2.7 Metode ARIMA

Dokumen yang terkait

Implementasi dan Penggunaan Metode Exponential Smoothing untuk Meramalkan Penjualan Pakaian (Studi Kasus: Toko Pakaian P. Tarigan)

3 119 200

Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Satu Parameter Terhadap Peramalan Jumlah Guru & Jumlah Murid Sekolah Menengah Atas Tahun 2012-2015 Di Kecamatan Galang

2 29 71

Perbandingan Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial dan ARIMA (Box-Jenkins) sebagai Metode Peramalan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

7 55 68

Aplikasi Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Dari Brown Untuk Peramalan Produksi Karet PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Para Tahun 2010 - 2012.

12 69 83

Aplikasi Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Dari Brown Untuk Kelapa Sawit Pada PT. Perkebunan Nusantara III Tahun 2010 Dan 2011

0 23 65

Perbandingan Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda Dua Parameter Dari Holt Dan Metode Box-Jenkins Dalam Meramalkan Hasil Produksi Kernel Kelapa Sawit PT. Eka Dura Indonesia.

5 79 141

Perbandingan Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda Dua Parameter Dari Holt Dan Metode Box-Jenkins Dalam Meramalkan Hasil Produksi Kernel Kelapa Sawit PT. Eka Dura Indonesia.

2 15 141

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan - Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda (Linier Satu Parameter dari Brown) dan Metode Box-Jenkins dalam Meramalkan Curah Hujan di Kota Medan

0 0 15

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda (Linier Satu Parameter dari Brown) dan Metode Box-Jenkins dalam Meramalkan Curah Hujan di Kota Medan

0 0 9

METODE PEMULUSAN (SMOOTHING) EKSPONENSIAL GANDA (LINIER SATU PARAMETER DARI BROWN) DAN METODE

0 0 12