25 selama periode beberapa tahun selalu diikuti dengan penurunan populasi yang curam,
penurunan populasi yang paling curam terdapat pada tahun 2000 – 2001, dari 877 ekor hingga menjadi 386 ekor saja.
B. Analisis Teknoekonomi Pengolahan Tanah Dengan Menggunakan Tenaga
Mesin dan Tenaga Kerbau
Analisis teknoekonomi dilakukan untuk mengkaji penggunaan tenaga mesin dan tenaga kerbau dari segi ekonomis ketika digunakan untuk pengolahan tanah pada
lahan sawah. Hasil analisis kemudian dibandingkan untuk melihat seberapa besar perbedaan diantara penggunaan mesin dan kerbau secara ekonomis.
Analisis Teknoekonomi Pengolahan Tanah dengan Tenaga Mesin
Analisis teknoekonomi pengolahan tanah dengan tenaga mesin dilakukan berdasarkan data-data yang didapatkan dari lapangan serta beberapa asumsi. Mesin
yang dimaksud dalam analisis ini adalah traktor tangan dengan daya sebesar 6 HP. Dari data lapangan didapatkan bahwa konsumsi bahan bakar mesin tersebut adalah
sebesar 1 ltjam. Dari Daywin, et.al 1999, konsumsi bahan bakar traktor tangan adalah sebesar 0,17 ltHPjam, dengan mengalikan nilai ini dengan daya traktor,
didapatkan nilai 1,02 ltjam, dengan demikian, data dari lapangan tidak berbeda jauh dengan nilai konsumsi bahan bakar secara teoritik. Harga bahan bakar yang
digunakan adalah harga bahan bakar diesel ketika penelitian dilaksanakan, yaitu sebesar Rp.5.500liter.
Selain konsumsi bahan bakar, dalam biaya operasionalbiaya tidak tetap mesin juga ada biaya oli, biaya perbaikan dan biaya upah. Dari data lapangan, didapatkan
bahwa traktor diganti olinya setiap 100 jam pemakaian dan setiap penggantian dibutuhkan 2 liter oli, harga oli per liternya adalah Rp.17.000 sehingga dengan
demikian, biaya oli per jamnya adalah sebesar Rp.340jam. Sedangkan biaya perbaikan diasumsikan sebesar 1 harga awal per 100 jam Pramudya, 2001, dengan
harga awal Rp.14.000.000, maka biaya perbaikan per jam adalah sebesar Rp. 1.400jam. Dari data lapangan, upah per jam untuk operator traktor adalah sebesar Rp.
70.000jam. Biaya tetap tenaga mesin terdiri dari biaya penyusutan, besarnya biaya
penyusutan ini tergantung sekali kepada luas olahan lahan per tahun yang berarti juga jam kerja per tahun. Dengan asumsi bahwa umur ekonomis traktor yang digunakan
26 adalah 6 tahun dan jam pelayanannya sebesar 1200 jam, maka jam kerja rata-rata per
tahun adalah sebesar 200 jam. Berdasarkan JICA 1987, besarnya nilai penyusutan per tahun dihitung dengan persamaan berikut :
LOT JJKH
JHKH JKPT
× ×
=
16 E
S P
D −
=
1
17 JKPT
Y S
P D
× −
=
2
18 Dimana:
P = Nilai awal mesin Rp
S = Nilai sisa mesin Rp = 0,1 × P
E = Umur ekonomis mesin th
Y = Jam pelayanan mesin jam
JKPT = Jam kerja per tahun jamth LOT = Luas olahan lahan per tahun hath
Persamaan 17 digunakan apabila jumlah jam kerja per tahun dibawah jumlah rata-rata jam kerja per tahun, sedang persamaan 18 digunakan apabila jam kerja per
tahun diatas jumlah rata-rata jam kerja per tahun.
20 000 40 000
60 000 80 000
100 000 120 000
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14 15 16
Luas Olahan Lahan hath B
iay a T
o tal
R p
j a
m
500 000 1000 000
1500 000 2000 000
2500 000 3000 000
B iay
a P o
k o
k R
p h
a
Biaya Pokok Biaya Total
Gambar 9. Grafik biaya pokok dan biaya total mesin untuk luas olahan lahan per
tahun 1 hath sampai dengan 16 hath.
Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa nilai biaya total dan biaya pokok terus menurun dengan meningkatnya luas olahan lahan per tahun, penurunan tidak terjadi
lagi untuk luas olahan lahan lebih besar dari 8 hektar karena biaya penyusutan tidak lagi turun. Sesuai dengan cara perhitungan yang sebelumnya sudah disebutkan, maka
27 untuk luas olahan lahan 9 hektar per tahun, dimana per hektarnya dibutuhkan 3 hari
kerja dan per harinya traktor berkerja 8 jam, maka jumlah jam kerja per tahunnya adalah sebesar 216 jamth, karena nilai ini lebih besar daripada jam kerja rata-rata per
tahun 200 jamth maka nilai penyusutan adalah sebesar Rp.252.000 per hektar. Contoh perhitungan untuk analisis teknoekonomi penggunaan mesin dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Analisis Teknoekonomi Pengolahan Tanah dengan Tenaga Kerbau
Perhitungan pada analisis teknoekonomi penggunaan kerbau sedikit berbeda dengan perhitungan pada analisis teknoekonomi penggunaan mesin. Pada analisis ini,
kesemua biaya dihitung jumlah tahunannya terlebih dahulu lalu kemudian hasilnya kembali dikonversi ke dalam nilai per hektar dengan cara membagi setiap nilai
dengan luas olahan lahan per tahun dengan demikian didapatkan nilai biaya per hektarnya.
Biaya operasional tenaga kerbau terdiri dari upah pencari rumput dan upah operator. Upah pencari rumput didasarkan kepada konsumsi sepasang kerbau sebesar
50 kg per hari dan harga rumput Rp.70kg sehingga upah pencari rumput untuk per pasang per hari adalah sebesar Rp.3.500hari. Upah operator didasarkan kepada
perimbangan biaya sewa dengan upah operator dimana upah operator adalah sebesar 40 dari biaya sewa, dengan biaya sewa Rp.40.000hari, maka upah operator adalah
sebesar Rp.16.000hari. Biaya tetap kerbau dianggap tidak ada, sedangkan pertambahan nilai kerbau
yang berasal dari pertambahan bobot tubuh dialokasikan sebagai manfaat tambahan pada pemasukan. Selain pertambahan bobot tubuh, produksi biogas dan pupuk juga
termasuk sebagai manfaat tambahan. Dengan menggunakan asumsi bahwa gasifikasi dapat menghasilkan biogas
sebanyak 0,031 m
3
kg kotoran ruminansia besar Haryati, 2007, jumlah produksi biogas per tahun dapat diperoleh. Biogas diasumsikan dapat menggantikan gas
rumahan yang tarifnya Rp.2.300m
3
. Dengan asumsi bahwa kotoran mengandung 0,38 N, 0,18 P
2
O
5
dan 0,02 K
2
O Crowder dan Chedda, 1982 dan urine mengandung 1 N, 0,2 P
2
O
5
dan 1,35 K
2
O Sutejo, 1994 , dapat dihitung jumlah produksi N, P dan K. Dengan asumsi bahwa N yang diproduksi dapat menggantikan penggunaan pupuk Urea, P
yang diproduksi dapat menggantikan penggunaan SP-36 pupuk dan K yang digunakan
28 dapat menggantikan pupuk KCl, maka dapat dihitung juga nilai dari kandungan bahan
organik yang diproduksi. Harga pupuk yang digunakan adalah harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi tahun 2008.
2 000 4 000
6 000 8 000
10 000 12 000
3 4
5 6
Luas Olahan Lahan hath B
iay a T
ot a
l R
p j
am
200 000 400 000
600 000 800 000
B iay
a P ok
ok
R up
ia h
ha
Biaya total Biaya pokok
Gambar 10. Grafik biaya pokok dan biaya total penggunaan hewan. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 10, untuk luas olahan lahan sebesar 3
sampai 6 hektar per tahun, biaya total dan biaya pokok cenderung menurun seiring dengan peningkatan luas olahan lahan per tahun, hal ini disebabkan karena semakin
menurunnya upah pencari rumput. Secara logis, biaya untuk mencari rumput yang dialokasikan untuk sepanjang tahun akan semakin mengecil nilai per hektarnya
apabila semakin banyak luas olahan lahan yang dikerjakan, karena nilainya pembaginya luas olahan lahan per tahun membesar. Contoh untuk perhitungan
analisis teknoekonomi penggunaan tenaga kerbau dapat dilihat pada Lampiran 3.
Perbandingan Keuntungan Penggunaan Mesin dan Pengunaan Kerbau
Untuk dapat membandingkan keuntungan penggunaan mesin dan penggunaan kerbau, terlebih dahulu waktu olah lahan kerbau harus disamakan dengan mesin.
Dengan sepasang kerbau, dalam setahun dapat diolah lahan seluas 3 hektar sampai dengan 6 hektar, sedangkan pada mesin, dapat diolah lahan seluas 11 sampai dengan
16 hektar. Bila nilai minimum kapasitas olah tanah per tahun kerbau dibandingkan dengan nilai pada mesin, maka dapat dilihat bahwa dalam hal luas olahan lahan per
tahun, satu unit mesin akan memiliki luas olahan per tahun yang sama dengan 4 pasang kerbau.
29
5 000 10 000
15 000 20 000
25 000 30 000
11 12
13 14
15 16
Luas Olahan Lahan hath B
iay a To
ta l
R p
ja m
100 000 200 000
300 000 400 000
500 000 600 000
700 000
Bi aya
P ok
ok R
p ha
Biaya Total Biaya Pokok
Gambar 11. Grafik biaya total dan biaya pokok penggunaan mesin untuk pengolahan lahan seluas 11 hektar sampai dengan 16 hektar
Grafik pada Gambar 11 memperlihatkan bahwa pada rentang luas olahan lahan per tahun 11 hektar sampai 16 hektar per tahun, biaya pokok dan biaya total
memperlihatkan nilai yang sama untuk setiap tahunnya, penyebab hal ini sudah dijelaskan pada bagian analisa teknoekonomi penggunaan mesin. Pada rentang ini,
besarnya biaya pokok adalah Rp.630 320ha.
10 000 20 000
30 000 40 000
50 000 60 000
11 12
13 14
15 16
Luas Olahan Lahan hath B
iay a T
ot a
l R
p ja
m
100 000 200 000
300 000 400 000
500 000 600 000
700 000
B ia
y a
P o
ko k
Rp ha
Biaya total Biaya pokok
Gambar 12. Grafik biaya total dan biaya pokok penggunaan kerbau untuk pengolahan lahan seluas 11 hektar sampai dengan 16 hektar
Grafik pada Gambar 12 menunjukkan bahwa besarnya biaya total dan biaya pokok cenderung menurun seiring dengan bertambahnya luas olahan lahan per tahun.
Pada luas olahan lahan 11 hektar per tahun, biaya pokok adalah sebesar Rp.656 545.per hektar. Pada luas olahan lahan terbesar, yaitu 16 hektar pertahun, biaya pokok
menjadi Rp.511 375 per hektar.
30
5 000 000 10 000 000
15 000 000
11 12
13 14
15 16
Luas Olahan Lahan hath
P en
er ima
an d
a n
Bi ay
a
T a
hu na
n R
p th
Penerimaan tahunan Biaya tahunan
Gambar 13. Grafik penerimaan dan biaya tahunan pada penggunaan mesin untuk pengolahan lahan sawah untuk luas olahan pertahun 11 hektar sampai 16
hektar Gambar 13 menunjukkan bahwa penerimaan dan biaya tahunan meningkat
dengan gradien yang tidak jauh berbeda seiring dengan meningkatnya luas olah lahan per tahun. Pada luas olahan 11 hektar per tahun, penggunaan mesin akan memiliki
penerimaan sebesar Rp.8,25 juta dan pengeluaran sebesar Rp.6,933 juta, dengan demikian keuntungan yang didapatkan per tahun adalah sebesar Rp.1,316 juta.
Sedangkan pada luas olahan 16 hektar per tahun, penggunaan mesin akan memiliki penerimaan sebesar Rp.12 juta dan biaya sebesar Rp.10,085 juta, dengan demikian
keuntungan yang didapatkan per tahun adalah sebesar Rp.1,914 juta. Nilai untuk keseluruhan luasan lahan dapat dilihat pada Lampiran 4.
5 000 000 10 000 000
15 000 000 20 000 000
11 12
13 14
15 16
Luas Olahan Lahan hath P
en er
im aan
d an
B iay
a
T a
huna n
R p
th
Penerimaan tahunan Biaya tahunan
Gambar 14. Grafik penerimaan dan biaya tahunan pada penggunaan kerbau untuk pengolahan lahan sawah untuk luas olahan pertahun 11 hektar sampai 16
hektar. Gambar 14 menunjukkan bahwa penerimaan dan biaya tahunan meningkat
dengan gradien yang sedikit berbeda seiring dengan meningkatnya luas olah lahan per tahun. Garis penerimaan tahunan memiliki kemiringan lebih tinggi daripada biaya
tahunan. Pada luas olahan 11 hektar per tahun, penggunaan kerbau akan memiliki
31 penerimaan sebesar Rp.13,05 juta dan pengeluaran sebesar Rp.7,22 juta, dengan
demikian keuntungan yang didapatkan per tahun adalah sebesar Rp.5,83 juta per tahun. Sedangkan pada luas olahan 16 hektar per tahun, penggunaan mesin akan
memiliki penerimaan sebesar Rp.15,45 juta dan pengeluaran sebesar Rp.8,18 juta, dengan demikian keuntungan yang didapatkan per tahun adalah sebesar Rp.7,63 juta.
Nilai untuk keseluruhan luas olahan lahan dapat dilihat pada Lampiran 5. Biaya pokok dan biaya total pada penggunaan kerbau lebih tinggi daripada biaya
pokok dan biaya total pada penggunaan mesin. Meski demikian, seperti sebelumnya disebutkan, kerbau memiliki potensi manfaat tambahan dalam bentuk pertambahan
nilai karena pertambahan bobot tubuh, produksi biogas dan produksi pupuk. Dengan memasukkan manfaat tambahan ini sebagai penerimaan, pada luas olahan lahan 11
hektar per tahun, penggunaan kerbau untuk pengolahan lahan sawah akan memberikan keuntungan Rp. 7,22 juta per tahunnya, sedang pada level yang sama,
mesin hanya mampu memberikan keuntungan sebesar Rp.1,3 juta saja. Tetapi, tanpa memasukkan manfaat tambahan sebagai penerimaan, penggunaan kerbau
menunjukkan nilai keuntungan tahunan yang negatif, yaitu sebesar Rp.-1,94 juta, hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan kerbau merugikan bila kerbau hanya
digunakan untuk pengolahan lahan saja. Nilai kerugian ini cenderung untuk berkurang dengan bertambah luasnya olahan lahan per tahun, pada luas olahan lahan per tahun
16 hektar per tahun, kerugian yang diderita hanya sebesar Rp.502 ribu saja.
C. Analisis Energi Pengolahan Tanah Dengan Menggunakan Tenaga Mesin