Perspektif Gender Terhadap Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat

(1)

PERSPEKTIF GENDER TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PANTAI CERMIN KABUPATEN LANGKAT

TESIS

OLEH IRMA LINDA 107032223/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERSPEKTIF GENDER TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PANTAI CERMIN KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRMA LINDA 107032223/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PERSPEKTIF GENDER TERHADAP

KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN KABUPATEN LANGKAT

Nama Mahasiswa : Irma Linda Nomor Induk Mahasiswa : 107032223

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Ketua

) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 11 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

2. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si 3. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PERSPEKTIF GENDER TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PANTAI CERMIN KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

(Irma Linda) 107032223/IKM


(6)

ABSTRAK

Kejadian anemia pada ibu hamil meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan yang mengakibatkan risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Faktor-faktor penyebab masih tingginya angka kematian ibu (AKI), pada dasarnya dapat disebabkan karena banyak masalah sosial yang terkait dengan kesejahteraan perempuan yang bermuara pada kultur patriarki. Secara tidak langsung posisi sosial perempuan yang masih mengalami subordinasi yang disebabkan ketimpangan gender di masyarakat, memberikan sumbangan dalam kesehatan reproduksi ibu. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh perspektif gender (akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan, partisipasi suami dalam perawatan kehamilan) terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei analitik dengan pendekatan explanatory research yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat sejak bulan Desember 2011 sampai dengan Agustus 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan suami dan istri dengan usia kehamilan trimester ke-3 dengan besar sampel 70 pasangan suami dan istri. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Untuk menganalisis pengaruh perspektif gender (akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan, partisipasi suami dalam perawatan kehamilan) terhadap kejadian anemia pada ibu hamil digunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh partisipasi suami dalam perawatan kehamilan terhadap kejadian anemia pada ibu hamil (p=0,027) dengan nilai koefisien regresi=2,363, sehingga dapat dinyatakan semakin baik partisipasi suami dalam perawatan kehamilan maka semakin rendah angka kejadian anemia pada ibu hamil.

Diharapkan pada pengambil kebijakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dapat merumuskan program kerja yang berperspektif gender seperti program promosi kesehatan tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi ibu hamil dalam upaya pencegahan anemia pada ibu hamil.


(7)

ABSTRACT

The incident of anemia in pregnant mothers increases the frequency of complication in pregnancy and childbirth resulting in the risk of maternal mortality, rate of prematurity, low birth weight baby, and prenatal mortality rate increases. The factors causing the high maternal mortality rate is basically due to the social problems related to the welfare of women which leads to the patriarchal culture. Indirectly, the social position of women which is still subordinate due to gender inequalities in the society, contributes in mother’s reproductive health. The purpose of this study to analyze the influence of perspective of gender (access of health service, decision making to pregnancy, husband’s participation in antenatal care) on the incident of anemia in pregnant mothers in the working area of Puskesmas Pantai Cermin, Langkat District.

The type of the research was analytical survey study with explanatory research approach conducted in the working area of Puskesmas Pantai Cermin, Langkat District from December 2011 to August 2012. The population of this study was husband and wife and the wife was in her 3rd trimester of her pregnancy and 70 of the husband and wife were selected to be the samples for this study through purposive sampling method. The influence of perspective of gender (access of health service, decision making to pregnancy, husband’s participation in antenatal care) on the incident of anemia in pregnant mothers was analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that participation of husband and wife in antenatal care had influence on the incident of anemia in pregnant mothers (p=0.027) with regression coefficient value = 2.363, that it could be said that the better the participation of husband and wife in antenatal care, the lower the incident of anemia in pregnant mothers.

The decision makers in Langkat District Health Service are expected to be able to formulate a work program with gender perspective such as the health promotion program about reproductive health and nutrition for pregnant mothers in an attempt to prevent the incident of anemia in pregnant mothers.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Perspektif Gender terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat”.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan, dorongan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, dan dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, pemikiran, arahan dan bimbingan hingga selesainya penulisan tesis ini.


(9)

5. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si, dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes, selaku ketua komisi penguji dan anggota komisi penguji yang telah memberikan bimbingan, kritik serta saran yang sangat membantu untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh staf dosen dan staf pegawai di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu serta bantuan kepada penulis.

8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dan Kepala Puskesmas Pantai Cermin yang telah memberikan izin dan informasi kepada penulis untuk melakukan penelitian di lingkungan wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin.

9. Teristimewa bagi suami tercinta Ardiansyah, SP, untuk semua do’a, dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan. Anak-anak kami yang tersayang Iwan Era Syahputra dan Jihan Ardilina Putri yang selalu mengerti dan menerima kekurangan waktu dan perhatian serta sebagai sumber semangat selama penulis mengikuti pendidikan.

10. Ayahanda dan ibunda Alm. Marzuki dan Nurhayati Nasution serta Bapak dan Ibu mertua H. Amin Abdul Wahab dan Hj. Delita yang telah memberikan dukungan moril selama penulis mengikuti pendidikan.


(10)

11. Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya minat studi Kesehatan Reproduksi yang telah bersedia menjadi teman berdiskusi dan memberikan masukan untuk penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dari segi bahasa maupun isinya, sehingga saran dan masukan sangat diharapkan untuk kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dengan melimpahkan berkat dan rahmat-Nya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, September 2012 Penulis

Irma Linda 107032223/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Irma Linda, dilahirkan pada tanggal, 15 Maret 1975 di Tanjung Balai Provinsi Sumatera Utara dari ayah Alm. Marzuki dan Ibu Nurhayati Nasution. Penulis menikah dengan Ardiansyah, SP dan dikaruniai dua orang anak yang bernama Iwan Era Syahputra dan Jihan Ardilina Putri. Penulis beragama Islam dan bertempat tinggal di Jl. Setia Kawan Gg. Saudara No.1 Desa Sunggal Kanan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 132404 Tanjung Balai pada tahun 1980-1987, sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 1 Tanjung Balai pada tahun 1987-1990, sekolah menengah atas atau yang sederajat di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Sari Mutiara Medan pada tahun 1990-1993. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan pada Program Pendidikan Bidan (PPB) di SPK Kesdam I/Bukit Barisan Medan pada tahun 1993-1994. Pada tahun 1997-2000 penulis mengikuti pendidikan Diploma III Kebidanan di Akademi Kebidanan Dep.Kes. RI Medan, dan pada tahun 2000-2001, mengikuti pendidikan Diploma-IV Bidan Pendidik di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Penulis bekerja sebagai staf pegawai Dinas Kesehatan Kota Sibolga pada tahun 1997-2002 dan sebagai staf dosen di Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan Jurusan Kebidanan sejak tahun 2002.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... . 1

1.2. Permasalahan ... . 8

1.3. Tujuan Penelitian ... . 9

1.4. Hipotesis ... . 9

1.5. Manfaat Penelitian ... . 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Gender ... 10

2.2. Anemia dalam Kehamilan ... 19

2.3. Keterkaitan Gender dan Kesehatan Ibu Hamil ... 24

2.4. Landasan Teori ... 30

2.5. Kerangka Konsep ... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.3. Populasi dan Sampel ... 35

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 37

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 39

3.6. Metode Pengukuran ... 41

3.7. Metode Analisis Data ... 43

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 45

4.1. Deskripsi Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat ... 45

4.2. Gambaran Karakteristik Responden ... 48

4.3. Distribusi Perspektif Gender dan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil ... 50

4.4. Hubungan Perspektif Gender dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil ... 53


(13)

4.5. Pengaruh Perspektif Gender Terhadap

Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil ... 56

BAB 5. PEMBAHASAN ... 58

5.1. Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil ... 58

5.2. Pengaruh Perspektif Gender Terhadap Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil ... 60

5.2.1. Akses Pelayanan Kesehatan ... 60

5.2.2. Pengambilan Keputusan Terhadap Kehamilan... 63

5.2.3. Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan ... 65

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

6.1. Kesimpulan ... 69

6.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 4.1 Data Demografi Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin

Kabupaten Langkat ……… 46

4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pantai Cermin

Kabupaten Langkat………. 47 4.3 Distribusi Karakteristik Responden Istri di Wilayah Kerja

Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat Tahun 2012………... 48 4.4 Distribusi Karakteristik Responden Suami di Wilayah Kerja

Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat Tahun 2012………... 49 4.5 Distribusi Perspektif Gender Berdasarkan

Akses Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja

Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat Tahun 2012………... 51 4.6 Distribusi Perspektif Gender Berdasarkan Pengambilan

Keputusan Terhadap Kehamilan di Wilayah Kerja

Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat Tahun ………. .. 51 4.7 Distribusi Perspektif Gender Berdasarkan Partisipasi

Suami Dalam Perawatan Kehamilan di Wilayah Kerja

Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat Tahun 2012………… 52 4.8 Distribusi Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja

Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat Tahun 2012……….... 53 4.9 Tabulasi Silang Hubungan Akses Pelayanan Kesehatan

dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja

Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat tahun 2012……….... 54 4.10 Tabulasi Silang Hubungan Pengambilan Keputusan

Terhadap Kehamilan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin

Kabupaten Langkat Tahun 2012………. 55 4.11 Tabulasi Silang Hubungan Partisipasi Suami Dalam

Perawatan Kehamilan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin

Kabupaten Langkat Tahun 2012………. 56 4.12 Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda………. .. 58


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 75

2. Kuesioner Penelitian ... 76

3. Hasil Uji Coba Kuesioner ... 85

4. Master Tabel... 95

5. Skor Jawaban Responeden ... 97

6. Hasil Uji Statistik ... 101

7. Surat Izin Survei Pendahuluan ... 115

8. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 116

9. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lngkat ... 117


(16)

ABSTRAK

Kejadian anemia pada ibu hamil meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan yang mengakibatkan risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Faktor-faktor penyebab masih tingginya angka kematian ibu (AKI), pada dasarnya dapat disebabkan karena banyak masalah sosial yang terkait dengan kesejahteraan perempuan yang bermuara pada kultur patriarki. Secara tidak langsung posisi sosial perempuan yang masih mengalami subordinasi yang disebabkan ketimpangan gender di masyarakat, memberikan sumbangan dalam kesehatan reproduksi ibu. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh perspektif gender (akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan, partisipasi suami dalam perawatan kehamilan) terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei analitik dengan pendekatan explanatory research yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat sejak bulan Desember 2011 sampai dengan Agustus 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan suami dan istri dengan usia kehamilan trimester ke-3 dengan besar sampel 70 pasangan suami dan istri. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Untuk menganalisis pengaruh perspektif gender (akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan, partisipasi suami dalam perawatan kehamilan) terhadap kejadian anemia pada ibu hamil digunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh partisipasi suami dalam perawatan kehamilan terhadap kejadian anemia pada ibu hamil (p=0,027) dengan nilai koefisien regresi=2,363, sehingga dapat dinyatakan semakin baik partisipasi suami dalam perawatan kehamilan maka semakin rendah angka kejadian anemia pada ibu hamil.

Diharapkan pada pengambil kebijakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dapat merumuskan program kerja yang berperspektif gender seperti program promosi kesehatan tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi ibu hamil dalam upaya pencegahan anemia pada ibu hamil.


(17)

ABSTRACT

The incident of anemia in pregnant mothers increases the frequency of complication in pregnancy and childbirth resulting in the risk of maternal mortality, rate of prematurity, low birth weight baby, and prenatal mortality rate increases. The factors causing the high maternal mortality rate is basically due to the social problems related to the welfare of women which leads to the patriarchal culture. Indirectly, the social position of women which is still subordinate due to gender inequalities in the society, contributes in mother’s reproductive health. The purpose of this study to analyze the influence of perspective of gender (access of health service, decision making to pregnancy, husband’s participation in antenatal care) on the incident of anemia in pregnant mothers in the working area of Puskesmas Pantai Cermin, Langkat District.

The type of the research was analytical survey study with explanatory research approach conducted in the working area of Puskesmas Pantai Cermin, Langkat District from December 2011 to August 2012. The population of this study was husband and wife and the wife was in her 3rd trimester of her pregnancy and 70 of the husband and wife were selected to be the samples for this study through purposive sampling method. The influence of perspective of gender (access of health service, decision making to pregnancy, husband’s participation in antenatal care) on the incident of anemia in pregnant mothers was analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that participation of husband and wife in antenatal care had influence on the incident of anemia in pregnant mothers (p=0.027) with regression coefficient value = 2.363, that it could be said that the better the participation of husband and wife in antenatal care, the lower the incident of anemia in pregnant mothers.

The decision makers in Langkat District Health Service are expected to be able to formulate a work program with gender perspective such as the health promotion program about reproductive health and nutrition for pregnant mothers in an attempt to prevent the incident of anemia in pregnant mothers.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat gizi dalam sirkulasi darah, begitu juga dengan penurunan gizi mikro. Pada kebanyakan negara berkembang, perubahan ini dapat diperburuk oleh kekurangan gizi dalam kehamilan yang berdampak pada defisiensi gizi mikro seperti anemia yang dapat berakibat fatal pada ibu hamil dan bayi baru lahir (Sibagariang, dkk, 2010).

Menurut World Health Organization (WHO) (2008), angka prevalensi anemia pada wanita yang tidak hamil 30,2% sedangkan untuk ibu hamil 47,40%. Kejadian anemia bervariasi dikarenakan perbedaan kondisi sosial ekonomi, gaya hidup, dan perilaku mencari kesehatan dalam budaya yang berbeda. Anemia memengaruhi hampir separuh dari semua wanita hamil di dunia; 52% terdapat di negara berkembang sedangkan untuk negara maju 23% yang umumnya disebabkan kekurangan gizi mikro, malaria, infeksi cacing, dan schistosomiasis; infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan kelainan haemoglobin sebagai faktor tambahan.

Prevalensi anemia meningkat sebesar 15-20% dengan kehamilan, yang disebabkan karena sebelum wanita mengalami kehamilan mereka telah jatuh pada keadaan anemia. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia ibu hamil di Indonesia. Anemia akan meningkatkan


(19)

risiko terjadi kematian ibu 3,7 kali lebih tinggi jika dibandingkan ibu yang tidak anemia (Depkes RI, 1996).

Pengumpulan data nasional pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, mencatat bahwa 63,5% perempuan hamil menderita anemia. Angka ini menurun pada Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1995, menjadi 50,5% dan menjadi 40,1% pada tahun 2001 (Depkes, 2007). Prevalensi anemia pada ibu hamil sangat tinggi, di Propinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil survei tahun 1999 adalah sebesar 78,65%. Pada tahun 2002 menurun menjadi 53,8%. Namun angka ini masih tetap tinggi. Secara nasional, untuk kategori kelompok anemia pada wanita, anemia ibu hamil menduduki urutan kedua setelah anemia pada remaja putri (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2004).

Dari hasil penelitian Harahap (2011) di wilayah kerja Puskesmas Rumbio Jaya Kabupaten Kampar ditemukan prevalensi anemia pada ibu hamil sebanyak 64,6%. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (tahun 2008) (Depkes, 2010).

Berdasarkan data rekapitulasi anemia ibu hamil di Kabupaten Langkat tahun 2011, didapatkan angka anemia terbanyak di Puskesmas Pantai Cermin sebesar 68,62% dari 1431 ibu hamil baru (Dinkes Kab. Langkat, 2011). Dari data diatas terlihat masih tingginya kejadian anemia pada ibu hamil, hal ini menunjukkan keadaan gizi ibu hamil yang kurang baik. Anggapan bahwa kehamilan adalah


(20)

keadaan yang biasa dan hanya menjadi urusan perempuan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya status kesehatan ibu hamil itu sendiri.

Tingginya prevalensi anemia gizi besi antara lain disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: kehilangan darah secara kronis, asupan zat besi tidak cukup, penyerapan yang tidak adekuat dan peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang secara fisiologis berlangsung pada masa pertumbuhan, masa pubertas, masa kehamilan dan menyusui (Arisman, 2009).

Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah (Soejoenoes, 1983).

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan perempuan. AKI juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium (MDGs) tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu, dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah menurunkan hingga 75% resiko kematian ibu dari jumlah AKI pada tahun 1990. AKI Indonesia secara nasional dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007, menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup.


(21)

Sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per 100.000 kelahiran hidup (Makarao, 2009).

Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10% sampai hampir 60%. Sedangkan penyebab tidak langsung kematian ibu adalah penyakit yang mungkin telah terjadi sebelum kehamilan tetapi diperburuk oleh kehamilan seperti penyakit jantung, anemia, hipertensi esensial, diabetes mellitus dan hemoglobinopati (Royston dan Amstrong, 1994).

Faktor-faktor penyebab masih tingginya AKI, pada dasarnya dapat disebabkan karena banyak masalah sosial yang terkait dengan kesejahteraan perempuan yang bermuara pada kultur patriarki. Secara tidak langsung posisi sosial perempuan yang masih mengalami subordinasi di masyarakat, memberikan sumbangan dalam kesehatan reproduksi ibu. Di banyak masyarakat dunia sudah lazim bagi perempuan dan anak perempuan makan setelah laki-laki dan anak laki-laki, sekalipun perempuan sedang hamil dan menyusui. Hal tersebut menyebabkan mereka kekurangan makan, yang menjurus kepada anemia dan kekurangan gizi. Masalah-masalah tadi bermuara dari ketidakadilan dan ketimpangan gender di masyarakat. Pemahaman pentingnya perencanaan kehamilan, pencegahan kekerasan dan pembagian peran gender dalam rumah tangga sangat berkontribusi terhadap keselamatan dan kesehatan mental dan


(22)

fisik ibu hamil serta janin dalam kandungannya, karena sesungguhnya kehamilan bukanlah tanggungjawab dari perempuan semata dan tidak ada pandangan bahwa kehamilan merupakan “bagian yang alami” karena menjadi perempuan. (Haryani, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian Zaluchu (2005) secara kualitatif di Tanjung Balai, ditemukan ibu hamil dilarang makan ikan laut dan udang juga tidak boleh makan banyak, karena dikhawatirkan bayinya besar terlebih pada ibu yang hamil pertama sekali. Sumber pengetahuan ini didapatkan dalam daur kehidupan dan umumnya berlangsung secara turun temurun yang kebanyakan berasal dari mereka yang dianggap panutan, semisal orangtua atau dukun.

Hasil penelitian Harahap (2011) di wilayah kerja puskesmas Rumbio Jaya Kabupaten Kampar mengenai ketimpangan gender dalam keluarga, ditemukan bahwa ada pengaruh antara distribusi makanan dalam keluarga dan beban ganda ibu hamil dalam keluarga terhadap anemia dalam kehamilan.

Kebijakan pelaksanaan program Kementrian Kesehatan dalam rangka menurunkan kematian ibu dan angka kematian bayi salah satunya Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang memperkecil kendala dalam pelayanan kesehatan reproduksi perempuan. Tujuan utama dari Gerakan Kesejahteraan Ibu tersebut adalah menurunkan jumlah kematian ibu secara nyata dan memastikan setiap ibu di Indonesia mendapat kesempatan untuk melahirkan bayi sehat dan selamat. GSI melibatkan beberapa komponen sebagai pelaku programnya. Pertama adalah melihat responsivitas ibu hamil pada terhadap kesehatan kandungannya sendiri, dalam GSI


(23)

para ibu hamil diharuskan untuk memeriksaan kehamilan minimal 4 kali; mengetahui dan mengenali kelainan kehamilan, tahu cara pencegahan dan penanggulangannya; mengupayakan persalinan di tempat/fasilitas kesehatan yang memadai; dan mengetahui kebutuhan gizi yang diperlukan; serta mampu mengambil keputusan. Kedua, adalah faktor suami dimana suami dan keluarga lain memberikan perhatian lebih kepada istri/ibu hamil dan selalu SIAGA (Siap, Antar, Jaga), mengenali kelainan kehamilan sedini mungkin dan segera membawanya ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai; dan mempratekkan kesetaraan keadilan gender serta tidak ada kekerasan dalam rumah tangga (Depkes, 1996).

Pada Konferensi Perempuan Sedunia ke IV di Beijing pada tahun 1995, WHO menyatakan pendekatan gender dalam kesehatan menunjukkan bahwa faktor sosialbudaya, serta hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan, merupakan faktor penting yang berperan dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang (Makarao, 2009).

Ideologi gender yang berlaku di masyarakat mengakibatkan telah terjadi dominasi oleh satu pihak dengan yang lain sehingga menimbulkan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Kesenjangan perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan merupakan isu gender, seperti keterbatasan perempuan mengambil keputusan yang menyangkut kesehatan dirinya, sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki-laki, dan tuntutan untuk tetap bekerja meskipun dalam keadaan hamil (Sibagariang dkk, 2010).


(24)

Kesetaraan gender (gender equality) merupakan keadaan tanpa diskriminasi pada laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kesempatan, pembagian sumber-sumber dan hasil pembangunan, serta akses terhadap pelayanan. Kapasitas perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Perempuan memerlukan kemampuan untuk mengendalikan fertilitas dan melahirkan dengan selamat, sehingga akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas sepanjang siklus hidupnya sangat menentukan kesejahteraan dirinya (Makarao, 2009).

Aksesbilitas pelayanan kesehatan adalah peluang atau kesempatan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ada. Perbedaan gender sering menyebabkan terjadinya perbedaan akses terhadap sumber-sumber tersebut yang akan berpengaruh terhadap kesejahteraan kaum perempuan seperti status kesehatan yang buruk. Pembedaan gender terhadap akses pelayanan kesehatan menyebabkan ibu memutuskan tidak melakukan pemeriksaan kehamilan sehingga ibu tidak mendapat nasehat dari tenaga kesehatan tentang kehamilannya.

Ketidakmampuan perempuan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan dirinya antara lain berapa jumlah anak yang diinginkannya, kapan mau hamil, jarak kehamilannya, kapan memeriksakan kehamilannya, siapa yang akan menolong persalinan, dan persiapan dana untuk persalinan dianggap tidak penting, karena kedudukan perempuan yang lemah dan rendah dalam keluarga (Sibagariang dkk, 2010). Hasil penelitian Nurhayati di Rumah Bersalin Sari Simpang Limun


(25)

Medan ditemukan 66% pengambilan keputusan dalam kehamilan dilakukan oleh suami.

Dalam perawatan selama kehamilan (antenatal) diperlukan peran suami untuk mendukung istri agar mendapatkan pelayanan antenatal yang baik, serta menyediakan transportasi atau dana untuk biaya konsultasi. Dalam konsultasi pada pemeriksaan antenatal suami dapat diharapkan dapat menemani istri dalam berkonsultasi sehingga suami dapat juga mempelajari gejala dan komplikasi-komplikasi kehamilam yang mungkin dialami (Royston dan Amstrong, 1994).

Hasil wawancara pada studi awal dengan bidan desa di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat menunjukkan adanya beberapa perilaku yang menyangkut kesehatan pada ibu hamil seperti ibu biasanya melakukan kunjungan kehamilan setelah kehamilan memasuki trimester kedua, rata- rata jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dan masih kurangnya partisipasi suami dalam perawatan kehamilan seperti menemani istri saat memeriksakan kehamilannya. Berdasarkan beberapa masalah di atas, perlu dilakukan penelitian perspektif gender terhadap kejadian anemia pada ibu hamil.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “tingginya angka kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat dan diduga mempunyai kaitan dengan masalah


(26)

perspektif gender (akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan, partisipasi suami dalam perawatan kehamilan)”.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh perspektif gender (akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan, partisipasi suami dalam perawatan kehamilan) terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh perspektif gender (akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan, partisipasi suami dalam perawatan kehamilan) terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, sebagai data dan bahan masukan dalam merumuskan perencanaan kebijakan dan program kerja dalam upaya mengurangi ketidaksetaraan gender dalam bidang kesehatan.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Mengacu kepada permasalahan dan tujuan peneltian yang telah dirumuskan, maka diperlukan peninjauan pustaka terhadap gender dan anemia dalam kehamilan.

2.1 Gender

Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu alat analisis yang baik untuk memahami persoalan diskriminasi terhadap kaum perempuan secara umum. Gender berbeda dengan jenis kelamin (seks). Gender adalah pembagian peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan di dalam keluarga dan masyarakat, yang ditentukan oleh nilai-niai sosial budaya yang berkembang. Nilai dan aturan bagi laki-laki dan perempuan di setiap masyarakat berbeda sesuai dengan nilai sosial budaya setempat dan seringkali berubah seiring dengan perkembangan budaya. Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Seks melekat secara fisik sebagai alat reproduksi. Oleh karena itu, seks merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan sehingga bersifat permanen dan universal (Makarao, 2009).

Konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Bentukan sosial tersebut antara lain kalau perempuan dikenal sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa (Handayani dan Sugiarti, 2002).


(28)

Perspektif gender adalah sebuah sudut pandang dalam melihat, menilai sesuatu berdasarkan gender dan sangat tergantung kepada orang yang melakukannya sehingga cenderung bersifat subjektif (Kusmiran, 2011).

Gender memengaruhi keyakinan manusia serta budaya masyarakat tentang bagaimana laki-laki dan perempuan berpikir dan bertindak sesuai dengan ketentuan sosial. Masyarakat sebagai kelompok menciptakan perilaku pembagian gender untuk menentukan berdasarkan apa yang mereka anggap sebagai keharusan, untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan. Keyakinan pembagian itu selanjutnya diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya (Handayani dan Sugiarti, 2002).

Genderbisa dipertukarkan satu sama lain, gender bisa berubah dan berbeda dari waktu ke waktu, di suatu daerah dan daerah yang lainnya. Oleh karena itulah, identifikasi seseorang dengan menggunakan perspektif gender tidaklah bersifat universal. Seseorang dengan jenis kelamin laki-laki mungkin saja bersifat keibuan dan lemah lembut sehingga dimungkinkan pula bagi dia untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan pekerjaan-pekerjaan lain yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan kaum perempuan. Demikian juga sebaliknya seseorang dengan jenis kelamin perempuan bisa saja bertubuh kuat, besar pintar dan bisa mengerjakan perkerjaan-pekerjaan yang selama ini dianggap maskulin dan dianggap sebagai wilayah kekuasaan kaum laki-laki (Kusmiran, 2011).

2.1.1 Teori Gender

Dalam khazanah pengetahuan tentang gender terdapat banyak teori yang berkembang dan dijadikan rujukan dalam menganalisis permasalahan gender. Teori


(29)

nurture, nature, dan equilibrium merupakan teori awal tentang gender (Sasongko, 2007).

2.1.1.1 Teori Nurture

Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan konstribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki-laki dalam perbedaan kelas. Laki-laki identik dengan kelas borjuis (kaum penindas) dan perempuan sebagai proletar (kaum tertindas).

Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh orang-orang yang konsen memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki (kaum feminis) yang cenderung mengejar “kesamaan” atau fifty-fifty yang kemudian dikenal dengan istilah kesamaan kualitas (perfect equality). Perjuangan tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan, baik dari nilai agama maupun budaya. Karena itu, aliran nurture melahirkan paham sosial konflik yang memperjuangkan kesamaan proporsional dalam segala aktivitas masyarakat seperti di tingkatan manajer, menteri, militer, lembaga tinggi negara, partai politik, dan bidang lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuatlah program khusus (affirmatif action) guna memberikan peluang bagi pemberdayaan perempuan yang kadangkala berakibat timbulnya reaksi negatif dari kaum laki-laki karena apriori terhadap perjuangan tersebut.


(30)

2.1.1.2 Teori Nature

Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah kodrat Tuhan sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal. Perbedaan biologis ini memberikan indikasi dan implikasi bahwa di antara kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Manusia, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Dalam kehidupan sosial, ada pembagian tugas (division of labour), diperlukan kerjasama, dan saling mendukung begitu pula dalam kehidupan keluarga. Keharmonisan hidup hanya dapat diciptakan bila terjadi pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan dan laki-laki, dan hal ini dimulai sejak dini melalui pola pendidikan dan pengasuhan anak dalam keluarga.

Aliran ini melahirkan paham struktural fungsional yang menerima perbedaan peran, asal dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh kesepakatan (komitmen) antara suami-isteri dalam keluarga, atau antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan masyarakat.

2.1.1.3 Teori Equilibrium

Aliran ini memiliki paham kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa. Karena itu, penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus


(31)

memperhatikan masalah kontekstual (yang ada pada tempat dan waktu tertentu) dan situasional (sesuai situasi/keadaan), bukan berdasarkan perhitungan secara matematis (jumlah/quota) dan tidak bersifat universal.

2.1.2 Kesetaraan Gender

Kesetaraan gender adalah sebuah keadaan di mana perempuan dan laki-laki memiliki status dan kondisi yang sama dalam pemenuhan hak-haknya sebagai manusia dan mewujudkan kemampuannya untuk berperan aktif dalam pembangunan. Kesetaraan gender dalam segala aspek kehidupan termasuk kehidupan keluarga, didasarkan pada adanya perbedaan biologis, aspirasi, kebutuhan masing-masing individu sehingga pada setiap peran yang dilakukan akan memiliki perbedaan. Kesetaraan gender juga tidak berarti menempatkan segala sesuatu harus sama, tetapi lebih pada pembiasaan yang didasarkan pada kebutuhan spesifik masing-masing anggota keluarga. Kesetaraan gender dalam keluarga mengisyaratkan adanya keseimbangan dalam pembagian peran antar anggota keluarga sehingga tidak ada salah satu yang dirugikan. Dengan demikian, tujuan serta fungsi keluarga sebagai institusi pertama yang bertanggung jawab dalam pembentukan manusia yang berkualitas dapat tercapai (Kusmiran, 2011).

Tawney dikutip Megawangi (1999) mengakui adanya keragaman pada manusia, entah itu biologis, aspirasi, kebutuhan, kemampuan, ataupun kesukaan, cocok dengan paradigma inklusif. Ia mengatakan bahwa konsep yang mengakui faktor spesifik seseorang dan memberikan haknya sesuai dengan kondisi perseorangan, atau disebut “person-regarding equality”. Kesetaraan ini bukan dengan memberi perlakuan sama


(32)

kepada setiap individu agar kebutuhannya yang spesifik dapat terpenuhi, konsep ini disebut “kesetaraan kontekstual”. Artinya, kesetaraan adalah bukan kesamaan (sameness) yang sering menuntut persamaan matematis, melainkan lebih kepada kesetaraan yang adil yang sesuai dengan konteks masing-masing individu.

2.1.2.1 Kesetaraan Gender dalam Kesehatan

Menurut Makarao (2009), kesetaraan gender dalam kesehatan terbagi atas kesetaraan dalam hak, kesetaraan dalam sumber daya dan kesetaraan dalam menyuarakan pendapat. Adanya kesetaraan hak dalam peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam bidang kesehatan seperti kesetaraan hak dalam rumah tangga yaitu perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama dalam kesehatan, misalnya menentukan jumlah anak, jenis persalinan, pemilihan alat kontrasepsi, dan lain-lain. Selain itu, perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama dalam pengambilan keputusan. Adanya kewenangan dalam penggunaan sumber daya terhadap kesehatan seperti di tingkat rumah tangga perempuan dan laki-laki mempunyai alokasi yang sama untuk mengakses pelayanan kesehatan. Kesetaraan gender dalam menyuarakan pendapat di bidang kesehatan yaitu ekspresi terhadap kebutuhan akan kesehatan dan laki-laki tidak lagi mendominasi pendapat dalam kesehatan yaitu di dalam rumah tangga, perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama untuk mengekspresikan rujukan kesehatan yang diharapkan, sesuai tingkat pendidikannya, dan kesempatan untuk memberikan umpan balik atas pelayanan yang diterimanya.


(33)

Hasil penelitian Zuska, dkk (2002) di Sipirok, Tapanuli Selatan, ditemukan gangguan kesehatan reproduksi yang amat buruk dan erat kaitannya dengan persoalan gender, faktor sosial ekonomi yang buruk, preferensi terhadap anak laki-laki dan diskriminasi.

2.1.3. Ketidakadilan Gender

Ketidakadilan gender merupakan bentuk perbedaan perlakuan berdasarkan alasan gender, seperti pembatasan peran, penyingkiran, atau pilih kasih yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas pengakuan hak asasi, persamaan antara laki-laki dan perempuan, maupun hak dasar dalam bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, dan lainya. Dalam berbagai aspek ketidaksetaraan gender ditemukan ketidakadilan gender, yaitu ketidakadilan (unfairness, unjustice) dalam norma yang berlaku, dalam hal distribusi manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan (dengan pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan dan kekuasaan). Ketidakadillan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, seperti marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, dan beban kerja (Kusmiran, 2011).

2.1.3.1. Marginalisasi

Marginalisasi atau disebut juga pemiskinan ekonomi. Ada beberapa mekanisme proses marginalisasi kaum perempuan karena perbedaan gender. Dari segi sumbernya bias berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan.


(34)

Proses marginalisasi, yang merupakan proses pemiskinan terhadap perempuan, terjadi sejak di dalam rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga laki-laki dengan anggota keluarga perempuan. Marginalisasi dapat terjadi seperti ditempatkan sebagai orang yang tidak memiliki peran penting. Misalnya karena rendahnya pendidikan perempuan menyebabkan kurang teraksesnya tentang penyuluhan lingkungan sehat termasuk air bersih serta sanitasi. (Makarao, 2009).

2.1.3.2. Subordinasi

Pandangan berlandaskan gender juga ternyata bisa mengakibatkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional berakibat munculnya sikap menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.

Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah satu konsekuensi dari posisi subordinat perempuan ini adalah perkembangan keutamaan atas anak laki-laki. Seorang perempuan yang melahirkan bayi laki-laki akan lebih dihargai daripada seorang perempuan yang hanya melahirkan bayi perempuan, demikian juga dengan bayi perempuan yang baru lahir tersebut. Kelahiran seorang bayi laki-laki akan disambut dengan kemeriahan yang lebih besar dibanding dengan kelahiran seorang bayi perempuan (Handayani dan Sugiarti, 2002).

2.1.3.3. Stereotipe

Stereotipe merupakan pelabelan atau penandaan negatife terhadap suatu kelompok tertentu atau jenis kelamin tertentu, dan biasanya pelabelan ini selalu


(35)

berakibat pada ketidakadilan. Salah satu bentuk streotip ini adalah bersumber dari pandangan gender. Pelabelan yang sudah melekat pada laki-laki misalnya, laki-laki adalah pencari nafkah, maka setiap pekerjaan yang dilakukan perempuan dinilai hanya sebagai tamabahan saja, sehingga pekerja perempuan boleh saja dibayar lebih rendah dibanding laki-laki. Sedangkan pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan kerumahtanggaan. Stereotip tidak hanya terjadi dalam rumah tangga, tetapi juga terjadi ditempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintah dan Negara (Kusmiran, 2011).

2.1.3.4. Kekerasan

Kekerasan (violence) adalah suatu serangan (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan yang terkait gender disebut sebagai “gender related violence” yang pada dasarnya disebabkan oleh kekuasaan. Bentuk kekerasan ini tidak selalu terjadi antara laki-laki terhadap perempuan akan tetapi antara perempuan dengan perempuan atau bahkan antara perempuan dan laki-laki (Makarao, 2009).

Kekerasan terhadap perempuan sering terjadi karena budaya dominasi laki-laki terhadap perempuan. Kekerasan digunakan oleh laki-laki untuk memenangkan perbedaan pendapat, menyatakan rasa tidak puas, dan seringkali untuk menunjukkan bahwa laki-laki berkuasa atas perempuan. Pada dasarnya kekerasan yang berbasis gender adalah refleksi dari sistem patriarkhi yang berkembang di masyarakat (Sasongko, 2007).


(36)

2.1.3.5. Beban Kerja

Peran gender perempuan dalam anggapan masyarakat luas adalah mengelola rumah tangga sehingga banyak perempuan yang menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama dibanding kaum laki-laki. Karena adanya anggapan bahwa kaum perempuan bersifat memelihara, rajin dan tidak akan menjadi kepala rumah tangga, maka akibatnya semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Sehingga perempuan menerima beban ganda, selain harus bekerja domestik, mereka masih harus bekerja membantu mencari nafkah (Widyastuti, dkk, 2009).

Hasil penelitian Zaluchu (2005) di Kota Tanjung Balai secara kualitatif, seorang ibu hamil biasanya harus melakukan banyak pekerjaan, baik produktif maupun reproduktif. Akibatnya banyak ibu hamil yang melakukan pekerjaannya dengan beban kehamilannya.

2.2. Anemia dalam Kehamilan 2.2.1. Pengertian Anemia

Anemia adalah istilah yang digunakan pada keadaan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah sampai kadar (untuk wanita hamil) di bawah 11g%. Hemoglobin merupakan zat berwarna merah yang terdapat dalam bentuk larutan dalam sel darah merah, yang fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen ke semua bagan tubuh. Zat besi, asam folat, vitamin dan unsur mineral lainnya, diperlukan


(37)

untuk pembentukan hemoglobin yang dibentuk dalam sumsum tulang (Roystron dan Amstrong, 1994).

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11g% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5g% pada trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi terutama pada trimester 2 (Saifuddin, 2000).

2.2.2. Patofisiologi dan Gejala Anemia pada Kehamilan

Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Bila kadar hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11g% maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis, dan kadar Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10g% (Manuaba, 1998).

Anemia dalam kehamilan disebabkan karena dalam kehamilan, kebutuhan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Volume darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19% (Wiknjosastro, 2007).

Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama-tama pengenceran itu meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil sebagai akibat


(38)

hidremia cardiac output meningkat. Kerja jantung menjadi lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik. Kedua, ketika perdarahan pada saat persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental (Wiknjosastro, 2007).

Stadium awal anemia kehamilan umumnya tanpa gejala. Walaupun demikian, dengan menurunnya konsentrasi hemoglobin, pasokan oksigen ke organ-organ vital menurun, dan ibu hamil mulai mengeluh tentang keluhan umum, mudah lelah, pusing dan nyeri kepala. Kulit dan selaput lendir pucat, demikian juga pada dasar kuku dan lidah serta akan menjadi jelas jika konsentrasi hemoglobin turun menjadi 7g%. Efek kekurangan oksigen terhadap otot jantung, yaitu kemungkinan mengalami kegagalan total jika terjadi anemia berat. Kematian akibat anemia merupakan akibat kegagalan jantung, shock, atau infeksi sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh (Saifuddin, 2000).

2.2.3. Dampak Anemia pada Ibu Hamil

Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Pelbagai penyulit dapat timbul akibat anemia seperti: abortus, partus prematurus, partus lama karena inertia uteri, perdarahan postpartum karena atonia uteri, syok, infeksi intrapartum dan postpartum. Pada anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g/100 ml dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Juga terhadap hasil konsepsi anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik seperti: kematian mudigah, kematian


(39)

perinatal, prematuritas, dan cacat bawaan. Anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial morbiditas dan mortalitas ibu dan anak (Wiknjosastro, 2007).

2.2.4. Faktor yang Memengaruhi Timbulnya Anemia

Secara umum, ada tiga penyebab anemia yaitu kehilangan darah secara kronis, ketidakcukupan asupan makanan dan penyerapan tidak adekuat, dan peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang berlangsung pada masa pertumbuhan, masa pubertas, masa kehamilan, dan menyusui (Arisman, 2009).

Penyebab tidak langsung dari anemia adalah status perempuan yang masih rendah di dalam keluarga. Di banyak masyarakat dunia sudah lazim bagi perempuan dan anak perempuan makan setelah laki-laki dan anak laki-laki, sekalipun wanita tersebut sedang hamil atau menyusui. Mereka cenderung kekurangan makan yang menjurus kepada anemia dan kekurangan gizi. Keguguran disebabkan oleh kekurangan makan, kerja keras dan kehamilan yang berulang-ulang dilihat sebagai bagian normal dari keperempuanan (Mosse, 1996).

Sebab mendasar terjadinya anemia adalah pendidikan yang rendah, sehingga pengetahuan dalam memilih bahan makanan yang bergizi juga rendah. Kelompok penduduk ekonomi rendah kurang mampu membeli makanan sumber zat besi karena harganya relatif mahal. Adanya kepercayaan yang merugikan, seperti pantangan makanan tertentu, mengurangi makan setelah kehamilan trimester 3 agar bayinya kecil sehingga mudah melahirkan (Depkes RI, 1996).


(40)

2.2.5. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Anemia

Program dan kegiatan intervensi penanggulangan yang pernah dilaksanakan belum berdampak terhadap penurunan prevalensi anemia pada ibu hamil, antara lain Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi Ibu Hamil dan Pemberian Tablet Tambah Darah (Zat Besi). Tetapi, program dan kegiatan intervensi biasanya dilaksanakan secara generalisasi tanpa mempertimbangkan karakteristik penduduk karena dalam masyarakat beragam situasi demografis dan psikologis melekat.

Menurut Wiknjosastro (2007), individu tidak dapat melepaskan diri dari masyarakat secara umum. Dengan demikian, perilakunya, termasuk dalam perawatan kehamilan, mencukupkan gizi, akses terhadap pelayanan kesehatan, bergantung kepada keberadaannya di dalam masyarakatnya. Itu sebabnya untuk mencapai efektifitas dan efisiensi program dalam rangka penanggulangan anemia pada ibu hamil, pengenalan terhadap masalah dan kemudian rencana penanggulangannya seharusnya berorientasi pada kekhasan dan kekhususan masing-masing wilayah. Oleh karena itu, dibutuhkan data dasar yang menyeluruh dan multikompleks terhadap masalah yang berhubungan dengan kesehatan dalam hal ini adalah anemia pada ibu hamil.

Depkes RI (1996), menyatakan Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia dilakukan dengan intervensi terhadap penyebab langsung, penyebab tidak langsung maupun sebab mendasar. Upaya yang dilakukan pada primary prevention adalah memberikan makanan bergizi pada ibu hamil melalui perbaikan gizi yang berbasis masyarakat dengan fokus keluarga sadar gizi, melakukan penyuluhan tentang anemia


(41)

pada ibu hamil melalui kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), promosi atau kampanye tentang anemia kepada masyarakat luas. Pengobatan penyakit infeksi dan tersedianya tablet tambah darah dalam jumlah yang sesuai. Pada secondary prevention dilakukan intervensi yang berbasis pangan melalui peningkatan konsumsi zat besi dari makanan. Sedangkan upaya tertiary prevention dilakukan intervensi yang berbasis non pangan.

Secara umum strategi operasional penanggulangan anemia diarahkan pada empat kegiatan yaitu KIE, kegiatan suplementasi, kegiatan fortifikasi dan kegiatan lain yang mendukung kemauan masyarakat dalam menanggulangi anemia secara mandiri. Kegiatan KIE diarahkan untuk mencari dukungan sosial (social support) yang bertujuan untuk meningkatkan status wanita didalam keluarga, terutama agar keluarga lebih menghargai dan memperhatikan ibu hamil. Pendekatan pimpinan (advocacy) melalui KIE yang ditujukan kepada sasaran sekunder yang mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan dalam rangka untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung, dan mempercepat pelaksanaan program. KIE dalam pemberdayaan (empowerment) yaitu KIE yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran keluarga tentang anemia, pangan dan gizi serta dapat melakukan tindakan penanggulangan secara mandiri (Depkes RI, 1996).

2.3 Keterkaitan Gender dan Kesehatan Ibu Hamil

Perempuan tidak mendapat kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam menjaga kesehatannya. Kondisi ini terjadi terutama karena adanya perlakuan tidak


(42)

adil dan tidak setara antara mereka (ketidaksetaraan gender) dalam pelayanan kesehatan. Saat ini fokus utama pelayanan kesehatan masih menekankan aspek medis dan kurang sekali memperhatikan isu-isu sosial. Padahal perbedaan sosial antara laki-laki dan perempuan merupakan penyebab utama mencuatnya kesenjangan antara mereka, sehingga pada akhirnya memengaruhi derajat kesehatan mereka (Makarao, 2009).

2.3.1 Akses Pelayanan Kesehatan

Kemampuan perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Oleh karena itu pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas, sangat menentukan kesejahteraan dirinya (Depkes RI, 2003).

Salah satu indikator akses perempuan kepada pelayanan kesehatan adalah pelayanan antenatal bagi perempuan hamil. Kebijakan nasional untuk mencakup semua perempuan hamil dengan sedikitnya 4 kali pemeriksaan antenatal. Depkes RI (2007), menyatakan bahwa kebijakan pemerintah adalah mendorong perempuan hamil untuk memperoleh pemeriksaan antenatal pertamanya pada trimester pertama. Data SDKI 2001, mengungkapkan bahwa hanya 72% perempuan yang melakukannya. Mereka yang di perkotaan memiliki kemungkinan lebih besar untuk memperoleh pemeriksaan kehamilan dibandingkan mereka di pedesaan (79% berbanding 66% ).

Hasil penelitian Zaluchu (2005) secara kualitatif ditemukan bahwa kehamilan dianggap sebagai sebuah hal biasa, yang tidak perlu dianggap sebagai tahapan


(43)

penting oleh masyarakat dan ibu hamil sendiri. Bagi masyarakat, ritual persalinan lebih penting daripada kehamilan itu sendiri dan tidak ada kepentingan yang harus dicermati dengan lebih baik ketika kehamilan terjadi. Keadaan ini mengakibatkan wanita hamil mengabaikan banyak hal-hal penting untuk perawatan kehamilannya. Rendahnya pemeriksaan antenatal (antenatal care) berhubungan dengan keengganan masyarakat menjadikannya sebagai prioritas.

2.3.2 Pengambilan Keputusan terhadap Kehamilan

Hak reproduksi mencakup pengakuan hak-hak asasi pasangan dan pribadi untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak dan menentukan waktu kelahiran anak-anak mereka. Perempuan diharapkan tampil menjadi subjek utama yang mengontrol kesehatan reproduksinya, karena perempuanlah yang memiliki rahim. Meskipun perempuan merupakan key-person dari efektivitas pelaksanaan kesehatan reproduksinya, dalam kenyataannya perempuan di Indonesia masih banyak yang belum dapat mengambil keputusan sendiri meski itu menyangkut dirinya. Perempuan masih selalu tergantung pada orang diluar dirinya seperti suami, orangtua, keluarga besarnya (Yustina, 2005).

Hak-hak reproduksi meliputi sebagian hak-hak azasi manusia yang sudah diakui kekuatan hukumnya baik secara nasional maupun internasional. Menurut hasil kesepakatan Konferensi Kependudukan dan Pembangunan Internasional (ICPD) di Kairo tahun 1994, hak-hak reproduksi mencakup hak untuk hidup bebas dari resiko kematian karena kehamilan, hak atas kebebasan dan keamanan atas kehidupan reproduksinya, hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi, hak


(44)

atas kerahasiaan pribadi, hak kebebasan berpikir, hak memilih bentuk keluarga dan untuk membangun serta merencanakan keluarga, hak untuk memutuskan secara bebas mengenai jumlah anak, menentukan waktu kelahiran anak dan cara untuk mernperolehnya. Masalah kesehatan reproduksi ini, walau telah memiliki landasan hukum yang kuat, namun dalam prakteknya terdapat kesenjangan antara prinsip-prinsip hukum dengan realitas sosial, karena hak reproduksi banyak dipengaruhi oleh masalah relasi sosial (Depkes RI, 2003).

2.3.2.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan dalam Keluarga

Pengambilan keputusan dalam keluarga dipengaruhi oleh informasi, ketrampilan dalam berkomunikasi dan posisi anggota keluarga. Pengetahuan seseorang terkait erat dengan terpaan informasi, baik bersumber dari media massa maupun non media massa. Akses wanita ke media massa lebih rendah dari pria. Konstruksi gender telah berhasil membangun satu aspek pendidikan keluarga bahwa anak wanita dididik untuk tidak banyak bicara sehingga akan mencerminkan wibawa. Wibawa yang terpancar akan memiliki kekuatan dengan sekali bicara akan didengar dan dipatuhi terutama oleh anak-anaknya, tetapi hasil pendidikan dalam keluarga ini yang menonjol bukan produk kewibawaan tapi ketidakberanian mengeluarkan pendapat, gagap berbicara, sulit merumuskan kalimat yang sesuai apa yang diinginkannya, tidak memiliki kekuatan untuk mengemukakan masalah tersebut (Hidayat, 2005).


(45)

Pemasungan kreativitas berkomunikasi pada anak-anak wanita yang dipraktekkan banyak keluarga di pedesaan, akhirnya bermuara pada kondisi yang menempatkan mereka pada posisi tidak dapat melaksanakan keputusan. Ketidakterampilan berkomunikasi dalam proses pembuatan keputusan, menempatkan ibu-ibu rumah tangga dalam posisi yang relatif rendah, sehingga kebutuhan dan keinginannya sulit terealisasikan. Keputusan yang dihasilkan cenderung didominasi kepentingan suami, sekalipun keputusan tersebut menyangkut masalah-masalah yang berkaitan hidup matinya ibu-ibu itu sendiri seperti masalah kesehatan reproduksi. 2.3.2.2 Tipe-tipe Pengambilan Keputusan

Menurut Abdullah (2001), terdapat tiga tipe pengambilan keputusan pemeliharaan kesehatan reproduksi dalam keluarga :

1) Musyawarah, banyak ditempuh oleh keluarga di pedesaan. Prosedurnya si istri menyampaikan masalah atau keinginan yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan reproduksi. Dilanjutkan untuk mencari jalan ke luar atau memecahkan masalah, atas dasar argumen yang dikemukakan suami dan istri sehingga diperoleh keputusan yang memuaskan kedua pihak.

2) Dominan istri, umumnya terjadi pada kelompok ibu-ibu rumah tangga yang wewenang penuh untuk mengambil keputusan sendiri. Ibu-ibu rumah tangga ini dalam prakteknya tetap memberitahu suami sebagai bentuk permintaan izin sebelum melaksanakan keputusan yang ia buat sendiri.

3) Dominan suami, tipe pengambilan keputusan seperti ini banyak berlaku pada ibu-ibu rumah tangga yang relatif tua. Terdapat dua klasifikasi pengambilan


(46)

keputusan dari tipe dominan suami ini, yaitu pertama, suami yang langsung membuat keputusan sendiri begitu istrinya mengemukakan permasalahan yang dihadapi, tanpa banyak bertanya atau meminta pertimbangan istri terlebih dulu. Kedua, suami akan meminta pendapat dan keinginan istrinya dalam proses pembuatan keputusan. Selanjutnya ia memutuskan tindakan yang harus dijalankan istrinya tanpa melalui tahapan pencapaian kesepakatan antara suami dan istri.

2.3.3 Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan

Partisipasi suami saat kehamilan sangat penting untuk membantu ketenangan jiwa istrinya. Suami yang baik adalah suami yang memenuhi kebutuhan istrinya, membantu perawatannya, dan terlibat secara dekat dengan segala sesuatu yang terjadi pada istrinya. Seorang ayah seharusnya bekerja keras, bertanggung jawab dan meluangkan waktu untuk istri yang akan menciptakan kesenangan, kepuasan dan kebahagiaan yang tak terukur. Selama kehamilan maupun persalinan, istri biasanya menggantungkan semangatnya pada suami. Istri membutuhkan dukungan dari suaminya, dan jika dia tidak mendapatkan hal itu dia akan merasa hidup sendiri (Stoppard, 2002).

Menurut BKKBN (2001), partisipasi suami dalam perawatan kehamilan dapat ditunjukkan dengan cara memberikan perhatian dan kasih sayang kepada istri, mendorong dan mengantar istri untuk memeriksakan kehamilan ke fasilitas kesehatan minimal empat kali selama kehamilan, memenuhi kebutuhan gizi bagi istrinya, menentukan tempat persalinan (fasilitas kesehatan) bersama istri sesuai dengan


(47)

kemampuan dan kondisi masing-masing daerah, menyiapkan biaya persalinan, melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan sedini mungkin bila terjadi hal-hal yang membahayakan kesehatan selama kehamilan seperti perdarahan dan lain-lain.

2.4 Landasan Teori

Tawney dikutip Megawangi (1999) menyebutkan bahwa keragaman peran pada hakekatnya adalah realita kehidupan manusia. Hubungan laki-laki dan perempuan bukan dilandasi konflik atau struktur fungsional tetapi dilandasi kebutuhan bersama guna membangun kemitraan yang harmonis. Paham kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa. Karena itu, penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual (yang ada pada tempat dan waktu tertentu) dan situasional (sesuai situasi/keadaan), bukan berdasarkan perhitungan secara matematis (jumlah/quota) dan tidak bersifat universal.

Kesetaraan gender dalam segala aspek kehidupan termasuk kehidupan keluarga, didasarkan pada adanya perbedaan biologis, aspirasi, kebutuhan masing-masing individu sehingga pada setiap peran yang dilakukan akan memiliki perbedaan. Kesetaraan gender juga tidak berarti menempatkan segala sesuatu harus sama, tetapi lebih pada pembiasaan yang didasarkan pada kebutuhan spesifik masing-masing


(48)

anggota keluarga. Kesetaraan gender dalam keluarga mengisyaratkan adanya keseimbangan dalam pembagian peran antar anggota keluarga sehingga tidak ada salah satu yang dirugikan. Dengan demikian, tujuan serta fungsi keluarga sebagai institusi pertama yang bertanggung jawab dalam pembentukan manusia yang berkualitas dapat tercapai (Mosse, 1996).

Ketidaksetaraan gender terlihat dari adanya hambatan dalam akses pelayanan terhadap pelayanan kesehatan terutama dialami oleh perempuan karena adanya status perempuan yang tidak mendapat izin dari suami sebagai pemegang keputusan, siapa yang menolong persalinan istri kebanyakan masih ditentukan oleh suami, sehingga terjadi subordinasi terhadap perempuan dengan keterbatasan perempuan dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan dirinya. Ditinjau dari segi hak reproduksi jelas dinyatakan bahwa setiap orang baik lakilaki maupun perempuan tanpa memandang kelas, sosial, suku, umur, agama dan lain-lain mempunyai hak yang sama untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab. Lebih praktisnya dapat dinyatakan bahwa perempuan berhak mengambil keputusan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya (Azwar, 2001).

Ketidakmampuan perempuan dalam mengambil keputusan yang menyangkut hak-hak kesehatan reproduksinya terutama kehamilannya. Keterbatasan perempuan mengambil keputusan terhadap kehamilannya disebabkan budaya patriarki yang ada di masyarakat. Perempuan tidak mempunyai otonomi terhadap rahimnya sendiri yaitu hak untuk menentukan kapan ingin punya anak, jumlah anak, memeriksakan


(49)

kehamilan, penolong persalinan dan biaya untuk kehamilan serta persalinannya (Sibagariang, dkk, 2010).

Partisipasi suami saat kehamilan sangat penting untuk membantu ketenangan jiwa istrinya. Suami yang baik adalah suami yang memenuhi kebutuhan istrinya, membantu perawatannya, dan terlibat secara dekat dengan segala sesuatu yang terjadi pada istrinya. Seorang ayah seharusnya bekerja keras, bertanggung jawab dan meluangkan waktu untuk istri yang akan menciptakan kesenangan, kepuasan dan kebahagiaan yang tak terukur. Selama kehamilan maupun persalinan, istri biasanya menggantungkan semangatnya pada suami. Istri membutuhkan dukungan dari suaminya, dan jika dia tidak mendapatkan hal itu dia akan merasa hidup sendiri (Stoppard, 2002).

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

……… = Tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Perspektif Gender :

1. Akses Pelayanan Kesehatan 2. Pengambilan Keputusan

terhadap Kehamilan 3. Partisipasi Suami dalam

Perawatan Kehamilan

Kejadian Anemia Pada Ibu hamil Status Kesehatan


(50)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kesetaraan gender yang terdiri dari akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan, partisipasi suami dalam kehamilan. Variabel dependen adalah kejadian anemia pada ibu hamil.

Kesetaraan gender dalam kesehatan khususnya terhadap ibu hamil dapat dilihat melalui akses ibu hamil ke pelayanan kesehatan yang masih dipengaruhi oleh keberadaan suami sebagai kepala rumah tangga menyangkut izin, biaya yang dibutuhkan, waktu, dan jarak ke sarana pelayanan. Pengambilan keputusan terhadap kehamilan yang merupakan hak ibu hamil atas dirinya sendiri pada kenyataannya tidak dapat terpenuhi karena besarnya keterlibatan suami dan keluarga dalam pengambilan keputusan, hal ini akan berdampak kepada keterlambatan pertolongan terhadap gangguan dan komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Partisipasi suami dalam perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor penting yang dapat meningkatkan kesehatan ibu selama hamil yakni menyangkut gizi ibu hamil, perhatian dan dukungan, persediaan biaya serta transportasi yang dibutuhkan selama proses kehamilan dan persalinan.


(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei analitik dengan pendekatan explanatory research yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh kesetaraan gender terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2012. Alasan pemilihan lokasi, berdasarkan survei awal ditemukan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat tahun 2011 masih tinggi sebesar 68,62%. Persentase ini paling tinggi dari Puskesmas yang ada di Kabupaten Langkat.

Hasil wawancara pada studi awal dengan bidan desa di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat menunjukkan adanya beberapa perilaku yang menyangkut kesehatan pada ibu hamil seperti ibu biasanya melakukan kunjungan kehamilan setelah kehamilan memasuki trimester kedua, rata- rata jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dan masih kurangnya partisipasi suami dalam perawatan kehamilan seperti menemani istri saat memeriksakan kehamilannya.


(52)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Desember 2011 sampai dengan Agustus tahun 2012.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan suami dan istri dengan kehamilan trimester ke-3 yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat tahun 2012 yang tersebar di 19 desa, dengan kriteria inklusi pasangan suami dan istri dengan kehamilan trimester ke-3 yang tinggal bersama. Penetapan pasangan suami dan istri dengan kehamilan trimester ke-3 sebagai populasi dengan pertimbangan pada kehamilan trimester ke-3 informasi tentang perawatan kehamilan dan keterkaitan perspektif gender terhadap kejadian anemia dalam kehamilan (akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan dan partisipasi suami dalam perawatan kehamilan) akan lebih banyak didapatkan. Jumlah ibu hamil di wilayah kerja puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat berdasarkan laporan PWSKIA bulan Desember tahun 2011 adalah 1410 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari pasangan suami dan istri dengan kehamilan trimester ke-3 yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas


(53)

Pantai Cermin Kabupaten Langkat. Besar sampel dalam penelitian ditentukan melalui uji hipotesis untuk proporsi populasi tunggal (Lemeshow, dkk, 1997).

{Ζ1-α/2√Ρ0 (1-Ρ0 )+Ζ1-β√Ρa(1-Ρa}2

n =--- (Ρa-Ρ0)2

Keterangan :

n = besarnya sampel minimum

Ζ1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α = 0,05 (1,960)

Ζ1-β = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β = 0.10 (1,282)

P0 = proporsi kejadian anemia pada ibu hamil (0,65) (Harahap, 2011)

Pa-P0 = perkiraan selisih proporsi yang bermakna (0.10)

Perhitungan :

{1,960√{(0,65)(0,35)}+1,282√{(0,75)(0,25)}2

n= --- [0,10]2

n = 69 ≈ 70

Berdasarkan hasil perhitungan, maka jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 70 pasangan suami dan istri dengan kehamilan trimester ke-3, yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu mengambil sampel berdasarkan pertimbangan yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2002).


(54)

Sampel diambil atau dipilih pada tiga desa (desa Pulau Banyak, desa Baja Kuning dan desa Pantai Cermin) di mana cakupan pemberian tablet besi (Fe) rata-rata hanya 10%. Jumlah ibu hamil di desa Pulau Banyak 67 orang, desa Baja Kuning 41 orang dan desa Pantai Cermin 116 orang (Laporan PWSKIA Puskesmas Pantai Cermin bulan Desember tahun 2011).

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data

1. Data primer yaitu suatu data yang dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner kepada pasangan suami dan istri dengan kehamilan trimester ke-3 yang tinggal di Desa Pulau Banyak, Desa Baja Kuning dan Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat meliputi identitas responden, akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan, dan partisipasi suami dalam perawatan kehamilan. Pemeriksaan kadar hemoglobin dengan menggunakan metoda cyanmethaemoglobin.

2. Data sekunder adalah data gambaran umum masyarakat Kecamatan Tanjung Pura, data populasi ibu hamil yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin. Data sekunder diperoleh melalui laporan PWS-KIA Bidan Desa, profil Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dan laporan bulanan Puskesmas Pantai Cermin, dokumentasi Kantor Camat Tanjung Pura Kabupaten Langkat.


(55)

3.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum data dikumpulkan, maka akan terlebih dahulu dilakukan uji instrumen penelitian yang bertujuan untuk memastikan bahwa alat bantu yang dipergunakan (kuesioner) telah memiliki validitas dan reliabilitas. Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kemaknaan suatu alat ukur (instrumen) dalam mengukur suatu data.

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus korelasi pearson product moment (r) dengan α=0,05. Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya, uji reliabilitas menggunakan metode cronbach’ Alpha dengan α=0,7, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran (Riwidikdo, 2008).

Uji coba kuesioner dilakukan pada pasangan suami dan istri dengan kehamilan trimester ke-3 di lokasi yang menyerupai lokasi penelitian yaitu wilayah kerja Puskesmas Tanjung Beringin Kabupaten Langkat, dengan jumlah sampel sebanyak 30 pasangan suami dan istri. Hal ini dimaksudkan agar alat ukur yang digunakan benar-benar tepat dan cermat dalam melakukan fungsi ukurnya serta dapat dipercaya.

Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian dianalisis dan diperoleh hasil untuk variabel akses ke pelayanan kesehatan, pertanyaan yang digunakan sebanyak


(56)

25 item maka setelah dilakukan uji validitas, hasilnya menunjukkan nilai r-hitung

<α=0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut valid. Pada uji reliabilitas diperoleh nilai Cronbach’s Alpha >α=0,7, sehingga dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut reliabel.

Variabel pengambilan keputusan terhadap kehamilan mempunyai pertanyaan sebanyak 22 item, setelah dilakukan uji validitas, hasilnya menunjukkan nilai r-hitung <α=0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut valid. Pada uji reliabilitas diperoleh nilai Cronbach’s Alpha >α=0,7 sehingga dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut reliabel.

Variabel partisipasi suami dalam perawatan kehamilan mempunyai pertanyaan sebanyak 18 item, setelah dilakukan uji validitas, hasilnya menunjukkan nilai r-hitung

<α=0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut valid. Pada uji reliabilitas diperoleh nilai Cronbach’s Alpha >α=0,7, sehingga dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut reliabel.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat variabel, yang terdiri dari tiga variabel independen yaitu perspektif gender (akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan, partisipasi suami dalam perawatan kehamilan). Satu variabel dependen yaitu kejadian anemia pada ibu hamil.


(57)

3.5.2 Definisi Operasional 3.5.2.1 Variabel Independen

a) Perspektif gender adalah cara pandang dalam melihat kejadian anemia pada ibu hamil berdasarkan gender (perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara ibu hamil trimester ke-3 dan suami) yang berupa akses terhadap pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan dan partisipasi suami dalam perawatan kehamilan.

b) Akses pelayanan kesehatan adalah peluang atau kesempatan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ada (Posyandu, Puskesmas, Rumah/Klinik Bersalin, dan Rumah Sakit). Peluang atau kesempatan tersebut terkait dengan perbedaan gender yang dialami oleh responden.

c) Pengambilan keputusan terhadap kehamilan adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesehatan dirinya antara lain berapa jumlah anak yang diinginkannya, kapan mau hamil, jarak kehamilannya, kapan memeriksakan kehamilannya, siapa yang akan menolong persalinan, dan persiapan dana untuk persalinan.

d) Partisipasi suami dalam perawatan kehamilan adalah segala bentuk peranserta, perhatian dan keterlibatan suami terhadap perawatan kehamilan.

3.5.2.2 Variabel Dependen

Kejadian anemia pada ibu hamil adalah kadar hemoglobin di dalam darah ibu hamil trimester ke-3 kurang dari 11 g%.


(58)

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Variabel Independen 1) Akses pelayanan kesehatan

Pertanyaan untuk variabel akses pelayanan kesehatan berjumlah 25 soal. Kuesioner menggunakan skala Likert dengan skor 1-3. Alternatif jawaban tidak pernah diberi skor 1, jarang diberi skor 2, dan sering diberi skor 3.

Kategori :

a) Kurang baik, jika responden memperoleh nilai < 50% dari total skor (25-49) b) Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ 50 % dari total skor (50-75). Skala ukur : ordinal.

2) Pengambilan Keputusan terhadap Kehamilan

Kuesioner untuk variabel pengambilan keputusan terhadap kehamilan berjumlah 22 soal. Kuesioner berbentuk skala Likert dengan skor yang digunakan 1-3. Alternatif jawaban pengambilan keputusan hanya oleh suami diberi skor 1, pengambilan keputusan hanya oleh istri diberi skor 2, dan pengambilan keputusan bersama (suami dan istri) diberi skor 3.

Kategori :

a) Kurang baik, jika responden memperoleh nilai < 50% dari total skor (22-43). b) Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ 50% dari total skor (44-66).


(59)

3) Partisipasi suami dalam perawatan kehamilan.

Kuesioner untuk variable partisipasi suami dalam perawatan kehamilan berjumlah 18 soal. Kuesioner menggunakan skala Likert dengan skor 1-3. Alternatif jawaban tidak pernah diberi skor 1, jarang diberi skor 2, dan sering diberi skor 3.

Kategori :

a) Kurang baik, jika responden memperoleh nilai <50% dari total skor (18-35) b) Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ 50% dari total skor (36-54). Skala ukur : ordinal.

3.6.2 Variabel Dependen

Anemia diukur dengan memeriksa kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil. Pemeriksaan kadar Hb dilakukan oleh petugas analis yang ada di Puskesmas. Cara pemeriksaan Hb, darah diukur dengan menggunakan metode cyanmethaemoglobin. Darah yang diambil adalah darah kapiler yang berasal dari jari tengah sebelah kiri menggunakan jarum kulit otomatis. Darah yang mengalir pertama tidak digunakan, darah sampel adalah darah yang secara spontan mengalir tanpa dipijit atau ditekan. Darah diambil dengan menggunakan pipet sahli sampai mencapai batas angka 20 ul kemudian dimasukan dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan darbkin 5 ml. Hasil dibaca dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 mm.


(60)

Hasil pemeriksaan dibagi dua kategori yaitu : 1. Anemia , jika kadar Hb < 11 g %.

2. Tidak anemia, jika kadar Hb ≥ 11 g %. Skala ukur : nominal.

3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah dengan menggunakan metode analisis statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut:

3.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi yang berkaitan dengan karakteristik responden dan seluruh variabel penelitian.

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen yaitu perspektif gender (akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan terhadap kehamilan, partisipasi suami dalam kehamilan,) dengan variabel dependen yaitu kejadian anemia pada ibu hamil. Jenis data dalam penelitian ini adalah kategori maka teknik analisis menggunakan uji chi square pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). 3.7.3 Analisis Multivariat

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi logistik ganda. Regresi logistik ganda (multiple logistic regession) digunakan untuk melihat pengaruh beberapa variabel independen


(1)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Partisipasi

Suami dlm kehamilan (kurang baik / baik)

10.625 1.311 86.138 For cohort Hb = Anemia 1.535 1.204 1.956 For cohort Hb = Tidak Anemia .144 .021 1.001

N of Valid Cases 70

Pengambilan Keputusan dlm kehamilan * Hb

Crosstab

Hb

Total Anemia Tidak Anemia

Pengambilan Keputusan dlm kehamilan

kurang baik Count 27 5 32

% within Pengambilan

Keputusan dlm kehamilan 84.4% 15.6% 100.0%

baik Count 22 16 38

% within Pengambilan

Keputusan dlm kehamilan 57.9% 42.1% 100.0%

Total Count 49 21 70

% within Pengambilan

Keputusan dlm kehamilan 70.0% 30.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 5.800a

1 .016

Continuity Correctionb 4.608 1 .032

Likelihood Ratio 6.056 1 .014

Fisher's Exact Test .020 .015

Linear-by-Linear Association 5.718 1 .017

N of Valid Casesb 70

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.60. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Pengambilan

Keputusan dlm kehamilan (kurang baik / baik)

3.927 1.242 12.418 For cohort Hb = Anemia 1.457 1.070 1.986 For cohort Hb = Tidak Anemia .371 .153 .901

N of Valid Cases 70

Akses Pelayanan Kesehatan * Hb

Crosstab

Hb

Total Anemia Tidak Anemia

Akses Pelayanan Kesehatan

kurang baik Count 17 2 19

% within Akses

Pelayanan Kesehatan 89.5% 10.5% 100.0%

baik Count 32 19 51

% within Akses

Pelayanan Kesehatan 62.7% 37.3% 100.0%

Total Count 49 21 70

% within Akses

Pelayanan Kesehatan 70.0% 30.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.709a 1 .030

Continuity Correctionb 3.523 1 .061

Likelihood Ratio 5.384 1 .020

Fisher's Exact Test .040 .026

Linear-by-Linear Association 4.642 1 .031

N of Valid Casesb 70

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.70. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Akses

Pelayanan Kesehatan (kurang baik / baik)

5.047 1.049 24.290 For cohort Hb = Anemia 1.426 1.098 1.853 For cohort Hb = Tidak Anemia .283 .073 1.099

N of Valid Cases 70

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 70 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 70 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 70 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value

Tidak Anemia 0


(4)

Block 1: Method = Forward Stepwise (Conditional)

Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig.

Step 1 Step 8.504 1 .004

Block 8.504 1 .004

Model 8.504 1 .004

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 77.017a .114 .162

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted

Hb Percentage

Correct Tidak Anemia Anemia

Step 1 Hb Tidak Anemia 0 21 .0

Anemia 0 49 100.0

Overall Percentage 70.0


(5)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a partipkate 2.363 1.068 4.899 1 .027 10.625 1.311 86.138

Constant .470 .285 2.719 1 .099 1.600 a. Variable(s) entered on step 1: partipkate.

Model if Term Removeda

Variable

Model Log Likelihood

Change in -2 Log Likelihood df

Sig. of the Change

Step 1 partipkate -43.090 9.162 1 .002

a. Based on conditional parameter estimates

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 1 Variables aksespelkeskate 3.746 1 .053

pengamkeputkate 3.017 1 .082

Overall Statistics 5.434 2 .066

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

Hb Percentage

Correct Tidak Anemia Anemia

Step 0 Hb Tidak Anemia 0 21 .0

Anemia 0 49 100.0

Overall Percentage 70.0


(6)

Classification Tablea,b

Observed

Predicted Hb

Percentage Correct Tidak Anemia Anemia

Step 0 Hb Tidak Anemia 0 21 .0

Anemia 0 49 100.0

Overall Percentage 70.0

b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .847 .261 10.553 1 .001 2.333

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables aksespelkeskate 4.709 1 .030

pengamkeputkate 5.800 1 .016

partipkate 6.895 1 .009


Dokumen yang terkait

FAKTOR – FAKTOR DETERMINAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGGARANG KABUPATEN BONDOWOSO

0 5 21

Faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil di Wilayah kerja Puskesmas Ngemplak Simongan Tahun 2015.

0 6 15

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MOJOLABAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester Iii Di Wilayah Kerja Puskesmas Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo.

3 16 16

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KERJO Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Kerjo Kabupaten Karanganyar.

0 2 18

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KERJO Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Kerjo Kabupaten Karanganyar.

0 2 15

Lampiran 1 PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN TENTANG PERSPEKTIF GENDER TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN KABUPATEN LANGKAT

0 0 43

Perspektif Gender Terhadap Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat

0 1 24

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Perspektif Gender Terhadap Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat

0 0 9

PERSPEKTIF GENDER TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN KABUPATEN LANGKAT TESIS Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

0 0 15

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANEMIA DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUMAS TAHUN 2012 - repository perpustakaan

0 0 15