Keaslian Penulisan Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

hukum Indonesia menghadapi liberalisasi perdagangan, serta berbagai hambatan yang dapat menurunkan daya saing industri dalam negeri menghadapi liberalisasi perdagangan berdasarkan China-AFTA Free Trade Agreement

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang “Kebijakan Di Bidang Perdagangan Yang Tanggap Terhadap Perubahan Makrostruktur Sistem Internasional Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian AFTA Cina-Indonesia” belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara akan menimbulkan hubungan interdependensi dan integrasi dalam bidang investasi atau ekonomi Indonesia ataupun Negara lain, dimana lalu lintas perdagangan akan bebas tanpa hambatan tarif bea masuk maupun non tarif dalam arti substansi berbagai undang- undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas Negara. Dengan Universitas Sumatera Utara sebuah tawaran hak untuk hidup dan mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. 20 Peran Negara dalam hal ini menurut Smith; pertama adalah tugas untuk melindungi masyarakat dari kekerasan dan serbuan negara lain. Kedua, untuk melindungi sejauh mungkin setiap warga masyarakat dari ketidakadilan dan pemaksaanpemerasan yang dilakukan oleh warga negara lain, atau tugas menyelenggarakan secermat mungkin tata keadilan. Ketiga adalah tugas untuk mengadakan serta mempertahankan prasarana publik dan berbagai lembaga publik yang ada bukan hanya untuk kepentingan orang-orang atau kelompok tertentu. 21 Peran pemerintah yang patut-tapi terbatas dilakukan dengan intervensi pemerintah diperlukan kalau mekanisme pasar gagal, dengan membuat hukum untuk mengarahkan kegiatan ekonomi dan menghindari timbulnya distorsi. John Rawls berpendapat bahwa institusi-institusi sosial dan hukum janganlah dipandang sebagai penghambat perkembangan hidup ketika berdasarkan dua prinsip berikut: 22 1. Prinsip Kesamaan Tiap-tiap pribadi mempunyai hak akan suatu system total kebebasan, dan dapat disesuaikan dengan system kebebasan yang sama besar bagi orang lain. Menurut prinsip ini keseluruhan keuntungan masyarakat dibagi rata di antara angota-anggota masyarakat yang sama. Pemerataan ini mencakup pemerataan dalam kebebasan dalam peluang untuk berkembang ataupun dalam pendapatan dan kekayaan. 20 Bismar Nasution, Implikasi AFTA Terhadap Kegiatan Investasi dan Hukum Investasi Indonesia,www.digilib.usu.ac.id.diakses pada 18 Maret 2010. 21 Mahmul Siregar, Perdagangan dan Penanaman Modal: Tinjauan Terhadap Kesiapan Hukum di Indonesia dalam Menghadapi Persetujuan Perdagangan Multilateral Yang Terkait Dengan Peraturan Penanaman Modal, Disertasi Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum USU Medan, 2005 22 Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan sejarah, Yogyakarta: Kanisius, 1982, hal. 200. Universitas Sumatera Utara 2.Prinsip Ketidaksamaan Prinsip ketidaksamaan harus diberikan aturan yang sedemikian rupa sehingga berpihak pada golongan masyarakat yang paling lemah dengan berlakunya suatu peraturan hukum sebagi system pengadilan yang dilakukan melalui sanksi-sanksi. Menurut George Scwarenberger, ada prinsip perjanjian internasional yang memiliki arti penting, yaitu sebagai berikut: 23 1. Prinsip Minimum Standar Prinsip ini bertujuan untuk memberikan jaminan keamanan kepada pedagang atau pengusaha asing dan harta miliknya. Dalam perkembangaannya kemudian, prinsip ini banyak dicantumkan dalam berbagai perjanjian internasional. Adanya pencantuman prinsip standar minimum ini menjadi suatu aturan hukum kebiasaan internasional dan penerapannya berlaku pula terhadap semua negara, bukan saja pedagang. 2. Prinsip Perlakuan Sama Identical Treatment Berkenaan dengan perlakuan yang sama demikian biasanya tertuang dalam suatu perjanjian, baik yang sifatnya multilateral maupun bilateral. 3. Prinsip Perlakuan Nasional National Treatment Prinsip perlakuan nasional atau disebut juga sebagai klausul perlakuan nasional merupakan salah satu pengejewantahan dari prinsip non- diskriminasi. Klausul ini ditemukan dalam berbagai pejanjian termasuk dalam GATT dan perjanjian-perjanjian persahabatan, perdagangan dan navigasi. Klausul ini mensyaratkan suatu negara untuk memperlakukan hukum yang sama-sama diterapkan terhadap barang-barang, jasa atau modal asing yang telah memasuki pasar dalam negerinya dengan hukum yng diterapkan terhadap produk-produk atau jasa yang dibuat dalam negeri. 4. Prinsip Dasar atau Klausul Most Favoured-Nation MFN Klausul MFN ini adalah prinsip non-diskriminasi diantara negara-negara. Prinsip ini mensyaratkan, suatu negara harus memberikan hak serupa kepada negara ketiga. Negara-negara menganggap prinsip MFN ini sebagai suatu perlakuan khusus. 23 Huala Adolf, Loc-cit., hal. 31. Universitas Sumatera Utara 5. Prinsip Menahan Diri Untuk Tidak Merugikan negara lain Prinsip hukum ekonomi internasional lain yang sifatnya tambahan adalah kewajiban menahan diri untuk merugikan negara lain. Dalam perjanjian- perjanjian mengenai masalah-masalah ekonomi telah mengakui adanya suatu kewajiban kepada negara-negara untuk tidak menimbulkan beban ekonomi kepada negara lain karena adanya kebijaksanaan ekonomi domestik negara yang bersangkutan. Di era globalisasi dewasa ini, kebijaksanaan perekonomian nasional tidak dapat lagi berdiri eksklusif terlepas dari kepentingan-kepentingan negara lain, maka sesuai dengan prinsip kewajiban menahan diri untuk tidak merugikan negara lain, maka seyogyanya pemerintah perlu berkonsultasi terlebih dahulu dengan pihak-pihak yang berkepentingan. 6. Standard of Preferential Treatment Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip yang memberikan hak yang sama kepada semua pihak. 7. Standard of Equitable Treatment Prinsip yang memberikan jalan keluar dalam keadaan terdapat ketidakseimbangan mata uang atau perubahan struktur ekonomi negara yang telah memaksa negara mengambil kebijakan pembatasan impor. Prinsip ini merupakan satu-satunya cara untuk memberlakukan MFN dan mendapatkan keadilan proporsional diantara negara-negara. Peran Cina di Asia Tenggara, dapat dilihat baik dari jumlah penduduknya maupun terutama di bidang ekonomi. Menurut Paul Krugman, bahwa dinamika pertumbuhan ekonomi di Asia secara bersama-sama terjadi, selain karena segi- segi sosial-ekonomi yang merupakan faktor terpenting yang harus dipertimbangkan yang merupakan fondasi perekonomian negara, termasuk stabilitas manajemen makro, tingkat investasi yang tinggi dalam human capital, khususnya pendidikan, keamanan sistem keuangan, distorsi harga yang relatif serta keterbukaan terhadap teknologi luar negeri dan perdagangan antar negara Asia Timur, yang kesemuanya membuat Asia lebih menarik dibandingkan bagian dunia yang lain. Sedangkan menurut Gary Gereffi, adanya pertumbuhan ekonomi Universitas Sumatera Utara yang dinamis, terletak pada fundasi kelembagaan mikro yang mempengaruhi tingkat pembangunan lokal Asia, yang terkait dengan budaya. Masyarakat etnik Cina yang secara luas berada di seluruh daerah dan telah membentuk jaringan ekonomi dan sosial antar mereka, keberadaan ini merupakan salah satu pilar kelembagaan mikro dari proses pembangunan, yang memfasilitasi inovasi-inovasi secara organisasional, dan kajian-kajian teknologi di dalam negeri, jaringan tersebut lebih penting dari kewarganegaraan dan perbedaan budaya. 24 Dalam integrasi pasar dikenal adanya standar evaluasi statis atas kriteria terhadap penciptaan pasar dan pengalihan pasar. Penciptaan pasar terjadi ketika keadaan umum hambatan-hambatan eksternal dan internal perdagangan bebas terarah pada perubahan produksi dari harga produksi tinggi ke rendah di tiap negara anggota. Misalnya, sebelum integrasi pasar, negara A dan B penghasil produk tekstil untuk pasar lokal. Negara A boleh jadi lebih rendah biaya produksinya, tetapi kemudian di ekspor ke negara B dengan tarif yang tinggi. Apabila negara A dan B membentuk sebuah Customs Union dengan menghilangkan segala hambatan pada internal pasar, produksi negara lebih efisien sebagai pembentuk pasar. 25 Di Cina, berinvestasi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 26 1. Perusahaan yang sepenuhnya dimilki oleh pihak asing A Wholly Foreign Owned Enterprises. 2. Kerjasama dalam permodalan An Equity Joint Venture. 3. Kerjasama dalam menjalankan bisnis A Corporative Joint Venture. 24 Ibid., hal. 139. 25 Michael P. Todaro, Economic Development, England: Addison Wesley Longman Limited, 1997, hal. 482. 26 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, Bandung: Nuansa Aulia, 2007, hal. 268. Universitas Sumatera Utara Dalam konteks pembaharuan hukum di era AFTA 2003 upaya untuk memberikan jaminan dan kepastian hukum di Indonesia semakin penting untuk dikaji. Oleh karena itu, kebijaksanaan pembaharuan hukum di Indonesia dalam era AFTA hendaknya berorientasi kepada jaminan dan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan AFTA. Di samping itu, yang harus menjadi perhatian dalam pembaharuan hukum itu, adalah sarana yang dapat memperlancarnya jalan perekonomian. Menurut studi yang dilakukan Burg’s mengenai hukum dan pembangunan terdapat 5 lima unsur yang harus dikembangkan supaya tidak menghambat ekonomi, yaitu stabilitas stability, prediksi predictability, keadilan fairness, pendidikan education, dan pengembangan khusus dari sarjana hukum the special development abilities of the lawyer. 27 Selanjutnya Burg’s mengemukakan unsur pertama dan kedua di atas ini merupakan persyaratan supaya sistem ekonomi berfungsi. Di sini stabilitas berfungsi untuk megakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Sedangkan prediksi merupakan kebutuhan untuk bisa memprediksi ketentuan- ketentuan yang berhubungan dengan ekonomi suatu negara. Hal ini sesuai dengan J. D. Ny. Hart yang juga mengemukakan konsep hukum sebagai dasar pembangunan ekonomi seperti, predictability, procedural capability, codification of goals, aducation, balance, defenition and clarity of status serta 27 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Gelanggang Mahasiswa USU, 17 April 2004. Universitas Sumatera Utara accomodation. 28 Dengan mengacu pada pendekatan hukum dalam pembangunan ekonomi tadi, maka hukum harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 29 Pertama, hukum harus dapat membuat prediksi predictability, yaitu apakah hukum itu dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi pelaku dalam memprediksi kegiatan apa yang dilakukan untuk proyeksi pengembangan ekonomi. Kedua, hukum mempunyai kemampuan prosedural procedural capability dalam penyelesaian sengketa. Misalnya dalam mengatur peradilan tribunal court of administrative tribunal, penyelesaian sengketa diluar pengadilan alternative dispute resolution dan sengketa. Ketiga, pembuatan, pengkodifikasian hukum codification of goals oleh pembuat hukum bertujuan untuk pembangunan Negara. Keempat, hukum setelah mempunyai keabsahan, agar mempunyai kemampuan maka harus dibuat pendidikannya education dan selanjutnya disosialisasikan. Kelima, hukum itu dapat berperan menciptakan keseimbangan balance. Karena hal ini berkaitan dengan inisiatif pembangunan ekonomi. Keenam, hukum itu berperan dalam menentukan defenisi dan status yang jelas bagi kepentingan individu-individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. Terakhir, tidak kalah pentingnya dan harus ada dalam pendekatan hukum sebagai dasar pembangunan adalah unsur stabilitas. Gejala multinational corporation ini begitu kuatnya dirasakan oleh para ekonom dari Negara-negara Barat sendiri, sehingga sulit bagi kita untuk mengenyampingkannya begitu saja. Sebenarnya tidak diketahui secara pasti berapa persen dari PMA yang memasuki Indonesia yang masuk kategori raksasa. 28 Bismar Nasution, Implikasi AFTA Terhadap Kegiatan Investasi Dan Hukum Investasi Indonesia, Digilib PPS USU, 18 Maret 2010. 29 Ibid. Universitas Sumatera Utara Tetapi diduga bahwa persentase ini memang setinggi yang diduga Dr. Panglaykim mengingat bahwa operasi raksasa ini mengambil berbagai bentuk, mulai dari direct investment, contracts, atau licenses, hingga production sharing guaranted demand contracts, technical assistance, atau portfolio capital, suatu range PMA yang cukup wah dan bervariasi. 30 Berdasarkan data yang ada betapa PMA Amerika Serikat yang berbentuk multinational corporation meningkat dengan cepatnya di Asia dan Afrika- kenaikan sebesar 90,36 persen dalam 10 tahun. Trend ini nampak pula untuk PMA dari Jepang dan Negara-negara di Eropa Barat. Melihat semua data yang secara sederhana tersebut, bisa kita duga bahwa: 31 1. Derasnya arus masuk PMA dari berbagai Negara ke Indonesia, terutama dari USA, Jepang, dan Eropa Barat, banyak hubungannya dengan perkembangan-perkembangan yang tepat dari multinational corporation di Negara-negara tersebut; dan 2. Mengingat operasi perusahaan-perusahaan itu bisa mengambil berbagai variasi bisa diduga bahwa persentase PMA yang dikuasai oleh perusahaan besar dan mungkin akan terus bertambah terutama dengan semakin banyaknya merger di antara perusahaan-perusahaan dari blok barat. Berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan kerjasama joint- venture yang dilakukan antara modal asing dengan modal nasional. Dimulai sejak permulaan suatu usaha kerjasama sampai pada pengelolaan perusahaan. Hal yang perlu dipahami oleh para pihak khususnya pemodal nasional bahwa kerjasama joint venture yang dilakukan antara modal dilihat dari segi ekonomi adalah perimbangan modal kedua belah pihak, pembagian kepentingan, pembagian kerja manajemen, masalah alih tekhnologi know-how serta masalah 30 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004, hal. 12. 31 Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Mau Kemana Pembangunan Ekonomi Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2003, hal.276. Universitas Sumatera Utara Indonesianisasi. Ketiga aspek atau segi mendasar harus diperhatikan oleh kedua belah pihak bilamana akan melaksanakan suatu usaha kerjasama joint venture dalam bentuk usaha patungan dengan mempertimbangkan adanya conflict of interest ataupun baik buruknya suatu penanaman modal asing bagi negara sedang berkembang.

2. Kerangka Konsepsi