38
2.8
Perilaku Sosial
Paradigma perilaku sosial adalah paradigma sosiologi yang memusatkan kajiannya pada proses interaksi individu dengan lingkungannya baik sosial maupun non-sosial dengan
menggunakan konseptual bahwa individu sebagai aktor sosial tidak sepenuhnya memiliki kebebasan.
2.8.1 Pokok Persoalan Paradigma Perilaku Sosial
Pokok persoalan yang menjadi pusat perhatian paradigma perilaku sosial adalah antar hubungan antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut terbagi menjadi dua
macam, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan non-sosial. Prinsip yang menguasai hubungan antar individu dengan obyek sosial adalah sama dengan prinsip yang menguasai
hubungan antar individu dengan obyek non-sosial. Artinya prinsip-prinsip hubungan antara individu dengan obyek sosial dan individu dengan obyek non-sosial bersifat sama.
Paradigma ini memusatkan perhatiannya terhadap proses interaksi dengan menggunakan konseptual yang berbeda dengang paradigma lain. Dalam paradigma perilaku
sosial, individu sebagai aktor sosial kurang memiliki kebebasan. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh B.F. Skinner yang menyatakan bahwa tindakan manusia tidak selamanya
bebas atau self-controled beings, tetapi ditentukan oleh lingkungan. Tingkah laku manusia bersifat mekanik dimana tanggapan yang dilakukannya sangat ditentukan oleh rangsangan
atau stimulus yang datang dari faktor lingkungannya. Hal tersebut tentu saja berbeda jauh dengan konseptual yang digunakan oleh
paradigma yang lainya. Seperti halnya konseptual yang digunakan oleh paradigma definisi sosial diamana aktor adalah dinamis dan mempunyai kekuatan kreatif dalam proses interaksi.
Aktor menginterpretasikan stimulus yang diteriamanya menurut caranya mendefinisikan stimulus yang yang diterimanya tersebut.Begitupun juga terdapat perdaan antara konseptual
Universitas Sumatera Utara
39
paradigma perlaku sosial dengan dengan paradigma definisi sosial. Meskipun keduanya sama-sama memandang bahwa individu sebagai aktor sosial itu tidak memiliki kebebasan
penuh. Tetapi terdapat perbedaan yang mendasar diantara keduannya. Perbeadaan tersebut terletak pada sumber pengendalian tingkah laku individunya. Jika paradigma perilaku sosial
lebih mengedepankan faktor lingkungannya, maka paradigma fakta sosial lebih mengedepankan faktor struktur makroskopik dan pranata sosial. Paradigma perilaku sosial
juga menggeserkan persoalan paradigma fakta sosial menjadi “sampai seberapa jauh faktor struktur makroskopik dan pranata sosial tersebut mempengaruhi hubungan antar individu dan
kemungkinan perulangan kembali?” Pokok persoalan sosiologi menurut paradigma ini adalah tingkah laku individu dalam
rangka melangsungkan hubungan dengan lingkungannya baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial yang kemudian menghasilkan perubahan terhadap tingkah laku.
Intinya terdapat hubungan fungsional antara perubahan yang terjadi dilingkungan individu yang bersangkutan dengan tingkah laku individu tersebut.
Menurut paradigma perilaku sosial, data empiris mengenai kenyataan sosial hanyalah perilaku-perilaku individu yang nyata overt behavior. Paradigma perilaku sosial
menekankan pada pendekatan objektif empiris atas kenyataan sosial. Dari ketiga paradigma tersebut, paradigma ini lebih dekat dengan gambaran kenyataan sosial dengan asumsi-asumsi
implisit yang mendasari pendekatan konstruksi sosial. Terdapat dua teori yang termasuk ke dalam paradigma ini, yaitu:
1. Teori Behavioral sosiologi
Behaviral sosiologi merupakan sebuah teori yang berasal dari konsep psikologi perilaku yang kemudian diterapkan kedalam konsep
sosiologi. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada hubungan
Universitas Sumatera Utara
40
antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor.
Teori Behavioral sosiologi berusaha untuk menerangkan hubungan historis anatara akibat tingkah laku masa lalu yang terjadi dalam lingkungan aktor dengan
tingkah laku aktor yang terjadi sekarang. Artinya, teori tersebut menerangkan bahwa tingkah laku yang terjadi dimasa sekarang merupakan akibat dari tingkah
laku yang terjadi di masa sebelumnya.Dalam contoh diatas terdapat kerugian psikologis apabila kita meniadakan unsur manusia, makanan, seks, air atau udara,
karena semuanya akan menjadi faktor pemaksa yang potensial. Begitu juga sebaliknya, bila semua faktor telah dipenuhi maka kebutuhan tersebut tidak akan
berguna sebagai faktor pemaksa. 2.
Teori Pertukaran Sosial Exchange Teori pertukaran sosial yang dibangun oleh Homans diambil dari
konsep-konsep dan prinsip-prinsip psikologi perilaku behavioral psichology. Selain itu juga homans mengambil konsep-konsep dasar
ilmu ekonomi seperti biaya cost, imbalan rewad dan keuntungan profit. Dasar ilmu ekonomi tersebut menyatakan bahwa manusia
terus menerus terlibat antara perilaku-perilaku alternatif, dengan pilihan yang mencerminkan cost and rewad atau profit yang
diharapkan yang berhubungan garis-garis perilaku alternatif itu.
Homans mempunyai tujuan agar gambaran mengenai perilaku manusia dalam pertukaran ekonomi di pasar diperluas, sehingga juga mencakup pertukaran
sosial. Tindakan sosial dilihat dari equivalen dengan tindakan ekonomis dimana satu tindakan tersebut bersifat rasional dan memeperhitungkan untung rugi.
Universitas Sumatera Utara
41
Kemudian aktor juga mempertimbangkan keuntungan yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkannya dalam melakukan interkasi sosial.Teori Pertukaran
sosial menyatakan bahwa semakin tinggi ganjaran rewad yang diperoleh maka makin besar kemungkinan tingkah laku akan diulang. Begitu pula sebaliknya
semakin tinggi biaya cost atau ancaman hukuman punishment yang akan diperoleh, maka makin kecil kemungkinan tingkah laku serupa akan diulang.
Sealin itu juga terdapat hubungan berantai antara berbagai stimulus dan perantara berbagai tanggapan.
Secara umum keseluruhan teori pertukaran sosial exchange dapat dapat digambarkan melalui lima proposisi George Homan yaitu:
a Jika tingkah laku atau kejadian sudah lewat dalam konteks stimulus dan situasi tertentu memperoleh ganjaran, maka besar kemungkinan tingkah
laku atau kejadian yang mempunyai hubungan stimulus dan situasi yang sama akan terjadi atau dilakukan. Proposisi ini menyangkut hubungan
antara apa yang terjadi di waktu silam dengan yang terjadi di waktu sekarang.
b Menyangkut frekuensi ganjaran yang diterima atas tanggapan atau tingkah laku tertentu dan kemungkinan terjadi peristiwa yang sama pada waktu
sekarang. Makin sering dalam peristiwa tertentu tingkahlaku seseorang memberikan ganjaran terhadap tingkah laku orang lain, maka makin sering
pula orang tersebut mengulang tingkah lakunya. Hal tersebut juga berlaku terhadap tingkah laku yang tidak melibatkan orang lain.
c Memberikan nilai atau arti kepada tingkah laku yang diarahkan oleh orang lain terhadap aktor. Makin bernilai bagi seseorang sesuatu tingkah laku
orang lain yang ditujukan kepadanya, maka makin besar kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
42
perulangan tingkahlaku tersebut dilakukan. Dalam proposisi inilah Homan meletakan tekanan dari exchange teorinya. Pertukaran kembali tersebut
berlaku kepada kedua belah pihak. Exchange tidak akan terjadi apabila nilai sesuatu yang dpertukarkan itu sama. Karena exchange hanya akan terjadi
bila cost yang diberikan akan menghasilkan benefit yang lebih besar. Exchange tersebut terjadi pada konteks yang berbeda di antara kedua belah
pihak, sehingga kedua belah pihak merasa sama-sama mendapat untung. Dan keuntungan tersebut sebenarnya mengandung un sur psikologis.
d Makin sering seseorang menerima ganjaran atas tindakannnya, maka makin berkurang nilai dari setiap tindakan yang dilakukan berikutnya.
e Semakin seseorang merasa rugi dalam hubungannya dengan orang lain, maka makin besar kemungkinan orang tersebut mengembangkan emosi.
Proposisi ini berhubungan dengan konsep keadilan relatif relative justice dalam proses tukar-menukar.
Universitas Sumatera Utara
10
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu negara memiliki tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas kesehatan tersebut dengan biaya
seminimal mungkin serta akses yang mudah dijangkau masyarakat untuk memperoleh kesehatan. Fasilitas kesehatan merupakan pelayanan medik yang diberikan oleh pihak rumah
sakit kepada masyarakat berupa pelayanan medis, pelayanan penunjang medis dan non medis. Fasilitas yang diberikan terdiri dari instalasi rawat jalan poliklinik, instalasi rawat
inap, instalasi bedah sentral, instalasi gawat darurat, dan instalasi penunjang seperti instalasi laboratorium, instalasi radiologi, instalasi farmasi, instalasi fisioterapi, instalasi gizi, dan
instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit. Dengan fasilitas kesehatan yang lengkap dapat menunjang kualitas pelayanan kesehatan pada suatu rumah sakit.
Kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna
kepuasan pasien, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan. Salah satu definisi kualitas pelayanan kesehatan biasanya mengacu pada kemampuan rumah sakit atau puskesmas
memberi pelayanan yang sesuai dengan standar profesi kesehatan dan dapat diterima pasiennya Kurniati, 2013.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan penggunaan fasilitas kesehatan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas
kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain. Dengan ketersediaan fasilitas kesehatan, diharapkan pihak rumah sakit melakukan peningkatan layanan sehingga terjadi juga peningkatan dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adapun yang termasuk dalam pelayanan kesehatan yang merupakan hak pasien antara lain ialah pemeriksaan medik, diagnotis, terapi, anestesi,
Universitas Sumatera Utara