Pengaruh pelatihan teknik perpajakan, akuntabilitas, batasan waktu pemeriksaan terhadap kinerja pemeriksa pajak pada KPP di jakarta selatan

(1)

PENGARUH PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, AKUNTABILITAS DAN BATASAN WAKTU PEMERIKSAAN TERHADAP KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK (KPP) DI JAKARTA SELATAN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh: Eko Saputra NIM: 106082002591

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PENGARUH PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, AKUNTABILITAS, BATASAN WAKTU PEMERIKSAAN TERHADAP KINERJA

PEMERIKSA PAJAK PADA KPP DI JAKARTA SELATAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

EKO SAPUTRA 106082002591

Di bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

DR. Yahya Hamja , MM Fitri Damayanti, SE., M.Si

NIP. 130676334 NIP. 198107312006042003

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

iii

Hari Kamis Tanggal Tujuh Belas Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sebelas telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Eko Saputra NIM: 106082002591 dengan judul skripsi “PENGARUH PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN,

AKUNTABILITAS DAN BATASAN WAKTU PEMERIKSAAN

TERHADAP KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) DI JAKARTA SELATAN”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian skripsi berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 17 Maret 2011

Tim Penguji Ujian Skripsi

Dr. Yahya Hamja, MM Fitri Damayanti, SE.,M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr.Abdul Hamid, Ms Rahmawati, SE.,MM Ketua Sekretaris

Rini. SE,Ak.,MSi Penguji Ahi


(4)

v

CURRICULUM VITAE

I. PERSONAL DATA

1. Name : Eko Saputra

2. Date of Birth : Jakarta, 8 April 1989

3. Religion : Islam

4. Gender : Laki-laki

5. Adress : Jl. Masjid Rt 001/06 No. 31 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230 6. Phone : 085782540894

7. E-mail : ecko_bodoh@yahoo.com

8. Hobies : Music

II. FORMAL EDUCATION

1. SD : SD 10 Negeri Cipulir, Jakarta Tahun 1993 – 2000 2. SMP : SLTP 31 Negeri Jakarta Tahun 2000 – 2003 3. SMA : SMA 32 Negeri Jakarta Tahun 2003 – 2006

4. S1 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006 – 2011 III.NON-FORMAL EDUCATION, WORKSHOP AND TRAINING

1. Pelatihan Audit Investigatif di UIN SYAHID Jakarta Tahun 2009

2. Workshop Audit “Fraud Indication and Audit Technique) di UIN SYAHID Jakarta Tahun 2007

3. Kuliah Umum Asuransi JASA RAHARJA di UIN SYAHID Jakarta Tahun 2009

4. Workshop Pengenalan Internet, Email dan Presentasi Interaktif Dengan Mnggunaakan Ms Power Point di STMIK Jakarta Tahun 2006


(5)

vi IV. ORGANIZATIONAL EXPERIENCES

1. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jurusan Akuntansi 2. Wakil Ketua Karang Taruna RT 01/06 Tahun 2008-2009

3. Dapur Seni Fakultas Sains dan Teknologi Divisi Music Talent Tahun 2007-2009

V. WORK EXPERIENCES

1. PT ARTHA JASA KONSULINDO MANAJEMEN CONSULTANT, OCT 2010 - NOW


(6)

vii

THE INFLUENCE OF TAXATION TECHNICAL TRAINING, ACCOUNTABILITY AND AUDIT TIME DEADLINE TOWARDS THE WORKS OF TAX AUDITOR AT KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) IN

SOUTH JAKARTA

ABSTRACT

The research aimed to analyse the influence of taxation technical training, accountability and audit time deadline towards the works of tax auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in South Jakarta. The respondent from this research are auditors that working at KPP in South Jakarta. The retrieval of sample has been using convenience sampling method. The data that used by this research is primary data, it was collected by questionnaires. The questionnaires can be used in analysis are 43 questionnaires from 60 questionnaires were distributed. This research used multiple regression analysis.

The result of this research indicates that taxation technical training and accountability have significantly influence to the works of tax auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in South Jakarta, but audit time deadline don’t have significantly influence to the works of tax auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in South Jakarta.

Keywords: Taxation technical training, accountability, audit time deadline and the works of tax auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in South Jakarta.


(7)

viii

PENGARUH PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, AKUNTABILITAS DAN BATASAN WAKTU PEMERIKSAAN TERHADAP

KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR PELAYANANAN PAJAK DI JAKARTA SELATAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelatihan teknis perpajakan, akuntabilitas dan batasan waktu pemeriksaan terhadap kinerja pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Selatan. Responden dari penelitian ini adalah pemeriksa pajak yang bekerja pada KPP di wilayah Jakarta Selatan. Penentuan sampel dengan metode convenience sampling. Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner. Kuesioner yang bisa diolah adalah sejumlah 43 kuesioner dari 60 kuesioner yang disebar. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pelatihan teknis perpajakan dan akuntablitas berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pemeriksa pajak pada KPP di Jakarta Selatan. Sedangkan batasan waktu pemeriksaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pemeriksa pajak pada KPP di Jakarta Selatan.

Kata Kunci: Pelatihan teknis perpajakan, akuntabilitas, batasan waktu pemeriksaan dan kinerja pemeriksa pajak pada KPP di Jakarta Selatan.


(8)

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan anugerahNya kepada penulis, sehingga penulis diberi kekuatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pelatihan Teknis Perpajakan, Akuntabilitas dan Batasan Waktu Pemeriksaan Terhadap Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Jakarta Selatan”.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan pengharapan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini kepada:

1. Kedua orang tuaku yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. Terima kasih untuk semua yang kalian berikan kepadaku sampai saat ini, semoga aku bisa membahagiakan kalian kelak. Amin.

2. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan ilmunya dalam penulisan ini.

3. Ibu Fitri Damayanti SE.Ak. M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan ilmunya dalam penulisan ini.

4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Rahmawati, SE, MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak., M.Si selaku Sekertaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Seluruh staf pengajar dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah yang telah


(9)

x

8. Adik-adikku yang selalu memberi semangat dan hiburannya. Keluarga besar yang selalu memberikan doa dan dukungan yang tiada henti. Terimakasih semuanya.

9. Sahabat seperjuangan Akuntansi angkatan 2006 dan sahabat-sahabat dari IESP dan Manajemen, senang bisa berteman dengan kalian.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk kritik, saran dan masukan yang membangun dari berbagai pihak agar dapat lebih memberikan manfaat dikemudian hari.

Jakarta, 28 Februari 2011 Wassalam


(10)

xi DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi ... i

Lembar Pengesahan Uji Komprehensif……….. ii

Lembar Pengesahan Uji Skripsi……….. iii

Lembar Pernyataan Bebas Plagiat……….. iv Daftar Riwayat Hidup………. v

Abstract ... vii

Abstrak ... viii

Kata Pengantar………. ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Tabel ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Perpajakan ... 11

B. Pemeriksaan Perpajakan ... 14

1. Pengertian Pemeriksaan Pajak ... 14


(11)

xii

3. Tujuan Pemeriksaan ... 15

4. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan ... 17

5. Metode dan Prosedur Pemeriksaan Pajak ... 18

C. Pelatihan Teknis Perpajakan ... 21

1. Pengertian Pelatihan Teknis Perpajakan ... 21

2. Jenis Pelatihan Teknis Perpajakan ... 22

D. Akuntabilitas ... 24

E. Batasan Waktu Pemeriksaan ... 28

F. Kinerja ... 30

1. Pengertian Kinerja ... 30

2. Efisiensi ... 32

3. Efektifitas ... 35

G. Penelitian Terdahulu……… 36

H. Keterkaitan Antar Variabel………. 38

I. Kerangka Pemikiran……… 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 41

B. Metode Pemilihan Sampel ... 41

C. Metode Pengumpulan Data ... 42

D. Metode Analisis ... 43

1. Statistik Deskriptif ... 43

2. Uji Kualitas Data ... 44


(12)

xiii

4. Analisis Data………. 47

E. Operasional Variabel dan Pengukurannya ... 49

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 54

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 54

2. Karakteristik Profil Responden ... 55

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 58

1. Hasil Uji Statisik Deskriptif ... 58

2. Hasil Uji Kualitas Data ... 59

3. Hasil Uji Asumsi Klasik……… 64 4. Hasil Analisis Data……… 67

C. Pembahasan ... 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 76

B. Implikasi ... 77

C. Keterbatasan Penelitian ... 78

D. Saran……….. 78

Daftar Pustaka ... 80


(13)

xiv

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Hal

2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 40 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot ... 65 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Grafik Scatterplot ... 66


(14)

xv

DAFTAR TABEL

No Keterangan Hal

2.1 Tabel Penelitian terdahulu... 36

3.1 Pengukuran Terhadap Variabel Independen ... 51

3.2 Tabel Operasional Variabel Penelitian... 52

4.1 Tabel Data Distribusi Sampel Penelitian ... 54

4.2 Tabel Data Sampel Penelitian ... 55

4.3 Tabel Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

4.4 Tabel Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ... 56

4.5 Tabel Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 57

4.6 Tabel Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Pekerjaan ... 58

4.7 Tabel Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 59

4.8 Tabel Hasil Uji Validitas ... 60

4.9 Tabel Hasil Uji Reliabilitas ... 63

4.10 Tabel Hasil Uji Multikolonieritas ... 64

4.11 Tabel Hasil Uji Koefisien Determinan ... 67

4.12 Tabel Hasil Uji Statistik t ... 68


(15)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Hal

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 86

Lampiran 2. Daftar Jawaban Responden ... 93

Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas ... 101

Lampiran 4. Hasil Uji Validitas ... 109

Lampiran 5. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 117


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemeriksaan pajak merupakan upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk menjalankan fungsi pengawasan yang telah diamanatkan oleh UU Perpajakan. Auditor Pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak yang berada dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggung jawab atas penerimaan Negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP di lapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang mempunyai auditor-auditor khusus dalam fungsional pajak. Tanggung jawab Fungsional Pajak adalah melakukan audit terhadap para Wajib Pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan (Gunadi, 2005).

Tujuan utama setiap institusi pemungut pajak adalah tercapainya penerimaan pajak yang optimal, yakni berimbangnya tingkat penerimaan pajak aktual (actual revenue) dengan penerimaan pajak potensial. Dengan kata lain, tidak ada selisih antara penerimaan aktual dengan penerimaan potensial, atau sering disebut tax gap. Menurut James (2003) dalam Gunadi (2005) biasanya tax gap ini mencerminkan tingkat kepatuhan membayar pajak (tax compliance).

Menurut Simon James dkk (2003) dalam Gunadi (2005) pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) dalam hal ini diartikan bahwa Wajib Pajak


(17)

2

mempunyai kesediaan untuk mematuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama (obstrusive investigation), peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sangsi baik hukum maupun administrasi, dengan demikian, secara hipotesis bila semua Wajib Pajak mentaati dan patuh terhadap aturan-aturan perpajakan yang berlaku, maka selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak aktual menjadi 0 (nol). Oleh karena itu, dalam konsep yang sederhana, meningkatnya tingkat kepatuhan pajak tercermin pada menyempitnya tax gap, yakni selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak aktual.

Kepatuhan pajak juga sering diasosiasikan dengan dua istilah baku yang sudah popular dalam bidang-bidang perpajakan, yakni tax avoidance dan tax evasion. Perbedaan dari kedua istilah ini secara konvensional terletak pada aspek legalitasnya. Tax avoidance terkait dengan upaya-upaya Wajib Pajak secara legal untuk mengurangi kewajiban pajaknya karena adanya kelemahan-kelemahan sistem perpajakan atau tidak adanya aturan yang mengatur dalam ketentuan perpajakan (loop holes), sedangkan tax evasion terkait pada upaya-upaya ilegal Wajib Pajak untuk menghindari kewajiban pajaknya (Alam,(1999) dalam Gunadi (2005)).

Pemeriksaan pajak merupakan suatu mekanisme pengawasan dalam penerapan self assestment perpajakan di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Selain itu, pemeriksaan pajak juga


(18)

3

merupakan sarana untuk meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan keadilan bagi Wajib Pajak (Maharani, 2006).

Dalam beberapa dekade yang telah kita lewati, penyelesaian tindak kriminal di bidang perpajakan belum mendapatkan solusi seperti yang diharapkan pemerintah maupun masyarakat. Di lain pihak, belum ditemukan adanya perbaikan mental dari para pegawai dilingkungan perpajakan yang disebabkan oleh pengaruh dari para Wajib Pajak tertentu yang mengarah kepada penyuapan dan pemerasan, sehingga kepatuhan terhadap ketentuan peraturan yang ada tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Dari tahun ke tahun target yang harus dicapai oleh bidang perpajakan mengalami kenaikan yang signifikan. Beberapa kali aparat perpajakan menyesuaikan kondisi dan keadaan tersebut dengan cara ekstensifikasi pajak, yang berarti mencari sumber-sumber baru bagi pajak (Komariah, 2007).

Sungguh menarik mencermati kontroversi korupsi di Ditjen Pajak baru-baru ini. Kwik Kian Gie sudah meminta maaf atas somasi Ditjen Pajak, sementara Faisal Basri masih bersikukuh menyatakan ada potensi pajak Rp. 40 triliun yang hilang, diantaranya karena korupsi.

Memang terdapat kontradiksi besar jika kita melihat kinerja Ditjen Pajak kita. Di satu sisi, pendapatan pajak terus naik. Penerimaan perpajakan selama 1969-1993 sebesar Rp149,46 triliun, 1994-2000 sebesar Rp 520,65 triliun, sementara 2001-2004 mencapai Rp778,112 triliun (Abimanyu, 2004). Di sisi


(19)

4

lain, beberapa studi menyatakan bahwa masyarakat dan kalangan bisnis secara konsisten mempersepsikan Ditjen Pajak sebagai salah satu lembaga terkorup, diantaranya penelitian ICW tentang pola korupsi perpajakan (ICW, 2001), survei korupsi nasional Partnership for Governance Reform in Indonesia (Partnership, 2001), terakhir indeks persepsi korupsi Transparency International Indonesia (TII, 2005) dan Business Environment Report Political Economy Risk Consultancy (PERC, 2005).

Ditjen Pajak bukannya tidak menyadari persepsi diatas. Beberapa langkah sudah diambil. Dari sisi reformasi administratif misalnya diperkenalkan online payment, e-filing, large taxpayer office, dan inovasi sistem informasi lainnya untuk mengurangi kontak langsung pembayar pajak dan petugas pajak (Fatchurrochman, 2005).

Sistem self assessment membutuhkan kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak yang diwujudkan jika terpenuhi unsur kesadaran perpajakan dan unsur tindakan penegakan hukum. Melihat kenyataan tingkat kesadaran perpajakan masyarakat Wajib Pajak masih relatif rendah maka diperlukan adanya tindakan penegakan hukum yang memadai dengan dilaksanakan melalui tindakan pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak.

Untuk melaksanakan upaya penegakan hukum sebagai salah satu tindakan pemeriksaan pajak, maka mutlak diperlukan tenaga Pemeriksa Pajak dalam kuantitas dan kualitas yang memadai disamping diperlukan prosedur


(20)

5

pemeriksaan, norma dan kaidah yang mengatur seseorang Pemeriksa Pajak. Sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh Pemeriksa Pajak, serta melihat luasnya jangkauan tugas, sementara jumlah petugas yang terbatas, maka efisiensi kerja adalah suatu kebutuhan utama. Dengan efisiensi kerja yang tinggi maka pelaksanaan tugas Pemeriksa Pajak akan meningkat, pada akhirnya akan memberikan sumbangan yang tidak kecil terhadap tercapainya tujuan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), khusunya di dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (Djazoeli Sadhani, 1999).

Pelaksanaan pemeriksaan diatur dalam serangkaian peraturan mengenai kebijakan pemeriksaan yang bertujuan untuk menjaga kualitas pemeriksaan dan memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi Wajib Pajak (Maharani, 2006). Hal ini diungkap dalam Peraturan Menteri Keuangan 202/ PMK.03/ 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan pasal 6 ayat 2a yang menjelaskan syarat Pemeriksa Pajak yaitu telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa bukti permulaan dan menggunakan keterampilannya serta cermat dan seksama.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pemeriksaan, seperti batasan waktu audit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Samekto, Agus dalam (Ventura Vol 4 2001:77) dikemukakan jika waktu aktual yang diberikan tidak cukup, maka auditor dalam melaksanakan tugas tersebut dengan tergesa-gesa


(21)

6

sesuai dengan kemampuannya atau mengerjakam hanya sebagian tugasnya. Sebaliknya bila batasan waktu terlalu longgar, maka fokus perhatian auditor akan berkurang pada pekerjaannya sehingga akan cenderung gagal mendeteksi bukti audit yang signifikan.

Hasil penelitian tersebut bertentangan dengan eksperimen yang dilakukan oleh Waggoner dan Cashell dalam (Ventura Vol 4 2001:78) yang menunjukkan bahwa semakin banyak waktu yang diberikan, semakin banyak transaksi yang dapat dites oleh auditor. Penelitian lain dilakukan oleh Kelley dan Margheim dalam (Cohn 2001) yang menyebutkan bahwa ketika auditor menetapkan alokasi waktu audit yang sangat ketat, akan mengakibatkan efek samping yang merugikan publik, yaitu memunculkan perilaku yang mengancam kualitas audit antara lain penurunan tingkat pendeteksian dan penyelidikan aspek kualitatif salah saji, gagal meneliti prinsip akuntansi, melakukan review dokumen secara dangkal, menerima penjelasan klien secara lemah dan mengurangi pekerjaan pada salah satu langkah audit di bawah tingkat yang diterima.

Dari gambaran di atas, semakin nyata bahwa Pemeriksa Pajak (fiskus) harus memiliki pelatihan teknis, pengalaman dalam perpajakan agar terciptanya efisiensi dan efektifitas dalam Pemeriksa Pajak. Sehingga penerimaan pajak dapat mencapai target yang diinginkan.

Penelitian mengenai kinerja aparat pajak telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Chairuddin Syah Nasution (2002) yang berjudul “Analisis


(22)

7

Hubungan Pendidikan Akademis, Pelatihan Teknis Perpajakan, Penempatan Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak”. Hasil penelitian tersebut adalah terdapat hubungan antara pendidikan akademis, pelatihan teknis perpajakan, penempatan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak.

Penellitian lain terkait kinerja aparat pajak adalah penelitian yang dilakukan oleh Zamal Firdaus (2009), menggunakan tiga variabel independen yaitu pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan motivasi pemeriksa pajak . sedangkan variabel dependen adalah kinerja pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Di Jakarta Barat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan motivasi pemeriksa pajak dengan kinerja pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Di Jakarta Barat.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang menguji tentang kinerja pemeriksa pajak, penelitian ini merupakan implikasi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Zamal Firdaus (2009). Adapun perbedaan penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Sampel yang digunakan adalah pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan pajak di Jakarta Selatan, sedangkan penelitian sebelumnya adalah pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan pajak di Jakarta Barat.


(23)

8

2. Perbedaan selanjutnya adalah penggunaan variabel independen. Penelitian ini menggunakan variable independent pelatihan teknis perpajakan, akuntabilitas dan batasan waktu pemeriksaan. Sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan variable independen pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan motivasi pemeriksa pajak.

3. Penelitian terdahulu untuk mengukur korelasi atau hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sedangkan penelitian ini mengukur pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

4. Pada penelitian ini menggunakan anaslis regresi berganda, analisi koefisien determinasi, uji t dan uji f. Sedangkan penelitian terdahulu hanya menggunakan analisis koefisien korelasi sederhana.

5. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011 sedangkan penelitian sebelumnya tahub 2009.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bermaksud untuk meneliti kembali faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemeriksa pajak. Dengan menggunakan beberapa variabel yang berbeda dengan penelitian terdahulu diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemeriksa pajak. Untuk itu penulis melakukan penelitian yang berjudul : Pengaruh Pelatihan Teknis Perpajakan, Akuntabilitas dan Batasan Waktu Pemeriksaan Pajak Terhadap Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Di Jakarta Selatan.


(24)

9

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh signifikan antara pelatihan teknis perpajakan dengan kinerja Pemeriksa Pajak?

2. Apakah terdapat pengaruh signifikan antara akuntabilitas dengan kinerja Pemeriksa Pajak?

3. Apakah terdapat pengaruh signifikan antara batasan waktu pemeriksaan dengan kinerja Pemeriksa Pajak?

4. Apakah secara bersama-sama terdapat pengaruh signifikan antara pelatihan teknis perpajakan, akuntabilitas dan batasan waktu pemeriksaan dengan kinerja Pemeriksa Pajak?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui pengaruh faktor pelatihan teknis perpajakan terhadap kinerja Pemeriksa Pajak.

2) Untuk mengetahui pengaruh faktor akuntabilitas terhadap kinerja Pemeriksa Pajak.


(25)

10

3) Untuk mengetahui pengaruh faktor batasan waktu pemeriksaan terhadap kinerja Pemeriksa Pajak.

4) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelatihan teknis perpajakan, akuntabilitas dan batasan waktu pemeriksaan secara bersama-sama terhadap kinerja Pemeriksa Pajak di Jakarta Selatan.

.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfat untuk : a. Ilmu Akuntansi

Untuk menambah referensi ilmiah mengenai masalah perpajakan yang ada di Indonesia

b. Peneliti

Memperoleh pengetahuan mengenai pengaruh signifikan antara pelatihan teknis perpajakan, pengalaman dan batasan waktu pemeriksaan pajak dengan kinerja Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak.

c. Pemeriksa Pajak (fiskus)

Sebagai sarana informasi bahwa pembinaan pendidikan pajak dan pengalaman sangat penting bagi tumbuhnya pemahaman terhadap perencanaan audit pajak dalam efisiensi pemeriksaan.

d. Pihak Akademis

Memberikan sumbangan pemikiran dan dapat menambah pengetahuan untuk pihak-pihak yang ingin memperdalam ilmu perpajakan.


(26)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Perpajakan 1. Definisi Pajak

Definisi pajak menurut beberapa pakar seperti yang diungkapkan oleh Siti Resmi (2008:1) diantaranya sebagai berikut:

a. Dr. Soeparman Soemahamidjaja

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang, yang dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

b. Prof. Dr. M. J. Smeets

“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontrapretasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.

c. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang

-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra-pretasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

d. Dr. N. J. Feldmann

“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang

kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontrapretasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.

Berdasarkan definisi diatas, pengertian pajak adalah adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib


(27)

12 pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Pajak juga sebagai pengalihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplus nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

2. Fungsi Pajak

Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2004:8) menyebutkan bahwa fungsi pajak ada 4 (empat), yaitu: fungsi budgeter, fungsi regulerend, fungsi demokrasi, dan fungsi redistribusi.

a. Fungsi Budgetair

Fungsi budgeteir merupakan fungsi utama pajak dan fungsi fiskal yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.

Yang dimaksud dengan memasukkan kas secara optimal adalah sebagai berikut:

a. Jangan sampai ada wajib pajak/subjek pajak yang tidak membayar kewajiban pajaknya.

b. Jangan sampai wajib pajak tidak melaporkan objek pajak kepada fiskus.


(28)

13 fiskus yang terlepas.

Dengan demikian maka optimalisasi pemasukan dana ke kas negara tercipta atas usaha wajib pajak dan fiskus.

System pemungutan pajak suatu negara menganut dua system : a. Self assessment system : Menghitung pajak sendiri

b. Official assessment system : Menghitung pajak adalah pihak fiskus b. Fungsi Regulerend

Fungsi regulerend adalah fungsi pajak yang dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, dan sebagainya. Dan fungsi tambahannya hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pajak dipakai sebagai alat kebijakan, misalnya: pajak atas minuman keras ditinggikan untuk mengurangi konsumsi fasilitas perpajakan sehingga perwujudan dari pajak regulerend. Contoh:

1) Bea materai modal

2) Bea masuk dan pajak penjualan 3) Bea balik nama

4) Pajak perseroan 5) Pajak deviden c. Fungsi Demokrasi

Fungsi demokrasi dari pajak adalah fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan.


(29)

14 Fungsi demokrasi pada saat ini dikaitkan dengan hak seseorang apabila akan memperoleh pelayanan dari pemerintah. Apabila seseorang telah melakukan kewajibannya membayar pajak kepada negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka ia mempunyai hak pula untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah.

d. Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak redistribusi adalah fungsi yang lebih menekankan pada unsure pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Hal ini dapat terlihat dengan adanya tarif progresif yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan yang lebih kecil.

B. Pemeriksaan Perpajakan

1. Pengertian Pemeriksaan Pajak

Menurut Suandy (2005:209-210), pengertian umum pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan. mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Objek dari pemeriksaan adalah laporan keuangan Wajib Pajak yang menjadi dasar dari Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Pemeriksaan pajak adalah suatu Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan


(30)

15 oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini petugas pemeriksaan pajak (fiskus) terhadap Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakannya berdasarkan Undang-Undang pajak untuk berbagai tujuan.

2. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan ketentuan pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan, bahwa tujuan pemeriksaan perpajakan adalah menetapkan jumlah pajak terutang. (Hanantha Bwoga, Yoseph Agus BBN dan Tony Marsyarul, 2005:7).

3. Tujuan Pemeriksaan

Dalam melakukan pemeriksaan, Direktorat Jenderal Pajak mempunyai satu atau beberapa tujuan, misalnya untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Adapun tujuan dari pemeriksaan pajak sebagaimana diuraikan menurut Pasal 3 ayat (2) dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang tata cara pemeriksaan adalah sebagai berikut:

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak. Pemeriksaan untuk tujuan diatas dapat dilakukan dalam hal sebagai berikut:


(31)

16 1) Surat Pemberitahuan (SPT) menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengambilan pendahuluan kelebihan pajak.

2) SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) menunjukkan rugi.

3) SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan.

4) SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

5) Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada huruf c tidak dipenuhi.

1. Tujuan lain dalam Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, antara lain:

1) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.

2) Penghapusan NPWP.

3) Wajib Pajak mengajukan keberatan.

4) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. 5) Pencocokan data atau alat keterangan.


(32)

17 6) Pengumpulan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

7) Penentuan Wajib Pajak berlokasi didaerah terpencil. 8) Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

9) Pemenuhan permintaan informasi dari Negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

4. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan

Menurut Suandy (2006:62) Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari:

a. Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak.

b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya y ang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

Pemeriksaan Lapangan dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana. Pemeriksaan kantor hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana.

Pemeriksaan lengkap dilaksanakan dalam jangka waktu 2 bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 bulan. Pemeriksaan Esperanto lapangan dilaksanakn dalam jangka waktu 1 bulan dan dapat diperpanjang paling lama 2 bulan.


(33)

18 Pemeriksaan sederhana kantor dilaksanakan dalam jangka waktu 4 minggui dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 minggu. Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan kantor ditemukan indikasi adanya transaksi yang mengandur unsur transfer pricing, maka lingkup pemeriksan ditingkatkan menjadi pemeriksaan lapangan.

Pemeriksaan lapangan berkenaan dengan ditemukannya indikasi unsur transfer pricing, yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta memerlikan waktu yang lebih lama dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun. Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan paling lama 2 tahun ini tidak berlaku dalam hal pemeriksaan yang dilaksanakan berkenaan dengan Surat Pemberitahuan yang menyatakan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

5. Metode dan Prosedur Pemeriksaan Pajak

Agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan tepat waktu yang telah ditentukan secara efektif dengan laporan yang memadai, maka harus dilaksanakan berdasarkan teknik dan metode seperti pemeriksaan pada umumnya.

Menurut T.Tuannakota dalam Himayah (2005:31) dalam buku Auditing: Petunjuk Pemeriksaan Akuntan Publik:

Teknik pemeriksaan adalah cara mendapatkan pembuktian dan dikenal dengan istilah memeriksa, menganalisis, mengecek, membandingkan, konfirmasi, footing, menginspeksi, merekonsiliasi, testing, atau sampling, menelusuri dan memeriksa dokumen dasar.


(34)

19 Sejalan dengan hal tersebut baik teknik pemeriksaan merupakan cara pembuktian data dari metode pemeriksaan. Teknik pemeriksaan dalam pemeriksaan pajak dengan teknik pemeriksaan yang dilakukan akuntan publik tidak terdapat pemeriksaan yang mendasar (Erly Suandy, 2002:237).

Pelaksanaan pemeriksaan dalam Himayah (2005:32) dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:

a. Metode Langsung

Yaitu metode yang dilakukan dengan cara menguji kebenaran angka-angka dalam Surat Pemberitahuan (SPT), laporan keuangan, buku-buku,catatan-catatan dan dokumen pendukung sesuai dengan proses pemeriksaan.

b. Metode Tidak Langsung

Yaitu metode yang dilakukan dengan cara menguji kebenaran angka-angka dalam Surat Pemberitahuan (SPT) secara tidak langsung melalui suatu pendekatan perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya.

Metode tidak langsung dapat digunakan sebagai pelengkap metode langsung atau sebagai pengganti dalam hal pemakaian metode langsung atau tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. Metode tidak langsung yang biasa digunakan antara lain metode transaksi tunai, metode perbandingan kekayaan bersih, metode satuan dan volume, metode pendekatan produksi dan metode pendekatan laba kotor (Erly Suandy, 2002:242).


(35)

20 a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.

b. Wajib Pajak yang diperiksa harus:

1) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokuimen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. 2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang

yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

3) Memberikan keterangan yang diperlukan.

4) Apabila dalam mengungkapkan hal-hal dalam angka (1) Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban itu tidak berlaku oleh suatu keperluan pemeriksaan tersebut.

c. Direktur Jenderal Pajak berwewenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu, bila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban huruf b diatas (Mardiasmo, 1997:35-36)


(36)

21 C. Pelatihan Teknis Perpajakan

1. Pengertian Pelatihan Teknis

Pelatihan teknis perpajakan merupakan pelatihan yang ditujukan kepada pegawai-pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan bertujuan untuk memberikan ataupun meningkatkan pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan khususnya mengenai masalah-masalah perpajakan. Pada hakikatnya pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan berkaitan dengan kemampuan penalarannya.

Dengan kemampuan menalarnya, manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kekuatan manusia untuk tidak semata-mata tunduk kepada kodrat alam serta selalu sadar dan aktif berupaa untuk menjadikan dirinya mampu beradaptasi terhadap sesuatu yang ada di lingkungannya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu mengembangkan pengetahuan secara sistematis. Karena pengetahuan manusia memikirkan hal-hal baru dalam memanfaatkan sumber daya, mengembangkan kebudayaan dan memberikan makna di dalam kehidupannya. Dengan pengetahuan maka manusia mampu menguasai dan mempengaruhi perilaku lain (Gordon,191:413 dalam Djazoeli Sadhani (1999)).

Dikaitkan dengan pengembangan tujuan belajar, terdapat empat ranah (domain) yaitu: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) penilaian.(Woolfok (19998:412) dalam Djazoeli Sadhani (1999)).


(37)

22 2. Jenis Pelatihan Teknis Perpajakan

Menurut Chairudin Syah Nasution (2002:61) berbagai jenis pelatihan teknis perpajakan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk para pegawainya antara lain sebagai berikut:

a. Diklat Penyesuaian Tugas (DPT) Dasar II Perpajakan

Merupakan pelatihan yang ditujukan bagi pegawai dengan latar belakang pendidikan paling tinggi Sekolah Menengah Atas (SMA), yang telah memenuhi masa kerja tertentu atau telah memperoleh gelar kesarjanaan pada saat bekerja, untuk diangkat dalam sebuah jabatan struktural

b. Diklat Penyesuaian Tugas (DPT) Dasar III Perpajakan

Merupakan pendidikan dan pelatihan perpajakan yang khusus bagi pegawai lulusab strata 1 dan 2 yang baru diterima bekerja pada Direktorat Jenderal Pajak melalui kebijakan peenarikan pegawai baru. Setelah mengikuti DPT dasar III ini, barulah pegawai-pegawai tersebut ditempatkan pada unit-unit kerja lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Sementara untuk pegawai lulusan Program Diploma Perpajakan maupun Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) telah mendapat pendidikan dan pelatihan perpajakan pada masa kuliah, sehingga saat lulus kuliah mereka dapat langsung ditempatkan pada unit-unit kerja dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

c. Diklat Teknis fungsional Pemeriksa Pajak


(38)

23 diberikan kepada pejabat-pejabat atau pegawai yang diangkat jabatan fungsional pemeriksa pajak.

d. Diklat Teknis Substansi (DTS) I dan II Perpajakan

Merupakan pendidikan dan pelatihan teknis bagi pegawai honorer (setinggi-tingginya lulusan SMA) untuk diangkat sebagai pegawai tetap Direktorat Jenderal Pajak.

e. Diklat Teknis Pemeriksa Lapangan

Merupakan pendidikan dan pelatihan teknis mengenai tata cara melakukan pemeriksan pajak atau bagi pegawainya.

Dari berbagai pelatihan teknis perpajakan di atas, dapat dilihat bahwa pelatihan tersebut diterapkan untuk seluruh pegawai dari seluruh latar belakang pendidikan. Dengan demikian Direktorat Jenderal Pajak telah mengusahakan semaksimal mungkin segala upaya untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan teknis perpajakan bagi pegawainya.

Selain itu ada hal yang perlu diperhatikan bagi pegawai pajak terutama pemeriksa pajak adalah Kemampuan Numerik. Pada hakikatnya secara kemampuan manusia diciptakan tidak sama, ada yang memiliki kemampuan tinggi ada yang yang memiliki kemampuan rendah. Setiap manusia pasti mempunyai kekuatan dan kelemahan pada satu atau berbagai bidang aktivitas tertentu. Sebagai mahluk yang mampu mengelola lingkungan hidupnya maka kekuatan dan kelemahan manusia pada masing-masing bidang dapat dioptimalisasikan dengan cara


(39)

24 menempatkan individu dengan kemampuan tertentu pada bidang kerja yang tepat sesuai dengan kemampuannya.

Sementara itu kemampuan intelektual merupakan suatu daya yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Terdapat tujuh dimensi yang menyusunnya yaitu (1) kemampuan numerik, (2) pemahaman verbal, (3) kecepatan perseptual. (4) penalaran induktif, (5) penalaran deduktif, (6) visualisasi ruang dan (7) memori (Robbins,1990:86 dalam Djazoeli Sadhani,1999)

Dengan demikian pengertian pelatihan teknis perpajakan dalam penelitian ini adalah upaya pengembangan SDM yang ditujukan bagi Direktorat Jenderal Pajak, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan teknis dibidang perpajakan, agar dapat menunjang pelaksanaan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.

D. Akuntabilitas

Mardiasmo (2009:20) mendefinisikan akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertangungjawaban tersebut. Ulum (2004:31), mendefinisikan akuntabilitas adalah pertanggungjawaban, mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan kepada yang


(40)

25 mendelegasikan kewenangan dan mereka puas terhadap kinerja pelaksanaan kegiatannya.

Tet Clock (1984) dalam Mardisar dan Sari (2007) mendefinisikan akuntabilitas sebagai bentuk dorongan psikologis yang membuat seseorang berusaha mempertanggungjawabkan semua tindakan dan keputusan yang diambil kepada lingkungannya. Tan dan Alison (1999) dalam Mardisar dan Sari (2007), melihat ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu. Pertama, seberapa besar motivasi seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, dimana dalam diri seseorang tersebut terdapat dorongan atau keinginan individu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Kedua, seberapa besar usaha yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan, orang dengan akuntabilitas tinggi akan mencurahkan usaha yang lebih besar dibanding orang dengan akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan dan ketiga, seberapa yakin bahwa pekerjaan itu akan diperiksa atau dinilai orang lain dapat meningkatkan keinginan dan usaha seseorang untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas. Seseorang dengan akuntabilitas yang tinggi memiliki keyakinan yang lebih tinggi bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh suprvisor/manajer/pimpinan dibandingkan dengan seseorang yang memiliki akuntabilitas rendah. Akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil kerja auditor dalam hal ini kualitas audit yang dilaporkan jika pengetahuan audit tinggi.


(41)

26 terdapat 4 dimensi akuntabilitas yaitu:

1. Akuntabilitas kejujuran dan hukum.

Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan kepatuhan terhadap hukum.

2. Akuntabilitas proyek.

Akuntabilitas proses terkait dengan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas, kecukupan sistem informasi, dan prosedur manajemen.

3. Akuntabilitas program.

Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang akan ditetapkan dapat dicapai atau tidak. Alternatif program yang memberikan hasil yang maksimal dengan biaya yang minimal. 4. Akuntabilitas kebijakan.

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan yang telah diambil.

Tan dan Alison (1999) dalam Mardisar dan Sari (2007:6), melihat ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu, yaitu:

1. Seberapa besar motivasi seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, dimana dalam diri seseorang tersebut terdapat dorongan atau keinginan individu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan.


(42)

27 2. Seberapa besar usaha yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan, orang dengan akuntabilitas tinggi akan mencurahkan usaha yang lebih besar dibanding orang dengan akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan.

3. Seberapa yakin bahwa pekerjaan itu akan diperiksa atau dinilai orang lain dapat meningkatkan keinginan dan usaha seseorang untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas. Seseorang dengan akuntabilitas yang tinggi memiliki keyakinan yang lebih tinggi bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh suprvisor/manajer/pimpinan dibandingkan dengan seseorang yang memiliki akuntabilitas rendah.

Tetclock dan Kim (1987) dalam Mardisar dan Sari (2007) juga mengkaji tentang permasalahan akuntabilitas auditor dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan dengan membagi subjek penelitian menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Kelompok yang diberikan instruksi bahwa pekerjaan mereka tidak akan diperiksa oleh atasan (no accountability).

2. Kelompok yang diberikan instruksi di awal (sebelum melaksanakan pekerjaan) bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan (preexposure accountability).

3. Kelompok yang diberikan instruksi bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan, tetapi instruksi ini baru disampaikan setelah mereka menyelesaikan pekerjaan (postexposure accountability), dan memperoleh bukti bahwa subjek penelitian dalam kelompok preexposure


(43)

28 accountability menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas dibanding dengan kelompok lainnya.

E. Batasan Waktu Pemeriksaan

Auditor menetapkan alokasi waktu audit yang sangat ketat, tetapi akibatnya memiliki efek samping yang merugikan publik, yaitu memunculkan perilaku yang mengancam kualitas audit, antara lain penurunan tingkat pendeteksian dan penyelidikan aspek kualitatif salah saji, gagal meneliti prinsip akuntansi, melakukan review dokumen secara dangkal, menerima penjelasan klien secara lemah dan mengurangi pekerjaan pada salah satu langkah audit di bawah tingkat yang diterima Kelley dan Margheim dalam (Cohn 2001).

Di bawah tekanan-tekanan waktu, perhatian akan lebih terfokus pada tugas yang dominan seperti tugas pengumpulan bukti berkaitan dengan frekuensi dan jumlah salah saji dan mengorbankan perhatian yang diberikan pada tugas tambahan seperti tugas yang memberikan aspek kualitatif atas terjadinya salah saji yang menunjukkan potensial kecurangan pelaporan keuangan.

Dalam Ventura (2001:73), disebutkan bahwa penetapan batasan waktu tidak realistis pada tugas audit khusus akan berdampak kurang efektifnya pelaksanaan audit atau auditor pelaksana cenderung mempercepat pelaksanaan tes. Sebaliknya bila penetapan batasan waktu terlalu lama hal ini akan berdampak negatif pada biaya dan efektivitas pelaksanaan audit.


(44)

29 Jadi penetapan waktu untuk auditor dalam melaksanakan tugasnya harus tepat waktu, sehingga hal-hal seperti disebutkan pada uraian diatas dapat dihindari. Hal ini juga akan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas auditor. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Hendriksen dalam (Balance 2004:43) bahwa informasi mengenai kondisi dan posisi perusahaan harus secara cepat dan tepat waktu sampai ke pemakai laporan keuangan.

Ketepatan waktu mengimplikasikan bahwa laporan keuangan seharusnya disajikan pada suatu interval waktu, untuk menjelaskan perubahan dalam perusahaan yang mungkin mempengaruhi pemakai informasi dalam membuat prediksi dan keputusan.

Menurut Ventura Vol 4 (2001:77), hasil penelitian tentang aplikasi hukum Yerdes-Dodson membuktikan bahwa keputusan optimal dicapai pada kondisi batasan waktu moderat, dibandingkan batasan waktu yang longgar dan ketat.

Teori ini mengemukakan jika waktu aktual yang diberikan tidak cukup, maka auditor dalam melaksanakan tugas tersebut dengan tergesa-gesa sesuai dengan kemampuannya atau mengerjakan hanya sebagian tugasnya. Sebaliknya bila batasan waktu terlalu longgar, maka fokus perhatian auditor akan berkurang pada pekerjaannya sehingga akan cenderung gagal mendeteksi bukti audit yang signifikan.

Eksperimen yang dilakukan oleh Waggoner dan Cashell dalam (Ventura Vol 4. 2001:78) menunjukkan bahwa semakin banyak waktu yang


(45)

30 diberikan, semakin banyak transaksi yang dapat dites oleh auditor.

Alokasi waktu penugasan waktu audit biasanya ditentukan diawal penugasan. Auditor bisa menerima penugasan audit beberapa kali. Dalam hal ini pimpinan Kantor Akuntan Publik menetapkan alokasi waktu audit yang sama untuk penugasan pertama maupun penugasan kedua. Saat melakukan audit pertama kali, auditor dapat dikatakan mengalami batasan waktu audit, karena auditor harus mempelajari terlebih dahulu karakteristik perusahaan klien, bagaimana sistem pengendaliannya. Sedangkan saat melakukan penugasan audit untuk yang kedua, dan seterusnya, auditor tidak perlu lagi mempelajari karakteristik perusahaan klien, karena auditor telah mempelajari perusahaan klien saat dia melakukan penugasan pertama kali.

F. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Sasaran dan tujuan sebuah organisasi pada akhirnya adalah mencapai hasil yang semaksimal mungkin dengan segala sumber daya yang ada. Dengan demikian organisasi tersebut sedapat mungkin harus meningkatkan kinerjanya terutama kinerja sember daya manusia yang ada guna mencapai sasaran dan tujuannya. Namun demikian kefektifan dan keefisiensian kinerja sumber daya manusia juga tergantung pada organisasi itu sendiri, apakah menyerupai kejelasan misi, strategi dan tujuan. Bila arah organisasi secara keseluruhan jelas maka akan dapat ditentukan sejauh mana kerja organisasi tersebut untuk mencapai


(46)

31 tujuannya. Telah disebutkan pula bahwa masalah kinerja ini juga sangat tergantung dari masing-masing individu sumber daya manusia yang ada pada organisasi tersebut.

Kinerja mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas organisasi yang tinggi. Dengan demikian peniaian atas kinerja merupakan hal yang sangat penting.

Dalam pengertian kinerja yang lain, menurut Ilyas (2002:7) dalam Yunita Arfiana (2008:38) kinerja adalah hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personiil yang mengaku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.

Pendapat lain dikemukakan oleh Tiffin dan Mc Cormick (1979) dalam Wicaksono (2002:25) bahwa individu yang berbeda akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Hal ini disebabkan kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. individual variable adalah variabel yang berasal dari dlaam individu yang bersangkutan, misalnya: kemampuan, kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. sedangkan situational varible adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi) misalnya: pelaksanaan, supervisi, iklim organisasi, hubungan dengan


(47)

32 rekan kerja dan sistem pemberian imbalan atau kompensasi.

2. Efisiensi

Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of input). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (spending well).

Efisiensi menurut Djazoeli Sadhani (1999) diartikan bahwa efisiensi adalah cara melakukan proses dan mendapatkan hasil yang diinginkan dengan jumlah output yang paling minimum. Selain itu pernyataan lain oleh Mondy dan Premeaux (1993:20) dalam Djazoeli Sadhani (1999) menjelaskan bahwa efisiensi adalah suatu cara untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari jumlah ouput yang paling minimum, atau dengan kata lain, bagaimana memanfaatkan suatu kapasaitas hasil produksi atau operasi yang diinginkan dengan menggunakan energi, waktu, uang, material dan input lain yang minimum.

Terdapat beberapa konsep efisiensi kinerja diantaranya dikemukakan oleh Mondy dan Premeaux (1993:20) dalam Djazoeli Sadhani (1999) yang menyatakan bahwa efisiensi adalah suatu cara untuk mendapatkan hasil yanglebih baik dari jumlah iput yang paling minimum, atau dengan kata lain, bagaimana memanfaatkan suatu kapasitas hasil produksi atau operasi yang diinginkan dengan menggunakan energi,


(48)

33 waktu, uang, material dan input lain yang minimum. sementara itu Stoner dkk (1955:9) dalam Djazoeli Sadhani (1999) mengemukakan bahwa efisiensi merupakan suatu kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan benar sebagai suatu konsep input-output. Dengan demikian seseorang pengelola dikatakan efisiensi jika mampu mencapai suatu prestasi berupa output atau hasil dengan memanfaatkan biaya seminimum mungkin. Efisiensi dikatakan meningkat apabila dengan menggunakan input yang sama diperoleh output yang lebih besar atau apabila output yang sama tetapi dengan menggunakan input yang lebih kecil (Robbins,1997:45 dalam Djazoeli Sadhani (1999)).

Indikator efisiensi menggambarkan hubungan antara masukan sumber daya oleh suatu unit organisasi (misalnya: staff, upah, biaya, administratif) dan keluaran yang dihasilkan. Indikator teresebut menghasilkan informasi tentang konversi masukan menjadi keluaran (yaitu: efisiensi dari proses iinternal) (Mardiasmo,2004:132).

Efisiensi diukur dengan rasio antara outout dengan input. Semakin besar output dibandingkan input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi. Penyebut atau input sekunder seringkali diukur dalam bentuk satuan mata uang. Pembiuilang atau output dapat diukur baik dalam jumlah uang maupun satuan fisik. (catatan: efisiensi sering juga dinyatakan dalam bentuk input/output, dengan interprestasi yang sama dengan bentuk output/input, contoh: biaya per unit) (Mardiasmo,2004:133)


(49)

34 Pada organisasi pemerintah pembahasan efisiensi kinerja umumnya dipusatkan pada efisiensi pemakaian sumber daya input yang dapat ditingkatkan secara optimal sekiranya penyediaan sumber pendukung dapat dipertahankan bersamaan dengan upaya untuk terus meningkatkan output. Sumber daya dan dana pemerintah bukan tak terbatas, maka diperlukan pengaturan dalam penggunaannya. Suatu hal yang terjadi hampir semua negara khususnya di negara-negara yang sedang berkembang.

Secara khusus peningkatan efisiensi kinerja dalam sistem pemerintahan mempunyai implikasi adanya pergeseran sikap dalam sikap pandang yang semula mengacu pada kegiatan (activity oriented) menjadi mengacu pada hasil (result oriented). Orientasi kegiatan ini berlaku umum di kalangan pemerintahan sehingga mengakibatkan tidak begitu dihiraukannya output, demikian pula tujuan serta komposisi output yang dihasilkan menjadi samar-samar dan di luar garis pandang.

Pemeriksa pajak dapat digolongkan sebagai white collar employee. menurut Lehrer (1983:2) dalam Djazoeli Sadhani (1999) pekerja kerah putihi mempunya peranan yang besar dalam organisasi, tetapi hanya sedikit organisasi yang secara formal dan langsung melakukan peningkatan efisiensi dan produktivitas mereka. Padahal memberikan perhatian pada pekerja jenis ini akan berpengaruh pada efisiensi kinerja dan produktivitas organisasi keseluruhan.


(50)

35 3. Efektivitas

Pengertian efektvitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan opersional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely). Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak (outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu organisasi (Mardiasmo,2004:132)

Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar ayau bahkan tiga kali lebih besar dari yang dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Mardiasmo,2004:134).


(51)

36 G. Penelitian Terdahulu

Penulis merujuk pada beberapa penelitian terdahulu dalam melakukan penelitian ini, yaitu:

Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu Peneliti

(Tahun)

Judul Penelitian

Metodologi Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

Djazoeli Sadhani (1999)

Analisis Hubungan Pengetahuan Dasar, Budaya Organisasi Dan Kemampuan Numerik Dengan Efisiensi Kerja Pemeriksa Pajak 1. Variabel dependen terkait tentang pemeriksa pajak 2. Mengambil sampel pemeriksa pajak 3. menggunakan data primer berupa kuesioner

1. Metode penelitian studi kasus pada satu KPP 2. Pengujian hipotesis menggunakan analisis korelasi sederhana, parsial dan korelasi ganda

Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Pengetahuan Dasar, Budaya Organisasi Dan Kemampuan Numerik Dengan Efisiensi Kerja Pemeriksa Pajak Chairuddin Syah Nasution (2002) Analisis Hubungan Pendidikan Akademis, Pelatihan Teknis Perpajakan,

Penempatan Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak

1. Metode

Pengujian Uji t dan Uji f 2. variabel

independen pelatihan teknis perpajakan 3. menggunakan

data primer yang berasal dari kuesioner

1. Menggunakan uji BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) 2. Variabel Dependen Kinerja Pegawai Pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pendidikan

akademis, pelatihan perpajakan,

penempatan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat

Direktorat Jenderal Pajak


(52)

37 Lanjutan tabel 2.1

Peneliti (Tahun)

Judul Penelitian

Metodologi Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

Zamal Firdaus (2009) Korelasi antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman, dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak 1. Variabel dependen kinerja pemeriksa pajak 2. Pengambilan sampel demgam metode purpossive sampling 1. Menggunakan sampel pemeriksa pajak pada KPP di Jakarta Barat 2. uji hipotesis

dengan analisis koefisien korelasi sederhana Terdapat Korelasi Positif dan Signifikan antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman, dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Mardisar dan Sari (2007) Pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor 1. Menggunakan variabel independen akuntabilitas 2. Menggunakan analisis regresi berganda, uji asumsi klasik, uji t dan uji f

3. Metode pemilihan

sampel purposive sampling

1. Penelitian untuk menguji kualitas audit

2. Objek Penelitian KAP di Semarang 3. Sampel akuntan

publik

Akuntabilitas memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja dengan

kompleksitas tugas yang rendah dan tidak memiliki pengaruh signifikan untuk kompleksitas tugas yang tinggi

Nataline (2007)

Pengaruh Batasan Waktu Audit,

Pengetahuan Akuntansi Dan Auditing, Bonus Serta Pengalaman Terhadap Kualitas Audit Pada Kantor Akuntan Publik Di Semarang 1. Variabel independen batasan waktu 2. Menggunakan analisis regresi berganda, uji asumsi klasik, uji t dan uji f

3. Metode pemilihan

sampel purposive sampling

1.Penelitian untuk menguji kualitas audit

2.Objek Penelitian KAP di Semarang 3.Sampel akuntan

public Terdapat pengaruh secara simultan batasan waktu audit, pengetahuan akuntansi dan auditing, bonus serta pengalaman terhadap kualitas audit pada Kantor Akuntan Publik di Semarang


(53)

38 H. Keterkaitan Antar Variabel

1. Pelatihan Teknis Perpajakan Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak

Penelitian dalam Zamal Firdaus (2009), yaitu menguji korelasi antara pelatihan teknis perpajakan, pengalaman dan batasan waktu pemeriksaan pajak dengan kinerja pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Barat. Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang positif dan siknifikan antara pelatihan teknis perpajakan, pengalaman dan batasan waktu pemeriksaan pajak dengan kinerja pemeriksa pajak. Artinya semakin baik pelaksanaan pelatihan teknis, pengalaman dan motivasi maka semakin kuat kinerja pemeriksa pajak. Hal ini sejalan dengan tujuan dilaksanakannya pelatihan teknis itu sendiri yaitu untuk memberikan ataupun meningkatkan pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan khususnya mengenai masalah-masalah perpajakan

Ha1 : Pelatihan teknis perpajakan berpengaruh terhadap kinerja

pemeriksa pajak

2. Akuntabilitas Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak

Penelitian yang dilakukan dalam Diani Mardisar dan Ria Nelly Sari (2007), yaitu menguji pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Pekanbaru dan Riau. Dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk kompleksitas pekerjaan rendah, baik aspek akuntabilitas dan interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Walaupun jika dilihat dari R squarenya, pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas hasil


(54)

39 kerja lebih kuat dibanding pengaruh interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja. Sedangkan untuk kompleksitas pekerjaan tinggi, kualitas hasil kerja auditor dapat ditingkatkan dengan akuntabilitas tinggi yang didukung oleh pengetahuan audit yang tinggi. Ha2 : Akuntabilitas berpengaruh terhadap kinerja pemeriksa pajak

3. Batasan Waktu Pemeriksaan Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak

Pada penelitian dalam Nataline (2007), yaitu menguji pengaruh batasan waktu audit, pengetahuan akuntansi dan auditing, bonus serta pengalaman terhadap kualitas audit pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Semarang. Kualitas audit yang dijalankan auditor di Kota Semarang tergolong baik. Dari 74 auditor yang diteliti sebanyak 44 auditor atau 59,46% kualitas auditnya tergolong sangat baik dan 23 auditor (31,08%) tergolong baik. Pengujian hipotesis yang menyatakan ada pengaruh secara simultan batasan waktu, pengetahuan auditor tentang akuntansi dan auditing, bonus dan pengalaman terhadap kualitas audit dapat dilihat dari hasil uji F. Hasil uji F diperoleh F hitung = 31,037 dengan nilai p value = 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, yang berarti ada pengaruh secara simultan batasan waktu, pengetahuan auditor tentang akuntansi dan auditing, bonus dan pengalaman terhadap kualitas audit. Kontribusi batasan waktu audit, pengetahuan di bidang akuntansi dan auditing, pemberian bonus, serta pengalaman kerja terhadap kualitas audit di Kantor Akuntan Publik di Semarang sebesar 62,2%.

Ha3 : Batasan waktu pemeriksaan berpengaruh terhadap kinerja


(55)

40 I. Kerangka Pemikiran

Model Penelitian dapat ditunjukkan dengan kerangka pemikiran yang dituangkan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Skema Penelitian

Pelatihan teknis perpajakan (X1) Akuntablitas (X2) Batasan Waktu (X3)

Kinerja Pemeriksa Pajak (Y)

Metodologi Penelitian

Hasil Dan Kesimpulan Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas, Multikolonieritas, Heteroskedastisitas

Analisis Regresi Berganda, Koefisien Determinan, Uji t dan Uji f Statistik Deskriptif Uji Kualitas Data


(56)

41 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan serta pengaruh antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen, yaitu pelatihan teknis, batasan waktu pemeriksaan dan akuntabilitas pemeriksa pajak terhadap variabel dependen, yaitu kinerja pemeriksa pajak. Populasi dari penelitian ini adalah pemeriksa pajak di Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Selatan.

B. Metode Penentuan Sampel

Menurut Indriantoro dan Supomo (1999:115), populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Selatan.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode judgemen sampling atau purposive sampling dimana menurut Hamid (2007) adalah pengumpulan data atas strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. Teknik pemilihan sample ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui informasi yang berkaitan tentang pemeriksaan pajak maka peneliti dapat memilih pemeriksa pajak sebagai sample penelitian. Para pemeriksa pajak merupakan subjek yang tepat


(57)

42 untuk memberikan informasi berdasarkan pertimbangan tertentu dibandingkan subyek dalam KPP yang bukan pemeriksa pajak. Faktor kepraktisan (kecepatan waktu dan biaya yang murah) merupakan pertimbangan pokok dalam metode pemilihan sampel secara acak ini.

C. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh dari pengumpulan langsung dari lapangan (tidak melalui perantara), berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian, atau kegiatan, dan hasil pengujian. Adapun data primer yang digunakan dalam penelitian ini:

a. Kuesioner

Kuesioner merupakan penelitian dengan cara mengajukan daftar pertanyaan langsung kepada responden, yaitu pemeriksa pajak Kantor Pelayanan Pajak di Kebayoran Lama. Dalam penelitian ini metode yang dilakukan peneliti adalah skala linkert yang menggunakan ukuran interval sebagai nilai skalanya.

b. Wawancara

Adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab dengan pemeriksa pajak yang berhubungan dengan penelitian.


(58)

43 2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Adapun data sekunder yang peneliti pakai yaitu: a. Riset Kepustakaan

Kepustakaan (library resesearch) adalah penelitian yang datanya diambil terutama atau seluruhnya dari kepustakaan (buku,dokumentasi, artikel, jurnal, laporan, internet dan lain sebagainya).

b. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data dengan cara mengutip langsung data yang diperoleh dari lembaga (instansi) terkait, yang berhubungan dengan penelitian.

D. Metode Analisis

Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik, dan analisis data.

1. Statistik Deskriptif

Statistik diskriptif digunakan oleh peneliti untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel penelitian yang utama dan daftar demografi responden. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat rata-rata (mean), standar deviasi,


(59)

44 varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2006:19).

2. Uji Kualitas Data

Untuk melakukan uji kualitas data atas data primer ini, maka peneliti menggunakan uji validitas dan reliabilitas.

a. Uji Validitas Data

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidak suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapakan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara nilai yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan. Apabila Pearson Correlation yang didapat memiliki nilai di bawah 0,05 berarti data yang diperoleh adalah valid (Ghozali, 2006:49). b. Uji Reliabilitas Data

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi jawaban responden. Suatu kuesioner dikatakan reliable jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

1) Repeated Measure atau pengukuran ulang.

2) One Shot atau pengukuran sekali saja, pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.


(60)

45 Kriteria pengujian dilakukan dengan menggunakan pengujian Cronbach Alpha (α). Suatu variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali, 2006:45).

3. Uji Asumsi Klasik

Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji multikolonieritas, uji normalitas, dan uji heteroskedastisitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengukur apakah di dalam model regresi variabel independen dan variabel dependen keduanya mempunyai distribusi normal atau mendekati normal. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal.

Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan Normal Probability Plot (P-P Plot). Suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal, dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal (Santoso, 2004:212).

b. Uji Multikolonieritas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Uji multikolonieritas dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflantion Factor (VIF) (Ghozali, 2006:95). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikoliniearitas (multiko). Model


(61)

46 regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Uji multikolonieritas dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflantion Factor (VIF) serta besaran korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2006:95). Suatu model regresi dapat dikatakan bebas multiko jika mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1 dan mempunyai angka tolerance mendekati 1, sedangkan jika dilihat dengan besaran korelasi antar variabel independen, maka suatu model regresi dapat dikatakan bebas multiko jika koefisien korelasi antar variabel independen haruslah lemah (dibawah 0,5). Jika korelasinya kuat, maka terjadi problem multiko (Santoso, 2004:203-206).

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dengan menggunakan grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residual (SRESID). Jika grafik plot menunjukkan suatu pola titik seperti titik yang bergelombang atau melebar kemudian menyempit, maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi heteroskedastisitas. Tetapi jika grafik plot tidak membentuk pola yang jelas, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006:125).


(62)

47 4. Analisis Data

a. Analisis Regresi Berganda

Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah diketahui besarnya (Santoso, 2004:163). Model ini digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linier (Indriantoro dan Supomo, 2002:211). Variabel independen terdiri dari pelatihan teknis perpajakan, akuntabilitas, dan batasan waktu pemeriksaan. Sedangkan variabel dependennya adalah Kinerja Pemeriksa Pajak.

Rumus regresi berganda yang digunakan adalah sebagai berikut: 4.

5. Keterangan :

Y : Kinerja Pemeriksa Pajak a : Konstanta (harga Y, bila X=0)

b1-b3 : Koefisien regresi (menunjukkan angka peningkatan atau

penurunan variabel dependen yang didasarkan pada hubungan nilai variabel independen)

X1 : Pelatihan Teknis Perpajakan

X2 : Akuntabilitas

X3 : Batasan Waktu Pemeriksaan

e : Error


(63)

48 b. Analisis Koefisien Determinan

Untuk mengetahui besarnya atau kecilnya persentase pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel berikut (Y) dipergunakan koefisien determinan dengan rumus sebagai berikut:

KD = r2 x 100%

Keterangan:

KD = Koefisien Determinan r = Koefisien korelasi c. Uji Hipotesis

1) Uji t

Uji t bertujuan untuk menguji seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual. Untuk dapat mengetahui apakah ada pengaruh signifikan dari variabel masing-masing independen terhadap variabel dependen, maka nilai signifikannya dibandingkan dengan derajat kepercayaannya. Apabila tingkat signifikan lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima. Demikian pula sebaliknya jika tingkat signifikan lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak. Bila Ha diterima dan Ho ditolak berarti ada hubungan signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen (Ghozali, 2005:84).


(1)

HASIL UJI VALIDITAS AKUNTABILITAS

Correlations

AK11 AK12 AK13 AK14 AK15 AK16 AK17 AK18 AK19 AK20 Skor

AK11 Pearson Correlation 1 .416** .404** .376* .000 .083 .371* .139 .402** .280 .557**

Sig. (2-tailed) .005 .007 .013 1.000 .598 .014 .373 .008 .069 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

AK12 Pearson Correlation .416** 1 .213 .368* .109 .387* .512** .360* .338* .485** .707**

Sig. (2-tailed) .005 .170 .015 .486 .010 .000 .018 .026 .001 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

AK13 Pearson Correlation .404** .213 1 .467** .014 .076 .226 .268 .286 .159 .530**

Sig. (2-tailed) .007 .170 .002 .930 .628 .145 .083 .063 .308 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

AK14 Pearson Correlation .376* .368* .467** 1 .170 .098 .312* .156 .271 .250 .580**

Sig. (2-tailed) .013 .015 .002 .276 .530 .041 .318 .079 .106 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

AK15 Pearson Correlation .000 .109 .014 .170 1 .214 .215 .044 .015 .069 .366*

Sig. (2-tailed) 1.000 .486 .930 .276 .167 .167 .779 .926 .658 .016

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

AK16 Pearson Correlation .083 .387* .076 .098 .214 1 .215 .014 .188 .338* .478**

Sig. (2-tailed) .598 .010 .628 .530 .167 .166 .931 .226 .027 .001


(2)

AK17 Pearson Correlation .371 .512 .226 .312 .215 .215 1 .592 .572 .356 .754

Sig. (2-tailed) .014 .000 .145 .041 .167 .166 .000 .000 .019 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

AK18 Pearson Correlation .139 .360* .268 .156 .044 .014 .592** 1 .450** .252 .567**

Sig. (2-tailed) .373 .018 .083 .318 .779 .931 .000 .002 .103 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

AK19 Pearson Correlation .402** .338* .286 .271 .015 .188 .572** .450** 1 .444** .668**

Sig. (2-tailed) .008 .026 .063 .079 .926 .226 .000 .002 .003 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

AK20 Pearson Correlation .280 .485** .159 .250 .069 .338* .356* .252 .444** 1 .605**

Sig. (2-tailed) .069 .001 .308 .106 .658 .027 .019 .103 .003 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

Skor Pearson Correlation .557** .707** .530** .580** .366* .478** .754** .567** .668** .605** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .016 .001 .000 .000 .000 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 44

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(3)

HASIL UJI VALIDITAS

BATASAN WAKTU PEMERIKSAAN Correlations

BAT21 BAT22 BAT23 BAT24 BAT25 BAT26 BAT27 BAT28 BAT29 BAT30 Skor

BAT21 Pearson Correlation 1 .564** -.056 .076 -.033 -.115 .049 .126 .304* .266 .404**

Sig. (2-tailed) .000 .724 .626 .834 .462 .756 .420 .048 .085 .007

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

BAT22 Pearson Correlation .564** 1 .149 .341* .397** .160 .133 .126 .142 .056 .573**

Sig. (2-tailed) .000 .342 .025 .008 .307 .396 .422 .364 .721 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

BAT23 Pearson Correlation -.056 .149 1 .295 .188 .053 .213 -.116 .078 .189 .372*

Sig. (2-tailed) .724 .342 .054 .228 .736 .171 .457 .621 .224 .014

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

BAT24 Pearson Correlation .076 .341* .295 1 .594** .398** .405** .330* -.016 -.092 .665**

Sig. (2-tailed) .626 .025 .054 .000 .008 .007 .031 .919 .557 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

BAT25 Pearson Correlation -.033 .397** .188 .594** 1 .454** .454** .408** .059 -.051 .688**

Sig. (2-tailed) .834 .008 .228 .000 .002 .002 .007 .709 .746 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

BAT26 Pearson Correlation -.115 .160 .053 .398** .454** 1 .446** .336* -.149 -.104 .482**

Sig. (2-tailed) .462 .307 .736 .008 .002 .003 .028 .341 .508 .001


(4)

BAT27 Pearson Correlation .049 .133 .213 .405 .454 .446 1 .416 -.126 -.186 .568

Sig. (2-tailed) .756 .396 .171 .007 .002 .003 .006 .420 .233 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

BAT28 Pearson Correlation .126 .126 -.116 .330* .408** .336* .416** 1 .367* .124 .629**

Sig. (2-tailed) .420 .422 .457 .031 .007 .028 .006 .015 .428 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

BAT29 Pearson Correlation .304* .142 .078 -.016 .059 -.149 -.126 .367* 1 .731** .444**

Sig. (2-tailed) .048 .364 .621 .919 .709 .341 .420 .015 .000 .003

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

BAT30 Pearson Correlation .266 .056 .189 -.092 -.051 -.104 -.186 .124 .731** 1 .339*

Sig. (2-tailed) .085 .721 .224 .557 .746 .508 .233 .428 .000 .026

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

Skor Pearson Correlation .404** .573** .372* .665** .688** .482** .568** .629** .444** .339* 1

Sig. (2-tailed) .007 .000 .014 .000 .000 .001 .000 .000 .003 .026

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 44

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(5)

HASIL UJI VALIDITAS KINERJA PEMERIKSA PAJAK

Correlations

KIN31 KIN32 KIN33 KIN34 KIN35 KIN36 KIN37 KIN38 KIN39 KIN40 Skor

KIN31 Pearson Correlation 1 .696** .524** .467** .237 .306* .442** .408** .248 .412** .632**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .002 .125 .046 .003 .007 .109 .006 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

KIN32 Pearson Correlation .696** 1 .670** .401** .257 .309* .608** .332* .281 .420** .670**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .008 .097 .044 .000 .029 .068 .005 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

KIN33 Pearson Correlation .524** .670** 1 .551** .501** .427** .834** .452** .407** .543** .817**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .001 .004 .000 .002 .007 .000 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

KIN34 Pearson Correlation .467** .401** .551** 1 .607** .375* .315* .881** .550** .503** .791**

Sig. (2-tailed) .002 .008 .000 .000 .013 .039 .000 .000 .001 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

KIN35 Pearson Correlation .237 .257 .501** .607** 1 .349* .249 .474** .943** .478** .753**

Sig. (2-tailed) .125 .097 .001 .000 .022 .107 .001 .000 .001 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

KIN36 Pearson Correlation .306* .309* .427** .375* .349* 1 .434** .318* .359* .899** .642**

Sig. (2-tailed) .046 .044 .004 .013 .022 .004 .038 .018 .000 .000


(6)

KIN37 Pearson Correlation .442 .608 .834 .315 .249 .434 1 .268 .263 .470 .662

Sig. (2-tailed) .003 .000 .000 .039 .107 .004 .083 .089 .001 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

KIN38 Pearson Correlation .408** .332* .452** .881** .474** .318* .268 1 .442** .458** .699**

Sig. (2-tailed) .007 .029 .002 .000 .001 .038 .083 .003 .002 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

KIN39 Pearson Correlation .248 .281 .407** .550** .943** .359* .263 .442** 1 .490** .735**

Sig. (2-tailed) .109 .068 .007 .000 .000 .018 .089 .003 .001 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

KIN40 Pearson Correlation .412** .420** .543** .503** .478** .899** .470** .458** .490** 1 .772**

Sig. (2-tailed) .006 .005 .000 .001 .001 .000 .001 .002 .001 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43

Skor Pearson Correlation .632** .670** .817** .791** .753** .642** .662** .699** .735** .772** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 44

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


Dokumen yang terkait

Korelasi antara pelatihan teknis perpajakan, penagalaman dan motivasi pemeriksaan pajak dengan kinerja pemeriksaan pajak pada kantor pelayananan pajak di Jakarta Barat

2 18 139

Pengaruh Sistem Informasi Perpajakan Dan Lama Masa Kerja Sebagai Pemeriksa Pajak Terhadap Kemampuan Pemeriksaan pajak

2 16 55

Pengaruh Teknologi Informasi Dan Akuntabilitas Terhadap Kinerja Pemeriksa Pajak (Survei Pada Pemeriksa Pajak di 3 Kantor Pelayanan Pajak di Kantor Wilayah Direktori Jenderal Pajak Jawa Barat I)

2 26 45

Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Sistem Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak (Survey Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Di Wilayah Bandung)

0 28 82

Pengaruh Profesionalisme Pemeriksa Pajak Dan Remunerasi Terhadap Kinerja Pemeriksa Pajak (Survei Pada Wajib Pajak Badan di KPP Madya Bandung)

5 36 42

Pengaruh Profesionalisme dan Kompetensi Pemeriksa Pajak Terhadap Peningkatan Kualitas Pemeriksaan Pajak (Survei pada Pemeriksa Pajak di KPP Pratama Wilayah Bandung)

0 5 1

Pengaruh Kinerja Account Representative dan Kualitas Pemeriksaan Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Perpajakan (Survey pada 5 KPP di Wilayah Kota Bandung)

3 31 34

Pengaruh Pengalaman Pemeriksa Pajak Dan Profesionalisme Pemeriksaan Pajak Terhadap Kualitas Pemeriksaan Pajak (Survei di 4 KPP Pratama Wilayah Kota Bandung)

2 33 33

PENGARUH REFORMASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP KINERJA PELAYANAN PERPAJAKAN DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI KPP PRATAMA YOGYAKARTA.

0 3 14

PENGARUH PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PADA KPP PMA LIMA JAKARTA TAHUN 2007 2008

0 4 61