Korelasi antara pelatihan teknis perpajakan, penagalaman dan motivasi pemeriksaan pajak dengan kinerja pemeriksaan pajak pada kantor pelayananan pajak di Jakarta Barat

(1)

SKRIPSI

KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, PENGALAMAN DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA

PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI JAKARTA BARAT

Oleh: Zamal Firdaus NIM: 204082002339

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, PENGALAMAN DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA

PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI JAKARTA BARAT

Oleh:

Zamal Firdaus NIM: 204082002339

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, PENGALAMAN DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA

PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI JAKARTA BARAT

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh Zamal Firdaus NIM: 204082002339

Di Bawah Bimbingan

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1430 H/2009 M Pembimbing I

Dr. Yahya Hamja, MM NIP. 130 676 334

Pembimbing II

Afif Sulfa, SE, Ak., M.Si


(4)

Hari ini Rabu Tanggal 29 Bulan April Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Zamal Firdaus NIM: 204082002339 dengan judul Skripsi ”KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, PENGALAMAN, DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) DI JAKARTA BARAT. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 April 2009

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Drs. Abdul Hamid Cebba Ak., MBA Ketua

Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli


(5)

Hari ini Senin Tanggal 22 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Zamal Firdaus NIM: 204082002339 dengan judul

KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN,

PENGALAMAN, DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) DI JAKARTA BARAT. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Juni 2009

Tim Penguji Ujian Skripsi

Dr. Yahya Hamja, MM Ketua

Rahmawati, SE, MM Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli


(6)

ABSTRACT

Zamal Firdaus, Thesis Title "Correlation of Taxation Technical Training, Experiences, Motivation a Tax Auditor towards The works of Tax Auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in West Jakarta. Undergraduate Program (S-1) Tax Accountancy Major, Faculty of Economy and Social Sciences of Syarif Hidayatullah Islamic State University Jakarta 2009.

The purpose of this research is to know how big Correlation of Taxation Technical Training (X1) , Experiences (X2), Motivation a Tax Auditor (X3) as an independent variable towards The works of Tax Auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in West Jakarta (Y) as a dependent variable.

The research has been done by mean of filling out questionnaires by tax employee and to used to secondary data too. The responders are Tax Auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Taman Sari Satu, Taman Sari Dua, Tambora, Kalideres, dan Cengkareng. The samples included are 50 responders. For analyzing the data researcher used SPSS version 12.0.

The result of this research shows that the Correlation of Taxation Technical Training, Experiences, Motivation a Tax Auditor towards The works of Tax Auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in West Jakarta have a value coefficients correlation 0,550 this means coefficients correlation between the Correlation of Taxation Technical Training, Experiences, Motivation a Tax Auditor towards The works of Tax Auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in West Jakarta is significantly positive.

Keyword: Taxation Technical Training, Experience, works of Tax Auditor


(7)

ABSTRAK

Zamal Firdaus, Judul skripsi “Korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat". Strata satu (S-1) jurusan Akuntansi Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat. Variabel yang menjadi fokus penelitian adalah pelatihan teknis perpajakan (X1), pengalaman (X2), dan motivasi (X3) sebagai variabel bebas dan kinerja Pemeriksa Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat (Y) sebagai variabel terikat. Penelitian dilakukan melalui pengisian kuesioner oleh aparat pajak dan data sekunder yang dapat mendukung penelitian. Responden penelitian adalah para Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Taman Sari Satu, Taman Sari Dua, Tambora, Kalideres, dan Cengkareng. Sampel diambil sebanyak 50 responden. Untuk metode analisis dan uji hipotesis menggunakan korelasi, lalu perhitungannya menggunakan program SPSS versi 12.0.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat memiliki nilai koefisien sebesar 0,550 yang berarti koefisien Korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat adalah kuat.

Kata kunci : Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman, Motivasi, Kinerja Pemeriksa Pajak


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menjadikan ilmu sebagai sifat kesempurnaan yang paling tinggi. Aku bersaksi tiada tuhan yang pantas disembah selain Allah Yang maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya, yang telah memberi keistimewaan kepada orang–orang yang dikehendaki dari para hamba-Nya dan Aku bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah hamba dan utusan-Nya yang telah Allah istimewakan dengan seluruh kesempurnaan ubudiyyah. Semoga rahmat Allah SWT senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang hatinya telah dipenuhi oleh Allah ta’ala dengan keagungan-Nya jalla wa’alaa yang Maha Tinggi dan kepribadiannya selalu diliputi dengan keindahan-Nya yang Maha Mulia, Mudah-mudahan rahmat Allah SWT juga terlimpahkan kepada keluarganya dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti jalannya, sehingga mereka mendapat kebaikan yang banyak. Amma ba’du.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan Jazakumullah Khairan Katsir yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua yang terkasihi dan tersayangi (Ibu dan Ayah), keluarga tercinta yang tidak pernah berhenti berdoa dan memberikan semangat.

2. Murabbi atas bimbingan dan kesabarannya

3. Bpk Dr. Yahya Hamja, MM, selaku dosen pembimbing I yang amat sangat baik dalam memberikan pengarahan selama penulisan.

4. Bpk Afif Sulfa, SE, Ak., M.Si, selaku dosen pembimbing II yang amat sangat baik dalam memberikan pengarahan selama penulisan.

5. Bpk. Prof. Dr. Abdul Hamid. MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.

6. Bpk. Prof. Dr. Rodoni, selaku Pembantu Dekan Bagian Akademik Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.

7. Bpk Herni Ali HT, SE, MM, selaku Pembantu Dekan Bagian Kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.


(9)

9. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi

10.Bpk Suhendra, S.Ag, MM, selaku Ketua Program Studi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Non Reguler.

11.Ibu Rahmawati, SE, MM, selaku Sekretaris Program Studi FEIS Non Reguler

12.Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

13.Seluruh Karyawan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah membantu dalam hal-hal kebaikan (Pak Sandy, Mas Heri, Mas Aziz, Bu Ani, Kak Isma, Kak Yuli, Pak Sukmadi, Alfred, dan lain-lain)

14.Sahabat-sahabat di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) wa bil Khusus

Wajihah LDK, KAMMI, serta wasilah PIM yang telah memberikan pelajaran bermanfaat. Semoga kita selalu terjalin Ukhuwah dan silaturahim, bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan menegakkan syari’at kehidupan sehingga dapat membangun Peradaban Islam yang futuh. Keep Fight n’ Istiqomah on the way of Allah SWT. 15.Sahabat KKN/S, Akh Selamet, Heri P, Misbah, Ukhti Sumi from Fakultas

Dakwah dan Komunikasi (FDK), Mr.Robert, dkk. Sahabat Magang, Siti Hawa K (Neng), Ellya R. Sahabat seperjuangan FEIS Non Reguler, Akh Dadi, Nanda, Ukhti Fitriah Abdullah, Ukhti Febriyanti, Dika Mira Uncha Sari, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Tetap Semangat n’ Sukses - Arigato Gozaimasu.

16.Sahabat-sahabat angkatan 2004, baik akuntansi n’ manajemen reguler dan Non Reguler. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk kita semua.Amiin.

17.Kepala Kantor, Bpk Subandono Rachmadi sebagai Ka.Subag Umum beserta staff dan Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta Taman Sari Satu.

18.Kepala Kantor, Bpk Iman Sutrijono sebagai Ka.Subag Umum beserta staff dan Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta Taman Sari Dua.


(10)

19.Kepala Kantor, Bpk Johanes Setiarso sebagai Ka.Subag Umum beserta staff, Bpk Subardiyo dan Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta Tambora.

20.Kepala Kantor, Ka.Subag Umum beserta staff dan Ibu Mora Aryani Siregar beserta Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta Kalideres. 21.Kepala Kantor, Ka.Subag Umum beserta staff dan Bpk A.Yoga Bintoro,

S.Sos beserta Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta Cengkareng. 22.Pihak-pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini.

Penulis sangat menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga saran dan kritik demi penyempurnaan skripsi ini merupakan apresiasi bagi penulis. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis ingin mempersembahkan skripsi ini bagi semua pihak (siapa pun) yang menaruh perhatian bagi perkembangan penelitian di Indonesia dengan harapan semoga seuntai kata dan kalimat yang tersusun dalam skripsi ini bermanfaat. Amiin.

Jakarta, Juni 2009 Jumadil Akhir 1430 H


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….i

ABSTRACT………iii

ABSTRAK...iv

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian...1

B. Perumusan Masalah...5

C. Tujuan dan Manfaat...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelatihan Teknis Perpajakan...8

1. Pengertian Pelatihan Teknis...8

2. Jenis Pelatihan Teknis Perpajakan...12

B. Pengalaman...15

C. Motivasi...16


(12)

1. Pengertian Kinerja...20

2. Standar Kinerja...22

3. Aspek-Aspek Kinerja ...24

E. Pengukuran Kinerja...27

1. Pengertian Pengukuran Kinerja...27

2. Maksud Pengukuran Kinerja...28

3. Manfaat Pengukuran Kinerja...28

4. Pengukuran Kinerja Organisasi Pemerintah...29

5. Ekonomi...32

6. Efisiensi...33

7. Efektifitas...36

F. Pemeriksaan Pajak...37

1. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak...37

2. Pengertian Pemeriksaan Pajak...38

3. Tujuan Pemeriksaan...39

4. Jenis Pemeriksaan Pajak...41

5. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan...44

6. Norma dan Pedoman Pemeriksaan...45

7. Tahap Pemeriksaan Pajak...50

8. Teknik dan Metode Pemeriksaan Pajak...57

9. Prosedur Pemeriksaan Pajak...58

G. Penelitian Terdahulu...59


(13)

I. Hipotesis...62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian...63

B. Metode Pemilihan Sampel...63

C. Metode Pengumpulan Data...64

1. Data Primer...64

2. Data Sekunder...65

D. Metode Analisis...65

1. Uji Kualitas Data...65

a. Uji Validitas Data...65

b. Uji Realibilitas...66

2. Uji Hipotesis...67

E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannnya...69

1. Variabel Independen (X)...69

2. Variabel Dependen (Y)...71

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian...74

1. Tempat dan waktu...74

2. Karakteristik Responden...74

B. Penemuan dan Pembahasan...76

1. Hasil Try Out...76


(14)

b. Validitas dan Reliabilitas...77

2. Hasil Penelitian...84

a. Identitas Responden...84

b. Validitas dan Realibilitas...85

c. Hasil Korelasi Pearson...92

d. Hasil Uji Korelasi Pearson...94

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan...96

B. Implikasi...96

C. Saran...99


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kategori Penilaian Tinggi Rendahnya Reliabilitas Instrumen...67

Tabel 3.2 Pedoman tingkat keeratan korelasi...68

Tabel 3.3 Pengukuran Terhadap Pelatihan Perpajakan, Pengalaman, dan Motivasi...71

Tabel 3.4 Operasional Variabel Penelitian...72

Tabel 4.1 Data Sampel Penelitian………..76

Tabel 4.2 Data Identitas Responden Try Out………….………....77

Tabel 4.3 Hasil Try Out Validitas variable X1 (P_Teknis Perpajakan)…...78

Tabel 4.4 Hasil Try Out Reliabilitas variable X1 (P_Teknis Perpajakan)…..79

Tabel 4.5 Hasil Try Out Validitas variable X2 (Pengalaman)………79

Tabel 4.6 Hasil Try Out Reliabilitas variable X2 (Pengalaman)…...……….80

Tabel 4.7 Hasil Try Out Validitas variable X3 (Motivasi)……….80

Tabel 4.8 Hasil Try Out Reliabilitas variable X3 (Motivasi)……….81

Tabel 4.9 Try Out Validitas variable Y (Kinerja Pemeriksa Pajak)...82

Tabel 4.10 Try Out Reliabilitas variable Y (Kinerja Pemeriksa Pajak)...83

Tabel 4.11 Data Identitas Responden...84

Tabel 4.12 Hasil UjiValiditas variable X1 (P_Teknis Perpajakan)…...85

Tabel 4.13 Hasil Validitas variable X1 (P_Teknis Perpajakan)………...86

Tabel 4.14 Hasil Reliabilitas variable X1 (Pelatihan Teknis Perpajakan)...87

Tabel 4.15 Hasil Uji Validitas variable X2 (Pengalaman)...87


(16)

Tabel 4.17 Hasil Uji Validitas variable X3 (Motivasi)...89

Tabel 4.18 Hasil Reliabilitas variable X3 (Motivasi)...90

Tabel 4.19 Hasil Uji Validitas variable Y (Kinerja Pemeriksa Pajak)...90

Tabel 4.20 Hasil Reliabilitas variable Y (Kinerja Pemeriksa Pajak)...91

Tabel 4.21 Korelasi Antar Variabel Pelatihan Teknis, Pengalaman, dan Motivasi...92


(17)

DAFTAR GAMBAR


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner...105

Lampiran 2 Tabulasi Jawaban Responden Try Out………112

Lampiran 3 Output Validitas SPSS Data Try Out………..……….121

Lampiran 4 Output Validitas SPSS Riset...125

Lampiran 5 Uji Korelasi Pearson...130

Lampiran 6 Komposisi Sumber Daya Manusia...131

Lampiran 7 Nilai r tabel...132


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Penelitian

Pemeriksaan pajak merupakan upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk menjalankan fungsi pengawasan yang telah diamanatkan oleh UU Perpajakan (Gunadi, 2005). Menurut Arens dan Loebbecke dalam bukunya Auditing Pendekatan Terpadu yang diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, menjelaskan bahwa yang dimaksud Auditor Pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggung jawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP di lapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang mempunyai auditor-auditor khusus dalam Fungsional Pajak. Tanggung jawab Fungsional Pajak adalah melakukan audit terhadap para Wajib Pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan.

Tujuan utama setiap institusi pemungut pajak adalah tercapainya penerimaan pajak yang optimal, yakni berimbangnya tingkat penerimaan pajak aktual (actual revenue) dengan penerimaan pajak potensial. Dengan kata lain, tidak ada selisih antara penerimaan aktual dengan penerimaan potensial, atau sering disebut tax gap. Menurut James (2003) dalam Gunadi (2005) besarnya tax gap ini mencerminkan tingkat kepatuhan membayar pajak (tax compliance).


(20)

Menurut Simon James dkk (2003) dalam Gunadi (2005) pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) dalam hal ini diartikan bahwa Wajib Pajak mempunyai kesediaan untuk mematuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama (obtrusive investigation), peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sangsi baik hukum maupun administrasi, dengan demikian, secara hipotesis bila semua Wajib Pajak mentaati dan patuh terhadap aturan-aturan perpajakan yang berlaku, maka selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak aktual menjadi 0. Oleh karena itu, dalam konsep yang sederhana, meningkatnya tingkat kepatuhan pajak tercemin pada menyempitnya tax gap, yakni selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak aktual.

Kepatuhan pajak juga sering diasosiasikan dengan dua istilah baku yang sudah populer dalam bidang-bidang perpajakan, yakni tax avoidance dan

tax evasion. Perbedaan dari kedua istilah ini secara konvensional terletak pada aspek legalitasnya. Tax avoidance terkait dengan upaya-upaya Wajib Pajak secara legal untuk mengurangi kewajiban pajaknya karena adanya kelemahan-kelemahan sistem perpajakan atau tiadanya aturan yang mengatur dalam ketentuan perpajakan (loop holes), sedangkan tax evasion terkait pada upaya-upaya ilegal Wajib Pajak untuk menghindari kewajiban pajaknya (Alm,(1999) dalam Gunadi (2005)).

Pemeriksaan pajak merupakan suatu mekanisme pengawasan dalam penerapan sistem self assesment perpajakan di Indonesia yang bertujuan untuk


(21)

meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Disamping itu, pemeriksaan pajak juga merupakan sarana untuk meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan keadilan bagi Wajib Pajak (Maharani, 2006).

Adanya kepercayaan kepada Wajib Pajak melalui penerapan self assessment system ini akan berhasil apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk. Kenyataan yang ada di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih rendah, dimana hal ini terlihat pada belum optimalnya penerimaan pajak (tax gap) dan

tax ratio Indonesia masih terendah di Kawasan ASEAN yaitu sebesar 11,6 untuk tahun 2005. Salah satu langkah yang tepat dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP) untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak adalah dengan meningkatkan pengawasan melalui pemeriksaan yang dapat berhasil sesuai tujuan karena adanya peran Pemeriksa Pajak diharapkan dapat menentukan efektivitas pemeriksaan itu sendiri, sehingga nantinya berdampak dalam peningkatan kepatuhan Wajib Pajak. Oleh karena itu, pemeriksa yang profesional menjadi tuntutan dalam setiap pemeriksaan.

Sistem self assesment membutuhkan kepatuhan sukarela dari wajib pajak yang diwujudkan jika terpenuhi unsur kesadaran perpajakan dan unsur tindakan penegakan hukum. Melihat kenyataan tingkat kesadaran perpajakan masyarakat Wajib Pajak masih relatif rendah maka diperlukan adanya tindakan penegakan hukum yang memadai dengan dilaksanakan melalui tindakan pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak.


(22)

Untuk melaksanakan upaya penegakan hukum sebagai salah satu melalui tindakan pemeriksaan pajak, maka mutlak diperlukan tenaga Pemeriksa Pajak dalam kuantitas dan kualitas yang memadai di samping diperlukan prosedur pemeriksaan, norma dan kaidah yang mengatur seseorang Pemeriksa Pajak.

Sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh Pemeriksa Pajak, serta melihat luasnya jangkauan tugas, sementara jumlah petugas yang terbatas, maka efisiensi kerja adalah suatu kebutuhan utama. Dengan efisiensi kerja yang tinggi maka pelaksanaan tugas Pemeriksa Pajak akan meningkat, yang pada akhirnya akan memberikan sumbangan yang tidak kecil terhadap tercapainya tujuan Direktorat Jendral Pajak, khususnya di dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (Djazoeli Sadhani, 1999).

Pelaksanaan pemeriksaan diatur dalam serangkaian peraturan mengenai kebijakan pemeriksaan yang bertujuan untuk menjaga kualitas pemeriksaan dan memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi Wajib Pajak (Maharani, 2006). Hal ini diungkap dalam Peraturan Menteri Keuangan 202/ PMK.03/ 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan pasal 6 ayat 2a yang menjelaskan syarat Pemeriksa Pajak yaitu telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa bukti permulaan dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama.

Dari gambaran di atas, semakin nyata bahwa Pemeriksa Pajak (fiskus) harus memiliki pelatihan teknis, pengalaman, dan motivasi dalam perpajakan


(23)

serta terciptanya efisiensi dan efektifitas dalam Pemeriksa Pajak. Sehingga penerimaan pajak mencapai target yang diinginkan.

Salah satu objek penelitian ini adalah beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta, diharapkan dengan adanya penelitian ini berpengaruh terhadap kinerja Pemeriksa Pajak, walaupun variabel pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan motivasi bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi kinerja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar variabel pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan motivasi ini mempunyai korelasi dengan kinerja Pemeriksa Pajak di Kantor Pelayananan Pajak (KPP) di Jakarta. Untuk itu penulis mencoba menelitinya dalam bentuk skripsi yang berjudul: Korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah ada korelasi positif dan signifikan antara pelatihan teknis perpajakan dengan kinerja Pemeriksa Pajak?

2. Apakah ada korelasi positif dan signifikan antara pengalaman dengan kinerja Pemeriksa Pajak?

3. Apakah ada korelasi positif dan signifikan antara motivasi dengan kinerja Pemeriksa Pajak?


(24)

4. Apakah secara bersama-sama ada korelasi positif dan signifikan antara pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan motivasi dengan kinerja Pemeriksa Pajak?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar korelasi positif dan signifikan antara pelatihan teknis perpajakan yang telah diikuti, pengalaman, dan motivasi terhadap kinerja pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Barat.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Ilmu Akuntansi

Untuk menambah referensi ilmiah mengenai masalah perpajakan yang ada di Indonesia.

b. Peneliti

Memperoleh pengetahuan mengenai korelasi positif dan signifikan antara pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan motivasi dengan kinerja Pemeriksa Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta.


(25)

c. Pemeriksa Pajak (fiskus)

Sebagai sarana informasi bahwa pembinaan pendidikan pajak dan pengalaman sangat penting bagi tumbuhnya pemahaman terhadap perencanaan audit pajak dalam efisiensi pemeriksaan.

d. Kantor Pelayanan Pajak

Sebagai masukan dan evaluasi untuk perbaikan sistem pelayanan pajak yang lebih baik.

e. Pihak Akademis

memberikan sumbangan fikiran dan dapat menambah pengetahuan untuk pihak-pihak yang ingin memperdalam ilmu perpajakan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelatihan Teknis Perpajakan 1. Pengertian Pelatihan Teknis

Pelatihan teknis perpajakan merupakan pelatihan yang ditujukan kepada pegawai-pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan bertujuan untuk memberikan ataupun meningkatkan pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan khususnya mengenai masalah-masalah perpajakan. Pada hakikatnya pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan berkaitan dengan kemampuan penalarannya.

Dengan kemampuan menalarnya, manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kekuatan manusia untuk tidak semata-mata tunduk kepada kodrat alam serta selalu sadar dan aktif berupaya untuk menjadikan dirinya beradaptasi terhadap sesuatu yang ada lingkungannya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu mengembangkan pengetahuan secara sistematis. Karena pengetahuan manusia memikirkan hal-hal baru memanfaatkan sumber daya, mengembangkan kebudayaan dan memberikan makna di dalam kehidupannya. Dengan pengetahuan maka manusia mampu menguasai dan mempengaruhi perilaku lain (Gordon, 1991:413 dalam Djazoeli Sadhani (1999)).

Dikaitkan dengan pengembangan tujuan belajar, terdapat tiga ranah (domain) yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (Bloom, 1979: 7


(27)

dalam Djazoeli Sadhani (1999)). Sedangkan menurut Woolfok (1998:482) dalam Djazoeli Sadhani (1999), ranah dapat dibagi ke dalam enam kelompok yaitu: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) penilaian.

Sementara itu mengenai definisi pajak, Soemitro (1982:13) dalam Djazoeli Sadhani (1999) mengemukakan bahwa pajak merupakan peralihan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan (tegenprestatie) yang secara langsung dapat ditunjukkan, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pendorong, penghambat, atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara. Selanjutnya apabila dikaitkan dengan kebijakan fiskal, dari segi mikro ekonomi pajak mengurangi income

individu, mengurangi daya beli, dan mengurangi kesejahteraan individu serta mengubah pola hidup Wajib Pajak. Hasil pajak selanjutnya digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.

Lebih lanjutnya Soemitro mengemukakan bahwa pajak mempunyai tujuan untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan maksud agar mempunyai dana untuk membiayai pengeluaran negara. Dalam hal ini pajak dikatakan mempunyai fungsi budgeter. Di samping itu pajak mempunyai fungsi mengatur (regulerend) yang berarti bukan semata-mata untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam


(28)

kas negara tetapi juga digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pajak juga mempunyai fungsi mengatur perekonomian negara termasuk juga inflasi.

Ditinjau dari kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang, pemungutan pajak di suatu negara dapat diklasifikasikan sebagai pajak pusat yaitu pajak-pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat dan pajak daerah yaitu pajak-pajak yang pemungutannya oleh pemerintah daerah.

Pajak-pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat meliputi : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pemungutan pajak-pajak tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 18 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah


(29)

diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perlolehan Hak atas Tanah dan Banguanan.

Di samping ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana disebutkan di atas, dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan sering terdapat utang pajak yang tidak dilunasi oleh Wajib Pajak sebagaimana mestinya, sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.

Pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Di sisi lain dengan makin meningkatnya jumlah pembayar pajak dan pemahaman akan hak dan kewajiban dalam melaksanakan kewajibannya maka dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak dapat dihindarkan timbulnya sengketa pajak yang memerlukan penyelesaian yang adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah dan sederhana. Pelaksanaanya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

Sebagai pelaksana Undang-Undang, karyawan Direktorat Jenderal Pajak khususnya Pemeriksa Pajak dituntut untuk memahami seluruh Undang-Undang tersebut di atas beserta peraturan pelaksanaannya, juga tentang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak serta akuntansi.


(30)

2. Jenis Pelatihan Teknis Perpajakan

Menurut Chairuddin Syah Nasution (2002:61) Berbagai Jenis pelatihan teknis perpajakan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk para pegawainya antara lain sebagai berikut:

a. Diklat Penyesuaian Tugas (DPT) Dasar II Perpajakan

Merupakan pelatihan yang ditujukan bagi pegawai dengan latar belakang pendidikan paling tinggi Sekolah Menengah Atas (SMA), yang telah memenuhi masa kerja tertentu atau telah memperoleh gelar kesarjanaan pada saat bekerja, untuk diangkat dalam sebuah jabatan struktural.

b. Diklat Penyesuaian Tugas (DPT) Dasar III Perpajakan

Merupakan pendidikan dan pelatihan perpajakan yang khusus diberikan bagi pegawai lulusan strata 1 dan 2 yang baru diterima bekerja pada Direktorat Jenderal Pajak melalui kebijakan penarikan pegawai baru. Setelah mengikuti DPT dasar III ini, barulah pegawai-pegawai tersebut ditempatkan pada unit-unit kerja lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Sementara untuk pegawai lulusan Program Diploma Perpajakan maupun Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan perpajakan pada masa kuliah, sehingga saat lulus kuliah mereka dapat langsung ditempatkan pada unit-unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.


(31)

c. Diklat Teknis Fungsional Pemeriksa Pajak

Merupakan pendidikan dan pelatihan perpajakan khusus yang diberikan kepada pejabat-pejabat atau pegawai yang diangkat jabatan fungsional pemeriksa pajak.

d. Diklat Teknis Substansi (DTS) I dan II Perpajakan

Merupakan pendidikan dan pelatihan teknis bagi pegawai honorer (setinggi-tingginya lulusan SMA) untuk diangkat sebagai pegawai tetap Direktorat Jenderal Pajak.

e. Diklat Teknis Pemeriksaan Lapangan

Merupakan pendidikan dan pelatihan teknis mengenai tata cara melakukan pemeriksaan pajak atau pegawai struktural.

Dari berbagai pelatihan teknis perpajakan di atas, dapat dilihat bahwa pelatihan tersebut diterapkan untuk seluruh pegawai dari seluruh latar belakang pendidikan. Dengan demikian Direktorat Jenderal telah mengusahakan semaksimal mungkin segala upaya untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan teknis perpajakan bagi pegawainya.

Selain itu ada hal yang perlu diperhatikan bagi pegawai pajak terutama pemeriksa pajak adalah Kemampuan Numerik. Pada hakikatrnya secara kemampuan (ability) manusia diciptakan tidak sama, ada yang memiliki kemampuan tinggi ada yang memiliki kemampuan rendah. Setiap manusia pasti mempunyai kekuatan dan kelemahan pada satu atau berbagai bidang aktivitas tertentu. Sebagai makhluk yang mampu mengelola lingkungan hidupnya maka kekuatan dan kelemahan manusia


(32)

pada masing-masing bidang dapat dioptimalisasikan dengan cara menempatkan individu dengan kemampuan tertentu pada bidang kerja yang tepat sesuai dengan kemampuannya itu.

Menurut Munandar (1992:17) dalam Djazoeli Sadhani (1999) kemampuan merupakan suatu daya untuk melakukan suatu tindakan yang merupakan hasil dari pembawaan atau latihan, karena itu kemampuan berfungsi menunjukkan bahwa seseorang dapat atau tidak dapat melakukan suatu aktivitas. Kemampuan bersama-sama dengan bakat menentukan adalah faktor utama yang menentukan prestasi kerja seseorang, sementara prestasi itu sendir antara lain ditentukan intelejensinya.

Sementara itu kemampuan intelektual merupakan suatu daya yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Terdapat tujuh dimensi yang menyusunnya yaitu (1) kemampuan numerik, (2) pemahaman verbal, (3) kecepatan perseptual, (4) penalaran induktif, (5) penalaran deduktif, (6) visualisasi ruang dan (7) memori (Robbins, 1990:86 dalam Djazoeli Sadhani, 1999).

Dengan demikian pengertian pelatihan teknis perpajakan dalam penelitian ini adalah upaya pengembangan SDM yang ditujukan bagi pegawai Direktorat Jenderal Pajak, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan teknis di bidang perpajakan, agar dapat menunjang pelaksanaan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.


(33)

B. Pengalaman

Pengalaman ialah pengetahuan dan keterampilan tentang sesuatu yang diperoleh lewat keterlibatan atau berkaitan dengannya selama periode tertentu. Secara umum, pengalaman menunjuk kepada mengetahui bagaimana atau pengetahuan prosedural, daripada pengetahuan proposisional. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman juga diketahui sebagai pengetahuan empirikal atau pengetahuan posteriori. Seorang dengan cukup banyak pengalaman di bidang tertentu dipanggil ahli (Wikipedia, 2007).

Pengalaman menunjukkan berapa lama seseorang telah berkarya dalam menerapkan keahliannya di masyarakat. Disamping pendidikan dan pelatihan, pengalamanlah yang memberikan gambaran nyata performance seseorang dalam meniti karirnya. Pengalaman membentuk seseorang menjadi bijaksana karena pengalaman yang diperolehnya baik pengalaman yang baik maupun yang buruk, karena dia pernah merasakan bagaimana fatalnya melakukan kesalahan, nikmatnya menemukan pemecahan masalah dan bagaimana memenangkan argumentasi serta kebanggaan yang telah memperoleh rezeki karena keahliannya tersebut (Bonner & Lewis, 1990; Farhan, 2004).

Oleh karena itu, Pemeriksa pajak yang mempunyai banyak pengalaman dalam jabatannya lebih mudah memecahkan masalah yang ditemukan, dibanding dengan yang sedikit pengalamannya.


(34)

C. Motivasi

Salah satu faktor terpenting dalam Manajemen Sumber Daya Manusia adalah bagaimana membangkitkan motivasi pegawai untuk dapat bekerja semaksimal mungkin. Dengan demikian suatu organisasi harus mampu untuk memberikan dorongan positif kepada pegawainya yang akan memacu motivasi pegawai yang bersangkutan untuk lebih berdaya guna dan memaksimalkan kinerjanya secara keseluruhan.

Banyak ahli yang mendefinisikan motivasi, salah satunya adalah Watne F. Cascio (1995) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) yang mendefinisikannya sebagai: "a force that result from an individual's a desire to satisfy there need (e.g. hunger, thirst and social approval)"

T. Hani Handoko (1995) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) mendefinisikan motivasi sebagai: "keadaaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan motivasi untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan organisasi".

Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa motivasi pada dasarnya merupakan keinginan pribadi seseorang untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan suatu hal yang bersifat timbal balik. Maksudnya adalah seorang akan termotivasi untuk melakukan suatu tindakan bila ada kebutuhan atau kepuasan yang telah terpenuhi seluruhnya atau sebagian. Motivasi ini juga sangat terkait dengan faktor internal yaitu faktor dari dalam diri seseorang itu sendiri, dan faktor eksternal yaitu faktor yang berbeda di lingkungan kehidupan atau pekerjaan seseorang.


(35)

Membicarakan motivasi pegawai dalam suatu organisasi, tidak terlepas dari keterkaitannya dengan masalah kepuasan kerja. Menurut Luthans (1995) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) dalam "Organizational Behaviour" ada lima hal yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:

1. Pembayaran, seperti gaji dan upah 2. Pekerjaan itu sendiri

3. Promosi Pekerjaan 4. Kepenyeliaan 5. Rekan sekerja

Dengan demikian apabila salah satu faktor di atas tidak terpenuhi, kemungkinan akan menimbulkan ketidakpuasan yang pada akhirnya akan mengurangi motivasi pegawai yang bersangkutan.

Dari berbagai teori mengenai motivasi, Husein Umar (2001) dalam Djazoeli Sadhani (1999) dalam "Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi" membagi teori Motivasi dalam dua kelompok besar yaitu Teori Kepuasan (Content Theory) dan Teori Proses (Process Theory).

1. Teori Motivasi Kepuasan

Teori ini didasarkan kepada faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu sehingga mereka mau melakukan aktivitasnya. Teori ini mencoba mencari tahu tentang kebutuhan apa yang dapat memuaskan dan dapat mendorong semangat kerja seseorang. Semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, maka semakin giat seseorang untuk bekerja. Teori Kepuasan ini antara lain:


(36)

a. Teori Motivasi Klasik dari Taylor

Menurut teori ini, motivasi pekerja hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja, yaitu untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup.

b. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow

Menurut teori ini kebutuhan dan kepuasan pekerja identik dengan kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa materil maupun non materil. Maslow kemudian membagi dalam lima kelompok kebutuhan yaitu kebutuhan faali (fisiologikal), rasa aman, sosial, harga diri, dan aktualisasi diri.

c. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg

Pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor pemeliharaan (gaji, kepastian pekerjaan, dll).Teori Dua Faktor ini disebut juga dengan konsep Higiene, yang mencangkup:

1) Isi pekerjaan - Prestasi - Pengakuan

- Pekerjaan itu sendiri - Tanggung Jawab

- Pembangunan potensi individu 2) Faktor Higiene


(37)

- Kondisi kerja

- Kebijakan dan administrasi organisasi - Hubungan antara pribadi

- Kualitas supervisi 2. Teori Motivasi Proses

Teori ini berusaha agar setiap pegawai mau bekerja giat sesuai harapan. Daya penggerak yang memotivasi semangat kerja terkandung dari harapan yang akan diperolehnya. Jika harapan menjadi kenyataan, maka pegawai cenderung akan meningkatkan kinerjanya. Yang termasuk dalam teori ini antara lain:

a. Teori Harapan dari Victor H. Vroom

Teori ini mengemukakan bahwa seseorang bekerja untuk merealisasikan harapan-harapannya dari pekerjaan tersebut.

b. Teori Keadilan

Teori ini mengemukakan bahwa keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Dengan demikian atasan harus bersikap adil terhadap semua bawahannya secara obyektif. c. Teori Pengukuhan

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi.

Dalam penelitian ini pengertian motivasi adalah suatu dorongan atau rangsangan yang membuat seseorang melakukan pekerjaan karena sebagai timbal balik dengan melakukan pekerjaan tersebut segala


(38)

kebutuhan hidup dan sosialnya akan terpenuhi. Dorongan atau rangsangan tersebut dapat berupa penghasilan yang memuaskan, penempatan kerja yang sesuai dengan keahlian keterampilan, dan pendidikan, lingkungan kerja dan sebagainya.

D. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Sasaran dan tujuan sebuah organisasi pada akhirnya adalah mencapai hasil yang semaksimalnya mungkin dengan segala sumber daya yang ada. Dengan demikian organisasi tersebut sedapat mungkin harus meningkatkan kinerjanya terutama kinerja sumber daya manusia yang ada guna mencapai sasaran dan tujuannya. Namun demikian keefektifan dan keefisienan kinerja sumber daya manusia juga tergantung pada organisasi itu sendiri, apakah menyerupai kejelasan misi, strategi dan tujuan. Bila arah organisasi secara keseluruhan jelas maka akan dapat ditentukan sejauh mana kinerja organisasi tersebut untuk mencapai tujuannya. Telah disebutkan pula bahwa masalah kinerja ini juga sangat tergantung dari masing-masing individu sumber daya manusia yang ada pada organisasi tersebut.

Sedarmayani dalam "Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja" (2001) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) mengemukakan pendapat dari August W.Smith (1982) yang menyatakan bahwa kinerja atau


(39)

"...output drive processes, human or otherwise".

Kinerja mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas organisasi yang tinggi. Dengan demikian penilaian atas kinerja merupakan hal yang sangat penting.

Dalam pengertian kinerja yang lain, menurut Ilyas (2002:7) dalam Yulita Arfiana (2008:38) kinerja adalah hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang mengaku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.

Pendapat lain dikemukakan oleh Tiffin dan Mc Cormick (1979) dalam Wicaksono (2002:25) bahwa individu yang berbeda akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Hal ini disebabkan kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable.

Individual variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya: kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi) misalnya: pelaksanaan, supervisi, iklim organisasi, hubungan dengan rekan kerja dan sistem pemberian imbalan atau kompensasi.


(40)

2. Standar Kinerja

Menurut Sedarmayani dengan mengutip pendapat dari L.R. Sayle dan Strauss (1947) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) menyatakan bahwa:

"Standar kinerja perlu dirumuskan guna dijadikan tolak ukur dalam mengadakan perbandingkan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan, kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada seseorang. Standar tersebut dapat pula dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan pertanggungajawaban terhadap apa yang telah dilakukan".

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa diperlukan suatu standar kerja dalam organisasi yang dapat digunakan sebagai alat penilaian terhadap kinerja pegawai.

M.T. Efendi Hariandja (2002) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) dalam "Manajemen Sumber Daya Manusia" menyatakan bahwa tujuan penilaian kinerja secara umum adalah:

"Untuk memberikan feedback kepada pegawai dalam upaya memperbaiki tampilan organisasi, dan secara khusus dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai kebijakan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan, dan lain-lain".

Menurut Suparihanto (1987) dikutip oleh Wicaksono (2002:26) dalam Yulita Arfiana (2008:39), standar kinerja adalah suatu alat ukur terhadap suatu perbandingan antara apa yang diharapkan atau ditargetkan dengan apa yang telah dilakukan sesuai dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan oleh seseorang. Standar kinerja dapat pula dijadikan sebagai alat pertanggung jawaban terhadap apa yang telah dikerjakan atau yang telah dilakukan.


(41)

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1979 tentang Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti dikutip Suprihanto dalam Wicaksono (2002:26) standar yang digunakan untuk mengukur kinerja seorang Pegawai Negeri Sipil adalah:

a. Kesetiaan, yang meliputi unsur kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian kepada Pancasila. Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah.

b. Prestasi kerja, adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. c. Tanggung jawab, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil

menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.

d. Ketaatan, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan tidak melanggar larangan yang ditentukan.

e. Kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya.


(42)

f. Kerjasama, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan.

g. Kepemimpinan, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok.

3. Aspek-Aspek Kinerja

Menurut Furtwengler (2002:86) dalam Yulita Arfiana (2008:40), aspek-aspek yang terdapat dalam kinerja meliputi:

a. Kecepatan

Kecepatan terkait dengan unsur-unsur tindakan pegawai mengindikasikan pemahaman mengenai pentingnya kecepatan dalam lingkungan persaingan, kemampuan melakukan pekerjaan dengan bagus, kemampuan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal dan kemampuan mencari cara untuk menyelesaikan pekerjaan rutin dengan lebih cepat. Kecepatan sangat penting bagi keunggulan bersaing perusahaan atau organisasi.

b. Kualitas

Kualitas tidak dapat dikorbankan dami kecepatan. Kualitas pekerjaan pegawai dapat dilihat dari beberapa unsur seperti: pegawai bangga terhadap pekerjaannya, pegawai melakukan pekerjaannya dengan


(43)

benar sejak awal dan pegawai mencari cara-cara untuk memperbaiki kualitas pekerjaannya.

c. Pelayanan

Aspek pelayanan dapat dilihat melalui hal-hal berikut: tindakan pegawai mengindikasikan pemahaman mengenai pentingnya melayani para pelanggan, pegawai menunjukkan keinginan untuk melayani orang lain dengan baik, pegawai merespon pelanggan dengan tepat waktu dan pegawai memberikan sesuatu lebih daripada yang diminta oleh pelanggan.

d. Nilai

Pemahaman mengenai nilai sangat penting dalam keputusan pembelian, penetapan sasaran, menyusun prioritas dan efektifitas kerja. Paling tidak ada dua hal yang tercakup dalam aspek nilai, yaitu: tindakan pegawai mengindikasikan pemahaman mengenai konsep nilai dan nilai merupakan sesuatu yang dipertimbangkan oleh pegawai dalam mengambil keputusan.

e. Keterampilan Interpersonal

Keterampilan interpersonal dapat ditinjau dari hal-hal, seperti: pegawai menunjukkan perhatian kepada perasaan orang lain, pegawai menggunakan bahasa yang memberi semangat kepada orang lain, pegawai bersedia membantu orang lain dan pegawai merayakan keberhasilan orang lain dengan tulus.


(44)

Hal ini mencangkup unsur-unsur antara lain: pegawai memiliki sikap

can do (yakin bahwa ia dapat melakukan apapun), pegawai mencari cara untuk menambah pengetahuan-pengetahuannya, pegawai mencari cara untuk memperbanyak pengalamannya dan pegawai realistis dalam mengukur kemampuannya.

g. Terbuka untuk berubah

Kondisi ini terkait dengan hal-hal berikut: pegawai bersedia menerima perubahan, pegawai mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas lama, tindakan pegawai mengindikasikan sifat ingin tahu dan pegawai memandang peran yang dilakukan sebagai peran yang berarti.

h. Kreativitas

Kreativitas pegawai dapat dilihat dari beberapa hal, seperti: kreativitas dalam pemecahan masalah, kemampuan melihat hubungan antara masalah-masalah yang kelihatannya tidak berkaitan, kemampuan untuk membuat konsep abstrak dan mengembangkannya menjadi konsep yang dapat diterapkan dan kemampuan menerapkan kreativitasnya dalam pekerjaan sehari-hari.

i. Keterampilan berkomunikasi

Ketarampilan berkomunikasi pegawai meliputi: penampilan gagasan logis dalam bahasa yang mudah dipahami, kemampuan menyatakan ketidaksetujuan tanpa menciptakan konflik, menulis dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tepat penggunaan bahasa yang bernada optimis.


(45)

j. Inisiatif

Inisiatif pegawai mencangkup hal-hal seperti: selalu bersedia membantu orang lain jika pekerjaannya telah selesai, ingin selalu terlibat dalam proyek baru, selalu berusaha mengembangkan keterampilannya di luar tempat kerja dan menjadi sumber gagasan untuk perbaikan kerja.

k. Perencanaan organisasi

Kemampuan perencanaan pegawai misalnya: selalu membuat jadwal personal, bekerja berdasarkan jadwal tersebut dan selalu memutuskan lebih dahulu pendekatan yang digunakan pada suatu tugas sebelum memulainya.

E. Pengukuran Kinerja

1. Pengertian Pengukuran Kinerja

Definisi yang tertuang dalam modul sosialisasi sistem akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah LAN & BPKP (2000) dalam Putra Adi Syani (2008:22) disebutkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi.

Pengukuran kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.


(46)

Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi keluaran atau penilaian dalam proses penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan (Bappeda Kabupaten Sleman, 2003:155) dalam Putra Adi Syani (2008:22).

2. Maksud Pengukuran Kinerja

a. Membantu memperbaiki kinerja Pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian pelayanan publik.

b. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.

c. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan (Mardiasmo, 2004:121)

3. Manfaat Pengukuran Kinerja

a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen

b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan c. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan

membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja


(47)

d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward and punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati

e. Sebagai alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi

f. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi

g. Membantu memahami proses kegiatan instansi Pemerintah

h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif (Mardiasmo, 2004:122)

4. Pengukuran Kinerja Organisasi Pemerintah

Menurut Putra Adi Syani (2008:24) Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.

Pengukuran kinerja dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja kegiatan yang dilakukan dengan memanfaatkan data kinerja yang diperoleh melalui data internal yang ditetapkan oleh instansi maupun data eksternal yang berasal dari luar instansi.

Pengumpulan data kinerja dilakukan untuk memperoleh data yang akurat, lengkap, tepat waktu, dan konsisten, yang berguna dalam pengambilan keputusan. Pengumpulan data kinerja untuk indikator kinerja kegiatan yang terdiri dari indikator-indikator masukan, keluaran dan hasil,


(48)

dilakukan secara terencana dan sistematis setiap tahun untuk mengukur kehematan, efektivitas, efisiensi, dan kualitas pencapaian sasaran. Sedangkan pengumpulan data kinerja untuk indikator manfaat dan dampak dapat diukur pada akhir periode selesainya suatu program atau dalam rangka mengukur pencapaian tujuan-tujuan instansi Pemerintah.

Pengukuran kinerja mencangkup kinerja kegiatan yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana tingkat capaian) dari masing-masing kelompok indikator kinerja kegiatan dan tingkat pencapaian sasaran instansi pemerintah yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana tingkat capaian) dan masing-masing indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana kerja. Pengukuran tingkat pencapaian sasaran didasarkan pada data hasil pengukuran kinerja kegiatan. Pengukuran kinerja tersebut dilakukan dengan menggunakan formulir Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) dan Formulir Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS).

Berdasarkan hasil-hasil perhitungan pengukuran kinerja kegiatan, dilakukan evaluasi terhadap pencapaian setiap indikator kinerja kegiatan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut tentang hal-hal yang mendukung keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan. Evaluasi bertujuan agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam rangka pencapaian misi, agar dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program.kegiatan dimasa yang akan datang.


(49)

Evaluasi kinerja dilakukan terhadap analisis efisiensi dengan cara membandingkan antara output dengan input baik untuk rencana maupun realisasinya. Evaluasi dilakukan pula pengukuran / penentuan tingkat efektivitas yang menggambarkan tingkat kesesuaian antara tujuan dengan hasil, manfaat, atau dampak. Evaluasi juga dilakukan terhadap setiap perebedaan kinerja yang terjadi, baik terhadap penyebab terjadinya kendala maupun strategis pemecahan masalah yang telah dan akan dilaksanakan.

Dalam melakukan evaluasi kinerja, perlu juga digunakan perbandingan-perbandingan antara lain:

a. Kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan. b. Kinerja nyata dengan kinerja tahun-tahun sebelumnya.

c. Kinerja suatu instansi dengan kinerja instansi lain yang unggul di bidangnya ataupun dengan kinerja sektor swasta.

d. Kinerja nyata dengan kinerja di negara-negara lain atau dengan standar internasional (Bappeda Kabupaten Sleman, 2003:155) dalam Putra Adi Syani (2008:26).

Kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan manajemen publik dewasa ini adalah ekonomi, efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas publik. Tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat mencangkup pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money, yaitu: ekonomis (hemat cermat), dalam pengadaan alokasi sumber daya, efisiensi (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya dalam arti


(50)

penggunaanya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan (maximizing benefits and minimizing costs) serta efektif (berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan dan sasaran (Mardiasmo, 2004:130).

5. Ekonomi

Ekonomi adalah hubungan antara pasar dan masukan (cost of input). Dengan kata lain, ekonomi adalah praktik pembelian barang dan jasa input dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik yang dimungkinkan (spending less). Pengertian ekonomi (hemat/tepat guna) sering disebut kehematan yang mencangkup juga pengelolaan secara hati-hati atau cermat (prudency) dan tidak ada pemborosan. Suatu kegiatan operasional dikatakan ekonomis bila dapat menghilangkan atau mengurangi biaya yang tidak perlu. Dengan demikian, pada hakekatnya ada pengertian yang serupa antara efisiensi dengan ekonomis, karena kedua-duanya mengehendaki penghapusan atau penurunan biaya (cost reduction). Terjadinya peningkatan biaya mestinya terkait dengan peningkatan manfaat yang lebih besar (Mardiasmo, 2004:131).

Pengukuran efektivitas hanya memperhatikan keluaran yang didapat, sedangkan pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan. Ekonomi merupakan ukuran relatif. Pertanyaan sehubungan dengan pengukuran ekonomi adalah:

a. Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh organisasi?


(51)

b. Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biya organisasi lain yang sejenis yang dapat diperbandingkan?

c. Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya secara optimal? (Mardiasmo, 2004:133).

6. Efisiensi

Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (spending well).

Efisiensi menurut Djazoeli Sadhani (1999) diartikan bahwa Efisiensi adalah suatu cara melakukan proses dan mendapatkan hasil yang diinginkan dengan jumlah input yang paling minimum. Selain itu pernyataan lain oleh Mondy dan Premeaux (1993:20) dalam Djazoeli Sadhani (1999) menjelaskan bahwa efisiensi adalah suatu cara untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari jumlah input yang paling minimum, atau dengan kata lain, bagaimana memanfaatkan suatu kapabilitas hasil produksi atau operasi yang diinginkan dengan menggunakan energi, waktu, uang, material dan input lain yang minimum.

Terdapat beberapa konsep efisiensi kinerja diantaranya dikemukakan oleh Mondy dan Premeaux (1993:20) dalam Djazoeli


(52)

Sadhani (1999)) yang menyatakan bahwa efisiensi adalah suatu cara untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari jumlah input yang paling minimum, atau dengan kata lain, bagaimana memanfaatkan suatu kapabilitas hasil produksi atau operasi yang diinginkan dengan menggunakan energi, waktu, uang, material, dan input lain yang minimum. Sementara itu Stoner dkk (1955:9) dalam Djazoeli Sadhani (1999) mengemukakan bahwa efisiensi merupakan suatu kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan benar sebagai suatu konsep input-output. Dengan demikian seorang pengelola dikatakan efisiensi jika mampu mencapai suatu prestasi berupa output atau hasil dengan memanfaatkan biaya seminimum mungkin. Efisiensi dikatakan meningkat apabila dengan menggunankan input yang sama diperoleh output yang lebih besar atau apabila output yang sama tetapi dengan menggunakan input yang lebih kecil (Robbins, 1997:45 dalam Djazoeli Sadhani (1999)).

Indikator efisiensi menggambarkan hubungan antara masukan sumber daya oleh suatu unit organisasi (misalnya: staff, upah, biaya, administratif) dan keluaran yang dihasilkan. Indikator tersebut menghasilkan informasi tentang konversi masukan menjadi keluaran (yaitu: efisiensi dari proses internal) (Mardiasmo, 2004:132).

Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input semakin besar output dibandingkan input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.

Efisiensi = Output Input


(53)

Penyebut atau input sekunder seringkali diukur dalam bentuk satuan mata uang. Pembilang atau output dapat diukur baik dalam jumlah uang ataupun satuan fisik. (catatan: efisiensi seringkali juga dinyatakan dalam bentuk input/output, dengan interprestasi yang sama dengan bentuk output/input, contoh: biaya per unit) (Mardiasmo, 2004:133).

Dikaitkan dengan organisasi maka efisiensi dapat digunakan sebagai salah satu alat ukur keberhasilan organisasi setara dengan tingkat keuntungan, keefektifan, kemampuan mengembangkan dan memuaskan karyawan (Harvey, 1982:18 dalam Djazoeli Sadhani (1999)). Dari uraian tersebut terkandung pengertian hubungan antara efisiensi dengan proses manajemen karena manajemen melalui keempat fungsinya yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian, pada dasarnya merupakan upaya untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan sumber daya manusia dengan selalu melibatkan alokasi dan pengendalian input seperti sumber daya uang, fisik, dan manusia.

Pada organisasi pemerintah pembahasan efisiensi kinerja umumnya dipusatkan pada efisiensi pemakaian sumber daya input yang dapat ditingkatkan secara optimal sekiranya penyediaan sumber pendukung dapat dipertahankan bersamaan dengan upaya untuk terus meningkatkan output. Sumber daya dan dana pemerintah bukan tak terbatas, maka diperlukan pengaturan dalam penggunaannya. Suatu hal yang terjadi di


(54)

hampir semua negara khususnya di negara-negara yang sedang berkembang.

Secara khusus peningkatan efisiensi kinerja dalam sistem pemerintahan mempunyai implikasi adanya pergeseran sikap dalam sikap pandang yang semula mengacu pada kegiatan (activity oriented) menjadi mengacu ke hasil (result oriented). Orientasi ke kegiatan ini berlaku umum di kalangan pemerintahan sehingga mengakibatkan tidak begitu dihiraukannya output, demikian pula tujuan serta komposisi output yang dihasilkan menjadi samar-samar dan di luar garis pandang.

Pemeriksa Pajak dapat digolongkan sebagai white collar employee. Menurut Lehrer (1983:2) dalam Djazoeli Sadhani (1999)) pekerja kerah putih mempunyai peran yang besar di dalam organisasi, tetapi hanya sedikit organisasi yang secara formal dan langsung melakukan peningkatan efisiensi dan produktivitas mereka. Padahal memberikan perhatian pada pekerja jenis ini akan berpengaruh pada efisiensi kinerja dan produktivitas organisasi keseluruhan.

7. Efektivitas

Pengertian efektifitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely). Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak


(55)

(outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu organisasi (Mardiasmo, 2004:132).

Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2004:134).

F. Pemeriksaan Pajak

1. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan, bahwa tujuan pemeriksaan pajak


(56)

adalah menetapkan jumlah pajak terutang. (Hanantha Bwoga, Yoseph Agus BBN dan Tony Marsyahrul, 2005:7).

2. Pengertian Pemeriksaan Pajak

Menurut Suandy (2005:209-210), pengertian umum pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak.

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir.

Pembahasan akhir hasil pemeriksaan (Closing Conference) adalah pembahasan yang dilakukan antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak atas temuan selama pemeriksaan, dan hasil bahasan temuan tersebut baik yang


(57)

disetujui maupun yang tidak disetujui dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak.

Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh pemeriksa pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dkumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan. Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.

Bukti permulaan adalah keadaan dan/atau bukti-bukti, baik berupa keterangan, tulisan, perbuatan, atau benda-benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana sedang atau telah terjadi yang dilakukan oleh wajib pajak yang dapat menimbulkan kerugian pada Negara. Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan pajak untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

Objek dari pemeriksaan adalah laporan keuangan Wajib Pajak yang menjadi dasar dari Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Pemeriksaan pajak adalah suatu kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam hal ini petugas pemeriksaan pajak (fiskus) terhadap Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakannya berdasarkan Undang-Undang pajak untuk berbagai tujuan.


(58)

Dalam melakukan pemeriksaan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mempunyai satu atau beberapa tujuan, misalnya untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Menurut UU No. 16 / 2000, selain tujuan yang disebutkan di atas, pemeriksaan juga mempunyai tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Secara eksplisit di dalam UU No. 16 / 2000 tidak dijelaskan tentang tujuan lain dari pemeriksaan tersebut. Tetapi dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 545 /KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, disebutkan tujuan lain dari pemeriksaan adalah sebagai berikut:

Tujuan pemeriksaan adalah untuk:

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan Kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam hal:

1) Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak,

2) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi, 3) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada

waktu yang telah ditetapkan,

4) Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak,


(59)

5) Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban Surat Pemberitahuan tidak dipenuhi.

b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka: 1) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan

2) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak

3) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 4) Wajib Pajak mengajukan keberatan

5) Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

6) Pencocokan data dan/atau alat keterangan

7) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil

8) Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai 9) Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

untuk tujuan lain selain angka 1 sampai angka 9. 4. Jenis Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak dapat dilakukan dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Jenis-jenis pemeriksaan menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-03/PJ.7/2001 tanggal 6 Juni 2001 tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan adalah sebagai berikut:

Jenis Pemeriksaan terdiri dari:

a. Pemeriksaan Rutin yaitu: pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubugan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya, dilakukan atas:


(60)

1) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang menyatakan Lebih Bayar,

2) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar,

3) Data prioritas dan atau alat keterangan

b. Pemeriksaan Kriteria Seleksi yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak tertentu berdasarkan skor otomatis secara komputerisasi

c. Pemeriksaan Khusus yaitu pemeriksaan yang dilakukan terutama terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya keterangan atau masalah yang berkaitan dengannya dilaksanakan terhadap:

1) Wajib Pajak yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan,

2) Wajib Pajak tertentu berdasarkan pengaduan masyarakat, termasuk melalui Kotak Pos 5000,

3) Wajib Pajak tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

d. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi yaitu pemeriksaan yang dilakukan atas cabang, perwakilan, pabrik, dan atau tempat usaha dari Wajib Pajak Domisili

e. Pemeriksaan Tahun Berjalan yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak (all taxes) dan untuk mengumpulkan data atau keterangan atas kewajiban pajak lainnya.

f. Pemeriksaan Bukti Permulaan yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

g. Pemeriksaan Lapangan yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat Wajib Pajak seperti kantor, pabrik, tempat usaha, tempat tinggal atau tempat lain yang diduga ada kaitannya dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak h. Pemeriksaan Kantor yaitu pemeriksaan yang dilakukan di

kantor Direktorat Jenderal Pajak.

i. Pemeriksaan Terintegrasi yaitu pemeriksaan yang dilaksanakan dengan pertukaran data dan informasi dari para Wajib Pajak terperiksa yang terdapat hubungan yang terintegrasi seperti Wajib Pajak Domisili dengan Wajib Pajak Lokasi atau dari Wajib Pajak-wajib pajak terperiksa yang ada hubungan usaha dan finansial.

Menurut Gunadi (2005), Kebijakan pemeriksaan pajak yang diterbitkan tahun 2003 adalah kebijakan yang bersifat komprehensif yang


(61)

mengatur seluruh prosedur pelaksanaan pemeriksaan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak (UP3). Kebijakan yang komprehensif tersebut diharapkan membuat pelaksanaan pemeriksaan menjadi lebih efektif dan efisien, meningkatkan kinerja pemeriksaan, memberikan deterrent effect

terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan meningkatkan penerimaan Negara dari sektor pajak. Peningkatan kualitas pemeriksaan merupakan merupakan tujuan utama yang dicanangkan DJP untuk tahun 2003. Refleksi kualitas pemeriksaan diukur dengan semakin tingginya tingkat kolektibilitas hasil pemeriksaan (outcome).

Sedangkan menurut sifat dan caranya, maka pemeriksaan pajak dapat dibagi menjadi:

a. Pemeriksaan Lengkap

Adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat Wajib Pajak, meliputi seluruh jenis pajak dan/atau tujuan lain baik tahun berjalan dan/atau tahun sebelumnya dengan melakukan teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya, dan biasanya dilakukan oleh Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan baik tingkat pusat, Kantor Wilayah atau di tingkat Daerah.

b. Pemeriksaan Sederhana

Pemeriksaan Sederhana dapat dilakukan:

1) Di Lapangan, meliputi seluruh jenis pajak dan/atau tujuan lain baik tahun berjalan atau tahun sebelumnya yang dilakukan dengan teknik, bobot dan kedalaman yang sederhana.


(62)

2) Di Kantor, meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan yang dilakukan dengan teknik, bobot dan kedalaman yang sederhana. Pemeriksaan sederhana kantor biasanya dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (Hardi, 2003:15)

5. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan

Menurut Suandy (2006:62) Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari:

a. Pemeriksaan lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak.

b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

Pemeriksaan lapangan dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana. Pemeriksaan kantor hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana.

Pemeriksaan lengkap dilaksanakan dalam jangka waktu 2 bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 bulan. Pemeriksaan Esperanto lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu 1 bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 bulan.

Pemeriksaan sederhana kantor dilaksanakan dalam jangka waktu 4 minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 minggu. Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan kantor ditemukan indikasi adanya transaksi


(63)

yang mengandung unsur transfer pricing, maka lingkup pemeriksaan ditingkatkan menjadi pemeriksaan lapangan.

Pemeriksaan lapangan berkenaan dengan ditemukannya indikasi unsur transfer pricing, yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun. Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan paling lama 2 tahun ini tidak berlaku dalam hal pemeriksaan yang dilaksanakan berkenaan dengan Surat Pemberitahuan yang menyatakan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

6. Norma dan Pedoman Pemeriksaan

Menurut Suandy (2006:63) Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada norma pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak, pemeriksaan, dan Wajib Pajak. Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam rangka pemeriksaan lapangan adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksa pajak harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan pada waktu melakukan pemeriksaan,

b. Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan pemeriksaan kepada wajib pajak,

c. Pemeriksa pajak wajib memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak,


(64)

d. Pemeriksa pajak wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa,

e. Pemeriksa pajak wajib membuat laporan pemeriksaan pajak,

f. Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak,

g. Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada wajib pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,

h. Pemeriksa pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari wajib pajak paling lama 14 hari sejak selesainya pemeriksaan,

i. Pemeriksa pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka pemeriksaan.

Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksa pajak dalam rangka pemeriksaan kantor adalah sebagai berikut:


(65)

1) Pemeriksa pajak, dengan menggunakan surat panggilan yang ditandatangani oleh Kepala Kantor yang bersangkutan, memanggil wajib pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk dalam rangka pemeriksaan,

2) Pemeriksa pajak wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa,

3) Pemeriksa pajak wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak,

4) Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan,

5) Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,

6) Pemeriksa pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 7 hari sejak selesainya pemeriksaan,

7) Pemeriksa pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan.


(1)

PENGUJIAN VALIDITAS KINERJA (Y)

No JAWABAN PERTANYAAN

Responden P35 P36 P37 P38 P39 P40 P41 P42 P43 P44 P45 P

R1 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4

R2 4 4 3 4 5 5 4 4 4 3 4

R3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4

R4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4

R5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

R6 3 3 4 5 4 4 4 4 4 4 4

R7 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3

R8 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3

R9 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4

R10 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3

R11 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5

R12 3 3 3 5 5 5 5 5 5 5 3

R13 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4

R14 4 4 4 4 4 3 3 4 2 3 4

R15 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

R16 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

R17 5 5 5 5 5 4 4 2 2 4 4

R18 4 4 4 4 4 4 4 2 2 3 4

R19 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

R20 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

R21 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

R22 4 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4

R23 4 4 2 4 4 4 4 1 2 4 4

R24 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

R25 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3

R26 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 5

R27 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4

R28 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3

R29 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3

R30 4 4 4 3 2 4 4 3 3 4 4

R31 4 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3

R32 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4

R33 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4

R34 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4

R35 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4

R36 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4

R37 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

R38 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2

R39 4 4 4 5 5 4 4 3 3 4 4

R40 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4

R41 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3

R42 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4


(2)

Korelasi 0.685 0.685 0.797 0.735 0.567 0.749 0.829 0.839 0.839 0.647 0.829 0. (r

Hitung)-TO

Nilai

Korelasi 0.580 0.573 0.633 0.633 0.660 0.765 0.794 0.652 0.707 0.647 0.522 0 (r Hitung)-R

Nilai Korelasi (r

Tabel)-TO

Nilai Korelasi (r Tabel)-R

1 Nilai

Korelasi V V V V TV V V V V V V

(r Tabel)-TO

Nilai

Korelasi V V V V V V V V V V V


(3)

No Total No Total Responden Keseluruhan Responden Keseluruhan

R1 182 R22 212

R2 210 R23 211

R3 180 R24 199

R4 196 R25 198

R5 250 R26 225

R6 194 R27 187

R7 194 R28 190

R8 199 R29 192

R9 188 R30 183

R10 186 R31 195

R11 235 R32 196

R12 218 R33 188

R13 201 R34 190

R14 179 R35 209

R15 214 R36 209

R16 210 R37 238

R17 211 R38 214

R18 178 R39 204

R19 170 R40 199

R20 200 R41 199


(4)

Lampiran 5 : Output Korelasi Pearson SPSS Riset

HASIL KORELASI PEARSON

Correlations

Correlations

Correlations

1 .589** .538** .346*

. .000 .000 .025

42 42 42 42

.589** 1 .336* .393*

.000 . .030 .010

42 42 42 42

.538** .336* 1 .595**

.000 .030 . .000

42 42 42 42

.346* .393* .595** 1

.025 .010 .000 .

42 42 42 42

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pelatihan_Teknis Pengalaman Motivasi Kinerja Pelatihan_

Teknis Pengalaman Motivasi Kinerja

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *. Correlations 1 .550** . .000 42 42 .550** 1 .000 . 42 42 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N PT_P_M Kinerja PT_P_M Kinerja

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(5)


(6)