Tingkat Ketelitian Interpretasi Citra Ikonos Untuk Kajian Pemetaan Ruang Terbuka Hijau.

commit to user daerah selain adanya sarana pemberhentian, seperti pasar dan terminal. Peningkatan berbagai aspek ekonomi menuntut peningkatan di bidang transportasi, khususnya peningkatan jalan. Panjang jalan di Kota Surakarta pada tahun 2006 mencapai 675,86 kilometer. Selain jalan dan terminal pemberhentian adapula moda yang perlu diperhitungkan. Moda transportasi secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Jumlah kendaraan yang ada di Kecamatan Banjarsari dapat dilihat dalam Tabel 14. Tabel 14. Jumlah Kendaraan di Kecamatan Banjarsari Jenis Kendaraan Macam Kendaraan Jumlah Unit 1. Kendaraan Bermotor 1. Truk 133 14.4 2. Bus 172 18.7 3. Mobil pribadi 5.827 0.6 2. 4. Sepeda motor 23.158 2.5 3. 5. Angkutan Kota 285 31.0 4. 6. Taxi 60 6.5 5. Kendaraan Tidak Bermotor 1. Sepeda 16.924 1.8 6. 2. Becak 1.926 0.2 7. 3. Dokar dan andong 22 2.3 4. grobak dorong 199 21.6 Jumlah 918.835 100 Sumber: Kecamatan Banjarsari dalam angka 2007.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Tingkat Ketelitian Interpretasi Citra Ikonos Untuk Kajian Pemetaan Ruang Terbuka Hijau.

a. Hasil Interpretasi Citra Ikonos Data penggunaan lahan di Kecamatan Banjarsari diperoleh dari interpretasi Citra Ikonos tahun 2003. Interpretasi Citra adalah proses mengenali dan mengkaji suatu obyek atau fenomena yang terjadi di suatu wilayah, dengan maksud untuk mendapatkan informasi mengenai obyek, fenomena ataupun wilayah itu sendiri. Luasan terkecil yang tergambarkan pada penelitian ini adalah 4,24 ha. Sejauh ini satelit komersial paling unggul yang memotret bumi adalah 50 commit to user IKONOS. Jarak fokusnya 10 meter, sehingga hasil pemotretannya tajam. Hasil dari pemotretan Satelit Ikonos dimanfaatkan oleh Google Earth untuk disajikan kepada setiap mereka yang membuka website tersebut. Dalam penelitian ini Citra Ikonos diperoleh dari website Google Earth pemotretan tahun 2003, mencakup semua wilayah Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Obyek dalam Citra dapat dikenali melalui delapan unsur interpretasi yang berupa rona atau warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs dan asosiasi. Dari interpretasi yang telah dilakukan diperoleh beberapa penggunaan lahan sebagai berikut: a Lahan permukiman : merupakan suatu lahan dengan segala kelengkaan yang digunakan oleh manusia sebagai tempat tinggal baik sementara atau permanen. Pada Citra Ikonos tampak jelas tergambar dengan warna yang sebenarnya di lapangan, pola yang tidak teratur dan cenderung bergerombol, berbentuk persegi, persegi panjang atau kumpulan dari keduanya. Bertekstur kasar dan adanya asosiasi dengan jalan. Gambar 6. Tampilan penggunaan lahan untuk pemukiman di daerah Manahan pada Citra Ikonos. commit to user Gambar 7. Tampilan penggunaan lahan untuk pemukiman di daerah Gilingan pada Citra Ikonos b Lahan persawahan merupakan lahan yang diusahakan oleh manusia dengan tanaman musiman yang menghasilkan bahan baku makanan dan bahan baku industri. Persawahan pada Citra Ikonos tampak dengan warna hijau kecoklatan bahkan pada beberapa tempat menunjukkan hijau yang lebih pekat. Hal ini memperlihatkan perbedaan usia tanaman padi. Pada warna yang gelap menunjukkan bahwa padi masih muda dan memerlukan pengairan yang lebih banyak, sementara pada tanaman yang lebih tua umurnya warnanya lebih cerah karena suplai air mulai berkurang. Perbedaan ini lebih diakibatkan pada daya pantul air terhadap cahaya yang dipantulkan pada saat pemotretan. Bentuk yang berpetak - petak dengan ukuran yang tidak sama, bertekstur halus, cenderung seragam untuk satu petak tetapi berbeda dengan petak yang lain. Sawah berasosiasi dengan sungai dan saluran irigasi commit to user Gambar 8. Tampilan penggunaan lahan untuk sawah di daerah Banyuanyar pada Citra Ikonos Gambar 9. Tampilan penggunaan lahan untuk sawah di daerah Sumber pada Citra Ikonos c Tegal merupakan suatu lahan yang ditanami dengan tanaman keras, berumur panjang dan hanya mengandalkan air hujan untuk perngairannya. Tampak hampir sama dengan persawahan tetapi ronanya lebih cerah, bentuk dan polanya tidak teratur dan jarang terlihat berpetak- petak. Tegal berasosiasi dengan persawahan dan kebun. commit to user Gambar 10. Tampilan Penggunaan Lahan Untuk Tegalan di Daerah Kadipiro Pada Citra Ikonos Gambar 11. Tampilan Penggunaan Lahan Untuk Tegalan di Daerah Kadipiro Pada Citra Ikonos d Kebun merupakan lahan yang diusahakan dengan tanaman semusim, tidak berumur panjang dan bermacam-maacam tanaman dalam satu kali masa tanam. Pada Citra Ikonos kenampakannya hampir sama dengan warna persawahan, pola yang teratur, bertekstur halus seperti beludru dan berasosiasi dengan pemukiman. 54 commit to user Gambar 12. Tampilan Penggunaan Lahan Untuk Kebun di Daerah Kadipiro Pada Citra Ikonos Gambar 13. Tampilan Penggunaan Lahan Untuk Kebun di Daerah Banyuanyar Pada Citra Ikonos e Lahan terbuka merupakan lahan tertentu yang belumtidak digunakan untuk pembangunan ataupun budidaya tanaman tertentu sehingga ronanya cerah, teksturnya halus, bentuk dan polanya tidak teratur. 55 commit to user Tampilan Penggunaan Lahan Untuk Lahan Kosong di daerah Punggawan pada Citra Ikonos commit to user b. Uji Ketelitian Interpetasi Citra Ikonos Untuk menguji tingkat keakuratan hasil interpretasi dan mengetahui seberapa besar peranan citra Ikonos didalam memberikan informasi untuk kajian luasan ruang terbuka hijau serta untuk mengetahui kemampuan interpreter dalam melakukan interpretasi maka dilakukan uji ketelitian di lapangan. Uji ketelitian interpretasi merupakan proses membandingkan antara hasil interpretasi dengan kondisi nyata di lapangan melalui kerja lapangan Sutanto; 1987:177. Uji ketelitian sangat penting untuk dilakukan sebelum peneliti menuju ketahap berikutnya. Tahap pertama identifikasi obyek dengan memperhatikan delapan unsur interpretasi. Tahap kedua setelah identifikasi obyek adalah kerja lapangan dengan tujuan untuk meyakinkan dan menguji kebenaran hasil interpretasi citra Ikonos. Pengambilan sampel dalam pekerjaan teknik penginderaan jauh dilakukan dengan acak dengan pertimbangan mewakili semua bentuk penggunaan lahan, daerah 57 commit to user mudah dijangkau dan lokasi yang diuji mudah untuk dikenali. Selanjutnya akan dilakukan uji interpetasi atau ketepatan hasil interpretasi. Penelitian ini menggunakan citra ikonos tahun 2003. Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan peneliti mengacu pada peta dan catatan yang ada. Langkah pertama dalam pengujian ketepatan interpretasi adalah melihat homogenitas rona dan pola. Sebagai data pembanding adalah Peta Rupa Bumi dari BAKOSURTANAL dan informasi dari masyarakat sekitar. Citra Ikonos dapat digunakan sebagai masukan data apabila rerata benar 80 dan rerata komisi 20 . Dari lapangan diperoleh rerata ketelitian 96 dan rerata komisi 0,4 , jadi hasil interpretasi Citra Ikonos dapat digunakan untuk data masukan untuk pemetaan ruang terbuka hijau di Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Untuk lebih jelasnya tabel kontingensi uji ketelitian disajikan sebagai berikut: Tabel 15. Kontingensi Untuk Uji Ketelitian Karakteristik Uji Lapangan Total Interpretasi Total Kesalahan A B C D E F G H Interpretasi A’ 24 24 B’ 26 1 27 1 C’ 1 5 6 1 D’ 1 12 13 1 E’ 2 41 1 44 3 F’ 2 2 G’ 1 1 H’ 2 2 Total Lap 25 29 6 12 41 2 1 3 119 6 benar 0,96 0,89 0,83 1 1 1 1 0,6 91 komisi 0,04 0,10 0,16 0,3 9 Sumber: Cek lapangan dan perhitungan Keterangan: A= Permukiman E= Lahan Terbuka B= Sawah F= Kuburan C= TegalanKebun G= Taman Kota 58 commit to user D= Bangunan Industri H= Lapangan Olahrag Ketelitian seluruh hasil interpretasi lahan adalah: commit to user commit to user a. Ketelitian = 91 100 8 6 , 1 1 1 1 83 , 89 , 96 , = × + + + + + + + commit to user commit to user b. Komisi = 09 100 8 3 . 16 , 10 . 04 . = × + + + + + + + Dari hasil perhitungan diatas diperoleh ketelitian citra Ikonos yang digunakan mencapai 91 dan tingkat kesalahan 09, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil interpretasi sebagian besar cocok dengan kondisi di lapangan sehingga hasil interpretasi citra ikonos mampu digunakan untuk pemetaan ruang terbuka hijau di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. 2 Distribusi Spasial Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Banjarsari . Dinamika masyarakat yang terjadi ada suatu daerah akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan dan perkembangan daerah tersebut baik secara lambat maupun cepat. Perubahan dan perkembangan tersebut dapat terjadi baik secara fisik atupun non fisik. Perubahan secara non fisik bisa berupa adanya pergeseran budaya, adat istiadat dan juga perilaku masyarakat sedangkan perubahan fisik dapat dilihat dengan adanya perkembangan dan perubahan baik secara kualitas maupun kuantitas fasilitas masyarakat. Perubahan ini terjadi berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain baik secara kualitas, kuantitas maupun waktu terjadinya. Secara keseluruhan luas daerah penelitian adalah 1.481,10 Ha. Pada tahun 2007 penggunaan lahan terbesar di Kecamatan Banjarsari adalah untuk lahan pemukiman. yaitu seluas 1.294,20. Pemukiman ini tersebar di 13 kelurahan yang ada baik berupa perkampungan ataupun berupa kompleks perumahan. Penggunaan lahan terbesar kedua adalah untuk lahan pertanian. Lahan pertanian terbesar pertama adalah untuk persawahan sebesar 144,102 Ha. Penggunaan lahan untuk pertanian yang lain adalah untuk tegalan seluas 15,197 Ha, sedangkan untuk lahan perkebun seluas 18,518 Ha. Lahan untuk kebun terutama untuk tanaman cabe, kacang panjang, kangkung dan tomat. Penanamannya lebih sering dilakukan secara tumpangsari, dilakukan pada awal musim penghujan sebelum lahan ditanami padi ataupun diakhir musim penghujan. Penanaman ini dilakukan karena tanaman - tanaman tersebut tidak begitu memerlukan air. Lapangan olahraga 20,843 Ha terdapat di Kelurahan Manahan, yang 41 commit to user merupakan gelanggang olahraga terbesar di Kota Surakarta. Lahan kosong seluas 49,664 Ha sebagian merupakan areal pertanian yang belum ditanami, menganggur bero, akan tetapi sebagian juga merupakan tanah pemukiman yang difungsikan sebagai lapangan olahraga. Sedangkan penggunaan lahan terkecil atau memiliki luas paling sempit adalah berupa taman kota yang memiliki luas 2.227 Ha, bangunan industri memiliki luas 6.510 Ha. Untuk lebih jelasnya penggunaan lahan di Kecamatan Banjarsari tahun 2007 dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 16. Luas Penggunaan Lahan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2007 Sumber : Hasil Interpretasi Citra Ikonos Penggunaan lahan merupakan bentuk intervensi manusia atas sumberdaya alam yang ada. Penggunaan lahan yang ada menunjukkan kegiatan manusia sebagai penduduk yang tinggal pada suatu wilayah. Penggunaan lahan merupakan bentuk penguasaan manusia atas lahan dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya. Secara makro, perkembangan tata ruang di Kecamatan Banjarsari dicirikan sebagai daerah transisi dari kegiatan perumahan dan pertanian menjadi daerah kegiatan komersial, beberapa daerah perumahan tersebut semakin tinggi intensitasnya sehingga menjadi kampung padat atau berubah fungsi tergeser pada kegiatan komersial dan dunia usaha. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman No Penggunaan Lahan Luas Ha 1 Bangunan industri 6.510 2 Kebun 18.518 3 Kuburan 19.576 4 Hutan kota 49.664 5 Lapangan olahraga 20.843 6 Pemukiman 1294.208 7 Sawah 144.102 8 Taman kota 2.227 9 Tegalan 15.197 TOTAL 1570.845 commit to user perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan perekonomian. Berdasarkan kriteria tersebut, Kecamatan Banjarsari termasuk dalam kawasan perkotaan. Susunan fungsi kawasan penggunaan lahan Kecamatan Banjarsari terbagi menjadi perumahan atau pemukiman, perusahaan atau industri, tanah kosong, tegalan, sawah, kuburan, lapangan olahraga, taman kota, dan lain – lain. Penggunaan lahan tersebut digolongkan menjadi dua jenis yaitu lahan yang telah terbangun atau Build Up Area dan lahan yang belum terbangun atau lahan kosong Open Speace. Berikut ini adalah luas lahan yang telah terbangun baik pemukiman maupun bangunan – bangunan industri ataupun jasa, dengan luas lahan yang belum terbangun atau dapat disebut lahan terbuka yang berupa lahan persawahan, kebun, tegalan. Lapangan olahraga, taman kota, kuburan yang terdapat di setiap kelurahan di Kecamatan Banjarsari. 1. Kelurahan Kadipiro Kelurahan Kadipiro merupakan kelurahan paling utara di Kecamatan Banjarsari, ke arah utara berbatasan dengan Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar dan Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali, ke arah timur berbatasan dengan Desa Plesung dan Kelurahan Mojosongo. Luas Kelurahan Kadipiro adalah 508,80 Ha atau 34,35 dari keseluruhan luas Kecamatan Banjarsari yaitu 1.481,10 Ha, sehingga Kelurahan Kadipiro merupakan kelurahan yang paling luas dibandingkan 13 Kelurahan lain yang ada di Kecamatan Banjarsari. Luas ruang terbuka hijau di Kelurahan Kadipiro mencapai 120,45 Ha, terdiri dari sawah irigasi, tegalan atau kebun dan kuburan, selebihnya merupakan bentuk penggunaan lahan berupa pemukiman dan bangunan industri yang memilki luas 388,35 Ha, maka di Kelurahan Kadipiro penggunaan lahannya didominasi oleh pemukiman dan industri. Di Kelurahan Kadipiro memiliki sektor industri paling banyak bila dibandingkan dengan kelurahan lain yang ada di Kecamatan Banjarsari. 2. Kelurahan Banyuanyar Luas Kelurahan Banyuanyar adalah 125,00 Ha. Penggunaan lahan di Kelurahan Banyuanyar masih didominasi untuk pemukiman dengan luas lahan 85,75 Ha dari keseluruhan luas Kelurahan Banyuanyar. commit to user Selebihnya merupakan ruang terbuka hijau berupa sawah irigasi dan lahan kosong berupa lapangan olahraga kampung setempat yang memilki luas 39,25 Ha. Kelurahan Banyuanyar sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar , sebelah utara berbatasan dengan desa sawahan dan Kecamatan Ngemplak. Di Kelurahan Banyuanyar tidak banyak terdapat bangunan induatri. 3. Kelurahan Nusukan Kelurahan Nusukan merupakan daerah padat pemukiman, semua wilayah Kelurahan Nusukan didominasi oleh pemukiman, bahkan tidak ada lahan kosong berupa sawah irigasi maupun tegalan. Ruang terbuka hijau yang ada di Kelurahan Nusukan berupa lapangan olahraga, kuburan dan beberapa lahan tidak terbangun di pinggiran Sungai Pepe yang membatasi kelurahan nusukan dengan kelurahan gilingan. Dari keseluruhan luas Kelurahan Nusukan yaitu 206,30 Ha, luas pemukiman di kelurahan nusukan mencapai 193,41 Ha, selebihnya merupakan ruang terbuka hijau yang memiliki luas 12,89 Ha. Kelurahan Nusukan merupakan kelurahan terluas kedua setelah kelurahan Kadipiro. 4. Kelurahan Sumber Luas Kelurahan Sumber adalah 133,30 Ha. Hampir sama dengan kelurahan – kelurahan lain yang terdapat di Kecamatan Banjarsari, bahwa penggunaan lahannya didominasi untuk pemukiman. Luas pemukiman atau lahan terbangun di Kelurahan Sumber adalah 105,12 Ha, sedangkan ruang terbuka hijau yaitu berupa sawah irigasi dengan luas 28,18 Ha. 5. Kelurahan Manahan Kelurahan ini terletak di ujung barat Kecamatan Banjarsari yang berbatasan dengan Kartasura, sehingga arus mobilisasi penduduk dari dan ke Kartasura cukup mudah. Hal ini ditambah lagi dengan adanya jalan nasional yang menghubungkan Solo – Jogja – Surabaya, dan jalan yang ada dalam kondisi baik. Luas lahan terbuka di Kelurahan Manahan adalah 17,20 Ha, terdiri lahan kosong dan lapangan olahraga yang merupakan lapangan olahraga terbesar yang ada di Kota Surakarta yaitu Gelora Manahan. Selebihnya commit to user Gambar 17. Tugu Stadion Manahan merupakan lahan yang digunakan untuk pemukiman dan industri yang mencapai luas 110,80 Ha. Gambar 16. Stadion Manahan 6. Kelurahan Gilingan. Lahan sawah dan tegalan tidak terdapat di sini, hanya terdapat pemukiman dan industri dan beberapa lahan terbuka yang tidak digunakan untuk apapun, sebagian ruang terbuka tersebut terletak di sekitar pinggiran rel kereta api. Luas ruang terbuka hijau yang ada di Kelurahan Gilingan mencapai 9,31 Ha. Untuk lahan pemukiman mencapai luas 117.89 Ha. dhgt251647488fBehindDocument0fIsButton1fPseudoInline0fLayoutInCel l1 commit to user Gambar 20. Citra Ikonos placeTaman Air Kalianyar 7. Kelurahan Mangkubumen Kelurahan Mangkubumen memiliki luas administrasi 79,70 Ha, dengan jenis penggunaan lahan yang tidak bervariasi, hanya terdapat beberapa jenis penggunaan lahan seperti lapangan olahraga, lahan kosong serta pemukiman. Seperti halnya kelurahan – kelurahan lain yang terdapat di Kelurahan Mangkubumen , pemukiman merupakan penggunaan lahan yang paling luas yaitu 73,45 Ha, sedangkan ruang terbuka hijau 6,25 Ha. Tidak ada komplek industri di Kelurahan Mangkubumen. 8. Kelurahan Kestalan Kelurahan Kestalan merupakan salah satu kelurahan dengan perkembangan yang lumayan cepat. Luas Kelurahan Kestalan adalah 20,80 Ha, atau 1.40 dari keseluruhan luas Kecamatan Banjarsari, itu berarti kelurahan yang paling sempit di antara kelurahan yang lain yang ada di Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Lahan terbangun yang ada di Kelurahan Kestalan berupa lahan pemukiman dan tidak ada bangunan industri. Luas lahan terbangun di Kelurahan Kestalan adalah 20,28 Ha, sedangkan ruang terbuka hijau di Kelurahan Kestalan seluas 0,52 Ha berupa lahan kosong yang terdapat di sekitar stasiun balapan yang memang di kosongkan untuk penempatan bantaran rel kereta api serta untuk mengantisipasi pembangunan jalur 46 commit to user ganda rel kereta api yang menggunakan keseluruhan luas lahan yang dimiliki oleh Perusahaan Jawatan Kereta Api PJKA. 9. Kelurahan Punggawan Kelurahan Punggawan terletak di bagian selatan dari Kecamatan Banjarsari. Bagian timur berbatasan dengan Kelurahan Ketelan, Bagian barat berbatasan dengan Kelurahan mangkubumen, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Timuran. Dilihat dari interpretasi Citra Ikonos Kelurahan Punggawan tidak terdapat lahan terbuka yang cukup luas, namun hanya terdapat ruang terbuka hijau yang tidak terlalu luas sehingga tidak tergambar pada tampilan Cita Ikonos yang di interpretasi dengan skala 1: 35.000. Dengan begitu berarti di Kelurahan Punggawan hanya terbapat lahan tertutup yang berupa lahan pemukiman dengan luas 36,00 Ha dan merupkan salah satu kelurahan yang paling padat penduduk di Kecamatan Banjarsari. 10. Kelurahan Setabelan Diantara kebuabelas kelurahan yang ada di Kecamatan Banjarsari, kelurahan satu – satunya yang memiliki taman Kota yang cukup luas adalah Kelurahan Setabelan, yaitu Taman Monumen 45. Kelurahan Setabelan tidak terdapat komplek industri tetapi hanya terbadapat lahan pemukiman yang mencapai luas 25,22 Ha, selebihnya merupakan ruang terbuka hijau yang memiliki luas 2,48 Ha berupa taman kota dan sedikit lahan kosong yang digunakan untuk lapangan sepakbola warga sekitarnya. Taman Kota yang terdapat di Kelurahan Setabelan memang sekarang telah dikelola dan diurus dengan baik. Apabila melihat ke belakang empat sampai lima tahun yang lalu, taman kota ini merupakan tempat jual beli barang – barang bekas dan onderdil kendaraan bermotor yang di kenal dengan sebutan pasar legi. Tetapi sekarang Pemerintah Daerah Surakarta telah menertibkan hunian atau lapak – lapak liar yang ada di komplek taman kota tersebut dan direlokasi ke Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon. commit to user Gambar 21. placeTaman Monumen 45 11. Kelurahan Ketelan Tahun 2008, Kelurahan Ketelan dijamin bersih dari hunian liar. Itulah target yang dicanangkan oleh Kelurahan Ketelan, sebagai kelanjutan dari program penataan lingkungan kumuh menjadi Rumah Layak Huni RLH. Kebanyakan hunian liar ini dibangun di dekat bantaran sungai. Terdapat sekitar 44 RLH yang dibangun di Kelurahan Ketelan. Dari total jumlah penduduk Ketelan sekitar 4.000 jiwa, sebanyak 400 KK miskin 48 commit to user yang membutuhkan sentuhan program Rumah Layak Huni. Kelurahan Ketelan memiliki luas 25,00 Ha. Terdapat penggunaan lahan pemukiman dengan luas lahan mencapai 23,82 Ha dan terdapat juga ruang terbuka hijau yang tidak di berdayakan untuk ekonomi dan pertanian, dengan luas 2,48 Ha. 12. Kelurahan Timuran Kelurahan Timuran sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Serengan, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sriwedari. Kelurahan Timuran memiliki luas kurang lebih 31,50 Ha yaitu 2,12 dari Keseluruhan luas Kecamatan Banjarsari, dan merupakan salah satu kelurahan yang padat penduduk. Hal ini terbukti dari luasan lahan untuk pemukiman yaitu mencapai 29,04 Ha, sedangkan ruang terbuka hijau hanya memiliki luas 2,76 Ha yang berupa tanah kosong yang tidak diberdayakan untuk apapun. 13. Kelurahan Keprabon Kelurahan Keprabon merupakan Kelurahan yang terletak paling selatan dari Kecamatan Banjarsari dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Serengan di sebelah selatan, di sebalah timur berbatasan dengan Kecamatan Pasarkliwon. Ruang terbuka yang ada di Kelurahan Keprabon hanya terdapat di komplek Keraton Mangkunegaran, yang memiliki luas 3,32 Ha. Sisanya merupakan lahan terbangun atau Build Up Area berupa pemukiman dan fasilitas – fasilitas pelayanan publik dengsan luas 28,18 Ha. Saat ini di sepanjang Jalan Diponegoro rencana revitalisasi kawasan Ngarsapura telah berjalan. Seperti direncanakan, kawasan Ngarsapura akan ditata dengan konsep culture art shop. Tujuannya untuk mengembalikan kawasan Ngarsapura ke fungsi semula yaitu untuk kawasan perekomonian menengah ke bawah dan untuk fasilitas – fasilitas publik yang lain. Selain itu juga untuk memperkuat pandangan masyarakat bahwa Kota Surakarta sebagai kota wisata budaya. Menurut 3 SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah, yakni Dinas Tata Kota urusan Ngarsapura, Dinas Pasar pembangunan Pasar Windu 49 commit to user Jenar serta Koperasi dan Perdagangan menyangkut night market rencana pembangunan fasilitas – fasilitas publik akan diperluas dan sebagian pedagang akan ditempatkan di bangunan baru yang ada di lahan kosong milik DPU yang terletak di sebelah gardu PLN depan Mangkunegaran, hal ini akan semakin menyempitkan lahan terbuka yang ada di Keluraha Keprabon. Dari keterangan kondisi fisik per kelurahan yang di sajikan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada wilayah perkotaan penggunaan lahan yang lebih dominan adalah lahan untuk pemukiman. Hal ini disebabkan karena terjadi pemusatan kegiatan perekonomian di perkotaan yang menyebabkan manusia berusaha mendekatkan dirinya ke pusat – pusat perekonomian untuk lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya dan mengabaikan ekosistem perkotaan seperti salah satunya adalah harus adanya ruang terbuka hijau yang memadai. Manusia sebagai pengubah penggunaan lahan pada suatu daerah memegang peranan penting bagi dinamika perubahan penggunaan lahan. Kegiatan manusia yang dinamis dan selalu berkembang menjadikan lahan berganti penggunaan sesuai dengan keinginannya. Penggunaan lahan apabila tidak mengalami pengawasan maka lambat laun akan merusak ekosistem alami dari lahan itu sendiri. Ruang terbuka hijau merupakan suatu bentuk lahan bebas terbuka yang mudah diubah menjadi penggunaan lahan yang lain. Adanya alih fungsi ke penggunaan yang lain secara otomatis akan mengurangi fungsi lahan sebagai tempat tumbuh tanaman, sebagai alat peresapan air juga sebagai suatu ekosistem bagi makluk hidup lain selain manusia. Luas ruang terbuka hijau cenderung menurun jumlahnya setiap tahun. Ruang terbuka hijau merupakan suatu ruang yang digunakan untuk lahan bervegetasi meliputi lahan pertanian dan lahan yang bervegetasi lainnya berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air di dalam tanah, ruang ini diharapkan tetap ada di dalam tata ruang suatu kota termasuk di Kecamatan Banjarsari, dengan pertimbangan sebagai fungsi penyerapan dan penyimpan air serta fungsi-fungsi lain ini sebagai penyebab dipertahankannya ruang terbuka di Kecamatan Banjarsari. Sedangkan berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya lahan terbuka diklasifikasi menjadi a kawasan perdagangan, b kawasan perindustrian, c kawasan permukiman, d kawasan pertanian, dan e kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah. Agihan lahan terbuka dapat dilihat dalam peta persebaran lahan commit to user terbuka dan secara rinci luas ruang terbuka hijau dan lahan terbangun Build Up Area yang ada di Kecamatan Banjarsari disajikan dalam tabel 17 berikut ini: Tabel 17. Luas Ruang Terbuka Hijau Dan Lahan Terbangun per Kerlurahan di Kecamatan Banjarsari No Kelurahan Ruang terbuka hijau Ha Lahan terbangun Build Up Area Ha 1 Kadipiro 120,45 388,35 2 Banyuanyar 39,25 85,75 3 Nusukan 12,80 193,41 4 Sumber 28,18 105,12 5 Manahan 17,20 110,80 6 Gilingan 9,31 117,89 7 Mangkubumen 6,25 73,45 8 Kestalan 0,52 20,28 9 Punggawan 36,00 10 Setabelan 2,48 25,22 11 Ketelan 1,18 23,82 12 Timuran 2,76 29,04 13 Keprabon 3,32 28,18 Total luas 243,7 1.237,01 Sumber : Hasil Interpretasi Citra Ikonos Distribusi spasial ruang terbuka hijau yang terdapat di Kecamatan Banjarsari tidak merata, dari 13 kelurahan yang ada di Kecamatan Banjarsari hanya terdapat 1 kelurahan saja yang masih mamenuhi standar yaitu sebesar 39,25 Ha atau 31,4 dari luas 125,00 Ha. Peraturan standarisasi tersebut tertuang dalam Undang – undang No 26 tahun 2007 yang mengamanatkan bahwa ruang terbuka hijau pada tiap daerah minimal memiliki luas 30 dari luas daerah tersebut. Terdapat pula kelurahan yang memiliki ruang terbuka hijau yang sempit atau bahkan hampir tidak ada yaitu Kelurahan Punggawan, Dengan begitu berarti di Kelurahan Punggawan hanya terbapat lahan tertutup yang berupa lahan pemukiman dengan luas 36,00 Ha dan merupkan salah satu kelurahan yang paling padat penduduk di Kecamatan Banjarsari, seluruh lahan telah menjadi lahan terbangun Build Up Area, disebabkan karena Kelurahan Punggawan terletak di tengah Kota Surakarta yang memilikin tempat strategis untuk menjalankan 51 commit to user kegiatan perekonomian, hal tersebut dapat dilihat dengan adanya bangunan – bangunan megah untuk pusat kegiatan perekonomian. 52 commit to user 3 Tingkat Kecukupan Lahan Terbuka di Kecamatan Banjarsari Analisis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kecukupan ruang terbuka hijau yang terdapat di perkotaan, yang didasarkan pada isi dari Undang-undang Republik Indonesia nomor 26 Tahun 2007 Tentang 53 commit to user Penataan Ruang. Berkaitan dengan penataan ruang kota, Undang-Undang ini secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka, yang luasannya ditetapkan paling sedikit 30 dari luas kota, yang diisi oleh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Kegiatan manusia yang tinggal pada suatu tempat menentukan akan digunakan untuk apa dan sebagai apa tempat tersebut. Manusia sebagai sosok penduduk menentukan penggunaan lahan untuk berbagai hal sesuai dengan keinginannya. Dengan memperhatikan berbagai faktor seperti kondisi tanah, iklim, hidrologi, bentuk lahan dan aksesibilitas maka suatu lahan akan mudah beralih fungsi. Peralihan fungsi harus tetap memperhatikan daya dukung dari lahan itu sendiri sehingga ekosistem lahan tidak akan rusak. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat menyulitkan untuk memenuhi kebutuhannya akan sandang, pangan dan papan. Kota Surakarta merupakan pusat kegiatan ekonomi yaitu kota dengan ketersediaan fasilitas skala pelayanan nasional, sehingga berperan sebagai pusat perekonomian yang memiliki potensi untuk mendorong daerah sekitar, pusat jasa pelayanan, pusat pengumpulan barang secara nasional, simpul transportasi secara nasional maupun propinsi, pusat jasa pemerintahan dan pusat jasa-jasa publik. Pertumbuhan dan perkembangan Kota Surakarta yang berlangsung hingga saat ini berimplikasi pada berkurangnya ruang terbuka Open Speace, sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk. Kurangnya optimalisasi penyediaan ruang terbuka hijau baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif ruang terbuka hijau makin berkurang karena terjadi konversi lahan. Untuk mengetahui terjadinya konversi alih guna lahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya adalah dengan menggunakan data citra satelit. Penggunaan citra satelit dengan resolusi spasial tinggi memiliki keunggulan, khususnya untuk kemutakhiran data, tingkat kedetilan, cakupan wilayah dan penyajian obyek sesuai dengan kenampakannya dilapangan sehingga dapat memberikan informasi yang lebih akurat. Citra satelit dengan resolusi spasial tinggi yang telah beroperasi saat ini adalah IKONOS dengan resolusi spasial 1,0 mpankromatik dan 4,0 m multispektral. Berkenaan dengan hal tersebut, maka dilakukan perhitungan tingkat kecukupan lahan di wilayah Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta dengan menggunakan citra satelit IKONOS commit to user yang diolah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi SIG. Di Kecamatan Banjarsari terdapat 9 macam penggunaan lahan yaitu Bangunan industri, Kebun, Kuburan, Lahan kosong, Lapangan olahraga, Pemukiman, Sawah, Taman kota, Tegalan. Dari ke sembilan jenis peggunaan lahan tersebut di klasifikasikan menjadi dua bentuk jenis lahan yaitu ruang terbuka hijau dan lahan terbangun Build Up Area. Ruang terbuka hijau adalah suatu ruang yang digunakan untuk lahan bervegetasi meliputi lahan pertanian dan lahan yang bervegetasi lainnya berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air di dalam tanah, sekaligus menyejukkan lingkungan dan lahan basah yang berperanan dalam menjaga keseimbangan tata air dan pengendali banjir. Sedangkan lahan terbangun Build Up Area adalah suatu bantuk lahan yang telah di pergunakan oleh manusia untuk pemukiman maupun fasilitas – fasilitas jasa ataupun bangunan – bangunan penunjang yang lainnya. Dari pengolahan hasil interpretasi citra ikonos Kecamatan Banjarsari dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi SIG dapat diketahui bahwa di Kecamatan Banjarsari memiliki luas Build up area atau wilayah terbangun yaitu 1.237,31 Ha atau 82.8 dari luas Kecamatan Banjarsari. Luas ruang terbuka hjau yang ada di Kecamatan Banjarsari yaitu seluas 243,7 Ha atau 17.2 dari luas Kecamatan Banjarsari. ini berarti tidak sesuai dengan isi dari Undang-undang Republik Indonesia nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang diatur bahwa luas area untuk lahan terbuka adalah 30 dari luas daerahtersebut. Luas lahan terbangun Build Up Area dan ruang terbuka hijau per kelurahan yang ada di Kecamatan Banjarsari disajikan pada tabel 18 berikut: Tabel 18. Luas Lahan Terbangun dan Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Banjarsari. No Kelurahan Luas Kelurahan Luas Ruang Terbuka Hijau Ha Luas Lahan terbangun Build Up Area Ha Luas Ha Luas Ha 1 Kadipiro 508,8 120,45 23,68 388,35 76,32 2 Banyuanyar 125,00 39,25 31,4 85,75 68,6 55 commit to user 3 Nusukan 206,30 12,80 6,25 193,41 93,75 4 Sumber 133,30 28,18 21,14 105,12 78,86 5 Manahan 128,00 17,20 13,4 110,80 86,6 6 Gilingan 127,20 9,31 7,32 117,89 92,68 7 Mangkubumen 79,70 6,25 7,84 73,45 92,16 8 Kestalan 20,80 0,52 2,5 20,28 97,5 9 Punggawan 36,00 36,00 100 10 Setabelan 27,70 2,48 8,95 25,22 91,05 11 Ketelan 25,00 1,18 4,72 23,82 95,28 12 Timuran 31,80 2,76 8,68 29,04 91,32 13 Keprabon 31,50 3,32 10,54 28,18 89,46 1.481,1 243,7 17,2 1.237,4 82,8 Sumber : Hasil Interpretasi Citra Ikonos Berdasarkan tabel 18 diatas dapat diketahui tingkat kecukupan ruang terbuka hijau kelurahan di kecamatan banjarsari. Pada tabel berikut ini menjelaskan bahwa di Kecamatan Banjarsari hanya terdapat satu kelurahan yang memenuhi standar luas ruang terbuka hijau yang di tetapkan pada Undang – Undang Dasar Republik Indonesia No 26 Tahun 2007 Tentang penataan ruang, yang mengatur luas lahan terbuka sebesar 30 dari luas keseluruhan daerah yang ada. Tabel 19. Tingkat Kecukupan Ruang Terbuka Hijau per Kelurahan di Kecamatan Banjarsari No Kelurahan lahan terbuka Tingkat kecukupan 1 Kadipiro 23,68 Tidak cukup 2 Banyuanyar 31,4 Cukup 3 Nusukan 6,25 Tidak cukup 4 Sumber 21,14 Tidak cukup 5 Manahan 13,4 Tidak cukup 6 Gilingan 7,32 Tidak cukup 56 commit to user 7 Mangkubumen 7,84 Tidak cukup 8 Kestalan 2,5 Tidak cukup 9 Punggawan Tidak cukup 10 Setabelan 2,48 Tidak cukup 11 Ketelan 1,18 Tidak cukup 12 Timuran 2,76 Tidak cukup 13 Keprabon 3,32 Tidak cukup Sumber: Hasil Interpretasi Citra Ikonos Apabila dilihat dari perhitungan perkelurahan, maka terdapat satu kelurahan di Kecamatan Banjarsari yang memiliki luas ruang terbuka hijau yang masih luas dan memenuhi standar luas ruang terbuka. Dari 13 kelurahan yang ada di Kecamatan Banjarsari hanya satu kelurahan saja yang memenuhi standar luas ruang terbuka hijau yaitu Kelurahan Banyuanyar, dengan luas ruang terbuka hijau RTH yaitu 39,25 Ha atau 31,4 dari luas keseluruhan Kelurahan Banyuanyar yang mencapai luas 125,00 Ha, karena di Kelurahan Banyuanyar masih terdapat sawah produktif serta memiliki letak yang jauh dari pusat perekonomian. Kelurahan yang lain tidak memenuhi standar luas ruang terbuka hijau RTH karena luas ruang terbuka dari masing – masing kelurahan tersebut tidak memenuhi standar luas ruang terbuka yang telah ditetapkan dalam Undang – Undang Dasar Republik Indonesia No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang yang menerangkan bahwa Proporsi ruang terbuka hijau di perkota paling sedikit 30 tiga puluh persen dari luas kota. Hal tersebut disebabkan terjadinya pertumbuhan penduduk yang meningkat serta terjadi alih fungsi lahan dari ruang terbuka hijau menjadi bangunan untuk berbagai keperluan seperti perumahan, terminal, pertokoan, kantor, dan lain-lain. Lebih jelasnya, tentang kecukupan ruang terbuka hijau dapat dilihat pada peta 5, berikut ini : commit to user 58 commit to user BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan