Hubungan aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN 4 Jakarta

(1)

HUBUNGAN AKTIVITAS OLAHRAGA TERHADAP

KEJADIAN SINDROM PRAMENSTRUASI PADA REMAJA DI

SMAN 4 JAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh:

Chairunisa Pertiwi

1112104000010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/1437 H


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

JAKARTA

Undergraduated Thesis, June 2016

Chairunisa Pertiwi, NIM 1112104000010

The Correlation between The Exercise Activity with The Incidence of Premenstrual Syndrome in Adolescents at SMAN 4 Jakarta

xvii + 74 pages + 11 tables, 2 schemes, 9 attachments

ABSTRACT

Premenstrual syndrome is a condition that experienced by women before

menstrual’s cycle, this condition can interfere the function and daily activities.

One of the way to reduce premenstrual syndrome is doing exercise because a regular exercise will produce an endorphine hormone which can reduce premenstrual syndrome. This research aimed to determine the correlation between the exercise activity with the premenstrual syndrome in adolescents at SMAN 4 Jakarta. This research has conducted using quantitative with analytic design with cross sectional approach. The research samples were 58 respondents. The sampling technique was using total sampling. Data were analyzed with Chi Square test. The result of this research found 16 people (84,2%) did an exercise that affects premenstrual syndrome and conducted irregularly were experiencing symptoms of premenstrual syndrome from moderate to severe, while 13 people (76,5%) did an exercise that affects premenstrual syndrome and conducted regularly were experiencing symptoms of premenstrual syndrome from no symptoms to mild. Concluded that there was a correlation between the exercise activity with the incidence of premenstrual syndrome in adolescents at SMAN 4 Jakarta with P value 0,001 (P<0,05). Researcher suggests for the further research should use the experimental method to know more about which exercise types that can affect the premenstrual syndrome.

Keyword : Premenstrual Syndrome, Exercise Activity References : 58 (2002-2015)


(7)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juni 2016

Chairunisa Pertiwi, NIM 1112104000010

Hubungan Aktivitas Olahraga terhadap Kejadian Sindrom Pramenstruasi pada Remaja di SMAN 4 Jakarta

xvii + 74 halaman + 11 tabel, 2 bagan, 9 lampiran

ABSTRAK

Sindrom pramenstruasi adalah suatu kondisi yang dialami oleh wanita sebelum siklus menstruasi, dimana kondisi tersebut dapat mengganggu fungsi dan aktifitas sehari-hari. Salah satu cara untuk mengurangi gejala dari sindrom pramenstruasi dengan melakukan olahraga karena olahraga yang teratur dapat mengeluarkan hormon endorfin yang dapat mengurangi sindrom pramenstruasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara aktivitas olahraga dengan sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN 4 Jakarta. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah 58 siswi. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan total sampling. Teknik analisa data menggunakan Chi Square. Hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 16 orang (84,2%) melakukan olahraga yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi dan dilakukan secara tidak teratur mengalami gejala sindrom pramenstruasi sedang hingga berat, sedangkan sebanyak 13 orang (76,5%) melakukan olahraga yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi dan dilakukan secara teratur tidak mengalami sindrom pramenstruasi hingga gejala ringan. Disimpulkan bahwa ada hubungan antara aktivitas olahraga dengan kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja di SMA Negeri 4 Jakarta dengan nilai P value 0,001 (P<0,05). Peneliti menyarankan untuk peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode eksperimen agar mengetahui lebih dalam jenis olaharaga yang dapat berpengaruh terhadap sindrom pramenstruasi.

Kata kunci : Sindrom pramenstruasi, Aktivitas olahraga Referensi : 58 (2002-2015)


(8)

Nama : Chairunisa Pertiwi

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Juni 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Alamat : Jalan Penggalang VI Rt 014 Rw 003 No. 25, Jakarta Timur 13140

No. Hp : 085691906505

Email : chairunisapertiwi79@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Nageri Paseban 17 Pagi Jakarta (2000-2006) 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Jakarta (2006-2009) 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Jakarta (2009-2012)

4. S-1 Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2012-2016)


(9)

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Aktivitas Olahraga terhadap Kejadian Sindrom Pramenstruasi Pada Remaja di SMAN 4

Jakarta”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana keperawatan (S.Kep), untuk menerapkan dan mengembangkan teori-teori yang peneliti peroleh selama kuliah. Peneliti menyadari bahwa penyajian skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu peneliti mengharapkan kritikan dan saran yang bertujuan untuk perbaikan skripsi ini.

Penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan, dan motivasi dari berbagai pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini, maka dari itu pada kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan rasa terimakasih yang setulusnya kepada:

1. Prof. Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Keperawatan (PSIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp., M.Biomed dan Ibu Ns. Uswatun Khasanah, S.Kep., MNS selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan


(10)

memberikan motivasi.

5. Bapak dan ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah mengajarkan dan membimbing peneliti.

6. Orang tua tercinta (Bapak Puryanto dan Ibu Kartini) atas kasih sayang , do’a, dan dukungan baik secara material dan spiritual yang telah diberikan kepada peneliti selama ini. Dan untuk adikku tersayang (Yudi) yang telah membantu dalam skripsi dan memberikan warna.

7. Sahabat-sahabat terbaikku (Aly, Ikey, Hanifah, Ulfah, Devi, dan Ani) dan Andriansyah Nur Hidayat yang selalu memberikan bantuan, semangat, pembelajaran, motivasi, dan keceriaan selama proses skripsi ini berjalan hingga selesai.

8. Keluarga besar PSIK UIN khususnya teman-teman angkatan 2012 yang tercinta yang telah memberikan masukan dan bantuan. PSIK 2011, 2013, 2014, 2015, serta kakak-kakak PSIK yang lainnya yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada peneliti.

Peneliti menyadari dalam pembuatan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu peneliti mengharapkan saran dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penyusun khususnya.

Jakarta, Juni 2016


(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

ABSTRACT ... vi

ABSTRAK ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

1. Bagi Peneliti ... 8

2. Institusi Pendidikan Keperawatan ... 8

3. Pelayanan Kesehatan ... 9

4. Bagi Tempat Penelitian ... 9

5. Bagi Peneliti Selanjutanya ... 9

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Remaja ... 10


(12)

E. Dampak Sindrom Pramenstruasi ... 25

F. Faktor yang berhubungan dengan Sindrom Pramenstruasi ... 26

G. Pencegahan Sindrom Pramenstruasi ... 30

H. Penanganan Sindrom Pramentruasi ... 31

I. Olahraga ... 31

J. Jenis Olahraga ... 33

K. Prinsip Olahraga ... 34

L. Sindrom Pramenstruasi dan Olahraga ... 35

M. Penelitian Terkait ... 37

N. Kerangka Teori ... 38

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 39

A. Kerangka Konsep ... 39

B. Hipotesis ... 40

C. Definisi Operasional ... 41

BAB IV METODE PENELITIAN ... 43

A. Desain Penelitian ... 43

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

C. Populasi dan Sampel ... 44

D. Instrumen Penelitian ... 45

E. Uji Validitas dan Realibilitas ... 47

F. Pengumpulan Data ... 49

G. Teknik Analisa Data ... 51

H. Etika Penelitian ... 53

BAB V HASIL PENELITIAN ... 55

A. Proses Skrining ... 55

B. Data Demografi ... 57

C. Analisis Univariat ... 59

1. Gambaran Sindrom Pramenstruasi Pada Remaja ... 59

2. Gambaran Aktivitas Olahraga Pada Remaja ... 60


(13)

BAB VI PEMBAHASAN ... 63

A. AnalisaUnivariat ... 63

1. Gambaran Sindrom Pramenstruasi ... 63

2. Aktivitas Olahraga ... 64

B. Analisa Bivariat ... 67

C. Keterbatasan Penelitian ... 72

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 73

1. Bagi Pelayanan Kesehatan ... 73

2. Bagi Institusi Keperawatan ... 74

3. Bagi Sekolah ... 74

4. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN


(14)

Tabel 3.1 Definisi Operasinal ... 39

Tabel 5.1 Frekuensi Genetik SindromPramenstruasi ... 52

Tabel 5.2 Frekuensi Diet Siswi SMAN 4 Jakarta ... 53

Tabel 5.3 Frekuensi Skala Stres Siswi SMAN 4 Jakarta ... 53

Tabel 5.4 Frekuensi Responden yang sesuai Kriteria ... 54

Tabel 5.5 Frekuensi Responden berdasarkan Usia ... 55

Tabel 5.6 Frekuensi Responden berdasarkan Kelas... 55

Tabel 5.7 Frekuensi Responden berdasarkan Jurusan ... 56

Tabel 5.8 Sindrom Pramenstruasi di SMAN 4 Jakarta ... 56

Tabel 5.9 Aktivitas Olahraga di SMAN 4 Jakarta ... 57


(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 36 Bagan 3.1 Kerangka Konsep ... 37


(16)

Lampiran 1. Informed Concent

Lampiran 2. Pedoman Wawancara Studi Pendahuluan Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Kuesioner Skrining

Lampiran 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 6. Hasil Skrining

Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas

Lampiran 8. Hasil Gambaran Karakteristik Responden Lampiran 9. Hasil Analisis dengan SPSS


(17)

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

LH : Lutineizing Hormone

FSH : Follicle Stimulating Hormone

MAO : Monoamine Oxidase


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja didefinisikan sebagai periode perkembangan dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 sampai 20 tahun (Potter & Perry, 2005). Masa remaja tidak hanya tumbuh menjadi lebih tinggi dan lebih besar, tetapi juga terjadi perubahan yang lain salah satunya, perubahan organ reproduksi.

Data demografi menunjukan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia, sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Data demografi di Asia Pasifik jumlah penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10-19 tahun (Soetjiningsih, 2007). Sensus penduduk tahun 2010 menunjukan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa dan 63,4 juta diantaranya adalah remaja yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa (50,7%) dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49,30%) (BKKBN, 2011).

Remaja akan mengalami pubertas yang merupakan masa awal pematangan seksual, yakni suatu periode dimana seseorang mengalami perubahan fisik, hormonal, dan seksual serta mampu mengadakan proses reproduksi (Ganong, 2002).

Masa pubertas pada remaja putri ditandai dengan menstruasi. Menjelang fase menstruasi, seorang wanita akan merasakan gejala tidak


(19)

2

nyaman yang terjadi pada waktu singkat, mulai dari beberapa jam sampai beberapa hari. Tetapi beberapa gejala tersebut bisa menjadi intens dan dapat menggangu aktivitas sehari-hari. Gangguan yang biasa dialami wanita sebelum menstruasi disebut Sindrom Pramenstruasi (Suparman, 2012).

Sindrom Pramenstruasi adalah suatu kondisi yang dialami oleh wanita sebelum datangnya siklus menstruasi, dimana kondisi tersebut dapat mengganggu fungsi dan aktifitas sehari-hari, gejala-gejala tersebut akan menghilang saat menstruasi tiba (Cunningham, 2006). Di Indonesia, frekuensi gejala sindrom pramenstruasi cukup tinggi yaitu 80-90% dan terkadang gejala tersebut sangat berat dan mengganggu kegiatan sehari-hari (Dewi, 2012). Data dari WHO (2005) menyebutkan bahwa 38,45% wanita di dunia mengalami permasalahan mengenai gangguan sindrom pramenstruasi.

Gejala-gejala yang biasa dirasakan saat mengalami sindrom pramenstruasi meliputi tingkah laku seperti kegelisahan, depresi, sensitif, mudah marah, gangguan tidur, kelelahan, lemah, dan kadang-kadang perubahan suasana hati yang sangat cepat. Selain itu juga keluhan fisik seperti payudara terasa sakit atau membengkak, perut kembung atau sakit, sakit kepala, sakit sendi. Penyebab sindrom pramenstruasi dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron (Ann dkk, 2008).

Meskipun kejadian sindrom pramenstruasi sudah banyak ditemukan, tetapi penyebab khusus tentang kejadian tersebut belum ada yang mengetahui secara pasti. Faktor yang di duga menjadi penyebab


(20)

timbulnya sindrom pramenstruasi seperti kadar hormon progesteron yang rendah, kadar hormon estrogen yang berlebihan, perubahan kadar hormon estrogen atau progesteron (Suparman, 2012).

Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya sindrom pramenstruasi yaitu perubahan kadar hormon selama siklus menstruasi yang dapat mempengaruhi bahan kimia di otak, seperti serotonin. Serotonin dikenal untuk mengatur suasana hati dan membuat lebih bahagia, sehingga pengurangan tingkat serotonin yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon dapat menyebabkan perubahan suasana hati yang dapat dikaitkan dengan sindrom pramenstruasi (Young, 2007).

Suatu studi yang dilakukan oleh Wolinsky (2006) menemukan bahwa dengan dibandingkannya dengan kelompok kontrol, tingkat serotonin wanita dengan sindrom pramenstruasi secara signifikan lebih rendah selama fase luteal, yang dapat memberikan pengaruh terhadap gejala psikologis pramenstruasi sindrom seperti depresi, cemas, sakit kepala, dan kebingungan. Kadar serotonin yang rendah dapat memicu awal ovulasi dan pergeseran pola estrogen dan progesteron yang dapat berpengaruh terhadap gejala fisik sindrom pramenstruasi seperti nyeri payudara, kembung, dan keinginan makanan.

Oleh karena itu, untuk mengurangi gejala dari sindrom pramenstruasi dapat dilakukan salah satunya dengan melakukan aktivitas atau latihan sehingga mengeluarkan hormon endorfin yang dapat mengurangi beberapa gejala dari sindrom pramenstruasi. Defisiensi endorfin merupakan salah satu penyebab sindrom pramenstruasi. Endorfin dibuat dalam tubuh yang terlibat dalam sensasi euforia dan nyeri. Olahraga


(21)

4

dapat membuat hormon endorfin muncul yang membuat perasaan menjadi tenang dan relaks (Elvira, 2010).

Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dan berkesinambungan yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dengan aturan-aturan tertentu yang ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan prestasi (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Olahraga seperti senam, jalan kaki, bersepeda, joging ringan, atau berenang yang dilakukan sebelum dan selama haid dapat membuat aliran darah pada otot sekitar rahim menjadi lancar, sehingga rasa nyeri dapat teratasi (Manuaba, 2010).

Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2013) menjelaskan bahwa proporsi terendah aktivitas fisik aktif di Provinsi DKI Jakarta yaitu sebanyak 55,8 %. Sedangkan menurut jenis kelamin, proporsi aktivitas fisik aktif sedikit lebih besar pada perempuan yaitu sebesar 74,2% dibandingkan pada laki-laki sebesar 73,1%.

Aktivitas olahraga diukur berdasarkan rutinitas tiap minggu dan lamanya dalam melakukan olahraga. Berdasarkan ketetapan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2013) frekuensi latihan olahraga dapat dilakukan 3-5 kali dalam seminggu dalam waktu 20-30 menit.

Nurlaela (2008) melakukan pengukuran terhadap aktivitas olahraga pada masyarakat umum, rutinitas diukur berdasarkan aktivitas rutin minimal 1 kali setiap minggu dengan waktu 15-60 menit (Nurlaela, 2008). Wanita yang melakukan olahraga secara teratur setidaknya 30-60 menit setiap 3-5x per minggu dapat mencegah terjadinya sindrom pramenstruasi.


(22)

Setiap wanita dapat sekedar berjalan-jalan santai, joging ringan, berenang, senam maupun bersepeda sesuai dengan kondisi masing-masing (Manuaba, 2010).

Hasil penelitian dari Nashruna (2012) menunjukan adanya hubungan signifikan aktivitas olahraga dengan kejadian sindrom pramenstruasi, karena dengan melakukan aktivitas olahraga secara teratur dapat meningkatkan produksi dan pelepasan endorfin. Endorfin terlibat dalam sensasi euforia, sehingga dapat membuat perasaan menjadi tenang dan santai (relaks) (Suparman, 2012). Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Douglas (2002) olahraga merupakan treatment yang baik untuk menurunkan atau mengurangi sindrom pramenstruasi dan menyatakan persentase wanita yang mengalami gejala sindrom pramenstruasi lebih banyak pada wanita yang malas melakukan olahraga.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 responden siswi SMAN 4 Jakarta pada tanggal 7 Desember 2015 dilakukan dengan cara wawancara, didapatkan 10 siswi mengalami sindrom pramenstruasi. Gejala yang ditimbulkan pun berbeda, 8 dari 10 siswa mengalami perubahan emosi sebelum menstruasi, 3 dari 10 siswi merasakan gejala sakit perut dan nafsu makan meningkat, 4 dari 10 siswi merasakan sakit pada pinggang dan jerawat yang muncul, dan 2 dari 10 siswi mengalami pegal.

Sebanyak 50% siswi tidak melakukan olahraga sama sekali, 30% melakukan olahraga tetapi tidak teratur, dan 20% melakukan olahraga dengan teratur, dan sebagian besar siswi paling banyak melakukan jenis olahraga seperti basket, futsal, bulutangkis, dan senam


(23)

6

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa 50% siswi tidak melakukan olahraga dan sisanya melakukan olahraga dengan jenis seperti basket, futsal, bulutangkis, dan senam. Sedangkan menurut Manuaba (2010) setiap wanita dapat sekedar berjalan-jalan santai, jogging, berenang, senam, maupun bersepeda yang dilakukan minimal 30 menit dapat menurunkan gejala sindrom pramenstruasi.

Fenomena yang terjadi di SMAN 4 Jakarta masih kurang sesuai dengan teori yang ada, dimana sebanyak 50% siswi tidak melakukan olahraga dan sebagian siswi melakukan olahraga yang cukup berat, sedangkan untuk menurunkan gejala sindrom pramenstruasi dengan melakukan olahraga ringan yang dilakukan secara teratur, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat apakah terdapat hubungan antara aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN 4 Jakarta, mengingat kegiatan olahraga merupakan suatu kegiatan yang mempunyai manfaat untuk menjaga kesehatan akan tetapi di lingkungan remaja masih belum sering untuk dilakukan secara benar dan teratur.

B. Rumusan Masalah

Data WHO (2005) menyebutkan bahwa 38,45% wanita di dunia mengalami permasalahan mengenai gangguan sindrom pramenstruasi. Di Indonesia, frekuensi gejala sindrom pramenstruasi cukup tinggi yaitu 80-90% dan terkadang gejala tersebut sangat berat dan mengganggu kegiatan sehari-hari.

Dampak yang dapat ditimbulkan dari sindrom pramenstruasi adalah gangguan aktivitas harian seperti penurunan produktivitas kerja,


(24)

sekolah, dan hubungan interpersonal. Salah satu cara untuk mengurangi gejala sindrom pramenstruasi dengan melakukan olahraga seperti senam, jalan kaki, berenang, jogging, dan bersepeda yang dilakukan secara teratur. Namun, fenomena yang terjadi di SMAN 4 Jakarta adalah 50% dari 10 siswi yang diwawancara tidak melakukan melakukan olahraga, 30% melakukan olahraga akan tetapi tidak teratur, 20% melakukan olahraga secara teratur, dan sebagian besar melakukan olahraga yang cukup berat seperti basket, futsal, voli, badminton, dll. Berdasarkan latar

belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah: “Adakah hubungan

antara aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi pada

remaja di SMAN 4 Jakarta?”

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut timbul pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran kejadian sindrom pramenstruasi remaja di SMAN 4 Jakarta?

2. Bagaimana gambaran aktivitas olahraga remaja di SMAN 4 Jakarta?

3. Bagaimana hubungan antara aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN 4 Jakarta?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN 4 Jakarta.


(25)

8

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran sindrom pramenstruasi remaja di SMAN 4 Jakarta

b. Mengetahui gambaran aktivitas olahraga yang dilakukan remaja di SMAN 4 Jakarta

c. Mengetahui hubungan antara aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN 4 Jakarta.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

a. Menambah wawasan bagi peneliti mengenai hubungan jenis dan rutinitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN 4 Jakarta

b. Menambah pengalaman baru dalam melakukan penelitian dan peneliti dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang di peroleh di kampus dengan keadaan yang ada di lapangan praktik

2. Institusi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, informasi dan ilmu pengetahuan tentang sindrom pramenstruasi dan dapat dijadikan sumber kepustakaan. Selain itu dapat bermanfaat sebagai data dasar dalam pencegahan dan penanganan sindrom pramenstruasi dalam bidang pendidikan keperawatan.


(26)

3. Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk cara pencegahan dan penanganan sindrom pramenstruasi di masyarakat.

4. Bagi Tempat Penelitian

Sekolah dapat menambah ilmu pengetahuan dan informasi lebih mengenai hubungan aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi serta dapat dijadikan sumber kepustakaan bagi sekolah.

5. Bagi Peneliti Selanjutanya

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi pengembangan peneliti selanjutnya.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas olahraga dengan kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN 4 Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian cross sectional.


(27)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Definisi Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Di sebagian masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). Remaja merupakan periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa dengan batasan usia 10 sampai 19 tahun (BKKBN, 2013).

2. Tahapan Remaja

Menurut Gunarsa (2008) dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan memiliki 3 tahap perkembangan remaja, yaitu :

a. Remaja awal (early adolescent)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang


(28)

berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal sulit dimengerti.

b. Remaja pertengahan (middle adolescent)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peduli atau tidak peduli, ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya.

c. Remaja akhir (late adolescent)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu minat yang makin mantap terhadap fungsi intelektual, egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dalam pengalaman-pengalaman baru, terbentuk identitas yang sudah tetap, egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain, dan tumbuh pembatas yang memisahkan diri pribadinya dan masyarakat umum.

Menurut Widyastuti (2009) berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja terdapat beberapa tahap yaitu :


(29)

12

a. Masa remaja awal (10-12 tahun)

Remaja tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya, tampak dan merasa ingin bebas, serta tampak lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal.

b. Masa remaja tengah (13-15 tahun)

Remaja tampak dan ingin mencari identitas diri, ada ketertarikan pada lawan jenis, dan timbul perasaan cinta yang mendalam.

c. Masa remaja akhir (16-19 tahun)

Remaja menampakkan pengungkapan kebebasan diri, dalam mencari teman sebaya lebih selektif, memilih citra (gambaran keadaan peranan) terhadap dirinya, dapat mewujudkan perasaan cinta, dan memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.

3. Tugas Perkembangan Remaja

Ali & Asrori (2006) menjelaskan bahwa semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mempersiapkan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas-tugas tersebut antara lain:

a. Mampu menerima keadaan fisiknya


(30)

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis

d. Mencapai kemandirian emosional

e. Mencapai kemandirian ekonomi

f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua

h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa

i. Mempersiapkan diri untuk memasuki pernikahan

j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

4. Perubahan-Perubahan pada Remaja

a. Perkembangan Fisik

Pada masa remaja, terjadilah suatu pertumbuhan fisik yang cepat disertai banyak perubahan, termasuk di dalamnya pertumbuhan organ-organ reproduksi sehingga tercapai kematangan yang ditunjukkan dengan kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi. Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti munculnya tanda-tanda sebagai berikut:


(31)

14

1) Tanda-tanda seks primer

Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa pubertas. Namun tingkat kecepatan antara organ satu dan lainnya berbeda. Berat uterus pada anak usia 11 atau 12 tahun kira-kira 5,3 gram, pada usia 16 tahun rata-rata beratnya 43 gram. Sebagai tanda kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah datangnya menstruasi. Ini adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir, dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan terjadi kira-kira setiap 28 hari. Hal ini berlangsung terus sampai menjelang masa menopause (Widyastuti, 2009).

2) Tanda-tanda seks sekunder

Menurut Widyastuti (2009) tanda-tanda seks sekunder pada wanita antara lain:

a) Rambut. Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih gelap, dan agak keriting.


(32)

b) Pinggul. Pinggul pun mulai berkembang, membesar, dan membulat. Hal ini sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit

c) Payudara. Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.

d) Kulit. Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal, pori-pori membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki, kulit pada wanita tetap lebih lembut.

e) Kelenjar lemak dan kelenjar keringat. Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama haid.

f) Otot. Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat. Akibatnya akan membentuk bahu, lengan, dan tungkai kaki.


(33)

16

3) Perkembangan Psikis

Widyastuti (2009) menjelaskan tetang perubahan kejiwaan pada masa remaja. Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja adalah :

a) Perubahan emosi.

Perubahan tersebut berupa kondisi sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Biasanya sering terjadi pada remaja putri, lebih-lebih sebelum menstruasi. Selain itu biasanya mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan luar yang mempengaruhinya., itulah sebabnya mudah terjadi perkelahian. Suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu, serta ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih senang pergi bersama dengan temannya daripada tinggal di rumah.

b) Perkembangan intelegensi.

Pada perkembangan ini menyebabkan remaja cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka memberikan kritik, cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba.


(34)

c) Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2005) seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, dimana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga mengembangkan ide-ide ini. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.

Pemikiran mereka semakin abstrak (berpikir lebih abstrak daripada anak-anak), logis (mulai berpikir menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah), dan idealis (sering berpikir tentang apa yang mungkin), lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka, serta cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia sosial (Santrock, 2005).

d) Perkembangan Emosi

Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja juga demikian halnya.


(35)

18

Kualitas gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional, misalnya agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri dan memukul-mukul kepala sendiri.

Sejumlah faktor menurut Ali & Asrori (2006) yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah perubahan jasmani, perubahan pola interaksi dengan orang tua, perubahan pola interaksi dengan teman sebaya, perubahan pandangan luar (sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten, masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan), dan perubahan interaksi dengan sekolah.

B. Menstruasi

Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang disertai pelepasan endometrium. Menurut Sherwood (2011), siklus haid terdiri dari tiga fase yaitu fase haid, fase proliferatif, dan fase sekretorik atau progestasional.

a. Fase Haid

Fase haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh pengeluaran darah dan sisa endometrium dari vagina. Berdasarkan perjanjian, hari pertama haid dianggap sebagai permulaan siklus baru.


(36)

Saat ini bersamaan dengan pengakhiran fase luteal ovarium dan dimulainya fase folikular. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan selama siklus sebelumnya, kadar progesteron dan estrogen darah turun tajam. Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang pembebasan suatu prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran darah ke endometrium. Penurunan penyaluran oksigen yang terjadi kemudian menyebabkan kematian endometrium, termasuk pembuluh darahnya.

Perdarahan yang tejadi melalui kerusakan pembuluh darah ini membilas jaringan endometrium yang mati ke dalam lumen uterus. Sebagian besar lapisan dalam uterus terlepas selama haid kecuali sebuah lapisan dalam yang tipis berupa sel epitel dan kelenjar, yang menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus yang sama juga merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium uterus. Kontraksi ini membantu mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga uterus keluar melalui vagina sebagai darah haid.

Haid biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikular ovarium. Penghentian efek progesteron dan estrogen, akibat degenerasi korpus luteum menyebabkan terkelupasnya endometrium (haid) dan terbentuknya folikel-folikel baru di ovarium dibawah pengaruh hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat. Turunnya sekresi hormon gonad menghilangkan pengaruh inhibitorik dari hipotalamus dan hipofisis anterior sehingga sekresi FSH dan LH


(37)

20

meningkat dan fase folikular baru dapat dimulai. Setelah lima sampai tujuh hari di bawah pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru berkembang telah menghasilkan cukup estrogen untuk mendorong perbaikan dan pertumbuhan endometrium.

b. Fase Proliferatif

Kemudian, darah haid berhenti, dan fase proliferatif siklus uterus dimulai bersamaan dengan bagian terakhir fase folikular ovarium ketika endometrium mulai memperbaiki diri dan berproliferasi dibawah pengaruh estrogen dari folikel-folikel yang baru berkembang.

Saat aliran darah haid berhenti, yang tersisa adalah lapisan endometrium tipis dengan ketebalan kurang dari 1 mm. Estrogen merangsang proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di endometrium, meningkatkan ketebalan lapisan ini menjadi 3 sampai 5 mm. Fase proliferatif yang didominasi oleh estrogen ini berlangsung dari akhir haid hingga ovulasi. Kadar puncak estrogen memicu lonjakan LH yang menjadi penyebab ovulasi.

c. Fase Sekretorik atau Progestasional

Setelah ovulasi, ketika terbentuk korpus luteum baru, uterus masuk ke fase sekretorik atau progestasional, yang bersamaan waktunya dengan fase luteal ovarium. Korpus luteum mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan estrogen. Progesteron mengubah endometrium tebal yang telah dipersiapkan estrogen menjadi jaringan kaya vaskular dan glikogen.


(38)

Periode ini disebut fase sekretorik, karena kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen, atau fase progestasional (sebelum kehamilan), merujuk kepada lapisan subur endometrium yang mampu menopang kehidupan mudigah. Jika pembuahan dan implantasi tidak terjadi maka korpus luteum berdegenerasi dan fase folikular dan fase haid baru dimulai kembali.

C. Sindrom Pramenstruasi

1. Definisi Sindrom Pramenstruasi

Sindrom pramenstruasi adalah suatu kondisi yang dialami oleh wanita sebelum datangnya siklus menstruasi, dimana kondisi tersebut dapat mengganggu fungsi dan aktifitas sehari-hari, gejala-gejala tersebut akan menghilang saat menstruasi tiba (Cunningham, 2006). Sindrom premenstruasi merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita, terjadi selama fase luteal dari siklus menstruasi yang berhubungan dengan siklus saat ovulasi dan menstruasi (Suparman, 2012).

Bagi sebagian wanita saat-saat menjelang menstruasi sering merasa tidak nyaman, bahkan sering sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti sakit perut hingga bagian pinggang, mual, atau pusing keadaan ini disebut Sindrom Premenstruasi (Kasdu, 2005). Sindrom pramenstruasi ini biasanya akan terjadi pada rentang 1-2 minggu, atau lebih tepatnya 7-10 hari sebelum terjadi menstruasi dan akan berhenti saat dimulainya siklus menstruasi (NIH, 2014). Akan tetapi, pada beberapa wanita juga bisa terjadi gejala sindrom


(39)

22

pramenstruasi yang terus berlanjut hingga 1-2 hari atau 24-48 jam pertama siklus menstruasi dan akan segera mereda selama beberapa

hari ke depan siklus menstruasi (O’Brien dkk, 2007). Pada remaja umumnya sindrom pramenstruasi mulai dialami sekitar usia 14 tahun atau 2 tahun setelah menarche dan akan berlanjut sampai menopause (Zaka dan Mahmood, 2012).

2. Etiologi Sindrom Pramenstruasi

Etiologi sindrom pramenstruasi masih belum diketahui secara pasti, tetapi ada banyak faktor yang diduga menjadi penyebab timbulnya sindrom pramenstruasi diantaranya kadar hormon progesteron yang rendah, kadar hormon estrogen yang berlebihan, perubahan rasio kadar hormon estrogen/progesteron, dan peningkatan aktivitas hormon aldosteron, renin-angiotensin serta hormon adrenal. Selain itu ada faktor endogenous endorfin, hipoglikemi, defisiensi vitamin dan mineral (A, E, B6, kalsium), sekresi proklatin yang berlebih, dan faktor genetik (Suparman, 2012).

3. Gejala Sindrom Pramenstruasi

Terdapat macam-macam gejala yang akan terjadi pada wanita dan gejala tersebut dapat mempengaruhi seluruh sistem tubuh dan kehidupan maupun aktivitas yang dilakukan. Namun setiap wanita mungkin akan mengalami gejala yang berbeda. Berikut merupakan beberapa gejala yang umum terjadi (Wiknjosastro, 2010) :


(40)

a. Perubahan fisik

Perubahan yang terjadi seperti sakit punggung, perut kembung, perubahan nafsu makan, daerah panggul terasa berat tertekan, mual, muntah, penambahan berat badan, kram abdominal, payudara terasa penuh , bengkak, mengeras, dan nyeri, kulit wajah, leher, dada, tampak merah dan terasa terbakar, kelainan kulit (jerawat), pusing, pingsan, sakit kepala, tidak bertenaga, kelelahan, nyeri sendi, dan kejang otot.

b. Perubahan suasana hati

Mudah marah, cemas, deprsi, mudah tersinggung, gelisah, agresif, tertekan, gugup, hipersensitivitas secara emosional, kemurungan.

c. Perubahan mental

Kalut, bingung, sulit berkonsenterasi, dan pelupa

d. Perubahan tingkah laku

Perubahan pada libido, pola tidur, dan nafsu makan

D. Tipe-Tipe Sindrom Pramenstruasi

Tipe sindrom pramenstruasi bermacam-macam, Suparman (2012) membagi sindrom pramenstruasi menurut gejalanya yakni tipe A, H, C, dan D. tipe-tipe tersebut, yaitu :


(41)

24

a. Tipe A

Sindrom Pramenstruasi tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalai depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat menstruasi. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron.

b. Tipe H

Sindrom Pramenstruasi tipe H (Hyperhydrasion) memiliki gejala edema, perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe sindrom pramenstruasi lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita.

c. Tipe C

Sindrom Pramenstruasi tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar, ingin mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan karbohidrat sederhana. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.


(42)

d. Tipe D

Sindrom Pramenstruasi tipe D (depression) ditandai dengan gejala rasa depesi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata. Biasanya sindrom pramenstruasi tipe D berlangsung bersamaan dengan tipe A. Sindrom pramenstruasi tipe D disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, dimana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya.

E. Dampak Sindrom Pramenstruasi

Bagi beberapa wanita gejala sindrom pramentruasi dapat terjadi cukup parah, sehingga dapat menimbulkan dampak yang merugikan. Umumnya dampak dari sindrom pramenstruasi tersebut adalah gangguan aktivitas harian seperti penurunan produktivitas kerja, sekolah, dan hubungan interpersonal penderita (Wiknjosastro, 2006).

Dari segi aktivitas harian, penelitian membuktikan bahwa sebanyak 17% dari penderita sindrom pramenstruasi merasakan dampak klinis yang signifikan pada ADL (activities daily life) dan 9% yang terkena dampak serius terhadap ADL (Dennerstein dkk, 2010). Sedangkan dari segi produktivitas, penelitian yang dilakukan Borenstein (2004) menemukan bahwa penurunan produktivitas lebih banyak dialami oleh penderita sindrom pramenstruasi dibandingkan dengan bukan penderita sindrom pramenstruasi, yang dikaitkan dengan keluhan sulit berkonsentrasi, menurunnya antusiasme, menjadi pelupa, mudah tersinggung, dan labilitas emosi (Borenstein dkk, 2004).


(43)

26

Kemudian khusus untuk para remaja putri yang bersekolah, sindrom pramenstruasi dapat mengganggu kualitas kesehatan, konsentrasi, prestasi, dan keaktifan kegiatan belajar di sekolah. Penelitian yang dilakukan oleh Delara dkk (2012) menunjukkan bahwa siswi dengan gangguan pramenstruasi mengalami beberapa penurunan, seperti : kondisi mental, vitalitas, peran fisik, fungsi sosial, dan kesehatan secara keseluruhan.

F. Faktor yang berhubungan dengan Sindrom Pramenstruasi

Secara umum diketahui bahwa ada beberapa faktor yang memiliki hubungan dengan sindrom pramenstruasi, yaitu faktor hormonal, faktor kimiawi, faktor genetik, faktor psikologi, dan faktor gaya hidup (Wiknjosastro, 2006).

a. Faktor Hormonal

Hormon merupakan senyawa khas yang dihasilkan oleh organ tubuh, yang bekerja dalam memacu fungsi organ tubuh tertentu sehingga akan terlihat hasilnya (Sherwood, 2011). Dalam beberapa literatur yang ada, dikatakan bahwa faktor hormon adalah faktor yang paling utama yang dapat menyebabkan sindrom pramenstruasi, yaitu akibat adanya ketidakseimbangan kerja dari hormon estrogen dan progesteron (Dickerson dkk, 2003). Teori lain menunjukkan bahwa ternyata, adanya kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi akan menyebabkan sindrom pramenstruasi. Kadar hormon estrogen dalam darah yang meningkat dapat menyebabkan gejala depresi dan beberapa gangguan mental.


(44)

Kadar estrogen yang meningkat ini akan mengganggu proses kimia tubuh termasuk vitamin B6 (piridoksin) yang dikenal sebagai vitamin anti depresi karena berfungsi mengontrol produksi serotonin (Wiknjosastro, 2006).

b. Faktor Kimiawi

Faktor kimiawi juga berhubungan dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Zat kimia tertentu seperti serotonin dan endorfin dapat mengalami perubahan selama siklus menstruasi (Wiknjosastro, 2006). Serotonin merupakan suatu zat kimia yang diproduksi tubuh secara alami, yang dapat berguna untuk kualitas tidur yang normal. Hal ini dikarenakan, zat ini sangat mempengaruhi suasana hati seseorang yang berhubungan dengan gejala depresi, kecemasan, ketertarikan, kelelahan, perubahan pola makan, kesulitan untuk tidur, agresif dan peningkatan selera (Lau, 2011).

Sedangkan endorfin merupakan senyawa kimia mirip opium yang dibuat di dalam tubuh yang terlibat dalam sensasi euphoria dan persepsi nyeri. Endorfin dibebaskan selama olahraga berkepanjangan

dan mungkin menimbulkan “runner’s high” (rasa nikmat). Hormon ini dapat turun kadarnya pada fase luteal dalam siklus menstruasi, karena itu pada fase luteal ini seorang wanita merasa kurang mood dan timbul nyeri, seperti nyeri haid atau sakit kepala (Wiknjosastro, 2006).


(45)

28

c. Faktor Genetik

Faktor genetik dapat dilihat dari riwayat keluarga, dimana sebuah penelitian menemukan bahwa ada hubungan secara signifikan antara riwayat keluarga dengan sindrom pramenstruasi (Abdillah, 2010). Disamping itu, hasil penelitian Amjad, dkk (2014) juga menemukan bahwa terdapat hubungan antara riwayat ibu dan saudara kandung perempuan dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Dimana seseorang yang memiliki ibu dan/atau saudara kandung perempuan yang mengalami sindrom pramenstruasi lebih banyak yang menderita sindrom pramenstruasi, dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki ibu dan/atau saudara kandung perempuan yang mengalami sindrom pramenstruasi (Amjad dkk, 2014).

d. Stres

Faktor stres akan memperberat gangguan sindrom pramenstruasi. Hal ini sangat mempengaruhi kejiwaan dan koping seseorang dalam menyelesaikan masalah. Stres merupakan predisposisi pada timbulnya beberapa penyakit, sehingga diperlukan kondisi fisik dan mental yang baik untuk menghadapi dan mengatasi serangan stres tersebut. Stres mungkin memainkan peran penting dalam tingkat kehebatan gejala sindrom pramenstruasi (Maulana, 2008).


(46)

e. Diet

Faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, makanan olahan, memperberat gejala sindrom pramenstruasi. Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat memperberat gejala sindrom pramenstruasi. Penurunan asupan garam dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat mencegah edema pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan, dan insomnia (Maulana, 2008).

f. Kegiatan Fisik (Olahraga)

Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dan berkesinambungan yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dengan aturan-aturan tertentu yang ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan prestasi (Depkes, 2015). Olahraga merupakan faktor yang dapat mengurangi rasa sakit akibat sindrom pramenstruasi, sehingga apabila olahraga rendah dapat meningkatkan keparahan dari sindrom pramenstruasi, seperti rasa tegang, emosi, dan depresi. Sebuah teori menyebutkan dengan adanya olahraga maupun aktivitas fisik akan meningkatkan produksi endorfin, menurunkan kadar estrogen dan hormon steroid lainnya, memperlancar transport oksigen di otot, menurunkan kadar kortisol, dan meningkatkan perilaku psikologis (Harber dan Sutton, 2005).

Hal ini juga diperkuat sebuah review yang menyatakan bahwa melakukan kegiatan fisik (olahraga) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kadar serotonin di otak (Young, 2007). Menurutnya


(47)

30

serotonin ini sangat erat kaitannya dengan depresi dan perubahan mood yang berujung pada masalah kesehatan. Selain itu berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa aktivitas fisik secara signifikan dapat menurunkan resiko gejala sindrom pramenstruasi, seperti perubahan nafsu makan, hipersensitivitas emosi, dan sakit kepala (Sianipar, dkk, 2009).

G. Pencegahan Sindrom Pramenstruasi

Menurut Wiknjosastro (2006) pencegahan sindrom pramenstruasi dapat dilakukan dengan cara :

a. Melakukan diet yang sehat yang mengandung cukup buah dan sayuran atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung cukup vitamin dan mineral seperti A, B6, E, dan kalsium.

b. Melakukan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur

c. Menghindari dan mengatasi stress

d. Menjaga berat badan. Berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita sindrom pramenstruasi

e. Mencatat jadwal siklus haid serta kenali gejala sindrom pramenstruasi

f. Memperhatikan apakah sudah dapat mengatasi sindrom pramenstruasi pada siklus-siklus datang bulan berikutnya


(48)

H. Penanganan Sindrom Pramentruasi

Menurut Wiknjosastro (2006) penanganan sindrom pramenstruasi yang dilakukan tergantung dari gejala yang timbul, diantaranya:

a. Beberapa orang bisa mengobati sendiri dengan melakukan olahraga teratur serta memodifikasi makanan dengan mengurangi lemak.

b. Terapi obat khusus yang bisa digunakan dengan menggunakan obat penghilang nyeri, anti depresan, dll.

c. Progesteron sintetik dalam dosis kecil dapat diberikan selama 8 sampai 10 hari sebelum haid untuk mengimbagi kelebihan relatif dari estrogen.

d. Pemberian testosteron dalam bentuk methiltestosteron 5 mg diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen

I. Olahraga

1. Definisi Olahraga

Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dan berkesinambungan yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dengan aturan-aturan tertentu yang ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan prestasi (Depkes, 2013). Olahraga dengan tujuan kesehatan yang baik adalah melakukan aktivitas gerak badan dengan porsi diatas aktivitas keseharian. Bila tujuan olahraga adalah kesehatan, maka syarat yang harus dilakukan adalah lakukanlah olahraga seringan mungkin dan dalam waktu yang


(49)

32

lebih lama, serta dilakukan secara teratur dan terus-menerus (Agus, 2007).

2. Manfaat Olahraga

Menurut Departemen Kesehatan (2013), manfaat olahraga dapat dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis, maupun aspek sosio-ekonomi.

a. Aspek Fisik

Menurunkan risiko terjadinya penyakit degeneratif, memperkuat otot jantung dan meningkatkan kapasitas jantung, mengurangi risiko penyakit pembuluh darah, mencegah, menurunkan, atau mengendalikan tekanan darah tinggi, memperbaiki profil lipid darah, mengendalikan berat badan, mencegah atau mengurangi terkena risiko osteoporosis pada wanita, memperbaiki fleksibilitas otot dan sendi serta memperbaiki postur tubuh sehingga dapat mencegah nyeri punggung bawah, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga mengurangi risiko penyakit menular.

b. Aspek Psikologis

Meningkatkan rasa percaya diri, membangun rasa sportivitas, memupuk tanggung jawab, membantu mengendalikan stres, mengurangi kecemasan dan depresi khususnya pada kegiatan yang dilakukan secara berkelompok.


(50)

c. Aspek Sosio-Ekonomi

Menurunkan biaya pengobatan, menurunkan angka absensi kerja, meningkatkan produktivitas, menurunkan penggunaan sumber daya, dan meningkatkan gerakan masyarakat

J. Jenis Olahraga

Menurut Dariyo (2007), terdapat tiga jenis olahraga, yaitu sebagai berikut:

a. Olahraga ringan

Merupakan kegiatan latihan untuk orang awam dan bagi yang jarang berolahraga. Latihan ringan ini bertujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan dan kebugaran badan. Yang termasuk latihan ringan ini, antara lain jalan kaki, menembak, golf, bowling, panahan.

b. Olahraga sedang

Bagi bukan atlet yang sering melakukan kegiatan olahraga, dapat melakukan latihan yang cukup proporsinya. Tujuan dari latihan ini, selain dapat mencegah gangguan penyakit, juga dapat menciptakan kestabilan taraf kesehatan. Yang termasuk dalam olahraga sedang ini seperti bersepeda, voli, badminton, tenis, joging, basket, hockey, sepabola, senam, renang.

c. Olahraga berat

Bagi seorang atlet, memiliki taraf latihan olahraga yang intensif dan cenderung keras karena tujuannya mencapai puncak prestasi. Yang


(51)

34

termasuk ke dalam olahraga berat adalah balap sepeda, tinju, gulat, angkat besi, marathon.

Jenis olahraga yang dipilih haruslah berirama yang membuat otot ditubuh berkontraksi dan berelaksasi secara teratur, misalnya joging, bersepeda, senam, beranang, dan jalan kaki. Dengan adanya kontraksi dan relaksasi otot yang teratur, maka metabolisme akan berjalan lebih baik dan lemak ditubuh akan mudah terbakar. Selain itu, jantung akan memompa darah dengan stabil. Bermain sepak bola, taekwondo, basket, voli, futsal, tenis tidak termasuk karena banyak berhenti dan terlalu memacu jantung untuk memompa darah lebih berat dari biasanya (Sumosardjuno, 2008).

Untuk meredakan gejala dari sindrom pramenstruasi biasanya melakukan olahraga seperti jalan, joging, bersepeda, dan berenang selama 30 menit. Latihan ringan hingga sedang dapat menurunkan gejala depresi (depresi) dibandingkan melakukan latihan kekuatan (Daley, 2009).

K. Prinsip Olahraga

Menurut Departemen Kesehatan (2013) kaidah olahraga yang baik, benar, terukur, dan teratur dapat memberikan hasil optimal untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat. Kaidah tersebut adalah sebagai berikut:

a. Olahraga yang baik adalah olahraga yang dilakukan dengan cara rutin dan berkelanjutan. Olahraga dapat dilakukan dimana saja, dengan


(52)

memperhatikan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, bebas polusi, tidak rawan cedera.

b. Olahraga yang benar adalah olahraga yang dilakukan sesuai dengan kondisi fisik dan secara medis mampu dilakukan tanpa menimbulkan dampak yang merugikan. Olahraga dilakukan secara bertahap mulai dari pemanasan dengan peregangan 10-15 menit, dilanjutkan dengan latihan inti 20-60 menit, dan diakhiri pendinginan dengan peregangan selama 5-10 menit.

c. Olahraga yang terukur adalah olahraga yang dilakukan dengan mengukur intensitas olahraga dengan menghitung denyut nadi latihan dan lama waktu latihan. Waktu latihan dimulai sesuai kemampuan fisik dan ditingkatkan bertahap secara perlahan-lahan antara 20-60 menit.

d. Olahraga yang teratur adalah olahraga yang dilakukan secara teratur 3-5 kali dalam seminggu dengan selang waktu sehari untuk istirahat dan durasinya selama 20-30 menit

L. Sindrom Pramenstruasi dan Olahraga

Menurut Nashruna (2012), wanita yang teratur berolahraga dapat mengurangi sindrom pramenstruasi. Hal ini dikarenakan peningkatan kadar endorfin yang bersirkulasi, endorfin merupakan suatu substansi yang diproduksi oleh otak yang diakibatkan tercapainya ambang nyeri seseorang dan menghilangkan efek dari stres (Nashruna, 2012). Hal ini juga diperkuat sebuah review yang menyatakan bahwa melakukan


(53)

36

kegiatan fisik (olahraga) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kadar serotonin di otak (Young, 2007). Menurutnya serotonin ini sangat erat kaitannya dengan depresi dan perubahan mood yang berujung pada masalah kesehatan.

Olahraga meningkatkan rangsang simpatis, suatu kondisi yang menurunkan detak jantung dan mengurangi sensasi cemas. Olahraga yang teratur juga dapat mengurangi stres, meningkatkan pola tidur yang teratur, dan meningkatkan produksi endorfin (Suparman, 2012). Olahraga ringan seperti senam, jalan kaki, atau bersepeda yang dilakukan sebelum dan selama haid dapat membuat aliran darah pada otot sekitar rahim menjadi lancar, sehingga rasa nyeri dapat teratasi. Saat berolahraga, kelenjar pituitary menambah produk beta-endorfin, dan sebagai hasilnya konsentrasi beta-endorfin naik di dalam darah yang dialirkan juga ke otak, sehingga mengurangi nyeri, cemas, depresi, dan perasaan letih (Nurcahyo, 2008).

Menurut Wiley (2012), peningkatan kadar endorfin yang sangat tinggi pada seseorang yang rutin berolahraga terjadi bahkan sebelum menstruasi, itulah yang menjadi faktor mengapa orang yang berolahraga rutin juga memiliki kadar endorfin yang lebih stabil. Jadi, olahraga yang teratur dapat menyebabkan berkurangnya sindrom premenstruasi dengan adanya perubahan kimia dalam otak setelah berolahraga. Perubahan tersebut mencakup transportasi dan metabolisme neurotransmitter yang mengubah aktivitas neurotransmitter (Brannon, 2007).


(54)

M. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ifan Nashruna, dkk tahun 2012 dengan judul Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten. Penelitian ini dilakukan pada 119 responden dan analisis bivariat menghasilkan ada hubungan antara aktivitas olahraga (p=0,008) dan obesitas (p=0,044) dengan kejadian sindrom pramenstruasi.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Fenthy Vabiella tahun 2015 dengan judul Hubungan Aktivitas Olahraga dengan kejadian Sindrom Pramenstruasi pada Siswi Kelas XI di SMAN 1 Sentolo. Penelitian ini dilakukan pada 66 responden dan analisis bivariat menghasilkan ada hubungan antara aktivitas olahraga (p=0,008) dengan kejadian sindrom pramenstruasi.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Devi Eni Pohan, dkk tahun 2014 dengan judul Hubungan Pola Makan dan Aktivtas Fisik dengan Pola Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Universitas Negeri Medan. Penelitian ini dilakukan pada 58 responden dan analisis bivariat menghasilkan tidak ada hubungan pola makan (p=0,392) dan aktivitas fisik (p=0,586) dengan siklus menstruasi.


(55)

38

N. Kerangka Teori

Bagan 2. 1 Kerangka Teori Sumber : Wiknjosastro (2006)

Sindrom Pramenstruasi Faktor yang mempengaruhi

1. Faktor hormonal 2. Faktor kimia 3. Faktor genetik 4. Stres

5. Diet

6. Kegiatan fisik/olahraga

Penanganan :

1. Obat anti nyeri, anti depresan

2. Progesteron sintetik 3. Methiltestosteron 4. Modifikasi makanan 5. Olahraga secara teratur

Gejala : sakit punggung, perut kembung, perubahan nafsu makan, sakit di daerah panggul, mual, muntah, kram perut, payudara bengkak dan nyeri, jerawat, pusing, nyeri sendi lelah, mudah marah, cemas, depresi, mudah tersinggung, murung, gelisah, bingung, sulit konsentrasi,

perubahan pola tidur Dampak : Penurunan produktivitas

kerja dan penurunan hubungan interpersonal


(56)

39 BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah sebuah uraian dari visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:

Variabel independen adalah aktivitas olahraga Variabel dependen adalah sindrom pramenstruasi

Bagan 3. 1 Kerangka Konsep

Untuk mengendalikan semua faktor yang berhubungan dengan sindrom pramenstruasi kecuali faktor olahraga yang akan di teliti, maka peneliti melakukan skrining dengan memberikan pertanyaan terkait faktor lain yang tidak diteliti seperti faktor genetik, diet, dan stres sebelum melakukan pengambilan data untuk mengetahui jumlah populasi dengan kriteria yang sesuai.

Sindrom Pramenstruasi Aktivitas Olahraga


(57)

40

Berdasarkan kerangka teori dan tujuan penelitian, peneliti ingin mengidentifikasi apakah ada hubungan antara aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi.

B. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep dan tujuan penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ada hubungan antara aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN 4 Jakarta


(58)

C. Definisi Operasional

Tabel 3. 1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

ukur 1 Sindrom

Pramenstruasi

Kumpulan gejala fisik dan psikis yang dialami oleh remaja pada 7 hari sebelum menstruasi dimulai

Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan. Setiap pertanyaan memiliki bobot nilai 1-6.

1 tidak mengalami 2 sangat ringan 3 ringan 4 sedang 5 berat 6 ekstrim Shortened premenstrual assessment form (sPAF)

1. Tidak ada gejala hingga gejala ringan jika skor total <30

2. Gejala sedang hingga berat,

jika skor total ≥30

(Allen dkk, 2010, Anggrajani dan Mudi, 2011)

Ordinal

2 Aktivitas Olahraga Rutinitas dan jenis olahraga yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi (jalan kaki, senam, bersepeda,

berenang, joging) dalam satu minggu

Kuesioner terdiri dari dua pertanyaan yaitu pertanyaan jenis olahraga (yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi atau tidak) dan pertanyaan rutinitas olahraga yang tediri dari frekuensi dan durasi.

Kuesioner aktivitas olahraga

1. Olahraga yang tidak mempengaruhi sindrom pramenstruasi

2. Olahraga yang

mempengaruhi sindrom pramenstruasi dan tidak teratur

3. Olahraga yang

mempengaruhi sindrom pramenstruasi dan teratur


(59)

42


(60)

43 BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif bersifat analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Metode penelitian dengan pendekatan cross sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan atau sekali waktu (Hidayat, 2007)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 4, Jakarta Pusat tahun 2016. Tempat tersebut dipilih karena sesuai dengan studi pendahuluan yang dilakukan kepada 10 siswa di sekolah tersebut mengalami gejala sindrom pramenstruasi dan tempat tersebut belum pernah ada penelitian tentang sindrom pramenstruasi serta tempat tersebut bersedia menjadi tempat penelitian.

2. Waktu Penelitian


(61)

44

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah jumlah dari keseluruhan obyek yang karakteristiknya tidak ditetapkan (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini populasi adalah keseluruhan siswi kelas X dan XI di SMAN 4 Jakarta yang telah memenuhi kriteria yang sesuai dengan peneliti yaitu sebanyak 58 siswi.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang dipilih dengan sampling tertentu untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi (Nursalam, 2008). Penelitian ini menggunakan pengabilan sampel dengan Total Sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel (Notoatmodjo, 2010). Besar sampel pada penelitian ini yaitu 58 siswi.

3. Kriteria Sampel

Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

1) Siswi yang telah mengalami menstruasi

2) Siswi yang dalam keadaan tidak stres hingga mengalami stres ringan


(62)

3) Bersedia mengikuti penelitian ini yang dibuktikan dengan menandatangani informed consent.

b. Kriteria eksklusi

1) Siswi yang mempunyai keturunan sindrom pramenstruasi

2) Siswi yang mengkonsumsi kadar gula, garam, teh, kopi diatas nilai normal (berlebihan)

D. Instrumen Penelitian

1. Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data tentang sindrom pramenstruasi dan aktivitas olahraga.

a. Sindrom Pramenstruasi

Data sindrom pramenstruasi diperoleh dari hasil pengisian shortened premenstrual assessment form (sPAF) oleh responden. sPAF merupakan kuesioner yang sudah teruji validitas dan reabilitasnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Korea, diketahui bahwa keandalan dari kuesioner ini adalah 0,80, konsistensi internal (Cronbach alpha) adalah 0,91, dan korelasi antara coeffeciecy score adalah 0,92 (Lee dkk, 2002). Dalam penelitian ini shortened premenstrual assessment form (sPAF) telah diterjemahkan oleh Himpunan Penerjemah Indonesia sebelum dilakukan uji validitas dan reliabilitas.


(63)

46

Kuesioner ini berisi 10 (sepuluh) pertanyaan terkait gejala sindrom pramenstruasi yang di derita responden. Setiap pertanyaan memiliki bobot nilai 1-6 poin (1 = tidak mengalami, 2 = sangat ringat, 3 = ringan, 4 = sedang, 5 = berat, 6 = ekstrim). Hasil dari kuesioner ini dikategorikan menjadi dua, yaitu : 1. Tidak ada gejala hingga gejala ringan, jika skor total < 30 dan 2. Gejala sedang hingga berat, jika skor

total ≥ 30 (Allen dkk, 2010).

b. Aktivitas Olahraga

Aktivitas olahraga dilihat dari jenis, frekuensi dan durasi olahraga yang dilakukan oleh responden. Untuk mendapatkan data tersebut menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti dengan pertanyaan.

1) Jenis Olahraga

Berisi pertanyaan “Olahraga apa yang paling sering anda lakukan?” dan peneliti memberikan pilihan olahraga seperti jalan

kaki, senam, bersepeda, berenang, joging, dll.

Bila responden memilih satu diantara pilihan maka termasuk olahraga yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi, sedangkan jika responden memilih selain yang peneliti sediakan berarti termasuk olahraga yang tidak mempengaruhi sindrom pramenstruasi.


(64)

2) Frekuensi dan Durasi Olahraga

Berisi pertanyaan “Berapa kali anda melakukan olahraga dalam seminggu? Dan berapa lama waktu yang anda butuhkan dalam sekali berolahraga?” dan peneliti memberikan pilihan jawaban berupa

a. < 3 hari dalam seminggu dan < 30 menit b. < 3 hari dalam seminggu dan ≥ 30 menit c. ≥ 3 hari dalam seminggu dan < 30 menit d. ≥ 3 hari dalam seminggu dan ≥ 30 menit

Dikatakan teratur bila jawaban yang dipilih adalah jawaban

“D”

Hasil dari kuesioner ini dikategorikan menjadi tiga, yaitu : (1) Olahraga yang tidak mempengaruhi sindrom pramenstruasi, (2) Olahraga yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi dan tidak teratur, dan (3) Olahraga yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi dan teratur (Sumosardjuno, 2008).

E. Uji Validitas dan Realibilitas

1. Uji Validitas

Validitas merupakan apa yang seharusnya diukur. Sebuah instrumen dikatakan valid jika instrumen itu mampu mengukur apa-apa yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi tertentu (Setiadi, 2007). Proses validitas dilakukan dengan menganalisis data hasil uji coba


(65)

48

instrument. Metode yang digunakan pada pengujian validitas instrumen menggunakan rumus korelasi Product Moment. Pernyataan valid apabila r hitung > r table, sedangkan pernyataan dianggap tidak valid jika r hitung < r table (0,312) pada N = 30.

Uji validitas dilakukan di SMAN 29 Jakarta pada tanggal 23 Februari 2016 dengan jumlah responden 30 orang. Hasil uji validitas pada instrumen sindrom pramenstruasi didapatkan dari total 10 pertanyaan, pertanyaan yang valid sebanyak 10 pertanyaan karena r hitungnya pada rentang 0,328-0,738 yang lebih besar dari r tabel 0,312. Sedangkan pada instrumen aktivitas olahraga didapatkan dari total 2 pertanyaan, pertanyaan yang valid sebanyak 2 pertanyaan karena r hitungnya pada rentang 0,592-0,891 yang lebih besar dari r tabel 0,312.

2. Uji Realibilitas

Setelah mengukur validitas, peneliti perlu mengukur realibilitas instrumen. Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama (Saryono, 2011). Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan Kr 20 untuk mengukur aktivitas olahraga dan Cronbach Alpha untuk mengukur sindrom pramenstruasi. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai


(66)

Cronbach Alpha dan Kr 20 > 0,60 (Sujarweni, 2014). Hasil uji reliabilitas aktivitas olahraga memiliki nilai Kr 20 sebesar 0,748 dan untuk sindrom pramenstruasi memiliki nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,794.

F. Pengumpulan Data

1. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Diperoleh melalui pengisian kuesioner dengan menggunakan kuesioner (kuesioner sindrom pramenstruasi dan kuesioner aktivitas olahraga). Kuesioner sindrom pramenstruasi yang menggunakan sPAF berisi 10 pertanyaan dan kuesioner aktivitas olahraga berisi 3 pertanyaan yang meliputi jenis, frekuensi, dan durasi dari olahraga. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti.

2. Prosedure Pengumpulan Data

Proses-proses dalam pengumpulan data pada penelitian melalui beberapa tahap, yaitu:

a. Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Peneliti menyerahkan surat permohonan izin penelitian ke SMAN 4

Jakarta.

c. Setelah izin penelitian disetujui oleh Kepala Sekolah SMAN 4 Jakarta, peneliti terlebih dahulu melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen pada remaja dengan jumlah 30 orang di SMAN 29 Jakarta.


(67)

50

d. Setelah instrumen dinyatakan valid dan reliabel , peneliti melakukan koordinasi dengan pihak sekolah terkait pelaksanaan penelitian.

e. Peneliti melakukan tahap skrining untuk mencari jumlah responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dari penelitian ini.

f. Peneliti menggunakan teknik total sampling yakni dimana semua populasi yang sesuai dengan kriteria dijadikan sampel penelitian. g. Peneliti mendapatkan responden sejumlah 58 orang. Selanjutnya

peneliti memberikan informed consent kepada calon responden dan menyediakan waktu bagi calon responden untuk membaca lembar pernyataan persetujuan yang tersedia dan apabila calon responden setuju, calon responden dapat menandatangani lembar persetujuan. h. Selanjutnya responden dijelaskan mengenai tatacara pengisian

kuesioner, apabila responden kurang atau tidak mengerti maksud pertanyaan kuesioner, maka responden dipersilahkan untuk bertanya kepada peneliti.

i. Waktu pengisian kuesioner adalah 10-15 menit tiap masing-masing responden.

j. Lembar kuesioner diambil kembali oleh peneliti ketika responden telah selesai mengisi kuesioner.

k. Kuesioner yang telah dikumpulkan akan diperiksa oleh peneliti dan akan memasuki tahap selanjutnya yaitu pengolahan dan analisis data.


(68)

G. Teknik Analisa Data

1. Langkah analisa data

a. Editing

Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Setelah kuesioner dikumpulkan kepada peneliti, maka peneliti memeriksa hasil kuesioner yang telah di jawab oleh responden apakah sudah terisi semua atau belum.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Untuk shortened premenstrual assessment form (sPAF) diberikan kode 1 dan 2, dimana angka 1 untuk tidak ada gejala hingga gejala ringan dan angka 2 untuk gejala sedang hingga gajala berat. Untuk kuesioner aktivitas olahraga diberikan kode 1,2, dan 3, dimana kode 1 untuk olahraga yang tidak mempengaruhi sindrom pramenstruasi, kode 2 untuk olahraga yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi dan tidak teratur, dan kode 3 untuk olahraga yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi dan teratur.

c. Entry data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana. Setelah selesai di berikan kode, maka


(69)

52

selanjutnya jawaban dari setiap pertanyaan di masukan ke aplikasi SPSS untuk pengolahan data

d. Melakukan teknik analisis

Dalam melakukan teknik analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang akan dianalisis. Setelah dimasukan data maka selanjutnya menggunakan analis dengan SPSS untuk melihat hasil yang dimasukkan.

2. Analisis Data

a. Analisis univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel dependen dan independen. Variabel independen yaitu aktivitas olahraga. Variabel dependen yaitu kejadian sindrom pramenstruasi.

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel yaitu variabel dependen (kejadian sindrom pramenstruasi) dengan variabel independen (aktivitas olahraga). Tehnik analisis yang dilakukan yaitu dengan analisis Chi Square karena data yang diujikan adalah berbentuk kategorik dan kategorik dan hasil distribusi data adalah tidak normal sehingga menggunakan uji non parametrik. Analisis Chi Square ini menggunakan derajat kepercayaan 95%


(70)

perhitungan statistik bermakna atau menunjukkan ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, dan apabila nilai p value> 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Sarwono, 2006).

H. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan (Hidayat, 2007). Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Pada penelitian ini, peneliti memberikan lembar pernyataan persetujuan ketika responden bersedia unuk menjadi responden. Ketika responden menyetujui maka selanjutnya meminta responden untuk menandatangani persetujuan tersebut.


(71)

54

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. Pada penelitian ini, ketika peneliti membagikan kuesioner, peneliti memberitahu kepada responden untuk menulis inisial nama saja pada kolom identitas.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Pada penelitian ini ketika responden selesai mengisi kuesioner yang di berikan, yang tahu tentang kuesioner tersebut adalah peneliti. Tanpa memberitahu kepada orang lain dan hanya menggunakan kuesioner tersebut untuk keperluan penelitian

4. Beneficence (keuntungan)

Melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi. Pada penelitian ini, peneliti sudah meminta izin terebih dahulu kepada pihak sekolah agar tidak mengganggu proses pembelajaran. Dan setelah pengisian kuesioner ada yang bertanya mengenai sesuatu maka peneliti berusaha menyampaikan informasi dan meberikan reward ketika responden selesai mengisi kuesioner.


(72)

55 BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Proses Skrining

Sebelum menentukan jumlah responden yang akan di jadikan sampel untuk penelitian, maka peneliti melakukan skrining untuk mencari responden yang sesuai dengan kriteria. Skrining dilakukan di SMA Negeri 4 pada tanggal 29 Februari 2016 dengan target yaitu siswi kelas X dan kelas XI baik jurusan IPA, IPS, dan Bahasa sebanyak 198 siswi. Hasil skrining di dapatkan hasil sebagai berikut :

1. Genetik

Tabel 5.1

Frekuensi Genetik Sindrom Pramenstruasi

Tabel 5.1 menunjukkan frekuensi siswi yang mempunyai genetik sindrom pramenstruasi atau tidak memiliki genetik sindrom pramenstruasi. Sebesar 32,8% mempunyai genetik sindrom pramenstruasi dimana orang tua (ibu/saudara kandung) memiliki gejala sindrom pramenstruasi dan sebanyak 67,2% tidak mempunyai genetik sindrom pramenstruasi dimana orang tua (ibu/saudara kandung) tidak memiliki gejala sindrom pramenstruasi.

Genetik Frekuensi Persentase

Ya 65 32.8

Tidak 133 67.2


(73)

56

2. Diet

Tabel 5.2

Frekuensi Diet Siswi SMA Negeri 4 Jakarta

Tabel 5.2 menunjukkan frekuensi diet siswi SMAN 4 Jakarta. Sebesar 47,5% mempunyai diet yang buruk, dimana siswi tersebut mengkonsumsi gula, garam, kopi, teh, minuman bersoda, dan makanan olahan yang berlebihan. Sebesar 52,5% mempunyai diet yang baik, dimana siswi tersebut mengkonsumsi gula, garam, kopi, teh, minuman bersoda, dan makanan olahan secara tidak berlebihan.

3. Stres

Tabel 5.3

Frekuensi Skala Stres Siswi SMA Negeri 4 Jakarta

Tabel 5.3 menunjukkan frekuensi skala stres siswi di SMA Negeri 4 Jakarta. Sebesar 7,1% tidak mengalami stres, sebesar 30,8% mengalami stres ringan, sebesar 27,3% mengalami stres ringan, dan sebesar 34,8% mengalami stres berat.

Responden yang diinginkan dalam penelitian ini adalah dengan karakter yang tidak memiliki genetik sindrom pramenstruasi, yang

Genetik Frekuensi Persentase

Buruk 94 47.5

Baik 104 52.5

Total 198 100.0

Stres Frekuensi Persentase

Tidak Stres 14 7.1

Stres ringan 61 30.8

Stres sedang 54 27.3

Stres berat 69 34.8


(1)

Responden yang sesuai kriteria

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak sesuai 140 70.7 70.7 70.7

Sesuai 58 29.3 29.3 100.0


(2)

LAMPIRAN 7

HASIL UJI NORMALITAS

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Aktivitas Olahraga .225 58 .000 .846 58 .000

Sindrom Pramenstruasi .366 58 .000 .633 58 .000


(3)

LAMPIRAN 8

HASIL GAMBARAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 14 tahun 1 1.7 1.7 1.7

15 tahun 9 15.5 15.5 17.2

16 tahun 42 72.4 72.4 89.7

17 tahun 5 8.6 8.6 98.3

18 tahun 1 1.7 1.7 100.0

Total 58 100.0 100.0

Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Kelas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kelas X 20 34.5 34.5 34.5

Kelas XI 38 65.5 65.5 100.0

Total 58 100.0 100.0

Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Jurusan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid IPA 37 63.8 63.8 63.8

IPS 15 25.9 25.9 89.7

Bahasa 6 10.3 10.3 100.0


(4)

LAMPIRAN 9

HASIL ANALISIS DENGAN SPSS

Hasil Gambaran Sindrom Pramenstruasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak ada gejala hingga

gejala ringan 26 44.8 44.8 44.8

Gejala sedang hingga gejala

berat 32 55.2 55.2 100.0

Total 58 100.0 100.0

Hasil Gambaran Aktivitas Olahraga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Olahraga yang tidak

mempengaruhi PMS 22 37.9 37.9 37.9

Olahraga PMS dan tidak

teratur 19 32.8 32.8 70.7

Olahraga PMS dan teratur 17 29.3 29.3 100.0


(5)

Hasil Gambaran Jenis Olahraga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Basket 8 13.8 13.8 13.8

Futsal 4 6.9 6.9 20.7

Jalan kaki 12 20.7 20.7 41.4

Jogging 12 20.7 20.7 62.1

Voli 2 3.4 3.4 65.5

Taekwondo 2 3.4 3.4 69.0

Renang 7 12.1 12.1 81.0

Skipping 2 3.4 3.4 84.5

Badminton 2 3.4 3.4 87.9

Bersepeda 5 8.6 8.6 96.6

Dance 2 3.4 3.4 100.0

Total 58 100.0 100.0

Hasil Gambaran Rutinitas Olahraga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak teratur 31 53.4 53.4 53.4

Teratur 27 46.6 46.6 100.0


(6)

Hasil Uji Analisis

Chi Square

AktivitasOlahraga * Sindrompramenstruasi Crosstabulation Sindrompramenstruasi Total tidak ada gejala hingga gejala ringan gejala sedang hingga berat AktivitasOlahraga Olahraga yang tidak

mempengaruhi PMS

Count 10 12 22

% within

AktivitasOlahraga 45.5% 54.5% 100.0%

Olahraga PMS dan tidak teratur

Count 3 16 19

% within

AktivitasOlahraga 15.8% 84.2% 100.0%

Olahraga PMS dan teratur

Count 13 4 17

% within

AktivitasOlahraga 76.5% 23.5% 100.0%

Total Count 26 32 58

% within

AktivitasOlahraga 44.8% 55.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 13.364a 2 .001

Likelihood Ratio 14.342 2 .001

Linear-by-Linear Association 2.830 1 .093

N of Valid Cases 58

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.62.