Analisis Kemampuan Kanal Banjir Dalam Menanggulangi Masalah Banjir Kota Medan Kaitannya Dalam Pengembangan Wilayah

(1)

ANALISIS KEMAMPUAN KANAL BANJIR DALAM

MENANGGULANGI MASALAH BANJIR

KOTA MEDAN KAITANNYA DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH

TESIS

Oleh

JONES HENDRA M. SIRAIT

087003010/PWD

SE

K O L A

H P

A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

ANALISIS KEMAMPUAN KANAL BANJIR DALAM

MENANGGULANGI MASALAH BANJIR

KOTA MEDAN KAITANNYA DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JONES HENDRA M. SIRAIT

087003010/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS KEMAMPUAN KANAL BANJIR DALAM MENANGGULANGI MASALAH BANJIR KOTA MEDAN KAITANNYA DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

Nama Mahasiswa : Jones Hendra M. Sirait Nomor Pokok : 087003010

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D) Ketua

(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) Anggota

(Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 01 Maret 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D

Anggota : 1. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si

2. Kasyful Mahalli, SE, M.Si

3. Agus Purwoko, S. Hut, M.Si


(5)

ABSTRAK

Jones Hendra M. Sirait, 087003010/PWD, “Analisis Kemampuan Kanal Banjir Dalam Menanggulangi Masalah Banjir Kota Medan Kaitannya dalam Pengembangan Wilayah” dibawah bimbingan Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D (Ketua); Dr. Ir. Rahmanta, M.Si (Anggota), Kasyful Mahalli, SE, M.Si (Anggota).

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi umum masalah banjir di kota Medan dan penyebabnya serta penanggulangan banjir yang dibutuhkan berdasarkan kondisi umum tersebut. Oleh karena itu dibuat solusi penanggulangan masalah banjir dengan pembangunan kanal banjir dengan asumsi dengan adanya kanal banjir maka masalah banjir yang berasal dari air hulu sungai Deli, air hujan dan air drainase perkotaan dapat ditampung dalam bangunan kanal banjir tersebut. Dan banjir yang selalu terjadi di kota Medan dapat diminimalisasi secara perlahan.

Penelitian dilakukan pada titik-titik lokasi genangan banjir dimana dilakukan penelitian terhadap kondisi umumnya saja sebagai penyebab terjadinya banjir serta penanggulan yang dibutuhkan. Oleh karena itu secara khusus dilakukan studi pada kanal banjir yang memiliki panjang mencapai 3,8 km. Dimana bagian hulu kanal banjir terletak pada sungai Deli dan sedangkan bagian hilir terletak pada sungai Percut dan berada di wilayah kota Medan dengan melalui beberapa kecamatan yaitu ; kecamatan Medan Johor, Delitua dan kecamatan Marendal.

Dengan pembangunan kanal banjir di kota Medan yang merupakan sistem pengelolaan banjir perkotaan terpadu adalah bagian dari perencanaan dan pengembangan wilayah, dengan melihat banjir berdasarkan batas hidrologis dan batas administrasi serta mensinergikan antara batas hidrologis dengan batas administrasi yang selanjutnya akan meningkatkan pengembangan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat di sekitar kanal banjir serta memacu pertumbuhan ekonomi untuk lokasi-lokasi dan tempat pemukiman masyarakat yang selama ini sering terkena banjir.


(6)

ABSTRACT

Jones Hendra M. Sirait, 087003010/PWD, "Analysis of Flood Channel capacity Tackling Problems In Medan Floods in Relation to Regional Development"

under the guidance of Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, PhD (Chair); Dr. Ir. Rahmanta, M.Si (Member), Kasyful Mahalli, SE, M.Si (Member).

This research was conducted to identify the general condition of flooding problems in the city of Medan and its causes as well as flood prevention needs based on these general conditions. Therefore, prevention solutions created flooding problems with the construction of flood channels with the assumption that the existence of the flood canal flooding problems originating from the deli river water, rain water and urban drainage water can be accommodated in buildings that flood channel. And flooding that always occurred in Medan can be minimized gradually. Research conducted at the location of points where the floodwaters carried out a study of general conditions just as the causes of the floods and required. Therefore, a study conducted specifically on the canal flooding that has reached the 3.8 km long. Where the upstream channel is located on River Flood Deli and while located on the lower Percut River and in any area of Medan with the several districts, namely : Medan Johor distric, Delitua district and Marendal district. With the construction of flood canals in the city of Medan, which is urban flood management system is part of an integrated planning and regional development, with seeing the flood based on hydrological boundaries, and administrative boundaries and synergy between hydrological boundaries with administrative boundaries will further enhance the development of quality of life and public life in Flood and around the canal spur economic growth for the locations and places for public housing is often affected by flooding.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus saya ucapkan serta Allah Bapa

Yang Maha Kuasa karena berkat limpahan karunia, rahmat, dan berkat-Nya penulisan

Tesis ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Pada kesempatan ini dengan hati

yang tulus dan penuh kerendahan hati, saya sampaikan terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah berperan serta dalam menyelesaikan tesis ini sekaligus

menyelesaikan program pendidikan Magister Sains pada Program Studi Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara (USU) Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

yang tulus dan iklas kepada semua pihak, terutama kepada Yang Terhormat :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

2. Komisi pembimbing, yaitu Bapak Prof. Ir. Zulkarnain Nasution, MSc, Ph.D,

Bapak Dr. Ir. Rahmanta Tarigan, M.Si dan Bapak Kasyful Mahalli,SE, M.Si.

Dimana diantara kesibukan rela meluangkan waktu berharganya untuk

memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Dosen Penguji yaitu Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, Bapak Agus Purwoko,

S. Hut, M.Si dan Bapak Ir. Supriadi, M.Si yang telah banyak memberikan


(8)

4. Ibu Kepala Balai Sungai Sumatera II dan Bapak Kepala Dinas Pengelolaan

Sumber Daya Air Propinsi Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan

bantuan moril serta izin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada

Sekolah Pascasarjana PWD Universitas Sumatera Utara.

5. Secara khusus dan yang amat mulia kepada kedua orangtua, Ir. John Viter Sirait

(Papa) dan Siti Sorkamina Sianipar (Mama), Kakanda dan Adinda serta seluruh

keluarga yang selalu memberikan dorongan dalam penyelesaian Pendidikan di

Sekolah Pascasarjana PWD Universitas Sumatera Utara.

6. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana PWD Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan partisipasi, bantuan dan dorongan moril

dalam penyelesaian tesis ini.

Tesis ini tidak mungkin terlepas dari kesalahan yang ada di luar kemampuan

Penulis. Untuk hal tersebut, saya dengan senang hati menerima saran dan kritik untuk

penyempurnaan tesis ini. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu

Perencanaan Wilayah khususnya, untuk rekayasa teknik pengelolaan banjir perkotaan

dan minimal ada suatu yang dapat dipetik dari tesis ini. Semoga pihak-pihak lain

dapat mengkaji lebih lanjut untuk kesempurnaan yang diharapkan.

Medan, Maret 2010 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, tanggal 04 Mei 1981 dari pasangan Bapak Ir. John

Viter Sirait dan Ibu Siti Sorkamina Sianipar. Penulis merupakan anak ke kedua dari

empat bersaudara.

Penulis mengikuti pendidikan formal dari tingkat SD sampai dengan SLTA di

Medan pada tahun 1987 sampai dengan tahun 1999. Jenjang pendidikan tinggi

Diploma Teknil Sipil diperoleh di Politeknik Negeri Medan pada tahun 1999 sampai

dengan tahun 2002 dan dilanjutkan ke Program Ektension pada Fakultas Teknik

Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara dari tahun 2002 sampai dengan

tahun 2005. Kemudian penulis mengikuti pendidikan Magister pada Program studi

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara (USU) pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.

Riwayat pekerjaan penulis mulai diangkat sebagai pegawai honorer bekerja

pada Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Propinsi Sumatera Utara dan bertugas

sebagai staff Teknik Perencanaan Bagian Proyek Pengendalian Banjir dan Perbaikan

Sungai II di Medan dari tahun 2004-2007. Lalu pada tahun 2007-2009 bertugas

sebagai staff Program Pengawasan dan Pelaksanaan Proyek Pengendalian Banjir dan

Perbaikan Sungai II di Medan. Pada tahun 2009 penulis diangkat sebagai calon

pegawai negeri sipil dan ditempatkan bertugas sebagai staff teknik pada Sub Dinas


(10)

Sumatera Utara dan pada tahun 2010 penulis diangkat sebagai pegawai negeri sipil.

Saat ini penulis bertugas pada Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Propinsi

Sumatera Utara sebagai staff teknik pada seksi rawa dan pantai Sub Dinas


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 7

1.3.Tujuan Penelitian ... 7

1.4.Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 Pengertian Banjir dan Penyebabnya ... 9

2.2.Daerah Aliran Sungai Deli... 14

2.3.Siklus Hidrologi... 18

2.4.Debit Air Maksimum... 21

2.4.1.Karakteristik DAS…... 22

2.4.2.Saluran Drainase……... 24

2.5.Penelitian Terdahulu... 24

2.6.Kerangka Berfikir... 26

BAB III METODE PENELITIAN... 29

3.1.Lokasi dan Waktu Penelitian... 29

3.2.Jenis dan Sumber Data... 29

3.3.Teknik Pengumpulan Data... 29

3.4.Metode Analisa Data... 30

3.5.Defenisi Variabel... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 33

4.1.Gambaran Umum Kota Medan... 33

4.2. Kanal Banjir Dalam Satuan Wilayah Sungai... 34

4.3. Debit Kanal Banjir……... 40

4.4. Debit Air Dari Sungai Deli... 44

4.5. Debit Air Dari Air Hujan……….… 47


(12)

4.7. Analisis Hasil Regresi…... 51

4.8. Implementasi Hasil Penelitian Terhadap Pengembangan Wilayah………. 53

4.8.1. Teori Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah ... 58

4.8.2. Banjir Kaitannya Terhadap Penataan Ruang Dalam Pengembangan Wilayah... 61

4.8.3. Perencanaan Pengembangan Wilayah Sungai... 62

4.8.4. Zoning, Konsep Zero Delta Q dan Kompensasi Hilir-Hulu... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 67

5.1.Kesimpulan... 67

5.2.Saran... 68


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Penyebab Banjir dan Prioritasnya……….10

4.1 Data Aliran Sungai Pada Kanal Banjir………..37

4.2 Daerah Yang Dilalui Kanal Banjir………38

4.3 Luas Catchment Area Berdasarkan Jenis Peruntukan………...39

4.4 Rata-Rata Debit Air Kanal Banjir Tahun 2007………...41

4.5 Rata-Rata Debit Air Kanal Banjir Tahun 2008………..………...42

4.6 Rata-Rata Debit Air Kanal Banjir Tahun 2009………..…...43

4.7 Pemanfaat Sungai Deli...45

4.8 Data Debit Air Hulu Sungai Deli...46

4.9 Data Rata-Rata Curah Hujan...48

4.10 Data Debit Air Drainase Perkotaan...50

4.11 Hasil Analisis Hubungan Debit Kanal Banjir Dengan Variabel...51


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Rencana Induk Proyek Pengendalian Banjir Medan

dan Sekitarnya……...…...6

2.1 Bagan Integrated Flood Controland River Basin Management…………..12

2.2 Perubahan Run-off...……….16

2.3 Siklus Hidrologi………...19

2.4 Kerangka Berfikir...………....27

4.1 Peta Wilayah Sungai………...36


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Analisis Hasil Regresi... 73

2. Peta Lokasi Rawan Banjir Kec. Medan Baru... 82

3. Peta Lokasi Rawan Banjir Kec. Medan Polonia... 83

4. Peta Lokasi Rawan Banjir Kec. Medan Barat... 84

5. Peta Lokasi Rawan Banjir Kec. Medan Maimun... 85

6. Peta Sistem Pengendalian Banjir Kota Medan... 86

7. Gambar Sketsa dan Foto Udara Kanal Banjir... 87

8. Gambar Kanal Banjir... 88

9. Gambar Kanal Banjir (sedang dikerjakan)... 89

10. Gambar Kanal Banjir (sedang dikerjakan)... 90

11. Gambar Dokumentasi Daerah Banjir di Kec. Medan Polonia... 91

12. Gambar Dokumentasi Daerah Banjir di Kec. Medan Maimun Dan Kec. Medan Baru... 92

13. Gambar Dokumentasi Daerah Banjir di Kec. Medan Polonia... 93

14. Gambar Dokumentasi Daerah Banjir di Kec. Medan Polonia... 94


(16)

ABSTRAK

Jones Hendra M. Sirait, 087003010/PWD, “Analisis Kemampuan Kanal Banjir Dalam Menanggulangi Masalah Banjir Kota Medan Kaitannya dalam Pengembangan Wilayah” dibawah bimbingan Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D (Ketua); Dr. Ir. Rahmanta, M.Si (Anggota), Kasyful Mahalli, SE, M.Si (Anggota).

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi umum masalah banjir di kota Medan dan penyebabnya serta penanggulangan banjir yang dibutuhkan berdasarkan kondisi umum tersebut. Oleh karena itu dibuat solusi penanggulangan masalah banjir dengan pembangunan kanal banjir dengan asumsi dengan adanya kanal banjir maka masalah banjir yang berasal dari air hulu sungai Deli, air hujan dan air drainase perkotaan dapat ditampung dalam bangunan kanal banjir tersebut. Dan banjir yang selalu terjadi di kota Medan dapat diminimalisasi secara perlahan.

Penelitian dilakukan pada titik-titik lokasi genangan banjir dimana dilakukan penelitian terhadap kondisi umumnya saja sebagai penyebab terjadinya banjir serta penanggulan yang dibutuhkan. Oleh karena itu secara khusus dilakukan studi pada kanal banjir yang memiliki panjang mencapai 3,8 km. Dimana bagian hulu kanal banjir terletak pada sungai Deli dan sedangkan bagian hilir terletak pada sungai Percut dan berada di wilayah kota Medan dengan melalui beberapa kecamatan yaitu ; kecamatan Medan Johor, Delitua dan kecamatan Marendal.

Dengan pembangunan kanal banjir di kota Medan yang merupakan sistem pengelolaan banjir perkotaan terpadu adalah bagian dari perencanaan dan pengembangan wilayah, dengan melihat banjir berdasarkan batas hidrologis dan batas administrasi serta mensinergikan antara batas hidrologis dengan batas administrasi yang selanjutnya akan meningkatkan pengembangan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat di sekitar kanal banjir serta memacu pertumbuhan ekonomi untuk lokasi-lokasi dan tempat pemukiman masyarakat yang selama ini sering terkena banjir.


(17)

ABSTRACT

Jones Hendra M. Sirait, 087003010/PWD, "Analysis of Flood Channel capacity Tackling Problems In Medan Floods in Relation to Regional Development"

under the guidance of Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, PhD (Chair); Dr. Ir. Rahmanta, M.Si (Member), Kasyful Mahalli, SE, M.Si (Member).

This research was conducted to identify the general condition of flooding problems in the city of Medan and its causes as well as flood prevention needs based on these general conditions. Therefore, prevention solutions created flooding problems with the construction of flood channels with the assumption that the existence of the flood canal flooding problems originating from the deli river water, rain water and urban drainage water can be accommodated in buildings that flood channel. And flooding that always occurred in Medan can be minimized gradually. Research conducted at the location of points where the floodwaters carried out a study of general conditions just as the causes of the floods and required. Therefore, a study conducted specifically on the canal flooding that has reached the 3.8 km long. Where the upstream channel is located on River Flood Deli and while located on the lower Percut River and in any area of Medan with the several districts, namely : Medan Johor distric, Delitua district and Marendal district. With the construction of flood canals in the city of Medan, which is urban flood management system is part of an integrated planning and regional development, with seeing the flood based on hydrological boundaries, and administrative boundaries and synergy between hydrological boundaries with administrative boundaries will further enhance the development of quality of life and public life in Flood and around the canal spur economic growth for the locations and places for public housing is often affected by flooding.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

harus dijaga kelestarian dan pemanfaatannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat sesuai Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Saat ini kerusakan lingkungan telah

mengarah pada keadaan sektor sumber daya air yang kritis dan konflik penggunaan

untuk berbagai keperluan seperti air minum, air irigasi, pembangkit listrik tenaga air,

air industri. Untuk mencapai pemecahan yang efektif dan berkelanjutan atas

permasalahan air yaitu: air berlebih (banjir), air kekurangan (kekeringan), air

terkontaminasi (tercemar) dan alokasi air, diperlukan adanya paradigma baru dalam

pengelolaan sumber daya air yang amanah (good water governance) pada

pengelolaan sumber daya air termasuk pengelolaan banjir, sumber daya hutan dan

lainnya.

Suatu pendekatan pengelolaan sumber daya air terpadu yang baru harus

diciptakan untuk menggantikan sistem pengembangan dan pengelolaan sumber daya

air tradisional, dengan ciri-ciri pendekatan yang akan diterapkan , yaitu : hulu-hilir

(upstream-downstream) serta pendekatan berbasis teknis dan sektor (Ditjen SDA,

2008; Kodoatie dan Sjarief, 2008; UU No.7, 2004). Untuk mengatasi kemungkinan


(19)

Sungai (DAS) dan atau river basin, selanjutnya akan disebut dengan DAS, mengenal

pendekatan satu sungai (one river), satu rencana (one plan) dan satu pengelolaan

terkoordinasi (and one integrated management) yang perlu diwujudkan secara nyata

(Sjarief, 2008).

Untuk mengembangkan wilayah sehingga dapat mengurangi kesenjangan

tenaga kerja, kesenjangan potensi ekonomi, dan untuk mengembangkan sumber daya

air serta mengendalikan banjir maka diperlukan suatu sistim pengendalian banjir.

Perkembangan daerah sekitarnya yang cukup pesat selanjutnya memperluas rencana

pengembangan kota Medan dan sekitarnya, yaitu dengan konsep Mebidang (Medan –

Binjai – Deli Serdang).

Di kota Medan dan di sekitarnya melintas beberapa sungai, yaitu :

1. Sungai Belawan dengan anak sungainya, sungai Badera

2. Sungai Deli dengan anak sungainya, sungai Babura, Sikambing dan sungai Putih

3. Sungai Kera

4. Sungai Percut

5. Sungai Tuan

6. Sungai Pantai Labu

7. Sungai Serdang dengan anak sungainya, sungai Belumai, sungai Batugingging

dan sungai Kuala Namu.

Sungai Deli adalah sungai yang mengalir membelah inti kota Medan. Sungai


(20)

Medan (daerah utara Helvetia) dengan seluas 45 km2 dan mengakibatkan korban

jiwa. Sungai Percut yang melintasi di sekitar kota Medan juga mempunyai kondisi

yang hampir sama. Banjir tanggal 23 Desember 1992 mengakibatkan melimpasnya

air di daerah sekitar sungai dan daerah utara, dengan luas yang hampir sama dengan

yang diakibatkan banjir sungai Deli. Limpasan air terjadi karena tidak cukupnya

kapasitas alir air sungai-sungai tersebut.

Kejadian banjir di kota Medan yang hampir rata-rata 10-12 kali/tahun sangat

dipengaruhi oleh kondisi DAS sungai Deli dan DAS Belawan di daerah hulu.

Mencakup kabupaten Karo, kabupaten Deli Serdang dan kota Medan serta

disebabkan oleh 2 (dua) hal yaitu :

1. Banjir akibat kiriman dari daerah hulu

2. Banjir di kota Medan sendiri akibat kondisi drainase kota yang sangat buruk

(poor drainage).

Bencana banjir di kota Medan sebagian besar terjadi di sepanjang sungai Deli.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli dengan luas 481,62 km2 berawal dari pegunungan

Bukit Barisan pada ketinggian 1.725 m di atas permukaan laut hingga pantai Selat

Malaka. Sungai Deli dengan panjang 75,8 km mengalir melalui kota Medan yang

berada di bagian hilir DAS Deli dengan ketinggian berkisar 0-40 m di atas permukaan

laut. Sungai ini merupakan saluran utama yang mendukung drainase kota Medan

dengan cakupan luas wilayah pelayanan sekitar 51% dari luas kota Medan.

Dari hasil observasi yang telah dilaksanakan pada daerah aliran sungai Deli,


(21)

bangunan perumahan, perkantoran maupun industri di sepanjang sungai. Dimana luas

daerah genangan ± 9.000 ha yang terdiri dari daerah pemukiman, industri dan areal

transportasi yang semua ini terjadi antara lain disebabkan akibat penampang

sungai/anak sungai melalui daerah potensial tersebut semakin kecil disebabkan

tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, bertambahnya aliran permukaan, kerusakan

daerah tangkapan air di hulu sungai, dan kurangnya tingkat kesadaran masyarakat

dimana sering membuang sampah ke sungai/anak sungai dan sangat minimnya biaya

operasi serta pemeliharaan untuk bangunan drainase yang sudah ada, diantaranya

adalah merekomendasikan upaya untuk pengendalian banjir kota Medan berupa

pembuatan saluran kanal banjir (floodway). Olehkarena itu pemerintah membuat

suatu studi yang dikenal dengan “The Detailed Design Study on Medan Flood

Control Project” . Dengan hasil rekomendasi pembuatan kanal banjir (floodway).

Dengan adanya pembangunan kanal banjir tersebut diharapkan akan memotong

puncak banjir pada sungai Deli sebelum memasuki daerah kota Medan dan kemudian

mengalirkannya sebahagian ke sungai Percut.

Banjir pada hakekatnya hanyalah salah satu output dari pengelolaan DAS

yang tidak tepat. Bencana banjir menjadi populer setelah dalam waktu yang hampir

bersamaan (akhir bulan Januari 2002) beberapa kota dan kabupaten di Indonesia

terpaksa harus mengalami bencana ini. Bahkan, Medan yang notabene merupakan

ibukota Provinsi Sumatera Utara, terpaksa harus terendam air. Sudah tentu kerugian


(22)

Belawan di daerah hulu. Mencakup kabupaten Karo, kabupaten Deli Serdang dan

kota Medan disimpulkan bahwa bencana banjir secara fisik disebabkan oleh (1) curah

hujan yang tinggi, (2) karakteristik DAS itu sendiri, (3) penyempitan saluran

drainase, (4) perubahan penutupan lahan. Dari ke 4 (empat) penyebab banjir tersebut,

2 (dua) penyebab pertama berada diluar kemampuan manusia untuk dapat melakukan

intervensi yaitu curah hujan yang tinggi dan karakteristik DAS itu sendiri. Artinya,

dua penyebab pertama merupakan keadaan kiriman dari suatu DAS. Manusia dalam

hal ini hanya mampu atau mungkin untuk melakukan intervensi pada faktor penyebab

banjir diatas. Namun demikian, untuk dapat melakukan intervensi yang tepat perlu

terlebih dahulu diketahui akar permasalahan yang melatarbelakangi penyebab

tersebut. Dengan demikian, resep yang diberikan tidak sekedar penyembuh

sementara, tetapi bersifat berkelanjutan.

Perubahan tata guna lahan merupakan sumber permasalahan banjir. Hal

dikarenakan perubahan tata guna lahan tersebut akan mempengaruhi pengaliran air

yang terjadi, yaitu koefisien C (koefisien Run-off) dalam rumus debit pengaliran air.

Apabila lahan berubah dari lahan resapan menjadi lahan kedap air seperti perkerasan

aspal dan atap bangunan akan mengasilkan aliran hampir 100% setelah permukaan

menjadi basah, berapapun kemiringannya artinya air tidak dapat meresap dan

langsung mengalir di atas permukaan sehingga mengakibatkan debit air yang besar.

Apabila saluran (drainase) yang ada dibangun dengan perencanaan lahan yang resap

air, maka perubahan tata guna lahan yang kedap air dapat menjadi penyebab


(23)

Penanganan masalah banjir kota Medan selama ini baru difokuskan pada

bagian alur sungai saja (in-stream) dan belum menyentuh pada pengelolaan DAS (off

stream) seperti pekerjaan perbaikan sungai (river improvement) dan pembangunan

floodway yang telah selesai dibangun dimana proses pembangunan dikerjakan Dinas

Pengairan Provinsi Sumatera Utara Cq. Proyek Pengendalian Banjir dan Perbaikan

Sungai. Sedangkan penanganan drainase kota Medan dilakukan oleh Project Medan

Metropolitan Urban Development Project (MMUDP) untuk drainase primer

mencapai 75% dan Pemko Medan untuk drainase sekunder dan kota mencapai 100%

(pekerjaan rutin setiap tahun). Gambar berikut ini akan dijelaskan Rencana Induk

Pengendalian Banjir Medan dan Sekitarnya.

Sumber: Proyek Pengendalian Banjir Medan, 2001


(24)

Dari gambar 1.1 diatas dijelaskan bahwa melalui pembuatan kanal banjir (floodway)

diharapkan akan memotong puncak banjir dengan pada sungai Deli sebelum

memasuki daerah kota Medan dan kemudian mengalirkannya sebahagian ke sungai

Percut, sehingga dengan demikian kota Medan dapat terhindar dari banjir.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas maka yang menjadi

pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kemampuan kanal banjir (floodway) dalam menampung debit air

sungai yang berasal dari hulu sungai Deli?

2. Bagaimana kemampuan kanal banjir (floodway) dalam menampung debit air

yang berasal dari air hujan?

3. Bagaimana kemampuan kanal banjir (floodway) dalam menampung debit air

yang berasal dari drainase-drainase kota Medan?

4. Bagaimana manfaat kanal banjir (floodway) dalam pengembangan wilayah

yang dititik beratkan pada pencegahan banjir yang didasarkan pada cara

pengendalian debit banjir kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah :

1. Untuk menganalisis kemampuan kanal banjir (floodway) dalam menampung


(25)

2. Untuk menganalisis kemampuan kanal banjir (floodway) dalam menampung

debit air yang berasal dari air hujan.

3. Untuk menganalisis kemampuan kanal banjir (floodway) dalam menampung

debit air yang berasal dari drainase-drainase kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah mencakup manfaat untuk :

1. Manfaat bagi ilmu pengetahuan ; sebagai bahan masukan dalam melakukan

kajian ilmiah bidang sumber daya air untuk mengkaji pengaruh tingkat

kemampuan kanal banjir (floodway) dalam menampung debit air sungai yang

berasal dari hulu sungai Deli, air hujan dan drainase-drainase kota Medan.

2. Manfaat bagi pemerintah ; sebagai bahan masukan dalam menentukan arah

kebijakan dalam pengelolaan alur sungai Deli dan pengaturan tata ruang kota,

sehingga diharapkan di masa yang akan datang kerugian-kerugian yang

diakibatkan oleh banjir dapat dikurangi.

3. Manfaat bagi masyarakat ; sebagai bahan masukan untuk mengetahui


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Banjir dan Penyebabnya

Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi

kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai

atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.

Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan

air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) Perubahan tata guna lahan

di Daerah Aliran Sungai (DAS); (2) Pembuangan sampah; (3) Erosi dan sedimentasi;

(4) Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase; (5) Perencanaan sistem pengendalian

banjir yang tidak tepat; (6) Curah hujan yang tinggi; (7) Pengaruh fisiografi/geofisik

sungai; (8) Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai; (9) Pengaruh air

pasang; (10) Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut);

(11) Drainase lahan; (12) Bendung dan bangunan air; dan (13) Kerusakan bangunan

pengendali banjir. (Kodoatie, 2002),

Kodoatie (2008) memaparkan penyebab banjir dan prioritasnya seperti pada


(27)

Tabel 2.1. Penyebab Banjir dan Prioritasnya

No Penyebab Banjir Alasan Mengapa Prioritas Penyebab 1 Perubahan Tata Guna

Lahan

Debit Puncak naik dari 5 sampai 35 kali karena DAS tidak ada yang menahan maka aliran air permukaan (run off) menjadi besar, sehingga berakibat debit di sungai menjadi besar dan terjadi erosi lahan yang berakibat sedimentasi di sungai sehingga kapasitas sungai menjadi turun.

Manusia

2 Sampah Sungai / drainase tersumbat sampah, jika air melimpah akan keluar dari sungai karena daya tampung saluran berkurang

Manusia

3 Erosi dan Sedimentasi Akibat perubahan tata guna lahan, terjadi erosi yang berakibat

sedimentasi masuk ke sungai sehingga daya tampung sungai berkurang. Penutup lahan vegetatif yang rapat (misal semak-semak, rumput) merupakan penahan laju erosi paling tinggi.

Manusia dan


(28)

4 Kawasan kumuh di sepanjang sungai / drainase

Dapat merupakan penghambat aliran, maupun daya tampung sungai. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.

Manusia

5 Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat

Sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir yang besar. Limpasan pada tanggul waktu banjir melebihi banjir rencana menyebabkan keruntuhan tanggul, kecepatan air sangat besar menyebabkan bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir.

Manusia

6 Curah Hujan Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan air/banjir.

Alam


(29)

seperti bentuk, fungsi dan kemiringan Daerah Aliran Sungai, kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai, dll.

Alam

8 Kapasitas Sungai Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai itu karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat.

Manusia dan Alam

9 Kapasitas Drainase yang tidak memadai

Karena perubahan tata guna lahan maupun berkurangnya tanaman / vegetasi serta tindakan manusia mengakibatkan pengurangan kapasitas saluran / sungai sesuai perencanaan yang dibuat.

Manusia

10 Drainase Lahan Drainase perkotaan dan

pengembangan pertanian pada daerah bantaran banjir akan mengurangi


(30)

kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi. 11 Bendung dan

bangunan air

Bendungan dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).

Manusia

12 Kerusakan bangunan pengendalian banjir

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat

meningkatkan kuantitas banjir.

Manusia dan Alam

Pengaruh air pasang Air pasang memperlambat aliran sungai ke laut. Waktu banjir bersamaan dengan air pasang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater).

Manusia

Sumber : Kodoatie dan Roestam, 2008

jadi menurut tabel diatas, dapat dikatakan bahwa konsep pengendalian banjir harus

dilakukan secara terpadu baik in-stream (badan sungai) maupun off-stream

(DAS-nya) dengan melaksanakan pekerjaan baik secara metode struktur (tugas

pembangunan) dan non struktur (tugas umum pemerintahan), sehingga akan tercapai


(31)

Berikut akan dijelaskan mengenai skema sistem pengendalian banjir dengan 2

(dua) metode struktur dari Pembangunan dan Pelayanan. Dapat dijelaskan pada

gambar berikut ini ;

Pengendalian Banjir

Metode Struktur Metode Non Struktur

(Tugas Umum Pemerintahan)

Perbaikan dan Pengaturan Sistem Sungai

- Sistem jaringan sungai

- Normalisasi Sungai

- Perlindungan

- Tanggul

T l B ji

Bangunan Pengendali Banjir

- Bendungan (Dam)

- Kolam Retensi

- Pembuatan check dam (Penangkap sedimen)

- Bangunan pengurang kemiringan sungai

Pengelolaan DAS

Pengaturan Tata Guna Lahan Pengendalian Erosi

Pengembangan Daerah Banjir Pengaturan Daerah Banjir Penanganan Kondisi Darurat Peramalan Banjir

Peringatan Bahaya Banjir Asuransi

Law Enforcement

Regulasi

Lembaga tetap, lengkap, handal dan kuat

Peran Serta Masyarakat Konsep Zero Delta Q

Sumber : Kodoatie dan Roestam, 2008

Gambar 2.1 Bagan Integrated Flood Control and River Basin Management

Penanganan drainase kota dalam rangka penanggulangan banjir meliputi

banyak faktor, sehingga perlu konsep yang jelas dan saling terkait untuk dapat

ditindaklanjuti. Berdasarkan hasil penjelasan gambar 2.1 diatas terhadap masalah

pengendalian banjir dan kebutuhan penanganan di lokasi banjir dijelaskan bahwa

penangananan banjir itu sendiri dapat di susun konsep umum dan konsep teknis


(32)

1. Pembuatan masterplan drainase mikro yang selaras dengan masterplan

drainase makro sehingga seluruh kegiatan pembangunan dan rehabilitasi

saluran-saluran drainase di kota Medan dapat mengacu kepada masterplan

drainase tersebut termasuk sistem operasional dan pemeliharaan

(maintenance) Program Tahap Berikut

Selanjutnya diharapkan tahapan berikutnya adalah penanganan wilayah-wilayah

yang juga diharapkan tercakup dalam masterplan sistem drainase, yaitu :

1. Penanganan Wilayah Hilir

Salah satu alternative penanganan yang dapat dipertimbangkan adalah polder

system. Contoh-contoh daerah yang dimaksud antara lain kampung Mabar,

KIM, dan Labuhan Deli. Saluran induk yang terdekat adalah sungai Deli.

Selama sungai meluap, permukaan air lebih tinggi dari daerah sekitarnya.

Untuk mengalirkan area-area ini diusulkan memakai sistem polder yang

merupakan kombinasi antara “waduk penyimpan air” dan “ pintu-pintu air

dengan klep” dan kemungkinan menggunakan pompa.

2. Penanganan Wilayah Tengah

Sebagai bagian dari sistem operasional dan pemeliharaan (maintenance) maka

perlu dipertimbangkan penyediaan fasilitas penggelontor (flushing) untuk

saluran-saluran drainase yang ada. Fasilitas penggelontor akan dibutuhkan

selama musim kemarau, pada saat aliran lambat dan secara beruntun untuk


(33)

pula kemampuan membersihkan saluran, sehingga sangat potensial untuk

menciptakan sedimentasi di sepanjang saluran.

3. Penanganan Wilayah Hulu

Beberapa alternative penanganan wilayah hulu telah dipertimbangkan melalui

beberapa studi terdahulu seperti pembuatan floodway, bendungan (dam),

upaya konversi alam, pemulihan kantong-kantong air dan retensi air. Konsep

dan program tersebut merupakan bagian dari kebutuhan perencanaan ke depan

bagi pembangunan dalam rangka penanggulangan banjir di perkotaan.

2.2. Daerah Aliran Sungai Deli

Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah suatu wilayah

daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak- anak sungainya,

yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari air

hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan

batas dilaut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Wilayah Sungai (WS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air

dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya

kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (Sosrodarsono, 1985).

Daerah aliran sungai (DAS) dapat dipandang sebagai suatu common good


(34)

yang diberikan oleh suatu DAS. Jasa DAS yang utama adalah fungsi hidro-orologis

dan fungsi ekologi (Departemen Kehutanan Balitbang, 2002).

Wilayah daratan biasanya disebut Daerah Tangkapan Air (DTA) atau

Chatmen Area merupakan ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumber daya

alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaatan sumber

daya alam.

Oleh karena komponen ekosistem saling berinteraksi satu sama lain, maka

terganggunya salah satu komponen ekosistem tersebut akan mempengaruhi

komponen yang lain. Contoh kondisi tersebut adalah terjadinya peristiwa banjir di

daerah DAS bagian hilir pada musim hujan karena kerusakan lingkungan pada daerah

hulu akibat penebangan hutan, cara bercocok tanam yang tidak mengikut kaidah

konservasi tanah, atau adanya aktivitas pembukaan lahan (Dinas Pengairan Propsu,

2003).

Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir dibandingkan

dengan yang lainnya. Sebagai contoh, apabila suatu hutan yang berada dalam suatu

daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai akan

meningkat antara 6 sampai 10 kali. Angka 6 dan angka 20 ini tergantung jenis hutan

dan jenis pemukiman (Kodoatie dan Syarif, 1996).

Suatu kawasan hutan bila diubah menjadi pemukiman maka yang terjadi

adalah bahwa hutan yang bisa menahan run-off cukup besar diganti menjadi

pemukiman dengan resistensi run-off yang kecil. Akibatnya ada peningkatan aliran


(35)

sungai yang besar. Perubahan run-off akibat perubahan tata guna lahan dapat dilihat

pada (Gambar 2.2)

res na

Sumber : Kodoatie, Robert, J, 1996

Gambar 2.2 Perubahan Run-off

Ilustrasi dari gambar diatas menerangkan bahwa perubahan fungsi DAS Deli

dimana DAS Deli yang terletak di tengah kota Medan merupakan salah satu DAS

paling prioritas di kota ini. Sehingga usaha rehabilitasi fungsi DAS Deli perlu segera

dilakukan karena rusaknya kondisi ekosistem sudah sampai pada taraf

membahayakan yang pada gilirannya akan berpengaruh baik terhadap kondisi DAS

itu sendiri maupun terhadap kehidupan masyarakat yang bermukim disekitar

lingkungan DAS tersebut. Dari gambar diatas diterangkan bahwa akibat perubahan

fungsi tata guna lahan yang sebelumnya peruntukan DAS sungai sebagai kawasan Misal

Debit Puncak a = 10 m 3

/dt

Resapan = 5 m3/dt

Debit Puncak b = 200 m 3

/dt

Resapan = 0,5 m3/dt

Industri, perumahan

Akibat perubahan tata-guna lahan bisa menjadi

run-off kecil karena tanaman

Hutan, gunung, sawah menghijau

resapan besar karena ada air yang terperangkap tanaman,

ada banyak waktu

run-offkecil karena semua jadi bangunan

apan kecil kare tak ada air yang


(36)

Akibatnya daerah resapan air menjadi kecil sehingga aliran air sungai terganggu,

dapat dilihat dari perubahan debit air puncak yang sebelumnya Qa= 10 m3/dtk

menjadi lebih besar Qb = 200 m3/dtk, serta daya resap lahan berkurang dari 5 m3/dt

menjadi 0,5 m3/dt akibat yang ditimbulkan adalah bencana banjir (Gambar 2.2)

Pada saat ini, sebahagian besar sistim pengendalian banjir kota Medan,

termasuk sistim sungai Deli – sungai Percut, untuk tingkatan debit banjir periode

ulang bervariasi 10 sampai 25-tahunan, telah selesai dilaksanakan. Dengan selesainya

Kanal Banjir (Floodway) maka sebahagian debit air sungai Deli akan beralih melalui

Kanal Banjir dan masuk ke sungai Percut. Air akan mulai mengalir melalui Kanal

Banjir apabila debit air di sungai Deli telah mencapai 134 m3/det. Pengalihan debit

akan berlangsung lebih besar lagi apabila debit air di sungai Deli semakin besar. Saat

debit air di sungai Deli mencapai 292 m3/det maka pengalihan debit air melalui Kanal

Banjir akan mencapai 67 m3/det (Irwansyah, 2004).

Akan tetapi, sebahagian daerah yang berada di tepi (di dalam lembah) sungai

Deli, yaitu penggalan mulai dari daerah di sekitar kantor DPRD Medan sampai ke

Jembatan Avros, masih akan tetap tergenang. Penggalan ini adalah daerah yang

rencana penanganannya belum terlaksana (kegiatan FC-103) karena tidak termasuk

lagi dalam program MMUDP. Terjadinya genangan tersebut dikarenakan kapasitas

alir air sungai kurang dari yang dibutuhkan. Sebahagian dari penggalan sungai

tersebut hanya mempunyai kapasitas alir air sungai 130 – 221 m3/det. Bahkan,

bahagian lainnya, yaitu di daerah Kampung Aur dan Sei Mati, hanya mempunyai


(37)

periode ulang 1-tahunan. Dengan demikian, setiap terjadi kenaikan debit sungai,

maka air akan keluar dari alur sungai dan menggenangi seluruh lembah sungai (seluas

+ 4 ha), yang hampir seluruhnya dihuni oleh penduduk.

Jadi pelaksanaan peningkatan kapasitas alir air sungai sebagai suatu sistim

dan untuk melaksanakan pembangunan bangunan-bangunan pengendali banjir yang

diperlukan agar sungai dapat menampung dan mengalirkan air hingga debit desain

tertentu, baik yang berasal dari daerah hulu maupun yang berasal dari

drainase-drainase kota. Dengan pengendalian banjir tersebut maka diharapkan

kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh banjir dapat dikurangi.

2.3. Siklus Hidrologi

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak manfaatnya bagi

kebutuhan manusia. Air yang terdapat di alam ini dalam bentuk cair, tetapi dapat

berubah dalam bentuk padat/es, salju dan uap yang terkumpul di atmosfer. Air juga

tidaklah statis tetapi selalu mengalami perpindahan. Air menguap dari laut, danau,

sungai, tanah dan tumbuh-tumbuhan akibat panas matahari. Kemudian akibat proses

alam air yang dalam bentuk uap berubah menjadi hujan, yang kemudian sebagian

menyusup ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian menguap (evaporasi) dan sebagian

lagi mengalir di atas permukaan tanah (run off). Air permukaan ini mengalir ke dalam

sungai, danau, kemudian mengalir ke laut, kemudian dari tempat itu menguap lagi


(38)

Siklus air (siklus hidrologi) adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air

dari saat ia jatuh ke bumi (hujan) hingga menguap ke udara untuk kemudian jatuh

kembali ke bumi (Arsyad, 1985)

Selaras hal tersebut untuk mengetahui/memprediksi besarnya debit air hujan

maka perlu diketahui siklus hidrologi seperti yang dijelaskan pada gambar berikut ini:

Sumber : Kodoatie dan Roestam, 2008

Gambar 2.3 Siklus Hidrologi

Gambar diatas menjelaskan bahwa siklus hidrologi merupakan konsep dasar

keseimbangan air secara global dan menunjukkan semua hal yang berhubungan

dengan air. Prosesnya sendiri berlangsung mulai dari tahap awal terjadinya proses


(39)

(evapotranspirasi), lalu terjadi hujan akibat berat air atau salju yang ada di gumpalan

awan. Lalu air hujan jatuh keatas permukaan tanah yang mengalir melaui akar

tanaman dan ada yang langsung masuk ke pori-pori tanah. Dan didalam tanah

terbentuklah jaringan air tanah (run off) yang juga mengalami transpirasi dengan butir

tanah. Sehingga dengan air yang berlebih tanah menjadi jenuh air sehingga

terbentuklah genangan air (sungai, danau, empang, dll)

Hujan merupakan suatu peristiwa siklus hidrologi yang terjadi tidak merata di

semua tempat, ada tempat yang mempunyai curah hujan yang tinggi dan ada tempat

yang mempunyai curah hujan yang rendah. Tinggi rendahnya curah hujan tersebut

disebabkan oleh letak suatu daerah dan iklim setempat, serta kebasahan udara (uap).

Pada umumnya di lereng gunung curah hujan lebih besar dibandingkan di daratan

(Soetedjo, 1970).

Menurut Sosrodarsono (1985), hujan yang terbanyak adalah di daerah

khatulistiwa antara 50 sampai dengan 100 sebelah utara dan selatan equator. Analisis

hidrologi dimaksud untuk memprediksikan keberadaan sumber air pada area

penelitian dengan menggunakan persamaan-persamaan empiris yang

memperhitungkan parameter-parameter alam yang mempengaruhinya. Dimana

analisis hidrologi ini ditujukan untuk memberikan estimasi mengenai besaran

kebutuhan dan ketersediaan air pada lokasi penelitian yang diperlukan dalam

perencanaan lebih lanjut, secara keseluruhan hasil analisis tersebut adalah merupakan


(40)

Langkah-langkah dalam analisis hidrologi ini yang diperlukan adalah sebagai

berikut :

1. Data curah hujan dan klimatologi yang diambil untuk kebutuhan analisis

hidrologi minimal diambil dari 3 (tiga) Stasiun Pencatat Hujan yang dinilai

dapat mewakili pola distribusi hujan pada Daerah Aliran Sungai Deli,

sedangkan data iklim diambil dari stasiun terdekat.

2. Data yang hilang atau kesenjangan data suatu pos penakar hujan pada saat

tertentu dapat diisi dengan bantuan data yang tersedia pada pos-pos penakar di

sekitarnya pada saat yang sama. Cara yang dipakai dinamakan ratio normal.

Syarat untuk menggunakan cara ini adalah tinggi hujan rata-rata tahunan pos

penakar yang datanya hanya diketahui, disamping dibantu dengan data tinggi

hujan rata-rata tahunan dan data pada pos-pos penakar disekitarnya.

Berdasarkan ketersediaan data pos duga air telah tersedia pada lokasi

kegiatan, langkah lain menentukan debit maksimum sungai Deli diambil dari data Pos

duga air.

2.4. Debit Air Maksimum

Debit air maksimum merupakan kondisi puncak/kritis yang terjadi pada saat

volume Kanal Banjir (Floodway) penuh. Hal ini disebabkan masuknya air ke Kanal

Banjir (Floodway) secara bersamaan yang menyebabkan kemampuan untuk


(41)

yang dilakukan tim EDCS konsultan bahwa penyebab banjir yang ada di kota Medan

diakibatkan oleh sistem drainasenya yang kurang berfungsi maksimal.

Asumsi debit desain QD dengan Periode Ulang T-tahunan yaitu :

(QD 10-tahunan) Setiap tahunnya, kemungkinan terjadinya debit Q > QD adalah

10%

(QD 25-tahunan) Setiap tahunnya, kemungkinan terjadinya debit Q > QD adalah

4%

(QD 50-tahunan) Setiap tahunnya, kemungkinan terjadinya debit Q > QD adalah

2%

(QD 100-tahunan) Setiap tahunnya, kemungkinan terjadinya debit Q > QD adalah

1%

Dengan demikian, pada setiap tahun, kemungkinan debit dengan besaran

berapapun bisa saja terjadi. Kemungkinan dilampauinya kapasitas alir air sungai tetap

ada setiap tahunnya. Penanganan sungai yang dilakukan tidaklah dapat mengubah

status dataran banjir menjadi dataran bebas banjir.

2.4.1. Karakteristik DAS

Karakteristik DAS meliputi bentuk dan kemiringan lereng. Berdasarkan hasil

tinjauan di lapangan, karakteristik DAS di tiga lokasi kajian menunjukkan adanya

persamaan yaitu daerah hulu sampai daerah tengah dengan kelerengan yang terjal


(42)

Berdasarkan karakteristik demikian, begitu hujan jatuh maka air hujan dari

daerah hulu langsung mengalir ke bawah dengan waktu konsentrasi yang singkat.

Jika drainase daerah hilir kurang memadai maka aliran permukaan tersebut akan

menyebar kemana-mana menggenangi daerah pemukiman dan jalan. Masing-masing

DAS mempunyai bentuk yang berbeda sehingga respon terhadap hujan juga

berbeda-beda. Untuk bentuk DAS yang memanjang respon hujan

Dalam UU No.41 Tahun 1999 minimal hutan dalam satu DAS adalah 30

persen. Berdasarkan hal tersebut DAS Deli mempunyai hutan sekitar 6 persen dari

luas DAS. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa keberadaan hutan yang sedikit

menyebabkan banjir. Hutan dapat mengurangi banjir hanya pada curah hujan sedang.

Pada curah hujan yang besar, hutan sudah tidak mampu menguranginya. Namun

demikian hutan dapat mengurangi erosi yang menyebabkan pendangkalan di sungai

atau saluran sehingga fungsi hutan ini lebih menjaga saluran sungai agar lancar

mengalirkan air. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Asdak Chay (1995) yang

menyebutkan bahwa keberadaan hutan dapat dipandang sebagai kegiatan pendukung

dari usaha lain dalam menurunkan terjadinya banjir. Selain itu hutan berfungsi

menjaga kontinuitas aliran, karena hutan dapat mengatur tata air yaitu menampung air

pada musim penghujan dan mengalirkannya pada musim kemarau.

Selain perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke pemukiman dan dari

tanaman keras ke tanaman semusim, ada lagi perubahan penggunaan lahan yang

cukup signifikan menyebabkan banjir yaitu penggunaan situ dan rawa untuk


(43)

mempunyai tempat lagi untuk transit. Aliran permukaan akan langsung mengalir dan

menambah aliran dari sekitarnya sehingga menyebabkan banjir atau menggenangi

pemukiman di daerah bekas situ atau rawa.

Kawasan resapan air di hulu DAS memiliki peran yang sangat penting dalam

siklus hidrologi di suatu DAS. Sayangnya, kebanyakan masyarakat awam memahami

DAS hanya sebatas pada air sungai yang mengalir. Padahal sistem sungai adalah

suatu hal yang sangat komplek dan terkait erat serta dipengaruhi oleh berbagai faktor

dari suatu DAS. Karenanya tidak mengherankan bila pada saat ini banyak kawasan

resapan air di hulu DAS telah mengalami perubahan fungsi, misalnya menjadi

pemukiman. Parahnya lagi, saat ini tercatat 58 DAS di Indonesia dalam kondisi kritis

(Pusat Data dan Informasi Publik, 2002).

2.4.2. Saluran Drainase

Saluran drainase memiliki peran sangat penting sebagai jalan bagi air untuk

sampai ke laut yang merupakan tujuan akhir dari air yang mengalir. Seperti halnya

jalan, kapasitas saluran drainase haruslah sesuai dengan volume air yang akan

disalurkannya. Banjir yang terjadi di ketiga daerah kajian juga dipicu oleh kurang

memadainya saluran drainase. Di beberapa tempat volume saluran drainase

mengalami penyusutan karena beberapa hal, yaitu semakin banyaknya masyarakat

yang terpaksa bermukim di bantaran sungai, masih berkembangnya perilaku


(44)

limpasan, pengusahaan bantaran sungai sebagai areal pertanian, dan kondisi fisik

palung sungai.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang telah dilaksanakan, yaitu untuk kegiatan

pengelolaan dan pemeliharaan sungai sebagai fungsi drainase untuk pencegahan

banjir di daerah kota Medan salah satunya yaitu :

Nasib (2003) dengan judul penelitian ; Persepsi masyarakat terhadap

pemukiman di daerah aliran sungai Deli kecamatan Medan Maimon, hasil penelitian

menyimpulkan bahwa keberadaan pemukiman penduduk di daerah aliran sungai Deli

seringkali menimbulkan kerawanan pada saat terjadi banjir hal ini diperburuk lagi

dengan kondisi perumahan yang kumuh sehingga menimbulkan dampak buruk bagi

kesehatan, kebersihan dan kerawanan sosial.

Astuti (2005) dengan judul penelitian ; Analisis penanggulangan banjir

ditinjau dari kondisi drainase di kota Medan, menyimpulkan bahwa penyebab

permasalahan terjadinya banjir di kota Medan yaitu ; kurang dalamnya saluran induk

yang ada sehingga tidak dapat menampung kebutuhan elevasi pengaliran air dari

saluran-saluran sekunder disekitarnya, kurangnya kapasitas saluran sekunder yang

ada, kurangnya kapasitas saluran induk yang ada, beban aliran air yang tidak terbagi

sesuai kapasitasnya, adanya sedimentasi dan tumpukan sampah yang berada pada

saluran, dan kurang berfungsinya atau tidak adanya jalan masuk air (street inlet) dari


(45)

Hasibuan (2007) dengan judul penelitian : Model koordinasi kelembagaan

pengelolaan banjir perkotaan terpadu, hasil penelitian didapat kesimpulan yaitu ;

1. Definisi pengelolaan banjir perkotaan terpadu adalah terintegrasinya subsistem

atau domain yang mempengaruhi tercapainya pengelolaan banjir perkotaan dalam

kerangka DAS, hal ini dipengaruhi oleh koordinasi yang baik dan saling

keterkaitan (pooled interdependency) antara: a) domain Dinas Pengairan,

Kehutanan, dan Tarukim Provinsi (domain regional provinsi pengelolaan DAS

lintas kabupaten/kota), b) koordinasi domain DAS dalam kabupaten, c) koordinasi

domain DAS dalam kota, d) koordinasi domain penegakan law enforcement tata

ruang dan garis sempadan, dan e) koordinasi domain peran serta masyarakat.

2. Pengelolaan banjir perkotaan terpadu merupakan bagian dari perencanaan

wilayah, dengan melihat banjir berdasarkan batas hidrologis, tapi dalam

melaksanakan tugas, visi, misi, action plan, dilihat berdasarkan batas administrasi

serta mensinergikan antara batas hidrologis dengan batas administrasi.

2.6. Kerangka Berfikir

Analisis kemampuan kanal banjir dalam menanggulangi masalah banjir kota

Medan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap

bahaya banjir dan penanggulangannya untuk mengurangi dampak kerusakan akibat

banjir dengan alasan bahwa di kota Medan ini terdapat penduduk sekitar 2,6 juta jiwa


(46)

52

yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan juga mempunyai pengaruh dalam

pergerakan perekonomian kota Medan.

Proyek dimaksudkan untuk melaksanakan peningkatan kapasitas alir air kanal

banjir sebagai suatu sistim dan untuk melaksanakan pembangunan

bangunan-bangunan pengendali banjir yang diperlukan agar sungai dapat menampung dan

mengalirkan air hingga debit desain tertentu, baik yang berasal dari daerah hulu

maupun yang berasal dari drainase-drainase kota. Dengan pengendalian banjir

tersebut maka diharapkan kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh banjir dapat


(47)

Air dari hulu sungai deli

Air dari air hujan Kanal banjir (floodway) Kota Bebas Banjir Pengembangan Wilayah

Air dari drainase perkotaan

Solusi Penanggulangan

Sumber Permasalahan Banjir Sasaran yang ingin

dicapai

- Teknologi

- Sumber Daya Alam


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kanal Banjir (floodway) dalam menampung

debit air dalam pencegahan bahaya banjir dengan alasan bahwa di kota Medan ini

terdapat penduduk sekitar 2,6 juta jiwa dan juga terdapat bangunan

infrastruktur/objek vital milik pemerintah dan masyarakat yang memiliki nilai

ekonomis yang tinggi dan juga mempunyai pengaruh dalam pergerakan

perekonomian kota Medan.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder tentang debit air yang melintasi

Kanal Banjir (floodway). Debit air itu bersumber dari debit air sungai yang berasal

dari hulu sungai Deli, air hujan dan drainase-drainase perkotaan. Dimana seluruh data

didapat dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi, BMG, dan instansi lainnya.(sumber

data tahun 2007-2009)

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder lainnya dihimpun dari instansi terkait seperti :


(49)

2. Balai Wilayah Sungai Sumatera II ;

3. Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan ;

4. Badan Meteorologi Geofisika Medan ;

5. Badan Perencana Pembangunan Daerah Provinsi ;

6. Penelitian terdahulu dan instansi lainnya.

3.4. Metode Analisa Data

Seluruh data yang telah diperoleh dari instansi terkait tersebut diolah dan

ditabulasi di lapangan kemudian dimasukkan kedalam tabel frekuensi serta analisis.

Untuk menganalisis permasalahan bagaimanakah Kanal Banjir (floodway)

dalam menampung debit air dalam pencegahan bahaya banjir. Debit air itu bersumber

dari debit air sungai yang berasal dari hulu sungai Deli, air hujan dan

drainase-drainase perkotaan. Data dimasukkan dalam daftar frekuensi tangensi, yaitu

penganalisisan melalui tabel.

Untuk melihat pengaruh debit Kanal Banjir (floodway) terhadap kemampuan

mengatasi bahaya banjir dianalisis dengan alat statistik Regresi Linier Berganda

menggunakan SPSS 15 dengan formula sebagai berikut :

Persamaan Regresi Linier Berganda adalah sebagai berikut :

Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e

dimana : Y = Debit Kanal Banjir (floodway)


(50)

b2 = koefisien debit air air yang berasal dari air hujan

b3 = koefisien debit air yang berasal dari drainase perkotaan

e = galad

X1 = Debit air yang berasal dari hulu sungai Deli

X2 = Debit air yang berasal dari air hujan

X3 = Debit air yang berasal dari drainase-drainase perkotaan

2.7. Definisi Variabel

1. Air Hujan adalah butiran-butiran air yang mengkristal di lapisan awan dan mencair pada suhu dan tekanan tertentu menjadi titik-titik air yang jatuh

secara vertikal ke permukaan bumi (Soemarto, 1995).

2. Drainase perkotaan adalah suatu tindakan teknis berupa bangunan air yang bertujuan untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan,

rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga

fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. Secara umum adalah serangkaian

bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan

air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara

optimal (Sosrodarsono, 1976).

3. Daerah aliran sungai Deli adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai Deli dan anak-anak sungainya, yang berfungsi

menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan


(51)

topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih

terpengaruh aktivitas daratan.

4. Kanal Banjir (floodway) adalah bangunan yang kontruksinya dibuat dari bahan beton berfungsi sebagai pengalih debit air sungai yang berlebih untuk


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan letak

wilayah pada posisi 030.30’ LU-030.48’ LU dan 980.39’ BT-980.47’ 36” BT dengan

ketinggian tempat 0 meter - 40 meter diatas permukaan laut. Suhu kota Medan pada

pagi hari berkisar 23,70 C–25,10 C, siang berkisar 29,20 C–32,90 C, dan pada malam

hari berkisar 26,0 0C – 30,8 0C, sedangkan kelembaban udara berkisar antara 68 %

sampai 93 % yang berpenduduk 2,210,743 jiwa ini pada malam hari dan hampir

mencapai 2,6 juta jiwa pada siang hari (terdapat ± 400 ribu jiwa sebagai commuters)

memiliki luas wilayah 26.510 ha (265,10 km2), atau 3,6 % dari luas keseluruhan

Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota paling utama di Provinsi Sumatera

Utara yang juga menjadi kota pusat pemerintahan. Daerah ini juga memiliki potensi

yang cukup besar untuk menjadi pusat pertumbuhan segala sektor, antara lain ;

perdagangan, industri, dan jasa. kota Medan juga adalah salah satu kota dengan

jumlah penduduk paling padat dan mempunyai pertumbuhan penduduk yang paling

tinggi di Sumatera Utara.

Posisi dan letak kota Medan berada di dataran pantai Timur Sumatera Utara,

persis di antara Selat Malaka dan jajaran pegunungan yang membujur dari barat daya

sampai wilayah tenggara pulau Sumatera menjadikan kota Medan daerah yang


(53)

permukaan laut, dengan kelembaban dan curah hujan yang relatif tinggi. Sehingga

dengan curah hujan tinggi menyebabkan banjir kerap menjadi permasalahan pada

daerah ini. Dan kejadian-kejadian banjir ini dinilai telah menyebabkan kerusakan

yang serius dan menjadi faktor utama yang menghambat perkembangan kota Medan.

Perluasan wilayah kota Medan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi

Sumatera Utara No.66/III/Propinsi Sumatera Utara dengan menetapkan luas wilayah

menjadi 5.130 Ha dan meliputi 4 kecamatan yakni kecamatan Medan Timur, Medan

Barat, Medan Baru dan Medan Polonia. Pada Tahun 1973 terjadi perluasan kota

Medan menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 kecamatan. Melalui Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No.59 Tahun 1991, 11 Kecamatan yang ada

dimekarkan menjadi 19 kecamatan. Selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No.35 Tahun 1991 tentang pembentukan kecamatan di Sumatera

Utara termasuk 2 pemekaran kecamatan di kota Medan sehingga menjadi 21

kecamatan.

4.2. Kanal Banjir Dalam Satuan Wilayah Sungai

Kanal Banjir merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Deli dan

sungai Percut. Bagian hulu kanal banjir terletak pada sungai Deli dan sedangkan

bagian hilir terletak pada sungai Percut dan berada di wilayah kota Medan dengan

melalui beberapa kecamatan yaitu ; kecamatan Medan Johor, kecamatan Delitua dan


(54)

Kanal Banjir dibangun dengan harapan dapat meminimalisasi masalah banjir

yang kerap terjadi di kota Medan. Masalah banjir ini yang menjadi sumber utama

kerusakan infrastruktur kota. Efek kerusakan antara lain yaitu kerusakan pada irigasi

(pertanian), industri (perusahaan), domestik (rumah tangga) dan perkotaan

(perkantoran, sosial, sekolah). Perlu ditambahkan bahwa Kanal Banjir bermuara di

sungai Percut. Letak geografis Kanal Banjir berada sekitar 15 km dari pusat kota

Medan arah ke Selatan terletak pada 03º23’ Lintang Utara dan 98º55’ Bujur Timur.

Dengan cakupan pelayanan efektif seluas 526,1 km2 yang meliputi 3 kecamatan

yaitu ; kecamatan Medan Johor, kecamatan Delitua dan kecamatan Marendal.

Kanal Banjir memiliki panjang sekitar 3,80 km dengan luas daerah aliran

pertemuan dua sungai, yaitu sungai Deli 351,9 km2 , dan sungai Percut 174,2 km2

dengan debit maksimum 300 m3/det dan debit minimum 190 m3/det (untuk sungai

Deli), dan debit maksimum 320 m3/det dan debit minimum 220 m3/det (untuk sungai

Percut) memiliki cabang dan anak cabang seperti yang dijelaskan pada gambar 4.1


(55)

Sumber : Dirjen SDA Departemen PU, 2008

Gambar 4.1 Peta Wilayah Sungai

Jumlah penduduk disekitar Satuan Wilayah Sungai (SWS) DAS Deli tepatnya

pada Kanal Banjir Tahun 2008 tercatat sebanyak 20,560 jiwa yang tersebar di 10

desa/kelurahan di atas areal luas 255 Ha. Tingginya curah hujan yang turun di kota

Medan akhir-akhir ini dengan luasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli yang

berfungsi sebagai hutan untuk tempat simpanan air sudah sangat tidak layak lagi

sehingga kota Medan sering dilanda banjir. Artinya kapasitas atau daya tampung


(56)

mengurangi beban air dari DAS Deli dengan mendistribusikan sebagian debit airnya,

serta dari pemukiman penduduk untuk dialirkan ke DAS Percut melalui Kanal Banjir.

Sehingga Kanal Banjir bisa disebutkan juga sebagai shortcut lintasan aliran sungai

guna meminimalisasi banjir di kota Medan. Sehingga air sungai (banjir) tidak

langsung masuk ke dalam inti kota, melainkan dibawa ke luar kota Medan melalui

DAS Percut dan langsung menuju laut (Selat Malaka).

Kanal Banjir merupakan bangunan pengalih air sungai yang bersumber dari

sungai Deli (hulu) dan sungai Percut (hilir) yang mempunyai beberapa anak sungai.

Kanal banjir mengalir antara dua sungai besar tersebut diatas, sehingga merupakan

infrastruktur yang sangat vital untuk mendukung pencegahan banjir di kota Medan

seperti tertera pada Tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Aliran Sungai Pada Kanal Banjir.

Letak Sungai Ranting Sungai

Hulu

Hilir

Deli

Percut

Namo Bintang

Namo Rambe

Babura

Sei Sikambing

Sibiru-biru

Patumbak

Sumber : Dinas Pengairan Sumatera Utara, 2008

Kanal Banjir memberikan manfaat bagi penduduk kota Medan khususnya


(57)

kepentingan menampung debit air yang berlebih yang selama ini tidak tertampung

pada sungai Deli. Seiring dengan masuknya musim penghujan maka resiko terjadinya

banjir akan semakin besar. Dengan kondisi cathman area cenderung semakin

menurun fungsinya sehingga mengakibatkan daerah resapan air semakin menurun.

Untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian SDA yang ada serta upaya untuk

mengurangi efek masalah banjir yang akan terus terjadi baik sekarang maupun masa

mendatang, maka perlu di tata sistem pengendalian banjir dari sumber daya air yang

ada.

Secara administratif, Kanal Banjir berada pada 3 (tiga) kecamatan seperti

Tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Daerah Yang Dilalui Kanal Banjir

No Kecamatan Jumlah Desa

(desa)

1 Medan Johor 3

2 Delitua 4

3 Marendal 3

Jumlah 10

Sumber : Diolah dari Medan Dalam Angka 2008

Untuk memantau perkembangan dan pola air sungai secara konsisten, maka di

bangun stasiun-stasiun meteorologi pada beberapa tempat yang dianggap menjadi


(58)

Keseluruhan luas catchment area kanal banjir adalah 526,10 km2 yang terdiri

dari 3 jenis peruntukan seperti Tabel 4.3 dibawah ini :

Tabel 4.3 Luas Catchment Area Berdasarkan Jenis Peruntukan

No Peruntukan Luas Persen

1 Hutan 111. 403-175.014 km 12-18%

2 Semi Hutan 243.732-256.571 km 30-40%

3 Areal Terbuka 386.560-420.228 km 45-50%

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara, 2008

Daerah aliran sungai yang termasuk golongan hutan ini diperkirakan sekitar

12%-18% dari keseluruhan DAS Deli, luasan areal jenis golongan hutan ini

cenderung berkurang, diakibatkan besarnya kegiatan alih fungsi lahan menjadi areal

perkebunan, perladangan dan pertanian masyarakat.

Pengalihan fungsi lahan yang semula adalah areal hutan dirubah menjadi areal

perkebunan masyarakat, dan dijumpainya banyak permukiman-permukiman tumbuh

dari masyarakat. Keadaan ini memberikan sumbangan yang tidak sedikit terhadap

kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kanal Banjir yaitu DAS Deli sebagai

daerah hulu Kanal Banjir.

Permukiman-permukiman masyarakat juga menjadi kendala bagi lancarnya

aliran air Kanal Banjir yang diakibatkan karena kanal banjir juga harus menanggung

beban limbah domestik, serta adanya campur tangan masyarakat yang membendung


(59)

Beberapa halnya di daerah tengah dan hilir DAS yang dominan menjadi areal

terbuka, areal ini dipenuhi dengan aktifitas penambang bahan galian C yang banyak

menggali pinggiran sungai Deli, adanya pemukiman liar, dan aktifitas masyarakat

yang membuang limbah rumah tangga ke dalam aliran sungai berakibat melebarnya

permukaan, semakin dalamnya alur sungai tersebut serta tersumbatnya pintu bendung

sebagai pintu pengatur air banjir.

Salah satu permasalahan yang menyebabkan kurang maksimalnya kinerja

kanal banjir adalah peningkatan penggalian bahan galian C di hulu sungai Deli akan

menurunkan tinggi permukaan sungai Deli, keadaan ini semakin memperparah dan

mempersulit masuknya air Kanal Banjir kebangunan free Intake, yang pada akhirnya

luapan air langsung dibawa ke tengah kota Medan. Hal inilah yang menjadi awal

kejadian terjadinya banjir yang selama ini dialami di daerah kota Medan. Oleh sebab

itu, untuk meminimalisasi banjir maka besarnya debit Kanal Banjir yang ada akan

terus dipantau dan dikelola oleh pengembangan sumber air hidrologi pengairan

Provinsi Sumatera Utara.

4.3. Debit Kanal Banjir

Debit air Kanal Banjir dari setiap bulannya selalu mengalami perubahan,

bervariasi sesuai dengan keadaan struktur daerah aliran sungai, curah hujan, dan

evaporasi dari lahan tersebut. Dalam penelitian data debit diambil dari pos duga air


(60)

Besarnya debit air kanal banjir yang terjadi selama tahun 2007 menurut

pengukuran pos duga air sungai Deli seperti terlihat pada Tabel 4.4 berikut :

Tabel 4.4 Rata-Rata Debit Air Kanal Banjir Tahun 2007

No Bulan Debit

(m3 /det)

Keterangan

1 Januari 98

2 Pebruari 96

3 Maret 90

4 April 75

5 Mei 74

6 Juni 68

7 Juli 56

8 Agustus 55

9 September 52

10 Oktober 50

11 Nopember 57

12 Desember 68

Debit maximum:Januari

Debit minimum:Oktober

Debit rata-rata:69,92 m3/det

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan hasil pengukuran Dinas PU Sumut, debit air kanal banjir selama

tahun 2007 bervariasi berkisar antara 98 m3/det pada bulan Januari sampai dengan


(61)

Selanjutnya besarnya debit air kanal banjir yang terjadi selama kurun waktu

tahun 2008 menurut data pengukuran pos duga air sungai Deli seperti terlihat pada

Tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5 Rata-Rata Debit Air Kanal Banjir Tahun 2008

No Bulan Debit

(m3 /det)

Keterangan

1 Januari 98

2 Pebruari 90

3 Maret 95

4 April 75

5 Mei 74

6 Juni 68

7 Juli 56

8 Agustus 51

9 September 52

10 Oktober 80

11 Nopember 94

12 Desember 100

Debit maximum:Desember

Debit minimum:Agustus

Debit rata-rata : 77,75 m3/det

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan hasil pengukuran Dinas PU Sumut, debit air kanal banjir selama

tahun 2008 bervariasi berkisar antara 100 m3/det pada bulan Desember dan sekitar 51


(62)

digunakan selama tahun 2009 menurut pengukuran pos duga air sungai Deli seperti

terlihat pada Tabel 4.6 berikut :

Tabel 4.6 Rata-Rata Debit Air Kanal Banjir Tahun 2009

No Bulan Debit

(m3 /det)

Keterangan

1 Januari 95

2 Pebruari 75

3 Maret 74

4 April 68

5 Mei 56

6 Juni 55

7 Juli 52

8 Agustus 50

9 September 47

10 Oktober 68

11 Nopember 100

12 Desember 100

Debit maximum:Desember

Debit minimum:September

Debit rata-rata:70 m3/det

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan hasil pengukuran Dinas PU Sumut, debit air kanal banjir selama

tahun 2009 bervariasi berkisar antara 100 m3/det pada bulan Desember dan sekitar 47


(63)

keberadaan kanal banjir dalam menampung debit air sungai Deli sebagai upaya

mengatasi banjir pada daerah kota Medan.

4.4. Debit Air Dari Sungai Deli

Pengelolaan air sungai Deli sangat terkait dengan penggunaan sungai Deli

tersebut, salah satu penggunaan utama sungai Deli sangat berbahaya yaitu

pemanfaatan bantaran sungai untuk berbagai jenis kegiatan masyarakat, seperti

pembangunan perumahan liar sehingga terjadi penyempitan tanggul sungai. Hal ini

terlihat di lapangan telah berlangsung cukup lama. Terbukti telah banyaknya

masyarakat yang mendiami lokasi disepanjang bantaran sungai Deli malah ada yang

telah membangun perumahan yang permanen.

Seiring dengan perjalanan waktu maka pemanfaatan bantaran sungai Deli

untuk perumahan liar ditambah pengrusakan kawasan hutan pada daerah hulu sungai

tersebut menyebabkan kondisi cathman area cenderung semakin menurun sehingga

mengakibatkan volume air sungai semakin naik. Untuk menjaga dan

mempertahankan kelestarian sumber daya air yang ada serta dapat menampung

volume air baik sekarang maupun masa depan maka diperlukaan pengelolaan yang

lebih komprehensif dengan mengakibatkan seluruh steakholders (Purwanto, 2007).

Besarnya limbah air yang dibuang ke sungai Deli dari kegiatan masyarakat di


(64)

Tabel 4.7 Pemanfaat Sungai Deli

No Pemanfaat Jumlah

(Unit)

Limbah air (m3/det)

1 Pemukiman Masyarakat 200 11,238

2 Industri 20 4,248

3 PDAM 1 0,462

4 Pertanian 192 1,104

5 Perikanan 10 3,492

6 Perkantoran 30 1,656

Jumlah 453 22,20

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara, 2008

Besar buangan air ke sungai Deli diatas rata-rata adalah sebesar 22,20 m3/det.

Ditambah debit air yang ada sebesar 277,83 m3/det. Daerah terbesar yang membuang

limbah air kedalam aliran sungai adalah industri, dengan debit sebanyak 4,248

m3/det, sedangkan daerah yang terkecil membuang limbah air kedalam aliran sungai

adalah PDAM dengan besar debit 0,462 m3/det.

Penggunaan sungai Deli pada setiap areal tidaklah sama, debit air yang ada

yang masuk kedalam kanal banjir rata-rata perbulannya sebesar 25,83 m3/det. Jumlah

debit air sungai untuk setiap bulan berbeda-beda, hal ini juga disebabkan oleh

pengaruh cuaca / iklim yang cukup signifikan mempengaruhi debit air yang masuk

kedalam Kanal Banjir tersebut. Debit puncak terjadi pada bulan Januari mencapai 30


(65)

membuat data debit air yang terjadi pada sungai Deli dalam periodik tahunan, berikut

dijelaskan pada Tabel 4.8 dibawah ini :

Tabel 4.8 Data Debit Air Hulu Sungai Deli

(Periode 2007 - 2009)

No.

Bulan Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

(m3/det) (m3/det) (m3/det)

1 Januari 31 29 32

2 Februari 33 30 31

3 Maret 31 31 25

4 April 28 29 27

5 Mei 29 30 26

6 Juni 27 28 25

7 Juli 28 28 24

8 Agustus 26 27 22

9 September 25 26 23

10 Oktober 27 24 26

11 November 28 24 30

12 Desember 29 26 32

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara

Fluktuasi debit alir sungai Deli ini terjadi sesuai dengan iklim yang terjadi di


(66)

penghujan dan musim kemarau. Mulai bulan September di daerah penelitian adalah

merupakan waktu musim penghujan, artinya pada waktu-waktu ini limpahan/debit air

akan lebih besar, karena air tersebut yang dialirkan berasal dari hulu atau daerah

pegunungan yang menyumbang air ditambah lagi kerusakan lahan hutan yang

berfungsi sebagai daerah resapan air, sehingga sungai mengalami beban kapasitas

penampungan.

Berbeda halnya untuk bulan-bulan pada musim kemarau yaitu pada rentang

bulan Maret sampai Agustus. Pada bulan ini kapasitas sungai masih sedikit normal

walaupun ada penambahan dari daerah sekitarnya seperti yang dijelaskan pada tabel

diatas. Hal yang menyebabkan kondisi debit sungai Deli tidak stabil juga dikarenakan

adanya penyempitan dimensi penampang sungai sehingga air sungai seakan berada

diambang normal. Oleh karena itu fungsi Kanal Banjir sangat membantu dalam

mendistribusikan sebahagian air sungai Deli agar kapasitas alir sungai Deli tetap pada

ambang normal.

4.5. Debit Air dari Air Hujan.

Besarnya curah hujan harian rata–rata yang terjadi di kota Medan, merupakan

penyebab utama masalah banjir di daerah ini. Dari hasil observasi dan pengumpulan

data yang dilakukan di daerah penelitian (Kanal Banjir), didapat data curah hujan

yang terjadi. Dimana peneliti menganalisa data curah hujan yang terjadi dalam tiga

tahun dengan luas genangan 570 m2. Dimana data curah hujan tersebut dibuat dalam


(67)

Tabel 4.9 Data Rata-Rata Curah Hujan

(Periode 2007 - 2009)

No. Bulan Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

(mm) (mm) (mm)

1 Januari 330 390 390

2 Februari 300 365 348

3 Maret 270 340 338

4 April 270 310 330

5 Mei 270 320 302

6 Juni 280 322 329

7 Juli 280 333 315

8 Agustus 280 300 307

9 September 280 320 310

10 Oktober 285 334 322

11 November 300 336 348

12 Desember 370 344 360

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara

Jika diperhatikan pada tabel diatas, jumlah debit air hujan untuk setiap bulan

berbeda-beda. Hal ini juga disebabkan oleh pengaruh cuaca/iklim yang cukup significan

mempengaruhi debit air yang masuk kedalam Kanal Banjir tersebut. Debit puncak


(68)

bulan September. Dengan melihat data curah hujan diatas maka, perlu mewaspadai

kondisi saluran kanal banjir agar dapat mengantisipasi volume air yang berlebih,

dengan membuat skema sistem pembagian air. Yang telah disusun oleh pihak Dinas

Pengairan bekerjasama dengan BMG dengan pola banjir 25 tahunan (Q-25). Artinya

disini bahwa kanal banjir telah diperhitungkan akan mampu menampung volume air

hujan dan air kiriman dari hulu sungai dengan masa perhitungan debit banjir

maksimum 25 tahunan.

4.6. Debit Air dari Drainse Perkotaan

Penggunaan Kanal Banjir untuk kegiatan masyarakat (domestik) sangat

tergantung dengan banyaknya jumlah masyarakat pada daerah disekitar kanal tersebut

yang membuang limbah rumah tangga ke Kanal Banjir. Besarnya debit air yang

dibuang melalui drainase-drainase perkotaan bervariasi. Tergantung pada bentuk

penampang saluran yang ada. Dengan bentuk standar saluran yang ada yang

ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

Dengan panjang saluran drainase total pada lingkungan pemukiman penduduk

±

8,50 km, maka debit air yang dibuang ke dalam Kanal Banjir setiap bulannya dapat dihitung dengan hasil penelitian selama ini dan telah di rangkum ke dalam


(69)

Tabel 4.10 Data Debit Air Drainase Perkotaan

(Periode 2008 - 2009)

No. Bulan Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

(m3/det) (m3/det) (m3/det)

1 Januari 14 14 15

2 Februari 15 17 16

3 Maret 18 18 18

4 April 15 15 15

5 Mei 16 15 16

6 Juni 14 13 14

7 Juli 15 16 15

8 Agustus 14 15 15

9 September 13 15 15

10 Oktober 14 15 14

11 November 15 16 17

12 Desember 15 15 17

Sumber : Dinas PU Kota Medan

Jika dilihat volume air limbah rumah tangga untuk pemukiman kota Medan selalu

berubah setiap bulannya sesuai dengan perubahan jumlah penduduk.

Penentuan besar debit air yang dibuang ke saluran drainase untuk perkotaan

yang meliputi kegiatan perkantoran pemerintah, sosial, swalayan, pusat perbelanjaan,


(70)

1980 bahwa limbah air non domestik (perkotaan) adalah sebesar 32 % dari limbah air

domestik. Menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003) limbah

air perkotaan antara 25-40 % dari domestik, maka penentuan debitnya adalah harga

rata-ratanya yaitu 32,5 %

4.7. Analisis Hasil Regresi

Berdasarkan hasil analisis dari seluruh hasil penelitian diperoleh beberapa

variable yang mempengaruhi langsung terhadap besarnya debit air kanal banjir. Jika

di teliti lebih mendalam pengaruh beberapa variabel (debit air sungai deli, air hujan,

dan drainase perkotaan) dengan besarnya debit air kanal banjir, seperti tertera pada

Tabel 4.11 berikut ini :

Tabel 4.11. Hasil Analisis Hubungan Debit Kanal Banjir Dengan Variabel

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients Variabel

B Std.Error Beta

t Sig

(Constant) -119.575 32.937 - 3.630 .001

X1 3.184 .884 .465 3.602 .000

X2 .205 .069 .367 2.971 .006

X3 2.517 1.812 .177 1.389 .174

Dependent Variabel :D.KANAL BANJIR


(71)

Berdasarkan hasil perhitungan analisis hubungan debit Kanal Banjir dengan

variable dengan memakai statistik Multipel Regresi Linier, maka akan didapatkan

suatu persamaan :

Y =-119.575 + 3. 184 X1 + 0.205 X2 + 2.517 X3 (3.602) (2.971) (1.389)

Dengan R2 = 54,6 % dengan F Ratio = 12,820

Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh harga R2 (Rsquare) sebesar 0,546

yang artinya. 54,6 % variabel terikat debit Kanal Banjir dipengaruhi oleh variabel

debit sungai Deli, debit air hujan, dan debit drainase perkotaan, sedangkan 36,4 %

ditentukan oleh variable lain di luar faktor ini.

Besar pengujian dengan uji F adalah sebesar 12,820 yang menunjukkan

bahwa variabel bebas (debit sungai Deli, debit air hujan, dan debit drainase

perkotaan) mempengaruhi variable terikat debit Kanal Banjir. Debit air sungai Deli,

curah hujan dan debit drainase perkotaan berpengaruh secara signifikan terhadap

keberadaan Kanal Banjir.

Berdasarkan persamaan di atas dengan menggunakan α = 5 %, maka debit Kanal Banjir memberi pengaruh yang signifikan dan debit sungai Deli, curah hujan,

sedangkan debit drainase perkotaan, tidak signifikan (perhitungan terlampir, lampiran

1) terhadap keberadaan air kanal banjir.

Pengujian terhadap koefisien regresi dengan α = 5 %. Yang menunjukan apakah signifikan atau tidak signifikan adalah sebagai berikut:


(72)

1. Koefisien regresi debit sungai Deli dengan thitung 3,602 jika dibandingkan

dengan ttabel sebesar 1,645 berarti thitung > ttabel, maka dapat disimpulkan

bahwa curah hujan berpengaruh nyata terhadap debit Kanal Banjir.

2. Koefisien regresi curah hujan dengan thitung 2,971 jika dibandingkan dengan

ttabel sebesar 1,645 berarti thitung > ttabel, maka dapat disimpulkan bahwa

curah hujan berpengaruh nyata terhadap debit Kanal Banjir.

3. Koefisien regresi debit drainase perkotaan dengan thitung 1,389 jika

dibandingkan dengan ttabel sebesar 1,645 berarti thitung < ttabel, maka

dapat disimpulkan bahwa drainase perkotaan berpengaruh tidak nyata

terhadap debit Kanal Banjir.

4.8. Implementasi Hasil Penelitian Terhadap Pengembangan Wilayah

Dalam hubungan ini pengembangan wilayah sungai yang merupakan suatu

upaya pengembangan sumber daya air secara menyeluruh dan terpadu dengan

menggunakan wilayah sungai sebagai kesatuan pengembangan wilayah adalah bagian

dari pada tata ruang nasional dan tata guna tanah dan tidak dapat dipisahkan dari

pengelolaan sumber daya lainnya seperti sumber daya hutan, sumber daya tanah dan

sebagainya di dalam kegiatan pengelolaan DAS. Bahkan sumber daya tersebut sangat

mempengaruhi keberhasilan pengembangan wilayah sungai, khususnya ditinjau dari


(1)

(2)

LAMPIRAN 11. GAMBAR DOKUMENTASI DAERAH BANJIR DI KEC. MEDAN POLONIA

Kondisi banjir di Kecamatan Medan Polonia 10 Januari 2009


(3)

LAMPIRAN 12. GAMBAR DOKUMENTASI DAERAH BANJIR DI KEC. MEDAN MAIMUN DAN KEC. MEDAN BARU

Kondisi banjir di Kecamatan Medan Maimoon 10 Januari 2009

Kondisi banjir di Jalan Jamin Ginting - Kecamatan Medan Baru 10 Januari 2009


(4)

Hasil Pengerukan Sedimen/Sampah pada Drainase di Jalan Brigjen Katamso - Kecamatan Medan Polonia

20 Desember 2009

Hasil Pengerukan Sedimen/Sampah pada Drainase di Jalan STM- Kecamatan Medan Polonia


(5)

Hasil Pengerukan Sedimen/Sampah pada Drainase di Jalan Brigjen Katamso - Kecamatan Medan Polonia

21 Desember 2009

Hasil Pengerukan Sedimen/Sampah pada Drainase di Jalan Jend AH. Nasution - Kecamatan Medan Polonia


(6)

LAMPIRAN 15. GAMBAR FOTO SATELIT DAERAH KANAL BANJIR

Foto Satelit Lokasi Kanal Banjir Kota Medan 29 Januari 2010