pula kemampuan membersihkan saluran, sehingga sangat potensial untuk menciptakan sedimentasi di sepanjang saluran.
3. Penanganan Wilayah Hulu Beberapa alternative penanganan wilayah hulu telah dipertimbangkan melalui
beberapa studi terdahulu seperti pembuatan floodway, bendungan dam, upaya konversi alam, pemulihan kantong-kantong air dan retensi air. Konsep
dan program tersebut merupakan bagian dari kebutuhan perencanaan ke depan bagi pembangunan dalam rangka penanggulangan banjir di perkotaan.
2.2. Daerah Aliran Sungai Deli
Daerah Aliran Sungai DAS berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak- anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari air
hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas dilaut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Wilayah Sungai WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai danatau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km
2
Sosrodarsono, 1985. Daerah aliran sungai DAS dapat dipandang sebagai suatu common good
dalam arti bahwa kesejahteraan welfare semua pihak saling tergantung atas jasa
Universitas Sumatera Utara
yang diberikan oleh suatu DAS. Jasa DAS yang utama adalah fungsi hidro-orologis dan fungsi ekologi Departemen Kehutanan Balitbang, 2002.
Wilayah daratan biasanya disebut Daerah Tangkapan Air DTA atau Chatmen Area
merupakan ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumber daya alam tanah, air dan vegetasi dan sumber daya manusia sebagai pemanfaatan sumber
daya alam. Oleh karena komponen ekosistem saling berinteraksi satu sama lain, maka
terganggunya salah satu komponen ekosistem tersebut akan mempengaruhi komponen yang lain. Contoh kondisi tersebut adalah terjadinya peristiwa banjir di
daerah DAS bagian hilir pada musim hujan karena kerusakan lingkungan pada daerah hulu akibat penebangan hutan, cara bercocok tanam yang tidak mengikut kaidah
konservasi tanah, atau adanya aktivitas pembukaan lahan Dinas Pengairan Propsu, 2003.
Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir dibandingkan dengan yang lainnya. Sebagai contoh, apabila suatu hutan yang berada dalam suatu
daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai akan meningkat antara 6 sampai 10 kali. Angka 6 dan angka 20 ini tergantung jenis hutan
dan jenis pemukiman Kodoatie dan Syarif, 1996. Suatu kawasan hutan bila diubah menjadi pemukiman maka yang terjadi
adalah bahwa hutan yang bisa menahan run-off cukup besar diganti menjadi pemukiman dengan resistensi run-off yang kecil. Akibatnya ada peningkatan aliran
permukaan tanah yang menuju sungai dan hal ini berakibat pada peningkatan debit
Universitas Sumatera Utara
sungai yang besar. Perubahan run-off akibat perubahan tata guna lahan dapat dilihat pada Gambar 2.2
res na
Sumber : Kodoatie, Robert, J, 1996
Gambar 2.2 Perubahan Run-off
Ilustrasi dari gambar diatas menerangkan bahwa perubahan fungsi DAS Deli dimana DAS Deli yang terletak di tengah kota Medan merupakan salah satu DAS
paling prioritas di kota ini. Sehingga usaha rehabilitasi fungsi DAS Deli perlu segera dilakukan karena rusaknya kondisi ekosistem sudah sampai pada taraf
membahayakan yang pada gilirannya akan berpengaruh baik terhadap kondisi DAS itu sendiri maupun terhadap kehidupan masyarakat yang bermukim disekitar
lingkungan DAS tersebut. Dari gambar diatas diterangkan bahwa akibat perubahan fungsi tata guna lahan yang sebelumnya peruntukan DAS sungai sebagai kawasan
hutan sebagai daerah resapan air berubah fungsi tempat pemukiman masyarakat.
Misal Debit Puncak
a
= 10 m
3
dt Resapan = 5 m
3
dt Debit Puncak
b
= 200 m
3
dt Resapan = 0,5 m
3
dt Industri,
perumahan
Akibat perubahan tata- guna lahan bisa menjadi
run-off kecil
karena tanaman
Hutan, gunung, sawah menghijau
resapan besar karena ada air yang terperangkap tanaman,
ada banyak waktu
run-off kecil karena
semua jadi bangunan apan kecil kare
tak ada air yang terperangkap
Universitas Sumatera Utara
Akibatnya daerah resapan air menjadi kecil sehingga aliran air sungai terganggu, dapat dilihat dari perubahan debit air puncak yang sebelumnya Q
a
= 10 m
3
dtk menjadi lebih besar Q
b
= 200 m
3
dtk, serta daya resap lahan berkurang dari 5 m
3
dt menjadi 0,5 m
3
dt akibat yang ditimbulkan adalah bencana banjir Gambar 2.2
Pada saat ini, sebahagian besar sistim pengendalian banjir kota Medan, termasuk sistim sungai Deli – sungai Percut, untuk tingkatan debit banjir periode
ulang bervariasi 10 sampai 25-tahunan, telah selesai dilaksanakan. Dengan selesainya Kanal Banjir Floodway maka sebahagian debit air sungai Deli akan beralih melalui
Kanal Banjir dan masuk ke sungai Percut. Air akan mulai mengalir melalui Kanal Banjir apabila debit air di sungai Deli telah mencapai 134 m
3
det. Pengalihan debit akan berlangsung lebih besar lagi apabila debit air di sungai Deli semakin besar. Saat
debit air di sungai Deli mencapai 292 m
3
det maka pengalihan debit air melalui Kanal Banjir akan mencapai 67 m
3
det Irwansyah, 2004. Akan tetapi, sebahagian daerah yang berada di tepi di dalam lembah sungai
Deli, yaitu penggalan mulai dari daerah di sekitar kantor DPRD Medan sampai ke Jembatan Avros, masih akan tetap tergenang. Penggalan ini adalah daerah yang
rencana penanganannya belum terlaksana kegiatan FC-103 karena tidak termasuk lagi dalam program MMUDP. Terjadinya genangan tersebut dikarenakan kapasitas
alir air sungai kurang dari yang dibutuhkan. Sebahagian dari penggalan sungai tersebut hanya mempunyai kapasitas alir air sungai 130 – 221 m
3
det. Bahkan, bahagian lainnya, yaitu di daerah Kampung Aur dan Sei Mati, hanya mempunyai
kapasitas alir air sungai sebesar 30 – 58 m
3
det, yang berarti jauh di bawah debit air
Universitas Sumatera Utara
periode ulang 1-tahunan. Dengan demikian, setiap terjadi kenaikan debit sungai, maka air akan keluar dari alur sungai dan menggenangi seluruh lembah sungai seluas
+ 4 ha, yang hampir seluruhnya dihuni oleh penduduk. Jadi pelaksanaan peningkatan kapasitas alir air sungai sebagai suatu sistim
dan untuk melaksanakan pembangunan bangunan-bangunan pengendali banjir yang diperlukan agar sungai dapat menampung dan mengalirkan air hingga debit desain
tertentu, baik yang berasal dari daerah hulu maupun yang berasal dari drainase- drainase kota. Dengan pengendalian banjir tersebut maka diharapkan kerugian-
kerugian yang diakibatkan oleh banjir dapat dikurangi.
2.3. Siklus Hidrologi