Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia hidup di Negara manapun memiliki budaya yang berbeda-beda, namun hal ini bukanlah penghalang untuk berinteraksi dengan budaya Negara lain dalam konteks Hubungan Internasional. Manusia di beri kebebasan untuk berbudaya, namun tidak serta merta budaya Negara lain di adopsi untuk kemajuan Negara, hal ini perlu di perhatikan, agar budaya asli pribumi tidak terkena dampak budaya negatif Negara lain. Dalam artian bukan semua budaya Negara lain itu negatif, pasti ada segi positifnya. Sekarang manusia telah masuk abad 20-an dalam sejarah perjalanan dunia, hal ini di tandai dengan berubahnya kondisi dan situasi cara hidup dan gaya hidup. Dahulu manusia masih mengandalkan kemampuan fisik untuk kelangsungan hidupnya. Seperti berladang, berburu, hidup berpindah-pindah serta melakukan peperangan fisik jika terancam dirinya, namun zaman dan sejarah telah membawa manusia berubah dari cara tradisional menjadi modern. Di Barat, proses dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern di sebut sebagai modernisasi. Secara historis, Galileo Galilei di anggap sebagai seorang pahlawan dalam hal modernisasi, ia hidup pada zaman renainsans, abad kelahiran baru. Para pemikir pada saat itu mulai menempatkan diri dalam kebebasan pribadi dan dengan akal sehatnya mendobrak dogma gereja, serta menemukan pemecahan- pemecahan baru dan penemuan baru di bidang ilmiah. David A. Apter berpendapat dalam bukunya “Politik Modernisasi” 1987, halaman 46 : “Bahwa Galileo adalah kemenangan akal, dan akal, yang di terapkan dalam masalah manusia, merupakan landasan modernitas.” 1 Industrialisasi adalah proses awal modernisasi, di mulai di Inggris pada abad ke-18 dengan revolusi industri. Sejak itu, gejala ini meluas keseluruh Eropa dan Amerika Utara, yang di kenal sebagai Negara-negara maju, sebaliknya di Negara- negara yang sedang berkembang, industrialisasi justru di sebabkan oleh modernisasi dengan bermacam rencana-rencana pembangunan dalam bidang social ekonomi, dan politik. Modernisasi di Barat sedikit banyak mempunyai dampak kepada sejarah peradaban Islam, khususnya di Indonesia. Kalangan muda dalam gerakan Islam cukup sibuk membahas masalah modernisasi, sejah tahun 1967 atau 1968, ini tampak dari tulisan-tulisan yang di muat di Koran-koran mahasiswa serta diskusi-diskusi yang di selenggarakan, baik terbuka maupun terbatas. 2 Para cendikiawan Muslim Indonesia memandang: “modernisasi adalah rasionalisasi yang di topang oleh dimensi-dimensi moral yang berpijak kepada prinsip iman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi kita sepenuhnya menolak pengertian yang menyatakan modernisasi adalah westrenisasi, sebab kita menolak westrenisasi.” Pendapat Dawam Rahardjo mengutip pandangan Nurcholish Madjid tentang modernisasi. 3 Sedangkan kata modernisasi menurut Nurcholish Madjid memiliki pengertian yang identik, atau hampir identik dengan pengertian rasionalisasi. Itu berarti, proses perubahan pola berfikir dari tata kerja lama yang kurang rasional aqliyah dan 1 Pardoyo, Sekularisasi dalam Polemik Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1993, h.39. 2 Nurcholish Madjid, Islam Kemoderenan dan Keindonasian Bandung: Mizan, 1994,h.175-177. 3 Ibid.,h.18 menggantinya dengan pola berfikir dan tata kerja baru yang aqliyah. Hal itu di lakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir manusia di bidang ilmu pengetahuan, sebagai hasil pemahaman manusia terhadap hukum-hukum objektif yang menguasai alam, ideal dan materil, sehingga alam ini berjalan menurut kepastian tertentu dan harmonis. Aspek yang paling mencolok dari modernisasi suatu masyarakat, kelihatannya mulai beralihnya tekhnik produksi tradisional ke tekhnik modern, pandangan ini berdasarkan revolusi industri di Barat. Dalam proses modernisasi, pengikisan pola- pola lama justru sering berakibat pula pada pengikisan nilai-nilai agama terhadap pribadi masyarakat. Salah satu kemajuan zaman ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi,dan sebagainya. Begitu wajarnya, apabila pada zaman sekarang ini tantangan serata tuntutan dakwah semakin keras dan semakin menjulang tinggi. Pada era informasi ini, di mana lajunya informasi yang dapat kita terima dan serap dari segala atau berbagai penjuru dunia, baik melaui media cetak maupun elektonik, dan bahkan sekarang lebih modern lagi yaitu internet. Yang mana internet ini menyajikan berbagai suguhan, baik yang bermuatan ilmu pengetahuan, hiburan, sampai kepada hal-hal yang negatif. Beragam VCD beredar tanpa sensor, komik- komik, dan novel juga demikian, kemudian tempat-tempat hiburan semakin merajalela, itulah gambaran fakta yang terjadi di era globalisasi ini. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dakwah pun mengalami perubahan makna yang semakin luas serta metodologi yang bervariasi dari kegiatan dakwah melalui tabligh berupa penyampaian ajaran Islam secara lisan melaui tulisan yang dikenal dengan istilah dakwah “bil Qalam” yang merupakan bentuk dakwah yang lebih mudah dan sederhana. Kemudian juga metode dakwah melaui dialog antar umat beragama yang merupakan salah satu sarana untuk berdakwah. Selain itu juga, di zaman sekarang ini muncul berbagai aliran-aliran baru, serta pemikiran-pemikiran yang membuat masyarakat kita menjadi terpecah belah. Artinya, dengan banyak aliran-aliran baru itu keyakinan serta kebudayaan yang selama ini di yakininya itu bisa berubah, dikarenakan mereka masih awam sehingga dengan mudahnya mereka terjerumus oleh aliran-aliran tersebut. Di tambah lagi dengan adanya situs-situs internet, yang mana begitu banyak timbul pemikiran-pemikiran baru yang dengan mudahnya juga masyarakat jadi ikut terbawa. Karena keadaan masyarakat yang selalu identik dengan ilmu pengetahuan tinggi, sudah bisa dipastikan dalam kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dari informasi, baik yang datang dari media cetak maupun elektronik. Media cetak adalah media yang berhubungan dengan pempublikasian melalui majalah, buku, Koran, dan lain-lain. Memang kita harus akui, bahwa segala sesuatu pasti mempunyai sisi positif dan negatif, tergantung kepada manusia yang mempunyai hak prioritas untuk memilih. Oleh karena itu, dengan demikian dituntut para generasi bangsa yang professional, yang mampu menterjemahkan situasi dan kondisi masyarakat yang membenteng dihadapan kita. Untuk itu, mubaligh atau para tokoh ulama harus mampu menghadapi arus globalisasi secara terbuka dengan tidak menutup diri dari hal-hal yang serba baru. Karena, sebagai umat Islam kita harus menantang kemajuan teknologi dengan teknik-teknik dakwah yang cermat, teliti, dan harus mampu mengikuti kemajuan zaman modern ini. Dakwah merupakan aktivitas yang begitu lekat dengan kehidupan kaum muslimin. Begitu dekatnya sehingga hampir seluruh lapisan masyarakat terlibat di dalamnya. Dakwah juga “merupakan kewajiban bagi seluruh muslim yaitu mengajak ke jalan yang ma’ruf dan mencegah segala kemungkaran. Dakwah adalah membina umat manusia serta menyelamatkan mereka dari kesengsaraan dunia dan akhirat.” 4 Upaya untuk mensyiarkan dan mengembangkan agama Islam adalah merupakan amanah dan tugas yang mulia. Sebab hal ini pada dasarnya sebagai realisasi dari kandungan Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam mensyiarkan dan mengembangkan dakwah tidak cukup hanya dengan kelengkapan konsep saja tetapi dengan menggunakan metode yang bisa di terima oleh mad’unya. Banyak sekali metode-metode dakwah yang di gunakan para da’I untuk mengajak umat manusia khususnya muslimin dan muslimat menuju jalan keridhoan Allah SWT. Salah satu cara yang khas dalam dakwah adalah ceramah mimbar, yang mungkin inilah satu-satunya cara berdakwah menurut pandangan orang awam. Padahal dakwah bisa di lakukan dengan metode apapun, misalnya melalui perbuatan, pendekatan psikologis dan lain sebagainya, yang terpenting adalah bagaimana caranya agar kapan dan dimanapun berada harus dapat mengingat Allah SWT. Dengan berbagai fenomena kehidupan, kegiatan dakwah memiliki peranan penting untuk dapat menopang dan akan menemukan kembali aspek yang paling fundamental dalam sebuah kehidupan. Upaya mengajak manusia untuk tetap menjadi makhluk yang baik selalu menghambakan dirinya terhadap Tuhan, yang wujudnya 4 Abdul Rasyad Shaleh, Manajeman Dakwah Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1986, cet.ke-2,h.7 menjalankan sebuah risalah atau misi yaitu menata kehidupan sesuai yang di kehendaki oleh Allah SWT. Yang akan menjadi kebaikan di dalam kehidupan, terbebas dari siksaan di dunia maupun di akhirat. Begitu juga dengan Islam adalah etika dan kekuatan atau kasih sayang dan keadilan. Islam adalah kebudayaan dan undang-undang, atau ilmu pengetahuan dan peradilan. Islam adalah materi dan kekayaan atau usaha dan kecukupan. Islam jihad dan dakwah. Makna dakwah adalah segala usaha dan kegiatan yang di sengaja dan berencana dalam wujud sikap, ucapan, dan perbuatan yang mengandung ajakan dan seruan, baik langsung maupun tidak langsung yang di tujukan pada orang perorangan, masyarakat atau golongan supaya tergugah jiwanya, terpanggil hatinya kepada ajaran Islam, untuk selanjutnya mempelajari dan menghayati serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dakwah juga segala sesuatu yang tidak dapat di pisahkan dari dakwah yang seperti: perekonomian tidak dapat di pisahkan dari dimensi dakwah, tidak bisa di pisahkan politik dari dimensi dakwah, dan juga tidak bisa memisahkan seni, budaya dan kreativitas lainnya sebagai refleksi dakwah, jadi luas sekali makna dakwah, bukan sekedar seorang yang berdiri menyampaikan aspek-aspek tertentu dari ajaran agama Islam. Seorang Buruh juga berdakwah, begitu juga dengan Petani, Perawat, hakim, Jaksa, Polisi, apapun bidang-bidang termasuk mereka yang berada di parlemen eksekutif kalau mereka seorang muslim, wajib baginya melaksanakan tugas dakwah tersebut. Dari berbagai definisi tentang dakwah itu sendiri meskipun tidak ada yang baku di dalamnya akan tetapi ini tidak akan menghilangkan makna dan tujuan yang pokok dakwah yaitu untuk mengajak kepada sesuatu yang lebih baik. Artinya setiap muslim bertugas dan berkewajiban menjadi pengajak, penyeru, atau pemanggil kepada umat untuk melaksanakan Amar ma’ruf Nahi Munkar. Mengajak kepada kebaikan dan meninggalkan kenistaan. 5 Umat Islam yang paling besar dan banyak yang tersebar di dunia itu harus di bina sebaik mungkin dengan akhlak Qur’ani dan keimanan, sehingga terwujudlah akhlakul karimah. Kalau tidak hampir dapat dipastikan, umat Islam ada dalam kejahiliahan, serta dapat melahirkan berbagai macam penyimpangan. Maka mubaligh harus cepat tanggap, dan bagaimana seharusnya menginformasikan dakwah Islamiyah, agar masyarakat lebih kuat dan lebih tekun imannya. Pandangan yang seperti inilah yang juga di jadikan sebagai landasan oleh K. H. Syukron Ma’mun salah satu tokoh dakwah, ulama, bahkan bisa dikatakan “Singa Mimbar” untuk melakukan dakwah di era globalisasi ini. Dengan memanfaatkan globalisasi yang ada, K. H. Syukron Ma’mun mencoba untuk menerima kemajuan tekhnologi komunikasi yang ada, dengan tidak meninggalkan visi, misi, dan tujuan utamanya, yakni dakwah. Aktivitas seorang K. H. Syukron Ma’mun merupakan salah satu tokoh penyebar ajaran Islam yang sukses dengan dakwahnya, dalam berbagai corak pemikiran melalui kebebasan berpikir dengan media demokrasi, social-budaya, agama, dan politik. K. H. Syukron Ma’mun merupakan sebagian figur di Negara kita tercinta ini, untuk diteladani dalam hal aktivitas dakwahnya, juga dalam pemikirannya. Trik-trik dakwah dan strategi dakwah beliau merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji, sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi kita. K. H. Syukron Ma’mun telah 5 Ali Al-Qahtani bin Said, Dakwah Islam Dakwah Bijak Jakarta: Gema Insani Press,1994 menunjukkan kontribusi yang signifikan yang berupa pemikiran dalam bidang dakwah Islam. Tokoh K. H. Syukron Ma’mun ini menarik untuk dikaji karena beberapa alasan : 1. K. H. Syukron Ma’mun seorang aktivis muslim yang memiliki visi dan misi serta orientasi yang jelas dalam bidang social keagamaan. Dilihat dari aktivitasnya dalam bidang dakwah baik dalam dan luar negeri. 2. Bila dilihat dari latar belakang kehidupannya, sejak kecil beliau sudah terjun dalam aktivitas dakwah yang ditunjang dengan khasanah keilmuan dan wawasan serta pengalamannya yang sangat luas. 3. Sebagai praktisi dakwah tidak hanya pandai berkata-kata saja, tetapi juga memiliki ilmu tentang dakwah yang didapatkannya melalui pendidikan formal. Dengan beberapa alasan tersebut, maka sewajarnya figur K. H. Syukron Ma’mun ditulis karena perannya dalam gerakan dakwah sama dengan tokoh-tokoh agama, da’i-da’i kondang di Indonesia, yang di harapkan bisa di ikuti oleh kader- kader dakwah berikutnya. Dari penjelasan di atas, maka penulis mencoba mengangkat sebuah judul “PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH K. H. SYUKRON MA’MUN”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah