”bahwa pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah yang berkenaan dengan seks,
naluri dan perkawinan sehingga jika anak telah mengetahui masalah- masalah yang diharamkan dan yang dihalalkan bahkan mampu
menerapkan tingkah laku Islami sebagai akhlak kebiasaan dan tidak akan mengikuti syahwat dan cara hedonisme.”
13
Dengan melihat definisi-definisi diatas, para ahli mengungkapkan bahwa pendidikan seks adalah usaha untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan agar dapat memberikan pengertian tentang seks yang benar serta tidak disalahgunakan dalam rangka pencapaian kehidapan yang
teratur dan harmonis serta diridhoi oleh Allah SWT, sedangkan menurut Nasih Ulwan tidak hanya sebatas memberikan bimbingan dan pengarahan,
akan tetapi lebih condong kepada sikap dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari akhlak.
B. Seks Ditinjau Dari Segi Agama Islam
Kemunculan istilah pendidikan seks seks education dalam sistem pendidikan Islam bukan berasal dari warisan Islam atau dapat dikatakan tidak
ada dalam din Islam. Istilah pendidikan seks berasal dari masyarakat barat. Negara barat yang pertama kali memperkenalkan pendidikan ini secara
sistematis adalah swedia yang dimulai sekitar 1926. diindonesia, pembicaraan mengenai pendidikan seks secara resmi baru dimulai pada 9 september 1972
melalui orasi Masalah Pendidikan Seks yang dicetuskan fakultas Kedokteran Univarsits Pajajaran.
13
Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Bandung: Asysyifa, 1998, h. 572
Tidak ditemukannya istilah pendidikan seks dalam Islam bukan berarti tidak ada pendidikan mengenai seks di dalam sistem pendidikan Islam.
Pembahasan seks dalam Islam tersebar dan dibahas bersamaan dengan pendidikan lainnya.
Ketika membahas akhlak, seks merupakan bagian yang dikomentari. Contohnya akhlak pergaulan antara pria dan wanita.
Ketika membahas ibadah, seks merupakan bagian yang dikomentari. Contohnya wajib shalat bagi individu yang telah baligh, mandi junub bagi
orang yang selesai haidh, bersenggama dan mimpi basah. Ketika membahas akidah, kembali seks menjadi bagian yang
dikomentari. Contohnya dapat dilihat pada surat al-Ahzab ayat 35:
☺ ☺
☺ ☺
☺ ☺
☺ ☺
☺ ☺
⌧ ☺
Artinya:
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan
yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki
dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak
menyebut nama Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”
Termasuk pengetahuan yang berkaitan dengan biologis manusia seperti cara membersihkan diri setelh haidh dan menyusui yang diterangkan
dalam surat al-Baqarah ayat 233:
⌧ ☺
⌧ ☺
⌧ ☺
☺
Artinya:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada
para ibu dengan cara maruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan
seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih sebelum dua tahun dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak
ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Dengan demikian, pendidikan seks dalam Islam adalah satu paket dengan pendidikan nilai yang lain. Inilah salah satu ciri yang membedakan
pendekatan pendidikan seks sekuler. Pemisahan pendidikan dari dari pesan- pesan nilai Islam akan mengakibatkan hilangnya sasaran yang hendak dicapai
dalam pembinaan moral. Inilah penyebab kegagalan pendidikan seks sekuler
selama ini. Pendidikan seks hanya berupa penyampaian pengetahuan seputar seksualitas manusia.
14
Manusia itu diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling mulia diantara makhluk-makhluk lainnya. Allah menganugerahkan naluri kepada
manusia untuk mempertahankan keturunan sebagai konsekuensi kemuliaannya itu. Naluri itu yang kemudian kita kenal sebagai naluri seks yang harus
diarahkan pada naluri yang di rahmati Allah, sebagaimana firman Allah dalam surat Yusuf ayat 53:
⌦ ⌧
Artinya:
“Dan Aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang”
Ayat diatas menunjukan bahwa ada dua jenis nafsu syahwat, yaitu nafsu liar hewani dan nafsu yang dirahmati Allah SWT. Nafsu liar akan
membawa manusia kepada kejahatan, sedangkan nafsu yang dirahmati Allah akan memberikan kasih sayang yang diwujudkan dalam perkawinan,
dijelaskan dalam firman Allah dalam surat ar-Rum ayat 21:
☯ ☺
⌧
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Sungguh, Islam telah mengatur segala-galanya. Meskipun manusia diberi keleluasaan untuk menyalurkan hasrat seksualnya, namun bukan berarti
14
Marzuki Umar Sa’bah, Seks dan Kita, Jakarta: Gema Insani Press, 1988, Cet I, h. 322-324.
melaksanakan kebebasan seksual. Sebab, keleluasannya dalam menyalurkan dorongan seksual harus tetap dalam ikatan nikah sebagaiman firman Allah
dalam surat al-Baqarah ayat 223:
Artinya:
“Isteri-isterimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah amal yang
baik untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”
Melalui tali pernikahan itulah, kesucian masalah seksual bisa terpelihara. Masalah seksual yang dianggap jijik, kotor, hina oleh kaum
rahbaniyyah atau yang didewa-dewakan oleh kaum yang menyuarakan kebebasan seksual, maka oleh Islam ditempatkan secara terhormat. Ia
bukanlah masalah yang jijik dan kotor. Namun ia bukan pula sebagai sesuatu yang diagung-agungkan sehingga manusia justru diperbudaknya. Namun ia
merupakan sesuatu yang bersifat biologis yang memiliki kaitan dengan moral. Tak mengherankan, bila didalam Islam banyak sekali aturan-aturan
yang berkenaan dengan masalah seksual ini. Banyak petunjuk-petunjuk yang duberikan al-Qur’an, dan banyak pula contoh perbuatan yang dilakukan
Rasulullah SAW sebagai dasar pendidikan seksual. Diantara tuntutan yang diajarkan Islam dalam kaitannya dengan
masalah seksual, misalkan: larangan hidup membujang, menjaga pandangan mata terhadap lawan jenis yang bukan mahromnya, perlunya para wanita
menutup aurat, takterkecuali bagi laki-laki dengan batasan-batasan tertentu, larangan kawin dengan saudara sekandung incest, begitupun dengan yang
sepersusuan, menjauhi tidak bersetubuh dengan istri yang sedang haidh, larangan berdua-duaan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahromnya
khalwat, adab bersetubuh, adab berhias bagi wanita, larangan berzina, adab meminang, sifat malu wanita saat dipinang, cara memilih calon istri, larangan
beristri lebih dari empat orang, sikap istri bila diminta “tidur” bersama oleh suami dan sebagainya.
Semua hal tersebut diatas, merupakan pedoman pendidikan seksual yang telah dinyatakan dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW. Adanya
pedoman pendidikan seksual tersebut sebagai konsekuensi dari pengakuan Islam terhadap naluri seksual. Dan sebagai bukti, bahwa Islam menjunjung
tingggii kesucian dan keluhuran dorongan-dorongan seksual pada manusia.
15
Pandangan Islam tentang seks ini berdasar atas pengetahuan tentang fitrah manusia, sehingga tidak ada seorangpun di dalam masyarakat yang
berani melampaui batas-batas fitrahnya, dengan cara penyimpangan yang bertentangan dengan nalurinya. Tetapi ia akan menempuh cara sesuai dengan
metode lurus yang telah digariskan Islam, yaitu institusi perkawinan. Sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Rum diatas.
Dari sini kita dapat mengetahui bahwa Islam mengharamkan upaya menghindarkan diri dari perkawinan dan zuhud di dalamnya dengan niat
mengosongkan diri untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Terutama sekali jika muslim ini mampu untuk kawin dan segala sarananya
mudah ia dapatkan. Bahkan, di dalam syari’at Islam, kita mendapatkan bahwa syari’at memerangi secara keras setiap penyeruan rahbaniyyah yang dibenci
dan hina itu, karena bertentangan dengan fitrah, naluri dan kecenderungan manusia.
Al-Baihaqi meriwayatkan di dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqash ra:
ﺔ ّ ا ﺔّ ا ﺔّ ﺎ هّﺮ ﺎ ﺎ ﺪ أ ﷲا ّنإ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah telah menggantikan rahbaniyyah dengan al-Hanifiyyah yang luhur”
Ath-Thabrani dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersabda:
ﻰ ﻜ ّﺛ ﻜ ّ نﻷ اﺮ ﻮ نﺎآ
Artinya:
“Barang siapa mudah baginya untuk kawin, kemudian ia tidak kawin, maka ia bukan termasuk umatku”
15
Ayip Syafruddin, Islam dan Pendidikan Seks Anak, tt, CV.Pustaka Manti, 1992, h. 32-33
Diantara sikap Rasulullah SAW di dalam mendidik masyarakat dan mengatasi kerusakan-kerusakan jiwa, adalah sebagaimana sebagaimana yang
terlihat di dalam hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Anas ra, bahwa: Tiga macam manusia telah datang kepada istri-istri Nabi SAW,
bertanya kepada mereka tentang ibadah beliau. Ketika mereka diberitahukan tentang ibadah beliau itu, seakan-akan mereka memandangnya sedikit,
sehingga mereka bertanya, “dimanakah kedudukan kami disisi Nabi SAW, sedang beliau telah diampuni dari dosanya yang telah lalu dan yang akan
datang?” salah seorang diantara mereka berkata, “adapun aku, selalu tidak luput dari shalat malam”, yang lain berkata, “aku selalu berpuasa dan tidak
pernah berbuka”, dan yang lainnya berkata, “aku menghindarkan diri dari kaum wanita dan tidak pernah kawin”. Kemudian, datanglah Rasulullah SAW
seraya bersabda, “kaliankah yang berkata anu dan anu itu? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling
bertakwa kepada-Nya daripada kalian. Tetapi, aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku tidur, dan aku mengawini kaum wanita. Oleh karena itu,
barang siapa benci terhadap sunnahku, maka ia bukan termasuk umatku”. Sikap rasulullah SAW ini merupakan penjelasan yang paling besar
bahwa Islam adalah dini ‘l-fitrah, way of life dan risalah keabdian sampai Allah mewariskan bumi dan segala isinya. Dan hukum siapakah yang lebih
baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? Diantara pandangan Islam tentang seks adalah bahwa Islam
memandang pemenuhan syahwat dan naluri secara halal melalui perkawinan, termasuk salah satu amal saleh. Pelakunya berhak mendapatkan keridhaan
Allah, balasan dan pahala.
16
C. Awal Penerapan Pendidikan Seks