Seperti yang dikemukakan oleh Tauchid Fauzi, 1999:41 bahwa penanaman modal selalu mencari sasaran tanah dan memerlukan tenaga kerja yang manusia yang
banyak dan murah. Karenanya, kapitalis kolonial selalu mencari tanah yang subur dan cukup banyak penduduk. Sehingga, di daerah-daerah penerapan agro industri tanah
semakin sempit bagi rakyat dan rakyat semakin terdesak penguasaannya terhadap tanah. Oleh karena itu, banyak buruh-buruh kontrak di perkebunan Sumatera Timur
yang berasal dari Jawa karena dengan tersingkirnya dari tanah garapan membuat mereka mengalami kemiskinan.
3.2.2.1 Awal Mendaftar Jadi Kuli
Dalam novel BDSHKC, kuli-kuli kontrak banyak didatangkan dari Jawa yang pada umumnya dilanda kemiskinan. Sistem kapitalis yang dianut kolonial Belanda
telah memiskinkan mereka di tanah asal sehingga mereka mudah terbujuk oleh tipuan makelar untuk bekerja di Deli. Adanya himpitan ekonomi di desa kelahiran mereka
menyebabkan mereka begitu yakin bahwa Tanah Deli akan mengubah taraf hidup mereka agar lebih baik lagi.
“Kalian Masih muda. Hidup kalian masih panjang. Tentu kalian ingin hidup senang. Lihat apa kehidupan di desa ini? Semua miskin. Lihat
baju kalian yang hanya itu ke itu saja. Baju kotor, kumal dan bau Hei buka mata kalian Coba lihat saya”BDSHKC:10
.
Hal ini tidak jauh berbeda seperti yang terjadi pada tiga perempuan bernama Mbok jati, Mbok Saminah, dan Mbok Marto. Awalnya mereka akan dijanjikan
bekerja sebagai koki pada seorang Tuan di Kali Besar, Batavia. Namun, saat
Universitas Sumatera Utara
diperiksa oleh petugas firma yang memperjualbelikan manusia itu, mereka ditolak untuk diberangkatkan ke Deli. Alasannya, karena pegawai itu mencela wajah mereka
yang jelek. Dua diantaranya malah punya cacat di tangannya. Sehingga mereka diusir dan terlunta-lunta di jalanan. Siang hari mereka mengemis, mendatangi pasar-pasar,
mengais-ngais tong sampah seperti kucing pasar demi mendapatkan makanan. Sore sampai malam, mereka duduk di dekat warung atau pinggiran tanah lapang yang
menggelar keramaian. Mereka melakukan itu dengan harapan, melalui pelacuran mereka bisa memperoleh uang untuk biaya pulang ke kampungnya.
“Aku telah bertemu tiga perempuan: Mbok Jati, Mbok Saminah dan Mbok marto. Mereka berasal dari tiga desa berbeda di Pulau Jawa.
Mereka tidak saling mengenal namun nasib buruk mempertemukan mereka di kota yang sama: Semarang. Aku telah bertanya bagaimana
mereka bisa sampai ke Semarang. Dalam bahasa Jawa yang terbata-bata mereka mengatakan, “kemiskinan… kemiskinan… kemiskinan itu…
uang muka… uang muka yang menggiurkan itu…” Ini semua membuat mereka memutuskan meninggalkan desa mereka di Paras, Muntilan, dan
Balapan” BDSHKC:18
Dari kutipan tersebut jelas terlihat bahwa kemiskinanlah yang menyebabkan orang-orang Jawa itu bersedia untuk dipekerjakan di Deli.
3.2.2.2 Setelah Menjadi Kuli