Adat Istiadat Menjunjung Duli

BAB III NILAI-NILAI SOSIOLOGIS TERHADAP CERITA RAKYAT

SI BUYUNG BESAR MASYARAKAT MELAYU SERDANG

3.1 Adat Istiadat Menjunjung Duli

Megahnya suatu gelar sebenarnya haruslah diakui dan kelihatannya sudah berakar bagi bangsa dan negara yang tinggal di kepulauan nusantara khususnya. Karena hal tersebut berkaitan erat dengan tinggi rendahnya kedudukan sosial seseorang. Dalam kaitan ini gelar yang dimaksukan adalah gelar raja, karena kedudukan bukan karena gelar kebangsawanan. Adanya unsur-unsur mitologis mengenai asal usul para raja dihubungkan dengan awal kehidupan manusia di dunia ini. Misalnya seperti penghuni surgawi dari dunia khayangan, mereka dianggap sebagai nenek moyang raja-raja dan oleh karena itu mereka memperoleh martabat yang tinggi. Mengingat kedudukan seorang raja yang istimewa itu, maka dalam histografi tradisional dimuatlah tentang geneologi raja-raja dengan biografi mereka. Silsilah raja disusun tidak lagi secara historis realistis tetapi secara kosmis-religiomagis di luar kekuatan yang ada pada manusia biasa. Kebudayaan Islam memabawa perubahan terhadap pengertian raja yang dipandangnya tidak lagi seperti Dewa, akan tetapi bagi manusia biasa. Penghormatan terhadap raja tetap besar akan tetapi hanya sebatas berkewajiban menjalankan pemerintahan dengan adil dan bijaksana. Dalam kaitan ini hubungan raja dengan rakyat digambarkan melalui daulat serta durhaka. Raja berdaulat diseluruh kerajaannya dan rakyat menjunjung daulat tersebut. Akan tetapi, apabila raja tidak lagi bertindak sebagai pelindung rakyat, maka menjadi hak rakyat menggalah kedaulatan raja. Hal ini seseuai dengan pepatah Melayu, Fuad Syarial : Nilai-Nilai Sosiologis Terhadap Cerita Si Buyung Besar Masyarakat Melayu Serdang, 2009 USU Repository © 2008 Raja adil raja disembah Raja zalim raja disanggah. Dari ungkapan di atas tampak jelas bahwa selama raja masih berbuat adil serta mencintai rakyatnya maka raja dapat dipatuhi, namun tentangan akan timbul dari rakyat apabila raja tidak lagi bisa menjadi pelindung rakyat. Dalam buku Adat Raja-Raja Melayu edisi Sujiman 1982:133, dijelaskan, ”Kelakian maka adalah seorang raja itu telah dikarunia Allah Ta’ala dilebihkan daulanya, yakni tuahnya. Maka adalah yang bernama tuah itu banyak namanya : apakah ia duduk kepada menteri, bertuah namanya; jika ia duduk kepada orang kebanyakan, beruntung namanya. Demikian lagi pada di mana tempat yang didudukinya oleh tuah itu, kesemuanya jadi menjadi baik semata-mata jau adanya. Istimewa pula jika duduk pula tuah itu kepada raja kerajaan, maka dinamai akan dia berdaulat. Maka tatkala itu segala manusia pun kasih sayang dan takut akan dia. Maka mereka itu pun menurutlah seorang perkataannya, dan memuji-muji atas segala kelakuan dan relalah segala mereka itu menerima segala hukumannya.” Adanya adat menjunjung Duli ini dimaksudkan untuk menunjukkan penghormatan terhadap seseorang yang lebih tinggi martabat atau pun kedudukannnya. Cara memberi penghormatan itu tentunya berbeda dalam setiap bangsa, suku bangsa, atau golongan. Dalam hal ini raja diberi sembah harus membalas sembah. Tengku H.M. Lah Husny Fadilla 1989:150, mengemukakan adat menjunjung Duli atau menghadap raja di istana, ”Pertama, kedua belah tangan dengan jari-jari lurus dipertemu-rapatkan, tersusun rata empu jari dengan empu jari dan kelingking dengan kelingking. Kedua, kedua tangan diangkat dan di letakkan kedua ujung empu jari diantara dua alis mata. Ketiga kaki kiri berlutut, kaki kanan tegak lurus hingga lutut, kemudian baru boleh menyembah boleh juga duduk bersila”. Adat menjunjung Duli dalam kerajaan atau istana Melayu akan kelihatan pada saat orang bawahan baik itu bendahara, hulubalang, maupun dayang- dayang. Dalam hal ini dapat kita lihat pada penggalan cerita, Fuad Syarial : Nilai-Nilai Sosiologis Terhadap Cerita Si Buyung Besar Masyarakat Melayu Serdang, 2009 USU Repository © 2008 “Kemudian Datuk Penghulu menanyakan apakah Si Buyung Besar mau berniaga ke luar negeri. Si Buyung Besar menurut saja segala keinginan Datuk Penghulu. Dan Si Buyung Besar meminta dibuatkan sebuah kapal untuk dibawa berlayar. Datuk Penghulu bersedia membuatkan sebuah kapal”. Hal: 18 Maka kalau kita lihat dari penggalan cerita di atas bahwasanya Si Buyung Besar adalah anak angkat dari Datuk Penghuluyang patuh dan taat akan perintah dari Datuk Penghulu. Si Buyung Besar selalu menjalankan yang perintah yang diembannya, seperti kita lihat pada penggalan cerita diatas ia disuruh berniaga ke luar negeri. Dapat juga kita lihat dari penggalan lainnya yaitu, “Melihat kecantikan Putri Raja Lautan itu, Datuk Penghulu kagum dan tidak dapat berkata-kata. Setelah sadar dari lamunannya, ia pun berkata kepada Buyung Besar, usulan pembagian keuntungan itu tidak dapat kuterima. Akulah yang memutuskannya. Kapal emas dan peti emas kuserahkan padamu, sedangkan istrimu itu hendaknya kau serahkan kepadaku, katanya. Buyung Besar tidak menduga demikian dan beberapa saat lamanya tidak dapat berkata-kata selain menundukkan kepala sambil berpikir-pikir. Akhirnya, walaupun dengan berat hati, dia menyetujui keputusan Datuk Penghulu”. Hal : 30 Pada penggalan ini juga kita lihat bahwa Si Buyung Besar, juga sebagai anak yang patuh dan taat akan perintah serta sabar akan keinginan dari Datuk Penghulu, yang dapat dapat kita lihat dari penggalan cerita di atas. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa adat istiadat menjunjung duli dalam sistem lapisan masyarakat Melayu atau kerajaan tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan pada masa lalu. Walaupun ada perbedaannya adalah proseduralnya saja, akan tetapi prinsipnya sama. Apa pun istilahnya pokok prinsip dari adat istiadat menjunjung duli ini tidak lain dan tidak bukan adalah bentuk penghormatan. Timbulnya bentuk penghormatan ini dikarenakan adanya perbedaan lapisan sosial di dalam masyarakatnya. Hal ini tidak hanya ditemui di dalam istana kerajaan atau kesultanan kerajaan Melayu pada masa lalu, akan Fuad Syarial : Nilai-Nilai Sosiologis Terhadap Cerita Si Buyung Besar Masyarakat Melayu Serdang, 2009 USU Repository © 2008 tetapi juga ditemui dalam kehidupan sosialpada saat ini versinya berbeda, seperti hubungan atasan dan bawahan sehingga terjadilah hubungan yang harmonis.

3.2 Lapisan Masyarakat