Definisi Hepatitis imbas OAT

mengalami hepatitis imbas OAT setelah konsumsi obat dalam hitungan hari sangat sedikit. 11 Insidensi timbulnya hepatitis imbas OAT sangat beragam, karena tergantung dari definisi peneliti mengenai hepatitis imbas OAT pada berbagai populasi studi. 12 Hepatitis imbas OAT lebih sering terjadi pada negara berkembang. Pada penelitian yang dilakukan di Nepal ditemukan insidensi hepatitis imbas OAT mencapai 38. 12 Penelitian lain yang dilakukan di Malaysia menyebutkan bahwa prevalensi hepatitis imbas OAT mencapai 9,7. 13 Ras oriental dilaporkan memiliki angka tertinggi, terutama India. Kejadian hepatotoksik di sub sahara Afrika dilaporkan pada beberapa literatur, namun untuk insidensinya sendiri tidak tercatat dengan jelas jumlahnya sehingga tidak dapat dilaporkan. 13 Pada sebuah studi survei yang dilakukan oleh The U.S Public Health Service dilaporkan bahwa seseorang yang mengkonsumsi alkohol memiliki risiko 2 kali lipat untuk terkena hepatitis akibat obat isoniazid dan risiko akan semakin meningkat hingga 4-5 kali lipat pada seseorang yang mengkonsumsi alkohol setiap hari. 12 Beberapa penelitian telah dilakukan guna mengetahui insidensi dan faktor risiko hepatitis imbas OAT pada berbagai populasi seperti Asia, Amerika, Amerika Selatan, Eropa, Afrika. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.3. Insidensi dan faktor risiko terjadinya hepatitis imbas OAT pada beberapa wilayah. 12 Proporsi Hepatitis Imbas OAT Definisi Hepatitis Imbas OAT Faktor Risiko Populasi 2,0 AST 6x batas normal dan dikonfirmasi dengan Perempuan, Usia Tua E: 79, As: 17, Af: 4, pemeriksaan berulang NA+SA: 1 2,3 ALT 5x setelah terapi OAT Usia Tua As India, Pakistan: 70, E:30, 2,6 ALTAST 10x nilai normal Alkohol, Carrier Hepatitis B, Penggunaan obat lain yang bersifat hepatotoksik E Spain: 86, CSA: 14 3,0 ALT 3x nilai normal Usia Tua, Perempuan, HIV, Ras Asia As: 42, E+CSa: 29, Af: 18, NA:12 3,4 ALT 5x nilai normal Perempuan Dutch 94, Non dutch 6 5,3 ALTAST 3x nilai normal Perempuan, Usia Tua As Singapura 8,1 ALTAST 5x nilai normal Nilai tes fungsi hati yang abnormal, Status gizi dibawah normal, Pernah mengalami hepatitis BC, Riwayat konsumsi obat lain. Tidak disebutkan 10,7 ALT 5x nilai normal Penggunaan flukonazol, Nilai CD4 100, Bilirubin 13 mmolL atau ALT 61 UL E: 80, Af: 34, Lainnya 5 11,0 ALTAST 3x nilai normal Usia Tua, Riwayat penyakit hepatitis sebelumnya, Perempuan E: 90, As: 6, Af: 3, SA: 1 13,0 ALTAST 5x nilai normal HIV, Ras Asia Af: 60, As: 15, E:24, Other: 3 lanjutan. 15,0 ALT 3x nilai normal Usia Tua, Status gizi dibawah normal, Asetilator yang lambat, CYP2E1 genotip c1o1 As Taiwan 16,1 ALTAST 5x nilai normal, atau peningkatan disertai gejala klinis Usia Tua As India 19,0 ALTAST 3x nilai normal HIV atau hepatitis C Tidak disebutkan 27,7 ALT 3x nilai normal dengan atau ALT5x nilai normal tanpa gejala Tidak ada faktor risiko yang signifikan Iran NO AST 3x nilai normal Usia Tua, konsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak, asetilator yang lambat As India Wilayah Populasi: Af, Africa: As, Asia: CSA, Central and South America: E, Europe: NA, North America: Sa, South America. NO No Incidence :Studi Potong-lintang Nilai normal menurut kriteria WHO = 50 IUL Sumber: Pengenalan Kembali Obat Anti Tuberkulosa Pada Penderita Hepatitis Imbas Obat Akibat Obat Anti Tuberkulosa. 2011 12

2.1.5. Patofisiologi

Berbagai penelitian telah mengatakan bahwa terdapat keterkaitan HLA-DR2 dengan tuberkulosis paru pada berbagai populasi dan keterkaitan variasi gen NRAMP1 dengan kerentanan terhadap tuberkulosis, sedangkan risiko hepatotoksisitas imbas obat tuberkulosis ditemukan berkaitan dengan fenotipe asetilator dan polimorfisme genetik lainnya, termasuk sitokrom P450 2E1 dan glutathione S-transferase M1, dan beberapa major histocompatibility kompleks kelas II terkait HLA-DQ alel. Dimana dinyatakan tidak adanya HLA-DQA10102 dan adanya lanjutan.