Hikmah Hadhanah. Masa dan Hikmah Hadhanah

37 selanjutnya. Inilah pendapat sebagian ulama di antaranya imam ahmad dan Imam Syafi‟i. 38 Hak pilih diberikan kepada anak bila terpenuhi dua syarat 39 , yaitu: Pertama, kedua orang tua telah memenuhi syarat untuk mengasuh sebagaimana disebutkan sebelumnya. Bila salah satu memenuhi syarat dan yang lain tidak, maka si anak diserahkan kepada yang memenuhi syarat, baik ayah atau ibu. Kedua, si anak tidak dalam keadaan idiot. Bila si anak dalam keadaan idiot, meskipun telah melewati masa kanak-kanak, maka ibu yang berhak mengasuh; dan tidak ada hak pilih untuk si anak.

2. Hikmah Hadhanah.

Hikmah Hadhanah mengasuh anak dapat dilihat dari dua sisi: Pertama, sudah menjadi kewajiban seorang lelaki untuk bisa merawat diri dan keluarganya. Sedangkan, pengasuhan anak menjadi kewajiban wanita. Pendidikan anak adalah hal utama yang perlu mendapatkan perhatian dimasa kecilnya, khususnya dari pihak ibu. Karena umumnya, ibulah yang sering berinteraksi dengan anak. Kedua, ibu umumnya lebih peduli dan mengasihi anaknya dibanding seorang ayah. Dengan demikian, sang ibu tidak memiliki banyak waktu untuk 38 Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h.330 39 Ibid., h.331 38 memperhatikan keserasian pakaiannya, makannya, minumnya dan kesehatannya. 40 Hikmah penetapan masa pengasuhan bagi anak laki-laki dalam rentang waktu 7 tahun pertama dan juga anak wanita dalam 9 tahun pertama, lebih berdasar bahwa anak laki-laki pada usia 7 tahun umumnya telah siap menerima pelajaran, ilmu pengetahuan, sastra, keterampilan dan segala hal yang mengantarkannya kepada kehidupan dunia dan akhiratnya. Berbeda dengan anak wanita yang terlebih dahulu harus diajarkan bagaimana ia bisa menjaga diri dan kehidupannya dengan baik. Pada umumnya ibu mampu dan sabar dalam mendidik anak pada kondisi seperti ini. Setelah masa pengasuhan berlalu, maka pada saat itulah peran ayah mulai tampak. Dalam masa pengasuhan, sang ibu mengajarkan anaknya semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan rumah, khususnya bagi putrinya, karena kelak ia akan menjadi seorang istri. Dengan demikian pada usianya yang kesembilan, ia telah mampu menjaga dirinya dan mempelajari banyak hal dari ibunya, khususnya yang berkaitan dengan pengaturan rumah. Masa pengasuhan sembilan tahun tersebut cukup untuknya untuk memahami apa yang seharusnya dilakukannya. Bahkan, ia pun bisa mengetahui bagaimana kelak ia mengasuh anaknya setelah pernikahannya setelah ia melihat semua pekerjaan ibunya padanya dan juga pada saudaranya. 40 Ali Ahmad al-Jarjawi, Indahnya Syari’at Islam. Penerjemah Faisal Saleh, dkk, Jakarta: Gema Insani Press, 2006, h.406. 39 Setelah melewati masa pengasuhan, maka mulailah seorang ayah memegang peranan penting. Ia bertanggung jawab untuk mengajarkan moral dan agama hingga dengannya anak bisa mendapatkan kemenangan di dunia dan akhiratnya. Seorang ayah adalah orang yang paling mampu menjaga kesucian anaknya hingga sang anak kelak akan membangun rumah tangganya dan menjadi anggota masyarakat yang bisa dibanggakan. Dengan pola inilah, maka tercapailah kebahagiaan sejati bagi anak. 41 41 Ibid., h.407. 40

BAB III PASAL 105 HURUF A KHI

A. Latar Belakang Pembentukan KHI

Pemikiran pemerintah dalam mengeluarkan Kompilasi Hukum Islam adalah karena hukum Islam yang dipergunakan oleh peradilan agama untuk menyelesaikan sengketa yang diajukan ke Pengadilan Agama di masa yang lalu, terdapat dalam berbagai kitab fiqh yang ditulis oleh para fuqaha beberapa abad yang lalu. Sebagai kitab fiqh, di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan pendapat di antara para fuqaha yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan- perbedaan yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh itu wajar mempengaruhi Hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan sengketa sehingga sering terjadi putusan hakim pada suatu Pengadilan Agama berbeda dengan putusan hakim pada Pengadilan Agama yang lain, padahal sengketanya sama. Jadi, maksud pemerintah mengeluarkan Kompilasi Hukum Islam adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi para pencari keadilan di Pengadilan Agama. 1 Kebutuhan akan adanya Kompilasi Hukum Islam bagi peradilan agama sudah menjadi catatan dalam sejarah Departemen Agama. Keluarnya surat edaran kepala biro Peradilan Agama Nomor B1735 tanggal 18 februari 1958 tentang 1 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Tanya Jawab Kompilasi Hukum Islam Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 1997, h.157.