F. MEKANISME PELAYANAN ADMINISTRASI PENYENSORAN FILM DAN REKAMAN VIDEO
Prosedur pelayanan Administrasi penyensoran film dan rekaman video oleh lembaga sensor film yaitu sebagai berikut; apabila Production House mau
menyensorkan filmnya harus di daftarkan di Direktorat Film yang berada di DEBUDPAR untuk di cek keabsahanya kebenaran kepemilikan film begitu pula
dengan film impor apakah film tersebut legal untuk masuk di Indonesia, apabila sudah terpenuhi persyaratan-persyaratanya maka diklarifikasi untuk dikirim ke
sekretariat LSF kemudian sekretariat LSF inilah yang mengurus penyensorannya untuk di ukur panjang meternya untuk vcd berapa lama menit atau detiknya untuk
kemudian dibuatkan berita acaranya disertai sinopsisnya kemudian kelompok penyensor yang akan menyensor dan memutuskan apakah lulus sensor, lulus
sensor dengan potongan dan atau di tolak seutuhnya. Berikut adalah gambar prosedur administrasi penyensoran pada Lembaga Sensor Film :
Gambar.2 Skema: Prosedur Administrasi Penyensoran film dan Rekaman video
SEKRETARIAT LSF FORUM ANGGOTA LSF
Sumber : Brosur lembaga sensor film
BERITA ACARA FILM
KASUBAG PELAYANAN PROSES SENSOR
BERITA REKAMAN VIDEO
SEKRETARIAT KASUBAG
UMUM KASUBAG PELAYANAN
HASIL SENSOR
SLS FILM
SLS REK VIDEO
SEKRETARIS PEMOTONGAN
FILM KELOMPOK
SENSOR PELAKSANA
HARIAN
PENGHAPUSAN REK.VIDEO
KETUA LSF
G. Pedoman dan Kriteria Penyensoran
1. Untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dampak negatif yang timbul
dalam peredaran, pertunjukkan dan atau penanyangan film dan reklame film yang tidak sesuai dengan dasar, arah dan tujuan perfilman Indonesia.
2. Penyensoran dimaksudkan agar film dan reklame film tidak mendorong
khalayak untuk : Bersimpati terhadap ideologi yang bertentangan dengan UUD 1945,
melakukan perbuatan-perbuatan tercela dan hal-hal yang bersifat amoral, melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan
perbuatan-perbuatan melawan hukum lainnya, atau bersimpati terhadap sikap- sikap anti Tuhan dan anti agama, serta melakukan penghinaan terhadap salah satu
agama yang dapat merusak kerukunan hidup antar umat beragama 3.
Sarana pemeliharaan tata nilai dan budaya bangsa 4.
Menumbuhkan kemampuan untuk mengendalikan diri di kalangan insan perfilman dalam berkarya sebagai perwujudan tanggung jawabnya terhadap
masyarakat. PP No. 71994 Pasal 18 ayat 1 Penyensoran dilakukan dengan
memeriksa dan meniliti segi-segi : Keagamaan, Ideologi dan Politik, Sosial Budaya, dan ketertiban umum.
Berdasarkan jumlah film dan reklame film yang masuk bidang yang masalahnya cukup tinggi berhubungan dengan seks dan kekerasan.
• KEAGAMAAN
1. Yang memberi kesan anti Tuhan dan anti agama dalam segala bentuk dan
manifestasinya 2.
Yang dapat merusak kerukunan hidup antar-umat beragama di Indonesia 3.
Yang mengandung penghinaan terhadap salah satu agama yang diakui di Indonesia
• IDEOLOGI DAN POLITIK
1. Setiap adegan dan penggambaran yang merugikan upaya pemantapan dan
pelestarian nilai-nilai pancasila dan UUD 1945 2.
Setiap adegan dan penggambaran yang membenarkan ajaran Komunisme, MarxismeLeninisme, Maoisme, dan Kolonialisme dan Fasisme
3. Setiap gambar atau lambang yang mengasosiasikan atas pemujaan ajaran
Komunisme, Marxisme Leninisme, Maoisme
• SOSIAL BUDAYA
1. Adegan pria atau wanita dalam keadaan atau mengesankan telanjang bulat,
baik dilihat dari depan, samping atau belakang. 2.
Close up alat vital, buah dada atau pantat, baik dengan penutup maupun tanpa penutup.
3. Adegan ciuman yang merangsang.
4. Adegan, gerakan atau suara persenggamaan atau memberikan kesan
persenggamaan oleh manusia hewan dalam secara terang-terangan danatau terselubung.
5. Onani dan oral seks.
6. Adegan melahirkan baik orang hewan yang dapat menimbulkan birahi.
7. Menampilkan alat-alat kontrasepsi yang tidak sesuai dengan fungsi.
8. Adegan yang menimbulkan kesan tidak etis.
• KETERTIBAN UMUM
1. Mempertontonkan adegan kejahatan yang mengandung :
a Modus operandi kejahatan secara rinci dan mudah menimbulkan
rangsangan untuk menirunya b
Dorongan kepada penonton untuk bersimpati terhadap pelaku kejahatan itu sendiri
c Kemenangan kejahatan atas kejahatan dan kebenaran
2. Memperlihatkan kekejaman dan kekerasan secara berlebihan.
3. Menitik beratkan cerita danatau adegan pada permasalahan seks semata-
mata. 4.
Mendorong sentiment kesukuan, keagamaan, asal keturunan dan antar golongan.
5. Menggambarkan dan membenarkan penyalahgunaan danatau kenikmatan
narkotika dan obat-obat terlarang lainnya
6. Mengandung hasutan untuk melakukan perbuatan melawan hukum.
56
H TATA TERTIB PENYENSORAN
Pelaksanaan tugas penyensoran pada setiap hari kerja dimulai Pagi hari Jam 08.30 dan sore hari ; jam 16.00 wib. Penyensoran dilakukan oleh kelompok
penyensor yang ditetapkan satu bulan sekali dengan susunan keanggotaan yang berbeda. Kelompok penyensor berjumlah lima orang anggota, terdiri masing-
masing merangkap anggota, dan tiga orang anggota. Susunan kelompok penyensor dimasukkan ke dalam sampul tertutup
bersamaan dengan Berita Acara penyensoran, diperkenakan dibuka sesaat sebelum tugas penyensoran dimulai. Penyensoran oleh kelompok penyensor
dianggap sah apabila dilakukan sekurang-kurangnya tiga orang anggota. Anggota kelompok penyensor diharapkan hadir 15 menit sebelum waktu
penyensoran dimulai dan mengisi daftar hadir. Kehadiran anggota kelompok penyensor yang terlambat 30 menit dari jadwal yang ditentukan, dianggap tidak
hadir. Apabila ketua dan wakil ketua kelompok penyensor berhalangan hadir, maka salah seorang diantara kelompok penyensor dijadikan sebagai ketua
kelompok penyensor atas dasar kesepakatan bersama. Hasil penyensoran oleh kelompok penyensor diambil berdasarkan
musyawarah untuk mufakat. Dituangkan dalam berita acara penyensoran dan di tandatangani oleh seluruh anggota kelompok penyensor yang hadir yang
kemudian dimasukkan dalam sampul tertutup.
56
. Peraturan Pemerintah .NO. 7 Tahun 1994
Apabila hasil penyensoran tidak tercapai melalui musyawarah untuk mufakat, ketua kelompok penyensor segera melaporkan kepada ketua Lembaga
Sensor Film untuk dicarikan penyelesaiannya.
I. Tarif Biaya Penyensoran
Gambar.3 Tarif Penyensoran NO.
JENIS PENERIMAAN SATUAN
TARIF 1
2
3 Jenis Film Cerita
a.Film Seluloid ukuran 35 mm dan 70 mm b. Film Seluloid ukuran 16mm
c. Film Seluloid ukuran 8 mm d Rekaman Video
Jenis Iklan a.
Film Seluloid ukuran 35 mm dan 70 mm b.
Film Seluloid ukuran 16 mm c.
Film Seluloid ukuran 8 mm d.
Rekaman Video Penerangan Dokumenter Pendidikan
a. Film Seluloid ukuran 35 mm dan 70 mm
b. Film Seluloid ukuran 16 mm
c. Film Seluloid ukuran 8 mm
d.Rekaman Video Sarana Promosi Publikasi
Per meter Per meter
Per meter Per meter
Per meter Per meter
Per meter Per meter
Per meter Per meter
Per meter Per meter
Rp 75,00 Rp 150,00
Rp 500,00 Rp1.000,00
Rp 250,00 Rp 500,00
Rp 2000,00 Rp 5000,00
Rp 50,00 Rp 100,00
Rp 200,00 Rp 250,00
4 a.
Still Photo b.
One Sheet c.
Poster d.
Balliho e.
Slide f.
Clise Per meter
Per meter Per meter
Per meter Per meter
Per meter Rp 5.000,00
Rp 7.500,00 Rp10.000,00
Rp 15.000,00 Rp 5.000,00
Rp 5.000,00.
57
57
. PP. NO.1 Tahun 2002
BAB IV ANALISIS PERAN LEMBAGA SENSOR FILM TERHADAP
PERFILMAN INDONESIA
A. Peran LSF Dalam Melindungi Masyarakat dari Dampak Negatif Perfilman
Mengamati berbagai pengertian peran yang dikutip dari berbagai buku dan dikemukan oleh beberapa tokoh di antaranya, N.Gross W.S. Masson and A.W.
MC. Eachern dan David Berry dapat disimpulkan bahwa peran merupakan
kewajiban-kewajiban dan keharusan-keharusan yang dilakukan seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan di
mana ia berada. Peran lembaga sensor film seperti yang tertuang dalam peraturan
pemerintah No 7 tahun 1994 bahwa lembaga sensor film mempunyai fungsi melindungi masyarakat dari dampak negatif yang timbul dalam peredaran,
pertunjukan dan atau penayangan film dan reklame film yang tidak sesuai dengan dasar, arah dan tujuan perfilman Indonesia.
58
Arah dan tujuan pembuatan perfilman harus berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam undang-undang perfilman No.8 Tahun 1992
terdapat delapan arah dan tujuan perfilman Indonesia antara lain : Pelestarian dan pengembangan nilai budaya bangsa, pembangunan watak
dan kepribadian bangsa serta peningkatan harkat dan martabat manusia,
58
. Wawancara Pribadi dengan Djamalul Abidin, Ass., anggota LSF.