43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
1.1 Hasil Penelitian
SD Negeri Kroyo 1 terletak di jantung kecamatan Karangmalang, berjarak sekitar tiga kilometer dari
alun-alun kabupaten Sragen. Sekolah ini memiliki letak yang sangat strategis, karena berada di samping
kantor Kecamatan Karangmalang, serta dikelilingi oleh lapangan, BKK Karangmalang, Koramil, Polsek, serta
sebuah Sekolah Menengah Pertama Negeri. SD Negeri Kroyo 1 memiliki jumlah siswa sebanyak 220 anak,
dimana jumlah siswa laki-laki sebanyak 120 anak, dan perempuan 100 anak. SD Negeri Kroyo 1 termasuk
salah satu sekolah yang tidak dapat dipandang sebelah mata karena SD Negeri Kroyo 1 banyak mencetak
prestasi baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
Prestasi tersebut tidak hanya diraih oleh para siswa saja, akan tetapi tidak sedikit guru yang memiliki
prestasi yang patut dibanggakan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya lomba-lomba yang diikuti baik
siswa dan guru yang membawa harum nama sekolah. Lomba-lomba yang diikuti tidak hanya akademik, tetapi
juga non akademik seperti olah raga, seni, ekstrakurikukler, maupun keagamaan, yang tidak
jarang mendapatkan juara mulai dari juara 1 sampai
44 harapan. Tidak hanya mengikuti lomba tingkat
kecamatan, akan tetapi dari beberapa lomba sampai pada tingkat karesidenan. Pada tahun ajaran
20162017 SD Negeri Kroyo 1 meraih peringkat ke-9 dari total 38 sekolah dasar pada tryout tingkat
kecamatan. Sarana pendidikan berupa multimedia yang tersedia untuk mendukung proses belajar
mengajar di SD Negeri Kroyo 1 tergolong memadai, diantaranya yaitu 3 buah LCD proyektor, 14 unit
komputer, 2 buah laptop, dan jaringan internet. SD Negeri Kroyo 1 Karangmalang memiliki guru sebanyak
12 orang, satu diantaranya diberikan tugas tambahan sebagai seorang Kepala Sekolah, serta dibantu oleh 1
staff administrasi sekolah.
SD Negeri Kroyo 1 memiliki Visi yaitu “Unggul Dalam Ilmu, Santun Dalam Perilaku”. SD Negeri Kroyo
1 merumuskan beberapa misi untuk dijadikan arah dalam pencapaian visi, yaitu sebagai berikut: a
Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, sehingga siswa dapat berkembang secara
optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki; b Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif
kepada seluruh warga sekolah; c Mendorong dan membantu siswa untuk mengenali potensi dirinya
sehingga dapat berkembang optimal; d Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan
juga budi pekerti yang luhur; e Menerapkan
45 manajemen dan partisipasi dengan melibatkan seluruh
warga sekolah.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kompetensi ICT di kalangan guru SD Negeri Kroyo 1
masih tergolong rendah. Hal ini terbukti dari minimnya penggunaan multimedia sebagai media
pembelajaran. Yang terjadi di lapangan adalah, para guru menggunakan metode konvensional sebagai
metode pengajaran yang selama ini diterapkan. Metode pengajaran konvensional ini dirasa belum optimal
dilakukan, karena kegiatan belajar mengajar hanya sekedar proses memindahkan ilmu pengetahuan yang
dimiliki kepada siswa. Penggunaan media lain sebagai media pembelajaran belum dilakukan secara maksimal.
Sebagian besar guru hanya terpaku pada buku yang disediakan oleh pemerintah sebagai bahan ajar di
kelas. Multimedia yang tersedia di sekolah belum digunakan secara maksimal. Para guru masih merasa
enggan untuk memanfaatkan multimedia yang ada sebagai media pembelajaran. Hal itu disebabkan
karena sebagian besar guru merasa kesulitan untuk mempelajarinya.
Sarana pendidikan yang berupa multimedia di SD Negeri Kroyo 1 tergolong memadai, diantaranya
yaitu 3 buah LCD proyektor, 14 unit komputer, 2 buah laptop, dan jaringan internet. Sarana prasarana yang
tersedia dikelola oleh administrator, dimana alat-alat
46 multimedia disimpan di laboratorium komputer yang
tersedia. Menurut guru-guru, multimedia dianggap terlalu sulit untuk dipelajari karena teknologi yang
dirasa sudah sangat maju dan mereka tidak mampu untuk mengikuti perkembangan teknologi. Langkah-
langkah yang digunakan untuk mengoperasikan multimedia juga dianggap terlalu rumit. Para guru
mengaku belum pernah mengikuti pelatihan, sehingga tidak adanya modul untuk berlatih mandiri. Alasan-
alasan itulah yang menyebabkan mengapa sebagian besar guru belum sepenuhnya memanfaatkan
multimedia yang tersedia. Fakta yang terjadi di lapangan senada dengan yang diutarakan oleh
Irwantoro Suryana 2016 mengenai alasan-alasan masih rendahnya pemanfaatan multimedia yang telah
diuraikan sebelumnya.
Berkaitan dengan penguasaan kompetensi ICT yang masuk dalam ranah pedagogik, pemenuhan akan
kebutuhan pelatihan menjadi hal penting dalam permasalahan yang ada di lapangan. Seperti yang
diungkapkan oleh Nawawi 1983, strategi yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan
sehingga dapat
meningkatkan produktivitasnya yaitu dengan melakukan pelatihan.
Dalam hal ini, In-House Training menjadi pilihan sebagai strategi meningkatkan kompetensi ICT bagi
guru di SD Negeri Kroyo 1. Pelatihan ini memiliki
47 manfaat antara lain membantu guru dalam
peningkatan dan pengembangan kompetensi ICT.
Selain itu, pemenuhan kebutuhan perencanaan sumber daya manusia di SD Negeri Kroyo 1 dapat
dilakukan, sehingga kualitas sumber daya manusia dapat meningkat khususnya kompetensi ICT. Hal ini
sesuai
dengan pernyataan
Simamora 2004.
Pelaksanaan pelatihan diselenggarakan di sekolah, karena dirasa lebih efektif dan efisien. Strategi ini
dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa untuk meningkatkan kompetensi ICT tidak harus dilakukan
di luar lingkungan sekolah, sehingga banyak menghemat waktu dan biaya seperti yang diungkapkan
oleh Danim 2010.
Dalam pelatihan, perlu adanya modul yang dapat digunakan sebagai media pelatihan. Berdasarkan hasil
penelitian, di SD Negeri Kroyo 1 belum pernah ada modul yang dapat digunakan sebagai media pelatihan
maupun belajar mandiri. Pengembangan modul yang dapat digunakan sebagai media In-House Training
dapat dijadikan salah satu solusi untuk meningkatkan kompetensi ICT. Seperti yang diutarakan oleh
Daryanto 2013, modul yang dikembangkan disajikan secara tertulis sehingga peserta dapat memanfaatkan
modul sebagai media belajar mandiri. Dalam Dikmenjur 2004, manfaat modul yang dapat
mengembangkan kemampuan peserta pelatihan juga
48 sesuai dengan yang terjadi selama pelatihan, dimana
setelah diadakan pelatihan dapat dilihat bahwa kompetensi ICT guru meningkat. Pelatihan yang
diselenggarakan
di sekolah
dapat mengatasi
keterbatasan waktu dan meminimalisir biaya. Modul yang disusun dapat digunakan sebagai media belajar
mandiri, sehingga memudahkan peserta untuk terus berlatih meskipun pelatihan sudah usai.
1.2 Hasil Pengembangan