Komparasi Metode Penafsiran dan Gagasan Pemikiran Pendidikan pada QS. Ash-Shaffat ayat 100-111 dalam Tafsir al-Mishbah dan Tafsir al-Azhar
3. Komparasi Metode Penafsiran dan Gagasan Pemikiran Pendidikan pada QS. Ash-Shaffat ayat 100-111 dalam Tafsir al-Mishbah dan Tafsir al-Azhar
Setelah menemukan nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada Q.S Ash-Shaffat ayat 100-111 dalam Tafsir al-Mishbah dan Tafsir al-Azhar, Setelah menemukan nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada Q.S Ash-Shaffat ayat 100-111 dalam Tafsir al-Mishbah dan Tafsir al-Azhar,
No. Metode, corak, dan bentuk penafsiran Al- Qur’an
Tafsir al-Mishbah
Tafsir al-Azhar
1. Memadukan metode tahlili Murni metode tahlili (analisis) (analisis) dan metode maudhu’i (tematik)
2. Pesan-pesan kitab suci Al- Adanya penggunaan kosa kata, Qur’an bisa dihidangkan
konotasi, kalimat, latar belakang secara mendalam dan
turunnya ayat, munasabah ayat menyeluruh, sesuai tema- dengan ayat serta pendapat- tema yang dibahas.
pendapat penafsir lainnya yang bersanad sampai kepada Rasulullah
3. Bentuk tafsir dengan Bentuk tafsir berdasar hubungan memahami Al- Qur’an
naqli dan akal (tidak semata-mata secara kontekstual (tidak
mengutip pendapat orang semata-mata terpaku
terdahulu, tetapi juga dengan makna secara teks menggunakan tinjauan dari saja)
pengalaman sendiri)
4. Corak tafsir Ijtima’i Corak tafsir Adabi al- Ijtima’i (kemasyarakatan)
(sosial kemasyarakatan)
5. Konsentrasi pengungkapan Konsentrasi pada pemahaman aspek balaghah (bahasa)
ayat-ayat Al- Qur’an secara dan kemukjizatan Al-
menyeluruh.
Qur’an.
Dari tabel di atas, dapat dipahami bahwa Quraish Shihab dalam menafsirkan Al- Qur’an menggunakan corak baru dalam penafsiran dan ia juga menyesuaikan dengan konteks ke-Indonesiaan, sehingga menambah ketertarikan bagi para pembaca tafsir. Sedangkan, Hamka terlihat masih sangat tradisional dalam menafsirkan Al- Qur’an. Namun, meskipun demikian, hal ini menunjukkan ketelitian berdasarkan kalimat yang ia uraikan dengan susunan bahasa yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu Dari tabel di atas, dapat dipahami bahwa Quraish Shihab dalam menafsirkan Al- Qur’an menggunakan corak baru dalam penafsiran dan ia juga menyesuaikan dengan konteks ke-Indonesiaan, sehingga menambah ketertarikan bagi para pembaca tafsir. Sedangkan, Hamka terlihat masih sangat tradisional dalam menafsirkan Al- Qur’an. Namun, meskipun demikian, hal ini menunjukkan ketelitian berdasarkan kalimat yang ia uraikan dengan susunan bahasa yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
Selain mengemukakan perbedaan Metode, corak, dan bentuk penafsiran Al- Qur’an diantara keduanya, berikut Gagasan dan Pemikiran Pendidikan keduanya yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
No. Gagasan dan Pemikiran Pendidikan Quraish Shihab dan
HAMKA
Tafsir Al-Mishbah Tafsir Al-Azhar
1. Rasional dan moderat. Tidak semata-mata taqlid kepada Berpegang pada adagium
seluruh manusia, tetapi meninjau ulama yaitu memelihara
mana yang lebih dekat kepada tradisi lama yang masih
kebenaran untuk diikuti dan relevan dan mengambil
meninggalkan yang menyimpang tradisi baru yang lebih baik
2. Pembinaan akal Pendidikan jasmani yaitu menghasilkan ilmu,
kesempurnaan jasmani serta pembinaan jiwa kekuatan jiwa dan akal,
menghasilkan kesucian dan pendidikan ruhani yaitu etika, dan pembinaan
kesempurnaan fitrah manusia jasmani menghasilkan
dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan
pengalaman berdasar pada ilmu
3. Tujuan pendidikan, agar Tujuan pendidikan, untuk terwujudnya manusia yang
mengabdi dan beribadah kepada terbina seluruh potensi
Allah agar dapat menjadikan anak dirinya, fisik, jiwa dan
didik sebagai ‘abd Allah akalnya sebagai khalifah di muka bumi dalam rangka pengabdian kepada Allah
4. Metode pendidikan dengan Metode pendidikan seperti menggunakan metode kisah diskusi, karya wisata, resitasi, dan metode pembiasaan
Amar ma’ruf nahi munkar dan Observasi
5. Sifat pendidikan disebut Materi Pendidikan meliputi, ilmu, rabbaniy. Agar mampu
amal, akhlak dan keadilan amal, akhlak dan keadilan
Dari tabel di atas, dapat dipahami bahwa gagasan pemikiran pendidikan Quraish Shihab dan Hamka memiliki benang pemisah antar perbedaan dan persamaan. Pertama, jika dilihat dari gagasan pemikiran keislaman Quraish Shihab, ia cenderung tidak memaksakan agama mengikuti kehendak realitas kontemprer, artinya siapapun berhak memilih, menentukan yang benar menurut hatinya masing-masing, tetapi ia lebih mencoba memberikan penjelasan atau mengapresiasi kemungkinan pemahaman dan penafsiran baru dengan tetap sangat menjaga kebaikan tradisi lama. Artinya, ia tidak ingin memperdebatkan sesuatu yang keliru, tetapi mencoba mengambil jalan tengah agar menemukan titik kebenaran. Kedua, seluruh aspek pendidikan seperti yang dikemukakan oleh Quraish Shihab yakni tidak lepas dari Al- Qur’an. Agar bersatu padunya antara ilmu, etika dan keterampilan, tentu Al-
Qur’anlah sebagai sumber patokan utama didalamnya. Artinya, Al-Qur’an memiliki peranan yang luar biasa dalam dunia pendidikan.
Sedangkan, gagasan dan pemikiran Hamka yang Pertama, yakni tidak terlepas dari naqli dan akal. Ia tidak semata-mata taqlid kepada pendapat manusia melainkan harus membuktikan dengan pengalaman sendiri. Tidak pula semata-mata mempergunakan pertimbangan akal sendiri, seraya melalaikan apa yang dinukil dari orang-orang terdahulu. Kedua, pendidikan memiliki dua dimensi yang pertama terkait pengembangan pemahaman tentang kehidupan konkret dalam konteks Sedangkan, gagasan dan pemikiran Hamka yang Pertama, yakni tidak terlepas dari naqli dan akal. Ia tidak semata-mata taqlid kepada pendapat manusia melainkan harus membuktikan dengan pengalaman sendiri. Tidak pula semata-mata mempergunakan pertimbangan akal sendiri, seraya melalaikan apa yang dinukil dari orang-orang terdahulu. Kedua, pendidikan memiliki dua dimensi yang pertama terkait pengembangan pemahaman tentang kehidupan konkret dalam konteks
Dengan demikian, ditemukanlah titik temu pemikiran pendidikan antara keduanya yakni lahirnya berbagai aspek pendidikan merupakan implikasi dari Al- Qur’an yang bertujuan dalam rangka mengabdi kepada Allah dan mencapai ridha Allah.