Berkurangnya pencemaran lingkungan air, tanah dan udara

tidak beroperasi secara kontinu karena masih bersifat sukarela dari masyarakat, belum merupakan suatu kegiatan yang dapat dijadikan sumber pendapatan bagi masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi keberadaan bank sampah yang pada akhirnya akan mempengaruhi pengurang timbulan sampah di sumber, antara lain adalah: a. Masih kurang massive penyebaran Bank sampah b. Belum terbentuknya suatu sistem bank sampah yang komprehensif dan dapat menghubungkan antara stake holder dalam pengelolaan bank sampah c. Perilaku masyarakat yang belum peduli terhadap pemanfaatan sampah, termasuk tidak peduli terhadap pemilahan sampah dan upaya-upaya 3R Reduce, Reuse, Recycle. Kesadaran masyarakat perlu terus dibangun dan ditingkatkan sehingga pengurangan sampah di sumber bukan hanya dilihat dari keaktifan masyarakat dalam memanfaatkan kembali sampahnya tetapi juga dapat dilihat dari produk sampah per kapita yang semakin menurun. Proses penyuluhan dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan sampah terpadu dengan metode 3R secara mandiri sedangkan pendampingan dilakukan untuk mengarahkan pelaksanaan kegiatan 3R.

12. Berkurangnya pencemaran lingkungan air, tanah dan udara

di wilayah kota Jakarta Pencemaran lingkungan yang meliputi pencemaran air, tanah maupun udara, merupakan masalah krusial di DKI Jakarta. Untuk itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 melalui RPJMD 2013-2017 telah menetapkan penurunan tingkat pencemaran terhadap air, tanah, dan udara di wilayah kota Jakarta sebagai salah satu sasaran utama. Indikator kinerja sasaran beserta target dan realisasi capaiannya diuraikan dalam tabel berikut : Tabel 3.15 Capaian IKU penurunan gas rumah kaca dengan baseline dan presentase status mutu air tercemar LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014 III-34 No ASPEKFOKUSBIDANG URUSAN INDIKATOR KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH Target Realisa si 1 Persentase penurunan emisi Gas Rumah Kaca dengan baseline emisi GRK tahun 2005 5 6,71 132 2 Persentase status mutu air tercemar berat : - sungai 63 32 149,21 - situwaduk 35.50 28 121,13 - air tanah 10 200 - lautteluk 16 38.60 -43,75 Untuk mencapai sasaran diatas, pada tahun 2014 telah dianggarkan sejumlah program kegiatan anggaran sebesar Rp. 4,557,750,000 dengan realisasi sebesar Rp. 4,006,415,716 atau 87.11 Dalam rangka pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca GRK sebesar 30 Tahun 2030 di Jakarta, Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 131 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca RAD- GRK. Dalam lampiran Pergub ini disebutkan bahwa tahun dasar perhitungan emisi GRK adalah tahun 2005 dengan baseline emisi sebesar 34,67 juta ton CO2e dan proyeksi emisi GRK pada tahun 2030 BAU=Business As Usual sebesar 113,94 juta ton CO2e. Target penurunan emisi GRK tahun 2030 di Jakarta adalah sebesar 34,18 juta ton CO2e yang dapat dicapai melalui berbagai aksi mitigasi yang dilakukan oleh SKPD dan UKPD. Realisasi pelaksanaan mitigasi GRK pada tahun 2014 berhasil menurunkan emisi GRK sebesar 3.25 juta ton CO2e atau sebesar 2,85. Dengan demikian sampai akhir tahun 2014 penurunan emisi GRK di Provinsi DKI Jakarta sudah mencapai 6,71. Artinya target 5 di tahun 2014 terhadap sasaran mitigasi GRK yang tertuang dalam RAD-GRK DKI Jakarta tahun 2005-2030 sudah tercapai. Dari berbagai aksi mitigasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, terdapat 3 kegiatan pembangunan yang berkonstribusi terbesar dalam mitigasi GRK di DKI Jakarta. Ketiga kegiatan tersebut adalah Program Substitusi Minyak Tanah dengan LPG untuk Rumah Tangga, pemanfaatan gas metan yang dihasilkan dari penimbunan sampah di TPA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014 III-35 Bantar Gebang sebagai bahan bakar landfill gas dan pemanfaatan biodiesel sebagai campuran minyak solar dalam biosolar. Selain itu aksi mitigasi yang sudah dapat dihitung adalah lampu PJU hemat listrik, lampu PJU PLTS, PLTS Pulau Seribu, gedung PLTS, green building, busway. Beberapa kendala yang terjadi dalam penurunan emisi GRK disebabkan beberapa faktor antara lain belum terlaporkannya semua aksi mitigasi yang terjadi, adanya perubahan rencana aksi mitigasi, adanya aksi mitigasi yang belum tercantum dalam RAD-GRK DKI Jakarta, adanya perubahan metodologi, perbedaan faktor emisi, dan lain-lain. Pelaporan aksi mitigasi GRK harus ditunjang oleh data teknis, tanpa adanya data teknis yang akurat, karena laporan mitigasi tersebut akan diaudit oleh lembaga indenpenden yang bersertifikat sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 15 tahun 2013 tentang Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim. Penurunan emisi pada tahun 2014 yang mencapai 6,71 jauh lebih baik dibanding tahun 2013 yang hanya turun sebesar 3,86. Demikian juga jika dibandingkan dengan target penurunan emisi Gas Rumah Kaca sampai dengan tahun tahun 2017, kinerja penurunan emisi Gas Rumah Kaca pada tahun 2014 sudah mencapai 83.87 dari target akhir Renstra 2017 yang sebesar 8 6.71 8 x 100. Kegiatan-kegiatan yang terkait dalam mencapai penurunan emisi Gas Rumah Kaca adalah Evaluasi Target Pencapaian Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca GRK, Pembinaan Implementasi Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca RAD-GRK, Pelaksanaan Program Perlindungan Lapisan Ozon PLO, Inventori Gas Rumah Kaca, Implementasi Program Kampung Iklim, dan Diseminasi Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim RAD-API Tingkat Provinsi DKI Jakarta. Permasalahan pelaksanaan program dan kegiatan urusan lingkungan hidup juga masih dihadapkan pada besarnya beban pencemar lingkungan pada sumber daya air terutama pada perairan teluk Jakarta yang merupakan muara dari aliran sungai-sungai baik di hulu maupun hilir Jakarta. Dimana LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014 III-36 beban pencemar tersebut berasal dari limbah kegiatan usaha instansional dan lebih dominan dari limbah rumah tangga domestik. Metode Indeks Pencemaran digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Indeks Pencemaran IP ditentukan untuk suatu peruntukkan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukkan bagi seluruh atau sebagian badan air. Metode ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat atau tidaknya badan air dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu. Evaluasi terhadap nilai IP adalah berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Prosentase status mutu air didapatkan dengan cara membandingkan jumlah titik sampel yang berdasarkan perhitungan metode Indeks Pencemaran IP. Yaitu perbandingan jumlah titik sampel tercemar berat dengan jumlah total titik sampel dikalikan dengan 100. Hasil pemantauan terhadap kualitas air sungai, didapatkan prosentase rata-rata dari 5 lima periode pemantauan untuk 80 titik sampel per periode untuk kategori tercemar berat dengan metode Indeks Pencemaran IP adalah 32. Untuk Air SituWaduk, didapatkan prosentase rata-rata dari 2 dua periode pemantauan untuk untuk kategori tercemar berat dengan metode Indeks Pencemaran IP adalah 28. Dengan jumlah situwaduk yang masuk kategori tercemar berat pada pemantauan periode pertama dan kedua sebanyak 11 situwaduk dari 40 situwaduk yang dipantau. Hasil pemantauan terhadap kualitas air tanah, didapatkan prosentase rata-rata dari 2 dua periode pemantauan untuk untuk kategori tercemar berat dengan metode Indeks Pencemaran IP adalah 0. Dimana dari 150 titik pantau tidak ada yang masuk kategori tercemar berat. Sementara hasil pemantauan terhadap kualitas perairan laut dan muara teluk Jakarta, didapatkan prosentase rata-rata dari 3 tiga periode pemantauan untuk 33 titik sampel untuk kategori tercemar berat dengan metode Indeks Pencemaran IP adalah 39. LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014 III-37 Meskipun demikian data tersebut hanya berdasarkan data hasil sampling pada saat dilakukan sampling di titik tersebut. Oleh karena itu data realisasi dapat berubah naik atau turun tergantung kondisi pada saat dilakukan sampling di titik tersebut. Untuk tahun 2014 terdapat penurunan tingkat tercemar berat pada sungai, situwaduk dan air tanah dari yang ditargetkan. Sedangkan untuk lautteluk terjadi peningkatan tingkat tercemar berat. Tetapi jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang sebesar 47, status mutu air lautteluk yang tercemar berat di tahun 2014 38.60 mengalami penurunan sebesar 8,4. Jika dibandingkan dengan target akhir tahun Renstra 2017, status mutu sungai tercemar berat baru mencapai 53.33 3260, SituWaduk baru mencapai 86.15 2832.5, Air tanah tercemar berat sudah 0, sementara untuk status tercemar berat lautteluk masih tinggi. Realisasi tercemar berat di tahun 2014 masih 39 sedangkan target akhir Renstra adalah 13. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi status air tercemar berat antara lain dengan percepatan pembangunan saluran perpipaan limbah domestik secara terpadu diseluruh DKI Jakarta serta meningkatkan kinerja tugas dan fungsi dari setiap SKPD yang berkaitan dengan penanganan air limbah baik dari kegiatan usaha maupun air limbah domestik rumah tangga. Kegiatan-kegiatan di BPLHD yang menunjang penurunan status air tercemar berat adalah Pemantauan Kualitas Air Sungai, Pemantauan kualitas air situWaduk, Pemantauan kualitas Air Tanah dan Pemantauan Kualitas Perairan Laut dan Muara Teluk Jakarta.

13. Meningkatnya kesiapsiagaan masyarakat dan kelembagaan