13
I I I . METODOLOGI
3.1. Lokasi dan w aktu
Pengkajian ini dilakukan di Provinsi Bengkulu. Lokasi pengkajian ditentukan secara
purposive berdasarkan wilayah sentra produksi yang mendapatkan bantuan program peningkatan produksi jagung dan kedelai. Kabupaten terpilih untuk sentra
jagung dan kedelai adalah Bengkulu Utara, Seluma dan Rejang Lebong. Kegiatan dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Desember 2016.
3.2. Alat dan bahan
Alat yang digunakan berupa kuesioner, papan lapang serta bahan pendukung kegiatan survei di lapangan.
3.3. Ruang Lingkup Kegiatan
Pengkajian ini dilakukan untuk menganalisa kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis berupa jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu. Ruang
lingkup kegiatan meliputi : 1.
Pengkajian dilakukan terhadap kinerja kebijakan berupa peningkatan produksi, capaian sasaran program dan alternative upaya untuk peningkatan produksi
jagung dan kedelai di wilayah Provinsi Bengkulu. 2.
Menggunakan metode survei terhadap petani jagung dan kedelai sebagai pelaksana program, serta wawancara mendalam dengan pemangku kebijakan
di tingkat provinsi maupun kabupaten kota. Untuk melengkapi informasi dilakukan pula
desk study atau penelitian pustaka dan informasi sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini.
3. Data yang dianalisis meliputi variabel yang berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas, luas tanam, luas panen, capaian program, capaian anggaran, dan capaian produksi.
14
3.4. Metode Pelaksanaan Pengkajian
3.4.1. Metode Pengambilan Sampel
Sampel yang dimaksud dalam pengkajian ini adalah petani yang berusahatani jagung dan kedelai yang mendapat program upsus jagung dan kedelai. Metode
pengambilan sampel Multistage Random Sampling. Tahap pertama penarikan satuan
sampling primer, yaitu memilih 2 kabupaten sentra produksi jagung dan 2 kabupaten sentra produksi kedelai. Tahap kedua adalah memilih satuan
sampling sekunder, yaitu memilih keluarga kepala keluarga dari tiap kabupaten terpilih.
Satuan sampling terpilih dari tahap kedua ini merupakan unit elementer yang
menjadi responden pengkajian. Penentuan jumlah sampel digunakan rumus sebagai berikut Nazir,1999 :
Dimana : n
= Jumlah Sampel N
= Jumlah populasi σ
2
= 10.000; σ = 100 Sampel responden pemangku kebijakan dilakukan secara sengaja
purposive sampling yaitu kepala dinas atau kepala bidang yang menangani tanaman pangan
di tingkat provinsi maupun kabupaten. Kriteria responden petani dalam pengkajian ini adalah :
1. Mendapat program Upsus Jagung dan kedelai 2. Mengusahakan komoditi jagung dan kedelai.
3.4.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan petani sampel dengan menggunakan alat
bantu berupa kuisioner. Data primer yang dikumpulkan meliputi data yang terkait dengan parameter input, output, dan kelembagaan kelompok tani, dll. Metode
pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan
15
para pemangku kebijakan dan studi pustaka. Wawancara terhadap pemangku kebijakan diarahkan untuk mengetahui program peningkatan produktivitas dan
produksi pangan strategis jagung dan kedelai di tingkat provinsi maupun
kabupaten. Data sekunder meliputi biofisik, sosial ekonomi dan budaya.
Parameter yang diukur
Parameter yang diukur dalam pengkajian ini adalah :
Peningkatan produksi
Peningkatan produktivitas
Komponen hasil dan biaya usahatani jagung dan kedelai
Kelayakan usahatani jagung dan kedelai
Persepsi petani terhadap usahatani jagung dan kedelai
Peningkatan luas tanam
Capaian program peningkatan produksi jagung dan kedelai
3.4.3. Analisis Data
1 Analisis Kinerja Kebijakan Program a. Analisis Kinerja Program Tingkat Petani
Berdasarkan parameter yang di ukur, maka alat analisis yang digunakan adalah
before dan after yang di formulasikan sebagai berikut : Perbedaan Produksi
: ∆Q = { Q
t
Q
t-1
-1} 100 Perbedaan Produktivitas
: ∆Y = { Yt Y
t-1
-1} 100 Perbedaan luas tanam
: ∆L = { L
t
L
t-1
-1} 100 Untuk melihat kinerja program yang telah dilakukan oleh petani dapat juga
dilihat dengan perubahan biaya produksi, perubahan penerimaan dan pendapatan.
Perbedaan Biaya Produksi :∆TC = { TC
t
TC
t-1
-1} 100 Perbedaan Penerimaan
:∆TR = { TR
t
TR
t-1
-1} 100 Perbedaan Keuntungan
:∆ = {
t t-1
-1} 100 dimana :
∆Q =
Perbedaan produksi jagung dan kedelai kg Q
t
= Produksi jagung dan kedelai setelah mengikuti program kg
16
Q
t-1
= Produksi jagung dan kedelai sebelum mengikuti program kg
∆Y =
Perbedaan produktivitas jagung dan kedelai kg ha Y
t
= Produktivitas jagung dan kedelai setelah mengikuti program
kg ha Y
t-1
= Produktivitas jagung dan kedelai sebelum mengikuti program
kg ha ∆L
= Perbedaan luas tanam jagung dan kedelai ha
L
t
= Perbedaan luas tanam jagung dan kedelai setelah mengikuti
program ha L
t-1
= Perbedaan luas tanam jagung dan kedelai sebelum mengikuti
program ha ∆TC
= Perbedaan biaya produksi jagung dan kedelai Rp ha
TC
t
= Biaya produksi jagung dan kedelai setelah mengikuti program
RP ha TC
t-1
= Biaya produksi jagung dan kedelai sebelum mengikuti program
Rp ha ∆TR
= Perbedaan penerimaan usahatani jagung dan kedelai Rp ha
TR
t
= Penerimaan usahatani jagung dan kedelai setelah mengikuti
program Rp ha TR
t-1
= Penerimaan usahatani jagung dan kedelai sebelum mengikuti
program Rp ha ∆
= Perbedaan pendapatan usahatani jagung dan kedelai Rp ha
1
= Keuntungan usahatani jagung dan kedelai setelah mengikuti
program Rp ha =
Keuntungan usahatani jagung dan kedelai sebelum mengikuti programRp ha
b. Analisis Kebijakan Kinerja Program Analisis kenirja program dilakukan dengan pendekatan konten, klasifikasi
ukuran kinerja mengacu pada Wibowo 2007 yaitu produktivitas, kualitas, ketepatan waktu, siklus waktu, pemanfaatan sumberdaya dan biaya.
17
2 Analisis Capaian Program Untuk mengukur capaian program UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi
Bengkulu digunakan persamaan : Capaian Program =
Efisiensi Program = 3 Analisis Alternatif Kebijakan
Untuk perumusan alternatif kebijakan peningkatan produksi pangan strategis jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu menggunakan 2 metode yaitu :
a. Kinerja Produksi Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap capaian produksi
digunakan fungsi produksi Coubduglas, dimana persamaannya sebagai
berikut : Y = a X1
b1
. X2
b2
. X3
b3
. X4
b4.
. X
5 b5
X
6 b6
X
7 b7
........e
u
, Dimana :
Y
J
= Produksi Komoditas yang diukur Jagung dan kedelai kg ha X1
= Luas Tanam ha X2
= Benih kg ha X3
= Pupuk kg ha X4
= Tenaga Kerja HOK ha X5
= Harga komoditas pesaing X6
= Kemudahan dalam pemasaran X7
= Kemudahan dalam usahatani a
= I ntersep b1-b5
= Koefisien regresi b. Kinerja Program
18
Untuk menentukan alternatif strategi kebijakan program UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu digunakan SWOT. Adapun tahap analisisnya
yaitu 1 I dentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman program UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu 2 identifikasi faktor kunci
keberhasilan UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu dan 3 perumusan strategi dan kebijakan UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi
Bengkulu. Selanjutnya untuk menentukan prioritas strategi kebijakan UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu digunakan metode QSPM.
Matriks ini digunakan untuk mengevaluasi dan memilih strategi terbaik yang paling cocok dengan lingkungan eksternal dan internal program UPSUS
jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu. c. Kinerja Anggaran
Kinerja anggaran
dianalisa secara
deskriptip eksplanatif,
yaitu membandingkan antara target dengan realisasi yang dicapai.
Konsep pengukuran variabel
1. Produksi usahatani jagung dan kedelai adalah hasil total tanaman jagung dan
kedelai dalam satu kali musim tanam berupa jagung pipil dan biji kedelai, diukur dalam Kg Ha MT.
2. Produktivitas usahatani yaitu perbandingan antara jumlah produksi yang di
peroleh dengan luas lahan yang diusahakan dan diukur dengan Kg Ha. 3.
Luas lahan adalah luas tanam dari usahatani jagung dan kedelai yang dinyatakan dalam satuan hektar untuk satu kali musim tanam Ha MT.
4. Biaya usahatani yang diperhitungkan oleh petani jagung dan kedelai selama
satu musim tanam, yang dinyatakn dalam rupiah perhektar untuk satu kali musim tanam Rp Ha MT.
5. Penerimaan adalah total produksi dikalikan dengan hara yang diukur dengan
satuan rupiah Rp Ha MT. 6.
Pendapatan usahatani konsep non riil adalah selisih antara penerimaan dan biaya usahatani jagung dan kedelai yang benar-benar di keluarkan oleh petani
biaya pupuk, pestisida, tenaga kerja luar keluarga dan biaya yang tidak di
19
keluarkan oleh petanni penyusutan alat, tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan yang dinyatakan dalam satuan rupiah per hektar Rp Ha MT.
7. Sampel yang dimaksud dalam pengkajian ini adalah petani yang berusahatani
jagung dan kedelai yang mendapat program upsus jagung dan kedelai. 8.
Lingkungan internal peningkatan produksi jagung dan kedelai adalah untuk mengembangkan produksi jagung dan kedelai dari daftar kekuatan yang dapat
dimanfaatkan dan daftar kelemahan yang harus diatasi untuk meningkatkan produksi jagung dan kedelai.
9. Lingkungan eksternal peningkatan produksi jagung dan kedelai adalah untuk
mengembangkan produksi jagung dan kedelai dengan peluang peningkatan dan menghindari ancaman.
10. Matrik EFE adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan eksternal dan menggolongkannya menjadi peluang dan ancaman peningkatan produksi jagung
dan kedelai dengan melakukan pembobotan. 11. Matrik I FE digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan internal
dan menggolongkannya menjadi kekuatan dan kelemahan peningkatan produksi jagung dan kedelai melalui pembobotan.
12. Matriks SWOT adalah digunakan untuk menyusun suatu strategi dan dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang
dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dim iliki.
20
I V. HASI L DAN PEMBAHASAN
4.1. Kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis jagung
dan kedelai di Provinsi Bengkulu.
Program UPSUS Jagung dan kedelai merupakan merupakan salah satu stretegi dalam percepatan peningkatan produksi jagung dan kedelai dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan nasional. Upaya peningkatan produksi jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu ditempuh melalui: 1 Gerakan penerapan pengelolaan
tanaman terpadu GP-PTT jagung dan GP-PTT kedelai, 2 Perluasan areal tanam melalui peningkatan indeks pertanaman jagung PAT-Jagung, 3 Perluasan areal
tanam kedelai melalui peningkatan indeks pertanaman kedelai PAT-PI P Kedelai, 4 Penyaluran fasilitas bantuan berupa sarana produksi baik benih, pupuk maupun
alsintan, pengendalian OPT, kegiatan pengawalan dan pendampingan oleh petugas serta sarana pendukung lainnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu, daftar kabupaten pelaksana GP-PTT jagung tahun 2015 meliputi: Bengkulu Selatan,
Rejang Lebong, Bengkulu Utara, Kaur, Seluma, Muko-Muko, Lebong dan Bengkulu Tengah. Total luasan untuk komoditas jagung adalah 10.900,75 ha dengan
kebutuhan sebanyak 163.511,25 kg benih
.
Secara rinci, data penerima bantuan Benih jagung hibrida di Provinsi Bengkulu tahun 2015 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Penerima Bantuan Benih Jagung Hibrida di Provinsi Bengkulu tahun
2015. No
Kabupaten Luas Tanam
ha Kebutuhan Benih
kg 1
Bengkulu Selatan 2000
30.000 2
Rejang Lebong 1.775
26.625 3
Bengkulu Utara 477,05
7.155,75 4
Kaur 722,50
10.837,5 5
Seluma 432,20
6.483 6
Muko-muko 2023,50
30352,50 7
Lebong 606,25
9.093,75 8
Bengkulu Tengah 864,25
12.963,75 Jumlah
10.900,75 163.511,25
21
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu tahun 2015 Tabel 1 menunjukkan kabupaten yang memiliki potensi lahan pertanian
komoditas jagung yang lebih tinggi adalah Muko-Muko dengan luas tanam sebesar 2023,50 ha. Untuk komoditas jagung, macam bantuan yang diperoleh berupa benih
hibrida yang tersebar di delapan kabupaten. Pengelompokkan penerima bantuan benih jagung hibrida yang tertinggi adalah Kabupaten Muko-Muko dengan
kebutuhan benih sebanyak 30352,50 kg, sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Seluma dengan kebutuhan benih sebanyak 6.483 kg.
Untuk komoditas kedelai, kabupaten yang menjadi pelaksana GP-PTT kedelai, meliputi: Bengkulu Tengah, Kepahiang, Lebong, Muko-Muko, Seluma, Kaur,
Bengkulu Utara, Rejang Lebong, dan Bengkulu Selatan. Total luasan untuk pertanaman kedelai adalah 7.023,50 ha. Data pelaksana GP-PTT Kedelai di Provinsi
Bengkulu tahun 2015 disajikan pada Tabel 2. Tabe 2. Data Pelaksana GP-PTT Kedelai di Provinsi Bengkulu Tahun 2015.
No Kabupaten
Luasan ha
Varietas Jumlah
Benih Anjasmoro
Grobokan Willis
1 Bengkulu
Tengah 460,00
23.000,00 -
- 23.000,00
2 Kepahiang
500,00 23.000,00
2.000,00 -
25.000,00 3
Lebong 846,00
- -
42.300,00 42.000,00
4 Muko-Muko
500,00 25.000,00
- -
25.000,00 5
Seluma 1.000,00
50.000,00 -
- 50.000,00
6 Kaur
500,00 -
25.000,00 -
25.000,00 7
Bengkulu Utara
1.387,50 69.375,00
- -
69.375,00 8
Rejang Lebong
1.000,00 50.000,00
- -
50.000,00 9
Bengkulu Selatan
830,00 -
34.000,00 7.500,00
41.500,00 Jumlah
7.023,50 240.375,00
61.000,00 49.800,00
351.175,00 Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu tahun 2015
Tabel 2 menunjukkan kabupaten yang memiliki potensi tinggi untuk pengembangan komoditas kedelai adalah Bengkulu Utara dengan luasan sebesar
1.387,50 ha. Sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Bengkulu Tengah dengan luasan sebesar 460 ha. Macam bantuan benih yang diperoleh sebanyak 351.175 kg.
22
Benih tersebut merupakan varietas unggul yang memiliki potensi hasil tinggi yaitu Anjasmoro, Grobokan dan Wilis. Dari ketiga varietas benih, varietas anjasmoro
merupakan yang tertinggi atau sebesar 68,45 dari total benih. Selanjutnya varietas grobokan sebesar 17,37 dan varietas willis sebesar 14,18 . Hal ini
dipengaruhi oleh faktor ketersediaan dan kesesuaian lahan. Selain itu, varietas anjasmoro dinilai memiliki daya tumbuh yang baik, ketahanan terhadap rebah serta
memiliki sifat polong yang tidak mudah pecah sehingga lebih diminati oleh petani.
4.1.1 Analisis Kinerja Program di Tingkat Petani
Dari hasil analisis yang dilakukan melalui metode survey dengan wawancara terstruktur yang melibatkan petani kooperator jagung, diperoleh gambaran
usahatani jagung, yang meliputi: produksi, biaya, penerimaan, keuntungan, MBCR dan Net MBCR. Rincian produksi, biaya, penerimaan, keuntungan, MBCR dan Net
MBCR disajikan pada Tabel 3. Tabel 3.
Produksi, biaya, penerimaan, keuntungan, MBCR dan Net MBCR sebelum dan setelah program UPSUS jagung
No Uraian
Sebelum Sesudah
Perbedaan 1
Produksi 2.645 mt
2.985 mt 12,8
2 Biaya
2.525.000 2.850.000
12,8 3
Penerimaan 7.935.000
8.955.000 12,8
4 Keuntungan
5.410.000 6.105.000
7,3 5
MBCR 1.63
6 Net MBCR
1,02 Data primer terolah 2016
Tabel 3 menunjukkan bahwa usahatani jagung layak untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari jumlah produksi yang dihasilkan sebanyak 2.985 kg, dengan
harga Rp.3000,- kg diperoleh penerimaan sebesar Rp. 8.955.000,- sehingga MBCR 1 yaitu 1,63. Hal ini berarti bahwa kinerja program UPSUS dalam rangka
peningkatan produksi jagung, menunjukkan adanya perbedaan antara sebelum dan sesudah UPSUS. Program UPSUS dapat meningkatkan hasil produksi sebesar 12,8 .
Peningkatan hasil produksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti 1 Penggunaan varietas unggul baru hibrida yang berdaya hasil tinggi yang memiliki
sifat toleran terhadap kemasaman dan kekeringan, 2 Adanya paket teknologi yang
23
efisien melalui pendekatan pengelolaan terpadu PTT, serta 3 I ntensifikasi pengawalan dan pendampingan oleh petugas. Untuk komoditas kedelai, produksi,
biaya, penerimaan dan keuntungan usahatani kedelai setelah program UPSUS disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi, biaya, penerimaan, keuntungan, MBCR dan Net MBCR setelah program UPSUS kedelai
No Uraian
Sesudah 1
Produksi 800 mt
2 Biaya
1.350.000 3
Penerimaan 4.000.000
4 Keuntungan
2.650.000 5
MBCR 6
Net MBCR Data primer terolah 2016
Tabel 4 menunjukkan, dari jumlah produksi yang dihasilkan sebesar 800 kg, dengan harga Rp. 5000,- diperoleh penerimaan sebesar Rp. 4.000.000,- sehingga
keuntungan yang diperoleh senilai Rp. 2.650.000,-. Kinerja program UPSUS dalam rangka peningkatan produksi kedelai tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena petani
hanya melakukan usahatani kedelai setelah adanya program. Sebelum program, petani tidak menanam kedelai. Usahatani kedelai dinilai belum mampu memberikan
keuntungan yang maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Komoditas lain seperti padi dan tanaman perkebunan seperti kopi, karet dan sawit dinilai lebih
menguntungkan, sehingga petani tidak menjadikan kedelai sebagai prioritas usahatani. Petani menanam kedelai sebagai tanaman sela dalam skala kecil untuk
dikonsumsi bukan untuk dipasarkan. Dibeberapa wilayah, usahatani kedelai
mengalami kegagalan panen yang diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit.
a. Analisis Kebijakan Kinerja Program
Untuk mengukur analisis kebijakan program upsus jagung dan kedelai dilakukan
Focus Grup Discussion yang melibatkan petani kooperator jagung dan kedelai beserta petugas pendamping PPL setempat.
FGD dilakukan untuk
mengetahui respon petani baik terhadap UPSUS Jagung maupun kedelai di Provinsi Bengkulu. Hasil FGD meliputi respon petani terhadap kecukupan pendampingan oleh
24
petugas, kesesuaian dan ketepatan waktu penyaluran bantuan saprodi baik untuk komoditas jagung maupun kedelai. Respon petani terhadap efektivitas program
UPSUS jagung disajikan pada Tabel 5, sedangkan Respon petani terhadap efektivitas program UPSUS kedelai disajikan pada Tabel 6.
Tabel 5. Respon petani terhadap efektivitas program UPSUS GP-PTT Jagung di
Provinsi Bengkulu No
Uraian Respon petani
1 Pendampingan oleh petugas sudah cukup baik
80 2
Bantuan benih yang diterima sudah sesuai varietas unggul dan bermutu
80 3
Ketepatan penyaluran bantuan sesuai dengan volume dan waktu tanam
75 4
Pupuk yang diterima sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan
45 5
Alsintan untuk mendukung usahatani jagung cukup tersedia
50 6
Mutu jagung yang dihasilkan lebih baik dari jagung yang ada dipasaran
70 7
Manfaat program UPSUS bagi petani 100
8 Minat
petani untuk
menanam jagung
setelah berakhirnya program UPSUS
85 Data primer terolah 2016
Tabel 5
menunjukkan bahwa kinerja program UPSUS dalam rangka
peningkatan produksi kedelai di Provinsi Bengkulu sudah berjalan cukup baik. Hal ini didukung dengan respon positif petani terhadap kecukupan pendampingan oleh
petugas yaitu sebesar 80 . Tingginya Persentase tersebut memberikan gambaran bahwa peranan petugas lapang baik penyuluh peneliti, babinsa, maupun mahasiswa
yang dilibatkan dalam kegiatan pengawalan dan pendampingan mampu memberikan motivasi bagi petani dalam menerapkan
teknologi budidaya sesuai anjuran. Perolehan bantuan benih jagung yang diterima juga dinilai sudah memenuhi
harapan petani. Sebagian besar petani memberikan respon positif terhadap benih jagung
hibrida. Dari unsur ketepatan, respon yang diberikan petani sebesar 75 yang berarti bahwa penyaluran bantuan benih sudah sesuai dengan jadwal waktu tanam
25
jagung. Selain itu volume bantuan yang diterima sudah memenuhi kebutuhan tanam per luas lahan. Kondisi ini sangat menguntungkan dimana petani dapat melakukan
penanaman tepat waktu. Bantuan pupuk yang diterima belum sesuai dengan harapan petani. Hanya 45 petani yang memberikan respon positif. Sebagian besar
petani menganggap volume bantuan pupuk belum memenuhi kebutuhan per luas tanam. Sementara itu, petani tidak mau mengeluarkan biaya tambahan untuk
membeli pupuk. Petani menilai alat dan mesin pertanian untuk mendukung usahatani jagung sudah cukup tersedia. Dari segi kualitasnya, jagung yang
dihasilkan memiliki mutu yang cukup baik. Secara keseluruhan, petani merasakan manfaat dari adanya program UPSUS. Adanya pengawalan dan pendampingan yang
intensif oleh petugas melalui berbagai pelatihan mampu meningkatkan pengetahuan petani terhadap teknis budidaya jagung. Selain itu bantuan saprodi yang diterima
mampu menekan biaya usahatani. Minat petani unt uk menanam jagung cukup tinggi dan keinginan untuk menanam jagung akan terus berlanjut meskipun tidak adanya
program yang mendukung. Tabel 6. Respon petani terhadap efektivitas program UPSUS peningkatan produksi
kedelai diProvinsi Bengkulu No
Uraian Respon petani
1 Pendampingan yang dilakukan oleh petugas sudah
cukup baik 85
2 Bantuan benih yang diterima sudah sesuai atau
bermutu dan dengan daya tumbuh yang baik 65
3 Ketepatan penyaluran bantuan sesuai dengan volume
dan waktu tanam 75
4 Pupuk yang diterima sudah sesuai dengan dosis yang
dianjurkan 75
5 Alsintan
untuk mendukung
usahatani kedelai
mencukupi kebutuhan 50
6 Mutu kedelai yang dihasilkan rendah
75 7
Manfaat program UPSUS 100
8 Minat untuk menanam kedelai setelah berakhirnya
program UPSUS Data primer terolah 2016
Berdasarkan Tabel 6, kinerja program UPSUS dalam rangka peningkatan produksi kedelai di Provinsi Bengkulu dari segi pendampingan sudah cukup baik.
26
Baik Petugas lapang, babinsa maupun mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan pengawalan memberikan pendampingan secara maksimal. Petugas lapang baik
penyuluh maupun peneliti berperan dalam memberikan pendidikan dan pelatihan dalam penerapan teknologi spesifik lokasi sesuai dengan kalender tanam, perbaikan
sistem budidaya kedelai sesuai anjuran melalui pendekatan PTT. Sementara itu peranan babinsa adalah
sebagai penggerak yang memotivasi petani untuk
melakukan tanam serentak, gerakan pengendalian OPT dan panen. Mahasiswa juga turut dilibatkan guna memfasislitasi introduksi teknologi dari perguruan tinggi dan
mengembangkan jejaring kemitraan dengan pelaku usaha. Respon petani terhadap bantuan benih kedelai cukup baik. Benih yang diperoleh merupakan benih bermutu
dan berlabel. Namun dari segi ketepatan, penyaluran bantuan saprodi belum sesuai dengan jadwal waktu tanam kedelai, sehingga petani mengalami keterlambatan
menanam. Alsintan untuk mendukung usahatani kedelai belum mencukupi kebutuhan.
Sebagian besar petani menilai kedelai yang dihasilkan memiliki mutu yang rendah, hal ini bisa disebabkan oleh penanganan pasca panen yang kurang tepat. Program
UPSUS sangat dirasakan manfaatnya oleh petani, dengan adanya bantuan saprodi mampu menekan biaya usahatani kedelai. Namun demikian minat petani untuk
menanam kedelai masih rendah, hal ini disebabkan sistem pemeliharaan yang sulit dan memerlukan perawatan khusus akibat banyaknya serangan hama dan penyakit.
Selain itu harga jual kedelai tergolong rendah dan tidak didukung dengan jaminan pasar. Jika tidak didukung dengan bantuan saprodi maka petani tidak bersedia untuk
menanam kedelai.
4.2. Capaian sasaran program peningkatan produksi pangan strategis