22
Benih tersebut merupakan varietas unggul yang memiliki potensi hasil tinggi yaitu Anjasmoro, Grobokan dan Wilis. Dari ketiga varietas benih, varietas anjasmoro
merupakan yang tertinggi atau sebesar 68,45 dari total benih. Selanjutnya varietas grobokan sebesar 17,37 dan varietas willis sebesar 14,18 . Hal ini
dipengaruhi oleh faktor ketersediaan dan kesesuaian lahan. Selain itu, varietas anjasmoro dinilai memiliki daya tumbuh yang baik, ketahanan terhadap rebah serta
memiliki sifat polong yang tidak mudah pecah sehingga lebih diminati oleh petani.
4.1.1 Analisis Kinerja Program di Tingkat Petani
Dari hasil analisis yang dilakukan melalui metode survey dengan wawancara terstruktur yang melibatkan petani kooperator jagung, diperoleh gambaran
usahatani jagung, yang meliputi: produksi, biaya, penerimaan, keuntungan, MBCR dan Net MBCR. Rincian produksi, biaya, penerimaan, keuntungan, MBCR dan Net
MBCR disajikan pada Tabel 3. Tabel 3.
Produksi, biaya, penerimaan, keuntungan, MBCR dan Net MBCR sebelum dan setelah program UPSUS jagung
No Uraian
Sebelum Sesudah
Perbedaan 1
Produksi 2.645 mt
2.985 mt 12,8
2 Biaya
2.525.000 2.850.000
12,8 3
Penerimaan 7.935.000
8.955.000 12,8
4 Keuntungan
5.410.000 6.105.000
7,3 5
MBCR 1.63
6 Net MBCR
1,02 Data primer terolah 2016
Tabel 3 menunjukkan bahwa usahatani jagung layak untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari jumlah produksi yang dihasilkan sebanyak 2.985 kg, dengan
harga Rp.3000,- kg diperoleh penerimaan sebesar Rp. 8.955.000,- sehingga MBCR 1 yaitu 1,63. Hal ini berarti bahwa kinerja program UPSUS dalam rangka
peningkatan produksi jagung, menunjukkan adanya perbedaan antara sebelum dan sesudah UPSUS. Program UPSUS dapat meningkatkan hasil produksi sebesar 12,8 .
Peningkatan hasil produksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti 1 Penggunaan varietas unggul baru hibrida yang berdaya hasil tinggi yang memiliki
sifat toleran terhadap kemasaman dan kekeringan, 2 Adanya paket teknologi yang
23
efisien melalui pendekatan pengelolaan terpadu PTT, serta 3 I ntensifikasi pengawalan dan pendampingan oleh petugas. Untuk komoditas kedelai, produksi,
biaya, penerimaan dan keuntungan usahatani kedelai setelah program UPSUS disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi, biaya, penerimaan, keuntungan, MBCR dan Net MBCR setelah program UPSUS kedelai
No Uraian
Sesudah 1
Produksi 800 mt
2 Biaya
1.350.000 3
Penerimaan 4.000.000
4 Keuntungan
2.650.000 5
MBCR 6
Net MBCR Data primer terolah 2016
Tabel 4 menunjukkan, dari jumlah produksi yang dihasilkan sebesar 800 kg, dengan harga Rp. 5000,- diperoleh penerimaan sebesar Rp. 4.000.000,- sehingga
keuntungan yang diperoleh senilai Rp. 2.650.000,-. Kinerja program UPSUS dalam rangka peningkatan produksi kedelai tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena petani
hanya melakukan usahatani kedelai setelah adanya program. Sebelum program, petani tidak menanam kedelai. Usahatani kedelai dinilai belum mampu memberikan
keuntungan yang maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Komoditas lain seperti padi dan tanaman perkebunan seperti kopi, karet dan sawit dinilai lebih
menguntungkan, sehingga petani tidak menjadikan kedelai sebagai prioritas usahatani. Petani menanam kedelai sebagai tanaman sela dalam skala kecil untuk
dikonsumsi bukan untuk dipasarkan. Dibeberapa wilayah, usahatani kedelai
mengalami kegagalan panen yang diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit.
a. Analisis Kebijakan Kinerja Program