kemoterapi pada pasien kanker payudara di uji dengan menggunakan Cronbach Alpha dengan program komputerisasi dan diperoleh hasil 0,790.
Hasil ini sudah dikatakan realibel karena nilai realibilitasnya sama dengan 0,70 atau lebih.
7. Pengumpulan Data
Setelah mendapatkan izin dari Bapak Pimpinan Hope Clinic Medan, kemudian peneliti melakukan pendekatan dengan responden dan menjelaskan
tujuan, manfaat, serta peran serta responden selama penelitian. Peneliti menjamin kerahasiaan dan hak responden untuk menolak menjadi responden. Bila responden
menyetujui maka peneliti meminta responden untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Responden diberi kuesioner untuk diisi sendiri
dan peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner dan menginformasikan agar kuesioner diisi. Bila kuesioner telah diisi maka peneliti akan mengumpulkan data
dan memeriksa kembali kelengkapannya, jika masih ada yang belum diisi maka responden dimohon untuk melengkapinya.
8. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisis data melalui beberapa tahap yakni editing, yaitu mengecek nama, kelengkapan identitas, dan
data responden serta memastikan data bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk
mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa. Analisa yaitu menganalisis data yang telah tekumpul dengan menentukan persentase jawaban
Universitas Sumatera Utara
dari setiap responden. Analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi.
Pengolahan data dengan statistik deskriptif yang terdiri dari pengetahuan tentang pengobatan kemoterapi pada pasien kanker payudara di Hope Clinic
Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 42 pasien di Hope Clinic Medan.
Penyajian data penelitian ini meliputi karakteristik responden dan pengetahuan tentang pengobatan kemoterapi pada pasien kanker payudara di Hope Clinic
Medan.
1. Hasil Penelitian
1.1. Karakteristik Responden Tabel 5.1.
Distribusi frekwensi dan Persentase Karakteristik Responden di Hope Clinic Medan
No. Karakteristik
Frekuensi 1.
Usia 20 tahun
- 21 – 40 tahun
23 54,76
41 – 60 tahun 15
35,72 60 tahun
4 9,52
2. Pendidikan
SD 7
16,67 SMP
12 28,57
SMA 16
38,09 Perguruan Tinggi
7 16,67
3. Sumber Informasi Kemoterapi
Petugas Kesehatan 13
30,95 Tetangga
17 40,48
Televisi, Majalah 7
16,67 Lain-lain
5 11,90
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berumur 20 sampai dengan 39 tahun yaitu 23 orang 54,76 dan tingkat pendidikan
responden mayoritas SMA yaitu 16 orang 38,09 serta sumber informasi
Universitas Sumatera Utara
tentang pengobatan kemoterapi didapat dari tetangga yaitu sebayak 17 orang 40,48. Untuk lebih jelasnya distribusi frekuensi dan karakteristik responden
dapat dilihat pada tabel 5.1
1.2 Pengetahuan tentang Pengobatan Kemoterapi
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Katagori Pengetahuan Pasien
Tentang Pengobatan Kemoterapi pada Pasien Kanker Payudara di Hope Clinic Medan
No. Pengetahuan
Frekuensi 1.
Kurang 3
7,14 2.
Cukup 33
78,57 3.
Baik 6
14,29 Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien kanker payudara di
Hope Clinic Medan 33 orang 78,57 berpengetahuan cukup. Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan pasien tentang pengobatan kemoterapi
pada pasien kanker payudara dapat dilihat pada tabel 5.3.
2. Pembahasan
Dari hasil penelitian mayoritas penderita kanker payudara 23 orang 54,76 berusia antara 21 sampai dengan 40 tahun, Hal ini sesuai dengan
penelitian Solihuddin 2006 bahwa mayoritas penderita kanker payudara berusia antara 21 sampai dengan 40 tahun yaitu sebanyak 20 orang 66,6. Namun hal
ini bertentangan dengan yang dinyatakan oleh Andrews 2009 bahwa wanita yang lebih tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita kanker payudara
dibandingkan dengan wanita yang lebih muda dan resiko ini mulai meningkat
mulai usia 40 tahun. Peneliti berasumsi bahwa ada kecenderungan semakin cepat
pasien menderita kanker payudara disebabkan oleh perilaku manusia yang banyak mengkonsumsi makanan berlemak dan alkohol serta lingkungan yang
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan zat karsinogenik seperti pestisida, dan bahan pengawet. Pemberian obat hormonal perlu juga diwaspadai seperti pil KB dan suntik KB tidak
dianjurkan lebih dari lima tahun dan perempuan yang berusia diatas 35 tahun harus berhati-hati menggunakannya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa usia 21 tahun sampai 40 tahun memiliki pengetahuan yang lebih baik X= 36,39, dimana tahap perkembangan
kognitif dalam rentang usia ini merupakan masa perkembangan otak paling optimum, munculnya postformal thought suatu pola pikir yang merespon berbagai
permasalahan menuju kedewasaan pada masa dewasa awal, dialectical thought proses berfikir mulai berubah dari logis dan pendekatan ilmiah menjadi lebih
terbuka, lebih mendalam dan lebih kearah mencoba memahami antara paradok dan ketidakpastian, pada masa usia ini juga timbul keinginan untuk melanjutkan
pendidikan ke level yang lebih tinggi post-secondary education Boyd, 2009. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkan pendidikan Perguruan Tinggi
memiliki pengetahuan yang lebih baik X= 40,00, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah seseorang untuk menerima informasi
Notoatmodjo, 2005. Pendapat bahwa setiap tujuan dari pengobatan yang diberikan adalah untuk mempercepat kesembuhan suatu penyakit, tidak terkecuali
pada penyakit kanker itu sendiri akan lebih mudah diterima dengan dilaksanakan semua tindakan pengobatan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan. Peneliti
berasumsi pendidikan yang tinggi mempunyai wawasan yang lebih luas mengenai suatu masalah sehingga lebih mudah diajak kerja sama terutama dalam
pengobatan kemoterapi.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang sumber informasi tentang pengobatan kemoterapi didapat dari petugas kesehatan berpengetahuan
lebih baik X=38,08 daripada sumber informasi yang lain, namun terlihat dengan jelas bahwa 17 orang 40,48 mengetahui pengobatan kemoterapi dari tetangga
dimana informasi yang diberikan belum tentu benar sedangkan petugas kesehatan sebagai orang yang berkompeten dalam memberikan informasi kesehatan tidak
dimanfaatkan oleh pasien kanker payudara untuk mengetahui pengobatan kemoterapi sesuai hasil penelitian hanya 13 orang 30,95. Peneliti berasumsi
bahwa informasi pengobatan kemoterapi yang disampaikan oleh tetangga ke pasien kanker payudara disebabkan budaya masyarakat Indonesia yang saling
mengunjungi tetangganya jika ada yang sakit, sehingga terjadi komunikasi berantai dimasyarakat tentang pengobatan kemoterapi.
Berdasarkan distribusi frekuensi dan persentase diperoleh hasil bahwa kebanyakan responden mengetahui tentang defenisi kemoterapi. Dari total 42
orang responden, mayoritas menjawab dengan benar pertanyaan defenisi kemoterapi. Selanjutnya pertanyaan ini berkaitan dengan jawaban untuk
pertanyaan tentang tujuan kemoterapi. Seharusnya sesuai pertanyaan nomor 1 bahwa terdapat 28 orang pasien yang mengetahui tentang defenisi kemoterapi
maka data untuk pertanyaan nomor 2 adalah sebanyak 24 orang pasien menjawab dengan benar tentang tujuan dari pengobatan kemoterapi. Namun dari data yang
diperoleh menunjukkan pengurangan 4 orang pada pilihan jawaban yang benar. Berarti dari 28 orang pasien yang mengetahui tentang defenisi tentang pengobatan
Universitas Sumatera Utara
kemoterapi, 4 orang pasien hanya mengetahui defenisi kemoterapi saja tanpa mengetahui tentang tujuan pengobatan kemoterapi.
Untuk aspek cara – cara melakukan pengobatan kemoterapi didapatkan 37 responden 88,1 menjawab dengan benar tentang cara melakukan pengobatan
kemoterapi yang harus dilaksanakan secara rutin dalam satu paket pengobatan, dan didapatkan 24 responden 57,1 mengetahui tentang cara pengobatan kemoterapi
yang tidak boleh ditinggalkan dalam satu siklus pengobatan. Menurut Barron 2010 menyatakan bahwa penyebab pasien tidak mengikuti pengobatan
kemoterapi secara rutin dan meninggalkan jadwal pengobatan kemoterapi dalam satu siklus pengobatan adalah karena fisik pasien yang tidak kuat sehingga tidak
dapat melanjutkan pengobatan. Untuk itu maka saat ini para ahli riset kanker telah berupaya dan berlomba lomba untuk menciptakan obat-obatan baru yang lebih
efektif namun relatif memiliki efek samping yang lebih minimal bagi kualitas hidup pasien. Penelitian Surbekti 2010 menunjukan bahwa adanya hubungan
antara tingkat pengetahuan terhadap motivasi menjalani pengobatan kemoterapi. Penting bagi petugas kesehatan untuk memberitahu pasien mengenai rencana
tindakan selanjutnya dan kapan tindakan selanjutnya dilakukan. Prinsip pengobatan kemoterapi bahwa semua obat harus diberikan atau tidak sama sekali.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 25 responden 59,5 menjawab dengan benar tentang cara pemberian obat kemoterapi melalui mulut, dan
didapatkan 25 responden 59,5 mengetahui tentang cara pemberian obat kemoterapi yang paling umum digunakan yaitu melalui infus. Rasjidi, 2007
menyatakan bahwa terdapat beberapa jenis obat kemoterapi telah dikemas untuk
Universitas Sumatera Utara
pemberian peroral, diantaranya adalah chlorambucil dan etoposide VP-16 , pemberian secara intavena dapat diberikan secara bolus perlahan-lahan atau
diberikan secara infus drip. Dan cara pemberian obat kemoterapi yang paling umum dan banyak digunakan adalah melalui intravena infus.
Berdasarkan distribusi frekuensi dan persentase diperoleh hasil bahwa kebanyakan responden mengetahui tentang persiapan sebelum dilakukannya
tindakan pengobatan kemoterapi. Dari total 42 orang responden, mayoritas menjawab dengan benar pertanyaan persiapan pengobatan kemoterapi yaitu
tentang tujuan dilakukannya pengobatan kemoterapi sebanyak 33 orang responden 78,6, pertanyaan tentang pemeriksaan darah sebelum dilakukan pengobatan
kemoterapi sebanyak 26 responden 61,9, dan pertanyaan tentang pengetahuan pasien tentang efek samping yang kemungkinan terjadi selama pengobatan
sebanyak 26 orang responden 61,9. Rasjidi 2007 menyatakan bahwa terdapat beberapa persiapan yang harus dipenuhi pasien sebelum melakukan pengobatan
kemoterapi yaitu dilakukan pemeriksaan darah yang menunjukkan hemoglobin lebih dari 10g, leukosit lebih dari 5000mm
3
, dan trombosit lebih dari 150.000mm
3
, dan pasien mengetahui tentang tujuan pengobatan dan efek samping yang kemungkinan terjadi selama pengobatan. Namun penelitian yang
dilakukan di salah satu Rumah Sakit di Bandung oleh Anastasya 2010 bahwa persiapan pasien sebagian besar 54,37 tidak dilakukan atau hanya hampir
setengahnya saja dilakukan oleh petugas kesehatan. Hal ini dikarenakan petugas kesehatan menganggap pemeriksaan lain yang telah dilakukan sebelumnya serta
surat rujukan oleh dokter sudah cukup menjadi landasan untuk pasien dapat
Universitas Sumatera Utara
dilakukan kemoterapi. Perawat juga mengatakan kendala lain terkendala dengan jumlah petugas kesehatan yang dianggap kurang.
Untuk aspek efek samping dalam pengobatan kemoterapi didapatkan 29 orang responden 69,0 menjawab dengan benar tentang efek samping mual
muntah pada pengobatan kemoterapi. Andrews 2009 yang menyatakan bahwa mual muntah terjadi karena tubuh mengenali agens kemoterapi sebagai zat toksik
dan mengakibatkan terjadinya peningkatan asam lambung. Penelitian yang dilakukan Anastasya 2010 di salah satu Rumah Sakit di Bandung bahwa
penilaian respon dan efek samping kemoterapi hanya sebagian kecil 6,35 dilakukan oleh petugas kesehatan. Peneliti berasumsi bahwa sangat penting bagi
petugas kesehatan untuk selalu memperhatikan reaksi atau efek samping yang timbul pada saat pelaksanaan atau setelah pelaksanaan kemoterapi berlangsung,
sehingga apabila timbul reaksi yang berlebihan dapat segera dicegah. Untuk pengetahuan tentang cara mengatasi efek samping kemoterapi 28
orang responden 66,7 mengetahui tentang cara mengatasi efek samping sakit mata pada pengobatan kemoterapi. Andrews 2009 berpendapat bahwa
kemoterapi atrasiklin dan anti folat sering kali mempengaruhi konjungtiva mata, menyebabkan mata lengket dan dapat menyebabkan rasa sakit serta kering. Asam
folinat tablet yang diberikan peroral dapat mengurangi efek antifolat dan penggunaan tetes mata juga dapat memberikan kenyamanan.
Penelitian yang dilakukan terhadap 42 orang pasien kanker payudara di Hope Clinic Medan menunjukan bahwa usia pasien paling banyak menderita
kanker payudara lebih dari 20 sampai dengan 39 tahun sebanyak 23 orang
Universitas Sumatera Utara
54,76, dan pasien berlatar belakang pendidikan SMA sebanyak 16 orang 38,09, informasi paling banyak didapat dari tetangga 17 orang 40,48.
Pengetahuan pasien kanker payudara tentang pengobatan kemoterapi dengan frekuensi 4 orang 9,52 mempunyai pengetahuan kurang, 27 orang 64,29
berpengetahuan cukup, dan 11 orang 26,19 berpengetahuan baik. Hasil penelitian pengetahuan pasien tentang pengobatan kemoterapi pada pasien kanker
payudara di Hope Clinic Medan pada umunya cukup, artinya pasien tidak sepenuhnya memahami defenisi, tujuan, cara, persiapan, efek samping dan cara
mengatasi efek samping dari pengobatan kemoterapi. Pendapat bahwa kanker payudara merupakan akhir dari kehidupan seolah
jalan kematian terbuka didepan mata. Kemajuan teknologi medis padahal memungkinkan kanker payudara bisa dihambat lebih cepat sehingga usia harapan
hidup lebih panjang. Selain itu kemauan untuk hidup sangat mempengaruhi motivasi danperilaku responden untuk mencari informasi tentang pengoabatan
kemoterapi, jika motivasi responden rendah tentang pengobatan maka akan menyerahkan semuanya pada tuhan sedangkan motivasi tinggi akan berjuang
untuk mencari informasi yang akurat tentang pengobatan kemoterapi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Underwood 1991 yang menguji orang
orang Afrika dan Amerika dengan memperhatikan perilaku pemeliharaan kesehatan. Penelitian tersebut pesimis dan takut akan penyakit kanker secara
keseluruhan mempengaruhi derajat pengharapan orang orang tersebut untuk mendapatkan informasi kesehatan. Peneliti berasumsi pengetahuan wanita
penderita kanker payudara tentang pengobatan kemoterapi di srupham dalam
Universitas Sumatera Utara
kategori cukup, informasi tentang pengobatan kemoterapi belum sepenuhnya diberikan pada wanita yang terdiagnosa kanker payudara dan bagaimana Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien kanker payudara di Hope Clinic Medan 27 orang 64,29 berpengetahuan cukup. Distribusi frekuensi dan
persentase pengetahuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien kanker payudara di Hope Clinic Medan 27 orang 64,29 berpengetahuan
cukup. Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan pasien tentang pengobatan kemoterapi pada pasien kanker payudara dapat dilihat pada tabel 5.3.
pengobatan kemoterapi itu dilaksanakan. Kemoterapi sebagai tindakan pengobatan perlu dipahami wanita penderita kanker payudara karena efek
samping dari kemoterapi itu bisa menyebabkan wanita penderita kanker payudara tidak teratur dalam menjalankan pengobatan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan