Pengertian Perjanjian Internasional Sumber Lain

BAB III PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL TERHADAP MLA DI INDONESIA

A. Pengertian Perjanjian Internasional

Sebagai salah satu sumber hukum Internasional, perjanjian Internasional telah dan nampaknya akan selalu menjadi hal yang menarik untuk ditelaah, baik dikalangan pemerhati hukum Internasional maupun masyarakat pada umumnya. Dinamika perkembangan dunia yang sangat cepat berubah, telah menimbulkan dampak, yaitu yang memaksa unsur-unsur pendukung dalam hubungan Internasional untuk terus beradaptasi guna mengimbangi perkembangan yang terjadi. Perjanjian Internasional sebagai salah satu unsur pendukung di dalam konteks hubungan interaksi antar negara juga mengalami perubahan seiring dengan semakin kompleksnya isu-isu yang timbul akibat dari perkembangan yang ada. Secara umum, hukum Internasional yang mengatur perjanjian Internasional terdapat dalam Konvensi Wina tentang hukum perjanjian Internasional Vienna Convention on Law of the Treaties yang telah disepakati pada tahun 1969. Secara substansial perjanjian Internasional di dalam Konvensi Wina, mengatur antara lain tentang pembuatan, validitas, pengaruh, interprestasi, modifikasi, penundaan, dan terminasi dari sebuah perjanjian Internasional. Pada dasarnya, sebuah perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian tertulis yang dibuat oleh dua atau lebih Negara yang berdaulat atau organisasi Universitas Sumatera Utara Internasional. Seperti layaknya sebuah perjanjian, perjanjian Internasional dapat diakhiri dengan berbagai cara, antara lain mulai dari kesepakatan yang diatur di dalam perjanjian Internasional, repudiasi kewajiban oleh salah satu pihak di dalam perjanjian Internasional, dan hilangnya objek dari perjanjian Internasional atas dari prinsip hukum rebus sic stantibus 70 Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dalam perbaikan peta politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses . Berdasarkan ketiga cara umum pengakhiran suatu perjanjian Internasional diatas, cara pemberlakuan prinsip hukum rebus sic stantibus nampaknya tetap menjadi bahan telaah dan sering digunakan oleh negara-negara di dunia untuk mengakhiri sebuah perjanjian Internasional. Bentuk yang cukup terkenal yang dianggap oleh beberapa ahli hukum dan praktek Internasional sebagai salah satu bentuk rebus sic stantibus adalah konflik senjata. Berdasarkan beberapa contoh praktek negara-negara di dunia dan beberapa konflik senjata yang terjadi, dapat diambil beberapa kesimpulan yang patut dicermati, yaitu antara lain adalah bahwa untuk beberapa kasus, sebuah perjanjian Internasional tetap berlaku walaupun terjadi konflik senjata, bahwa sebuah perjanjian Internasional tidak serta merta berhenti berlaku walaupun terjadi konflik senjata, melainkan mengalami penundaan pelaksanaan, dan bahwa untuk kasus-kasus tertentu sebuah perjanjian Internasional tidak berlaku lagi atau yang disebabkan oleh konflik senjata baik antara para pihak dari perjanjian Internasional tersebut maupun pihak ketiga. 70 “Perjanjian Internasional dan Konflik Bersenjata”, www.hukumonline.com., diakses terakhir kali pada 22 Oktober 2010. Rebus sic stantibus adalah asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasarfundamentali dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu. Universitas Sumatera Utara ini sudah dimulai pada permulaan abad XX yang mengubah pola kekuasaan politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat, dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia II. Perubahan kedua ialah kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara. Dalam suatu hubungan Internasional selalu diikuti dengan munculnya perjanjian Internasional. Perjanjian Internasional tersebut menjadi dasar untuk melakukan pengaturan berbagai kegiatan dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul akibat dari perjanjian tersebut, sehingga perjanjian Internasional merupakan salah satu sumber dari hukum Internasional. Sampai dengan tahun 1969, pembuatan perjanjian-perjanjian Internasional hanya diatur oleh hukum kebiasaan. Berdasarkan draft pasal-pasal yang disiapkan oleh komisi hukum Internasional, diselenggarakanlah suatu konferensi Internasional di Wina dari tanggal 26 Maret sampai dengan 24 Mei 1968 dan dari tanggal 9 April sampai dengan 22 Mei 1969 untuk mengkodifikasikan hkum kebiasaan tersebut. Konferensi kemudian melahirkan Vienna Convention on the Law of Treaties yang ditandatangani tanggal 23 Mei 1969. Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal 27 Januari 1980 dan telah menjadi hukum Internasional positif. Sampai dengan Desember 1999, sudah 90 negara menjadi pihak pada Konvensi tersebut 71 71 Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2, 2005, Alumni, Bandung, 2005, hal. 83. . Universitas Sumatera Utara Pengertian perjanjian Internasional adalah perjanjian Internasional antara Negara-Negara sesuai Pasal 2 ayat 1 butir a Konvensi Wina tahun 1969 adalah: Treaty means an international agreement conclude between states in written form and governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation. perjanjian artinya suatu persetujuan Internasional yang diadakan antara Negara- negara dalam bentuk yang tertulis dan diatur dalam hukum Internasional, baik yang berupa satu instrumen tunggal atau berupa dua atau lebih instrumen yang berkaitan tanpa memandang apapun juga namanya 72 A treaty is international agreement which is entered into by two or more states or other international persons and is governed by international law . Perjanjian Internasional menurut Michael Virally adalah sebagai berikut: 73 Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja, perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu . 74 72 Wasito, Konvensi-Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik, Hubungan Konsuler dan Hukum PerjanjianTraktat, Andi Offset, Yogyakarta, 1984. 73 F.A. Whisnu Situni, Identifikasi dan Reformasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, 1989, hal. 31. 74 Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kedua, Cetakan ke-1, Alumni, Bandung, 2003, hal. 117. . Menurut I Wayan Parthiana, perjanjian Internasional adalah kata sepakat antara dua atau lebih subjek hukum Internasional mengenai suatu objek atau masalah tertentu dengan maksud membentuk suatu hubungan hukum atau melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum Internasional. Universitas Sumatera Utara Pengertian perjanjian Internasional dalam Pasal 1 UU Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum Internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Di bidang hukum publik berarti diatur oleh hukum Internasional, dan dibuat oleh pemerintah dengan Negara, organisasi Internasional, atau subjek hukum Internasional lain. Sedangkan definisi perjanjian Internasional menurut Pasal 1 ayat 3 UU Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum Internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih Negara, organisasi Internasional atau subyek hukum Internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik. Pengertian tersebut di satu sisi menyatakan perjanjian Internasional bisa dilakukan oleh setiap subjek hukum Internasional, tapi di sisi lain definisi tersebut mempersempitnya bahwa perjanjian tersebut hanya dilakukan oleh pemerintah Negara Indonesia dengan semua objek hukum Internasional lainnya. Artinya, perjanjian tersebut tidak bisa dilakukan oleh subjek non-Negara dengan subjek non-Negara, hanya bisa dilakukan oleh Negara Indonesia dengan Negara dan subjek non-Negara. Definisi tersebut juga menyebutkan bahwa perjanjian Internasional hanya mengikat salah satu para pihak saja dalam bentuk hukum publik bagi Universitas Sumatera Utara masyarakatnya, padahal setiap perjanjian Internasional bersifat law making and treaty contract mengikat publik para pihak perjanjian. Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu perjanjian Internasional, yaitu 75 1. Kata Sepakat. : Kata sepakat adalah inti dari perjanjian Internasional. Tanpa adanya kata sepakat antara pihak yang mengadakan perjanjian maka tidak akan ada perjanjian. Kata sepakat ini tertuang didalam pasal-pasal perjanjian. 2. Subjek-Subjek Hukum. Subjek hukum yang dimaksud adalah subjek-subjek hukum Internasional yang terikat pada perjanjian. Dalam perjanjian yang tertutup dan isinya lebih teknis maka pihak-pihak yang melakukan perundingan adalah pihak-pihak yang terikat pada perjanjian. Sedangkan dalam perjanjian Internasional yang terbuka dan isinya mengenai melakukan perundingan dan pihak-pihak yang terikat pada perjanjian Internasional tersebut status hukumnya tidak sama. 3. Berbentuk Tertulis Maksudnya sebagai perwujudan dari kata sepakat yang sah dan mengikat para pihak. Oleh karena itu kata sepakat tersebut dirumuskan dalam bahasa dan tulisan yang dapat dimengerti dan dipahami serta disepakati oleh para pihak. 4. Objek Tertentu Maksudnya adalah objek atau hal yang diatur dalam perjanjian. Setiap perjanjian mengandung objek tertentu. Objek tersebut ada kalanya menjadi 75 I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung, 2003, hal. 14. Universitas Sumatera Utara nama dari perjanjian tersebut. Misalnya Konvensi hukum laut objek dari perjanjian tersebut adalah tentang laut. 5. Tunduk kepada atau diatur oleh Hukum Internasional Maksudnya sejak perundingan dimulai untuk merumuskan naskah perjanjian, pemberlakuan, pelaksanaannya dengan segala permasalahan yang timbul sampai dengan pengakhiran perjanjian, seluruhnya tunduk kepada hukum Internasional maupun hukum perjanjian Internasional. Bentuk dan Macam Perjanjian Internasional Praktek pembuatan perjanjian antara Negara-Negara selama ini telah melahirkan berbagai bentuk terminologi perjanjian Internasional yang kadang kala berbeda pemakaiannya menurut Negara, wilayah, maupun jenis perangkat Internasionalnya. Terminologi yang digunakan atas perangkat Internasional tersebut umumnya tidak mengurangi hak dan kewajiban yang terkandung didalamnya. Beberapa terminologi tersebut antara lain 76 1. Treaties Perjanjian InternasionalTraktat : Pengertian treaty dapat digunakan menurut pengertian umum, yaitu bahwa treaty mencakup segala macam bentuk persetujuan Internasional, dan dalam arti khusus, dimana treaty merupakan perjanjian yang paling penting dan sangat formal dalam urutan perjanjian. Menurut pengertian umum, istilah treaty dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah perjanjian Internasional. Dalam pengertian ini, perjanjian Internasional mencakup seluruh perangkat yang dibuat oleh subjek 76 Boer Mauna, Op. Cit., hal. 89. Universitas Sumatera Utara hukum Internasional dan memiliki kekuatan yang mengikat menurut hukum Internasional. Sedangkan menurut pengertian khusus, terminologi treaty dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan traktat. Traktat digunakan untuk suatu perjanjian yang materinya merupakan hal-hal yang prinsipil diantaranya mengatur masalah perdamaian, perbatasan Negara, ekstradisi atau persahabatan 77 2. Convention Konvensi . Dalam pengertian umum, terminologi convention juga mencakup pengertian perjanjian Internasional secara umum dan dapat disamakan dengan pengertian umum terminologi treaty. Dalam pengertian khusus, convention dikenal dengan istilah bahasa Indonesia sebagai Konvensi. Istilah Konvensi dipergunakan untuk perjanjian-perjanjian multilateral yang beranggotakan banyak pihak. Konvensi biasanya bersifat law making artinya merumuskan kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat Internasional 78 3. Agreement Persetujuan . Terminologi agreement juga memiliki pengertian umum dan pengertian khusus. Dalam pengertian umum, Konvensi Wina tahun 1969 menggunakan terminologi agreement dalam artian luas. Dengan demikian pengertian agreement secara umum mencakup seluruh jenis perangkat Internasional dan biasanya mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari traktat dan Konvensi. 77 Ibid., hal. 90. 78 Ibid., hal. 91. Universitas Sumatera Utara Dalam pengertian khusus, lebih dikenal dengan istilah persetujuan, yaitu persetujuan umumnya mengatur materi yang memiliki cakupan lebih kecil dibanding materi yang diatur traktat 79 4. Charter Piagam . Istilah charter umumnya digunakan untuk perangkat Internasional seperti dalam pembentukan suatu organisasi Internasional. Penggunaan istilah ini berasal dari Magna Charta 80 5. Protocol Protokol yang dibuat pada tahun 1215. Contoh umum perangkat Internasional tersebut adalah piagam PBB tahun 1945. Terminologi protokol digunakan untuk perjanjian Internasional yang materinya lebih sempit dibanding treaty atau convention. Penggunaan protokol tersebut memiliki berbagai macam keragaman, yaitu: a. Protocol of Signature Protokol penandatanganan merupakan perangkat tambahan suatu perjanjian Internasional yang dibuat oleh pihak-pihak yang sama pada perjanjian. Protokol tersebut pada umumnya berisikan hal-hal yang berkaitan dengan penafsiran Pasal-Pasal tertentu pada perjanjian dan hal-hal yang berkaitan dengan pengaturan teknik pelaksanaan perjanjian 81 b. Optional Protocol . 79 Ibid., hal. 92. 80 “Magna Charta”, www.wikipedia.com, diakses terakhir kali pada 22 Oktober 2010. Magna Charta “piagam besar” adalah piagam Inggris tahun 1215 yang membatasi kekuasaan monarki Inggris, terutama raja John, dari kekuasaan absolut, sebagai hasil dari ketidaksetujuan antara Paus dan raja John dan baronnya atas hak raja. Magna Charta mengharuskan raja untuk membatalkan beberapa hak dan menghargai beberapa prosedur legal, dan untuk menerima bahwa keinginan raja dapat dibatasi oleh hukum. Magna Charta adalah langkah pertama dalam proses sejarah yang panjang yang menuju ke pembuatan hukum konstitusional. 81 Ibid., hal. 93. Universitas Sumatera Utara Protokol tambahan memberikan tambahan hak dan kewajiban selain yang diatur dalam perjanjian Internasional. Protokol tersebut biasanya memiliki karakter khusus dan memerlukan proses pengesahan yang terpisah dari perjanjian induknya. Protokol tersebut dimaksud untuk memberikan kesempatan pada beberapa pihak untuk membentuk pengaturan lebih jauh dari perjanjian induk tanpa memerlukan persetujuan seluruh Negara pihak. Contohnya adalah protokol tambahan konvenan Internasional mengenai hak- hak sipil dan politik tahun 1966. c. Protocol Based on Framework Treaty Protokol ini merupakan perangkat yang mengatur kewajiban-kewajiban khusus dalam melaksanakan perjanjian induknya. Protokol tersebut umumnya digunakan untuk menjamin proses pembuatan perjanjian-perjanjian berlangsung lebih cepat dan sederhana dan telah digunakan khususnya pada hukum lingkungan. Contoh atas protokol ini adalah Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer yang didasari oleh Pasal 2 dan 8 Vienna Convention for Protection of the Ozone Layer tahun 1985. d. Protokol untuk mengubah beberapa perjanjian Internasional Seperti Protocol of 1946 Amending the Agreement, Conventions and Protocol on Narcotics Drugs. e. Protokol yang merupakan perlengkapan perjanjian sebelumnya Seperti Protocol of 1967 Relating to the Status of Refugees yang merupakan perlengkapan dari Convention of 1951 Relating to the Status of Refugees. 6. Declaration Deklarasi Universitas Sumatera Utara Deklarasi merupakan perjanjian dan berisikan ketentuan-ketentuan umum dimana pihak-pihak pada perjanjian tersebut berjanji untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu di masa yang akan datang. 7. Final Act Final act adalah suatu dokumen yang berisikan ringkasan laporan sidang dari suatu konferensi dan yang juga menyebutkan perjanjian-perjanjian atau Konvensi-Konvensi yang dihasilkan oleh konferensi tersebut dengan kadang- kadang disertai anjuran atau harapan yang sekiranya dianggap perlu. Penandatanganan final act hanya berarti berakhirnya suatu tahap dalam proses pembuatan perjanjian 82 8. Agreed Minutes and Summary Record . Agreed minutes dan summary record adalah catatan mengenai hasil perundingan yang telah disepakati oleh pihak-pihak dalam perjanjian. Catatan ini dipergunakan sebagai rujukan dalam perundingan-perundingan selanjutnya. 9. Memorandum of Understanding MoU Memorandum saling pengertian MoU merupakan suatu perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknis operasional suatu perjanjian induk. Sepanjang materi yang diatur bersifat teknis, memorandum ini dapat berdiri sendiri dan tidak memerlukan adanya perjanjian induk 83 10. Arrangement . Arrangement adalah suatu perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknik operasional suatu perjanjian induk. Terkadang juga dipakai istilah special 82 Ibid., hal. 94. 83 Ibid., hal. 95. Universitas Sumatera Utara arrangement untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam persetujuan-persetujuan kerjasama teknis. 11. Exchange of Notes Pertukaran Nota Pertukaran nota merupakan perjanjian Internasional bersifat umum yang memiliki banyak persamaan dengan perjanjian hukum perdata. Perjanjian ini dilaksanakan dengan mempertukarkan dua dokumen yang ditandatangani oleh kedua belah pihak pada masing-masing dokumen. Biasanya nota-nota yang dipertukarkan tersebut berisikan kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai dengan tanggal yang sama dan mulai berlaku pada tanggal tersebut kecuali bila pihak-pihak menentukan lain. 12. Process-Verbal Istilah ini digunakan untuk mencatat pertukaran atau penyimpanan piagam pengesahan atau untuk mencatat kesepakatan hal-hal yang bersifat teknik administratif atau perubahan-perubahan kecil dalam suatu persetujuan 84 13. Modus Vivendi . Modus vivendi merupakan suatu perjanjian yang bersifat sementara dengan maksud diganti dengan peraturan yang tetap dan terperinci. Biasanya dibuat dengan cara tidak resmi dan tidak memerlukan pengesahan. Secara garis besar perjanjian Internasional terdiri dua bentuk, yaitu: 1. perjanjian Internasional yang tidak tertulis unwrittenoral agreement Perjanjian Internasional tidak tertulis pada umumnya adalah pernyataan bersama atau secara timbal balik diucapkan oleh kepala Negara, kepala 84 Ibid., hal. 96. Universitas Sumatera Utara pemerintahan ataupun menteri luar negeri yang atas Negaranya masing-masing mengenai suatu masalah tertentu yang menyangkut kepentingan para pihak. Selain itu juga dapat berupa pernyataan sepihak yang dikemukakan oleh pejabat-pejabat atau organ-organ pemerintahan Negara yang kemudian ditanggapi secara positif oleh pejabat-pejabat Negara atau organ-organ pemerintah dari Negara lain. 2. perjanjian Internasional tertulis written agreement Perjanjian Internasional tertulis lebih banyak dilaksanakan dalam suatu hubungan Internasional. Hal disebabkan karena perjanjian Internasional tertulis mempunyai keunggulan seperti ketegasan, kejelasan, dan kepastian hukum bagi para pihak. Beberapa macam perjanjian Internasional tertulis, antara lain: a. perjanjian Internasional yang berbentuk perjanjian antar Negara. Perjanjian Internasional yang terjadi biasanya merupakan perjanjian yang dilihat dari segi isinya sangat penting, baik bagi kedua Negara yang melaksanakan perjanjian, ataupun Negara yang menjadi peserta perjanjian. Perjanjian yang berlaku tertutup, maka hanya terbatas bagi Negara-Negara yang terikat. Tetapi jika perjanjian dilaksanakan terbuka, maka perjanjian berlaku juga bagi Negara lain atau Negara ketiga yang dapat menjadi peserta dari perjanjian tersebut. b. perjanjian Internasional yang berbentuk perjanjian antar kepala Negara. Perjanjian ini termasuk perjanjian yang penting karena ditandatangani oleh kepala Negara masing-masing pihak. Universitas Sumatera Utara c. perjanjian Internasional yang berbentuk antar pemerintah. Dalam perjanjian ini wakil-wakil tiap Negara adalah menteri-menteri dari bidang masing-masing. Perjanjian ini lebih bersifat teknis dan tertutup. d. perjanjian Internasional dalam bentuk kepala Negara dan kepala pemerintahan. Perjanjian Internasional ini ditandatangani oleh presiden dan perdana menteri. Perjanjian Internasional yang tertulis terbagi dalam berbagai macam bentuk ditinjau dari berbagai macam segi. Berdasarkan berbagai segi tinjauan maka perjanjian Internasional terbagi dalam 85 a. perjanjian Bilateral, atau juga disebut bipartite treaty : 1. Berdasarkan jumlah Negara yang menjadi pesertanya, yaitu: 86 Perjanjian bilateral hampir disemua hal hanya membentuk apa yang disebut hukum tertentu atau hukum khusus yang berbeda dengan hukum umum yang membentuk hukum internasional bagi dua penandatangan dan tentu saja tidak menimbulkan hukum yang bersifat universal yang berlaku bagi semua negara. Namun jika cukup banyak perjanjian bilateral yang dibuat itu sifatnya sama, maka perjanjian-perjanjian tersebut bisa memperoleh kekuatan sebagai hukum yang umum. , yaitu perjanjian Internasional yang pihak-pihak atau Negara pesertanya hanya terdiri dari dua Negara saja. 85 Ibid., hal. 40. 86 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Perjanjian Internasional, Jakarta: Tata Nusa, 2008, hal. 13. Universitas Sumatera Utara Misalnya karena tiap negara di dunia paling tidak mempunyai beberapa perjanjian yang dibuat dengan negara lain misalnya yang menyangkut ekstradisi penjahat, perjanjian bilateral yang terpisah ini akan menyatu dan mempunyai kekuatan bersama dalam hukum internasional secara umum 87 b. perjanjian Multilateral multipartite . Akan tetapi hal ini menurut Fenwick C.G. dalam bukunya International Law, khusus untuk masalah ekstradisi, karena adanya perbedaan dalam hukum pidana dari negara-negar khususnya perbedaan dalam konsepsi pelanggaran politik yang dipisahkan dari pelanggaran kejahatan, maka negara-negara tersebut kemudian tidak dapat membuat satu Konvensi internasional secara umum untuk mengganti perjanjian-perjanjian bilateral yang begitu banyak yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda-beda. 88 Dalam perjanjian multilateral, yang sangat berbeda dengan perjanjian bilateral ada dua kelompok yaitu perjanjian multilateral yang bersifat umum yang lazim disebut perjanjian pembuat hukum law making, dan walaupun , yaitu perjanjian Internasional yang pihak-pihak atau Negara pesertanya pada perjanjian tersebut lebih dari dua Negara, yang mungkin dibuat dalam kerangka baik regional seperti Warsaw Pact of Friendship and Cooperation and Mutual Assistance yang ditandatangani pada 14 Mei 1955, maupun internasional atau bersifat fungsional yang bukan digolongkan dalam kategori wilayah geografis, seperti Five-Power Treaty on Naval Limitation. 87 Ibid., hal. 14. 88 Ibid., hal. 15. Universitas Sumatera Utara berbeda dalam beberapa hal dengan perundang-undangan negara ternyata memberikan kehendak yang sama bagi para pihak terhadap subyek perjanjian tersebut 89 a. perjanjian Internasional tertutup, adalah perjanjian Internasional yang substansinya merupakan kaidah hukum yang khusus berlaku bagi para pihak yang berkepentingan, dan Negara ketiga tidak diperkenankan ikut serta. . 2. Berdasarkan kesempatan yang diberikan kepada Negara-Negara untuk menjadi pihak atau peserta, yaitu: b. perjanjian Internasional terbuka, adalah perjanjian Internasional yang berlaku bagi Negara-Negara lain yang pada awalnya tidak ikut dalam proses perundingan terbentuknya perjanjian tersebut. 3. Berdasarkan kaidah hukumnya, terbagi dalam tiga macam, yaitu: a. melahirkan kaidah hukum yang khusus berlaku bagi para pihak yang terikat. Perjanjian semacam ini bisa berbentuk perjanjian bilateral maupun multilateral terbatas, sehingga kaidah hukumnya tidak berlaku bagi Negara yang tidak terikat perjanjian. b. melahirkan kaidah hukum yang berlaku terbatas dalam satu kawasan, biasanya hal ini terjadi dalam perjanjian Internasional terbuka. Kaidah hukum ini tidak berlaku bagi Negara atau peserta lain yang tidak berada dalam kawasan tersebut. Perjanjian Internasional ini biasa disebut sebagai perjanjian Internasional regional. 89 Ibid., hal. 16. Universitas Sumatera Utara c. melahirkan kaidah hukum yang berlaku umum, perjanjian ini biasanya menyangkut kepentingan Negara diseluruh dunia. Perjanjian ini tidak memandang letak geografis maupun jenis suatu Negara. 4. Berdasarkan bahasanya, dibedakan dalam 3 macam, yaitu: a. dalam bentuk satu bahasa, biasanya adalah bahasa yang disetujui kedua belah pihak. Apabila terjadi perselisihan maka naskah perjanjian dalam bahasa ini dijadikan sebagai naskah yang sah dan otentik. b. dirumuskan dalam bentuk dua bahasa atau lebih tetapi hanya dirumuskan dalam satu bahasa yang sah dan mengikat para pihak. Biasanya perjanjian ini dirumuskan dalam bahasa inggris yang disepakati sebagai naskah yang sah dan otentik serta mengikat para pihak. Sementara naskah dalam bahasa lainnya yang umumnya bahasa nasional masing-masing pihak hanya berlaku dalam negeri sebagai bagian dari hukum nasional masing-masing. c. dirumuskan dalam lebih dari dua bahasa semuanya merupakan naskah yang sah, otentik, dan mempunyai kekuatan mengikat yang sama. Perjanjian ini diwarnai oleh faktor politik yang cukup besar, sehingga setiap pihak ingin perjanjian tersebut dirumuskan dalam bahasanya. 5. Berdasarkan substansi hukum yang dikandungnya, perjanjian Internasional dirumuskan kedalam: a. keseluruh pasal merupakan perumusan kaidah-kaidah hukum kebiasaan Internasional dalam bidang yang bersangkutan. Untuk masa sekarang dan yang akan datang, perjanjian semacam ini tidak akan terjadi. Hal ini dikarenakan perkembangan hukum Internasional yang pesat sehingga selalu Universitas Sumatera Utara muncul hal-hal baru disamping kaidah-kaidah hukum yang telah menjadi kebiasaan Internasional. b. perumusan yang melahirkan kaidah-kaidah hukum Internasional yang sama sekali baru. Hal ini biasanya berkenaan dengan hal-hal yang baru dan belum ada kaidah hukum yang mengaturnya. c. perpaduan antara kaidah-kaidah hukum kebiasaan Internasional dan kaidah-kaidah hukum Internasional yang baru sama sekali. Hal ini disebabkan karena berkembang pesatnya masyarakat dunia, sehingga selain hukum kebiasaan Internasional dibutuhkan kaidah-kaidah hukum Internasional yang baru. 6. Berdasarkan pemrakarsanya. Suatu perjanjian Internasional terjadi karena didorong oleh adanya suatu kebutuhan. Sehingga ada pihak-pihak yang mendorong terjadinya perjanjian Internasional, yaitu: a. pembentukannya diprakarsai oleh Negara atau Negara-Negara. Biasanya hanya yang menyangkut objek kepentingan Negara-Negara yang terikat ataupun Negara-Negara yang tidak terikat pada perjanjian. b. pembentukannya diprakarsai oleh organisasi Internasional. Biasanya objek dari perjanjian adalah hal yang berkenaan dengan kegiatan dari organisasi Internasional tersebut. 7. Berdasarkan ruang lingkup berlakunya perjanjian, yaitu: a. perjanjian Internasional khusus, perjanjian yang hanya berlaku khusus bagi Negara-Negara yang terikat didalamnya tanpa memandang letak geografis dari Negara-Negara tersebut. Contohnya adalah perjanjian Universitas Sumatera Utara Internasional yang terdapat di dalam Organization of Petroleum and Economic Cooperation OPEC. b. perjanjian Internasional regional atau kawasan, perjanjian Internasional yang berlakunya berdasarkan hanya terbatas pada kawasan tertentu saja dan mengikat Negara-Negara yang berada dalam satu kawasan yang menunjukkan ciri regionalnya. Contohnya adalah Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus 1967 tentang ASEAN. c. perjanjian Internasional universal, perjanjian Internasional yang substansi dan ruang lingkupnya bagi seluruh Negara. Perjanjian Internasional ini merupakan perjanjian Internasional yang bersifat law making treaty. Misalnya adalah Konvensi hukum laut PBB tahun 1982.

B. Proses Pembentukan Perjanjian Internasional