Kemampuan pelelangan hasil tangkapan oleh pengelola tempat pelelangan ikan di pangkalan pendaratan ikan Muara Angke, Jakarta

(1)

PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE,

JAKARTA

BUDIMAN TUA SIMARMATA

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Tangkapan oleh Pengelola Tempat Pelelangan Ikan di PPI Muara Angke, Jakarta. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE dan THOMAS NUGROHO.

Pelelangan adalah kegiatan pemasaran yang mempertemukan penjual dan pembeli. Dalam hal ini nelayan sebagai penjual hasil tangkapan, diwakili oleh petugas lelang. Pelelangan ikan merupakan salah satu mata rantai dari kegiatan usaha penangkapan. Nilai jual yang diperoleh nelayan akan lebih besar melalui proses lelang dibandingkan bila nelayan berhadapan langsung satu persatu dengan pembeli. Kegitan pelelangan berhubungan atau berpengaruh terhadap pendapatan para nelayan/pengusaha penangkapan (Pane, 2009). Agar penjualan hasil tangkapan tetap menguntungkan, maka proses pelelangan haruslah dilakukan secara berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelelangan aktual di PPI Muara Angke, mengetahui kemampuan pelelangan hasil tangkapan di TPI PPI Muara Angke dan mengetahui persepsi para pengguna di TPI PPI Muara Angke (nelayan, pedagang-pembeli, pengolah) terhadap kegiatan pelelangan di PPI Muara Angke. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kasus. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa proses pelelangan hasil tangkapan di TPI Muara Angke belum berjalan dengan baik dilihat dari mutu ikan yang rendah serta kondisi fasilitas penunjang proses pelelangan belum berfungsi optimal. Kemampuan pelaksanaan pelelangan oleh pengelola tempat pelelangan ikan di PPI Muara Angke belum mampu melaksanaan pelelangan yang benar dan belum terselenggaranya penjaminan mutu hasil tangkapan, kemampuan pengembangan sarana dan prasarana lelang. Persepsi pengguna TPI di PPI Muara Angke bahwa kegiatan pelelangan di PPI Muara Angke masih belum sesuai dengan harapan pengguna tempat pelelangan ikan di PPI Muara Angke. Hal ini terlihat dari keluhan responden pedagang-pembeli dan pengolah ikan mengenai rendahnya mutu ikan yang masuk ke pelelangan serta kurangnya pelayanan Koperasi Perikanan Mina Jaya terhadap responden pengolah ikan yang masih belum terdaftar sebagai anggota sehingga tidak membebaskan mereka untuk mengikuti proses pelelangan secara langsung.


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kemampuan Pelelangan Hasil Tangkapan oleh Pengelola Tempat Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, Jakarta adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.


(4)

© Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

1) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

2) Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB


(5)

PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE,

JAKARTA

BUDIMAN TUA SIMARMATA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Nama : Budiman Tua Simarmata

NRP : C44050066

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.Ir.Anwar Bey Pane, DEA Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si 19541014 198003 1 003 19700414 200604 1 020

Diketahui :

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Dr.Ir.Budy Wiryawan, M.Sc. 19621223 198703 1 001

Tanggal lulus: 25 April 2011


(7)

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanankan pada bulan Maret 2010 ini adalah kemampuan pelelangan , dengan judul Kemampuan Pelelangan Hasil Tangkapan oleh Pengelola Tempat Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, Jakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Anwar Bey Pane dan Bapak Thomas Nugroho sebagai Komisi Pembimbing atas segala masukan, kritikan serta kesabarannya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik;

2. Ibu Retno Muninggar selaku dosen penguji tamu;

3. Ayah, ibu serta adik-adik tercinta, yang tidak henti-hentinya memberikan doa dan motivasi;

4. Pihak-pihak dari UPT PKPP dan PPI Muara Angke beserta Koperasi Perikanan Mina Jaya Muara Angke yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian;

5. Teman-teman PSP Angkatan 42 atas bantuan dukungan dan semangat selama proses penulisan;

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuannya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih perlu terus disempurnakan, sehingga diharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Namun demikian penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri serta pihak yang bergerak di bidang perikanan khususnya pengelola pelelangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, April 2011 Budiman Tua Simarmata


(8)

Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 22 Desember 1987 dari pasangan Ramses Simarmata dan Korry Samosir. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMA RK Budi Mulia Pematang Siantar pada tahun 2005 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Melalui sistem Mayor Minor yang diterapkan IPB, penulis diterima di Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap.

Selama kuliah penulis aktif di organisasi yaitu pada tingkat Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Perikanan Tangkap (HIMAFARIN) pada tahun 2007-2009 divisi pengembangan minat dan bakat, Keluarga Mahasiswa Katolik IPB pada tahun 2008-2009 divisi olahraga dan seni. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten dosen mata kuliah Agama Katolik (Tim Pendamping Mahasiswa Katolik IPB).

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan

menyusun skripsi dengan judul “Kemampuan Pelelangan Hasil Tangkapan oleh

Pengelola Tempat Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, Jakarta”.


(9)

viii

DAFTAR TABEL………..……….. x

DAFTAR GAMBAR …..………..……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN………. xv

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat penelitian ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil tangkapan ... 6

2.1.1 Pendaratan hasil tangkapan ... 6

2.1.2 Penanganan hasil tangkapan ... 7

2.1.3 Pendistribusian hasil tangkapan ... 8

2.2 Pelelangan dan kemampuan pelelangan ikan ... 10

2.2.1 Pelelangan ... 2.2.2 Pengelolaan pelelangan ikan... 10 12 2.2.3 Tempat pelelangan ikan ... 15

2.2.4 Kemampuan pelelangan ... 19

2.3 Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke ... 21

2.3.1 Pengertian pelabuhan perikan/pangkalan pendaratan ikan ... 2.3.2 Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke ………. 21 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat ... 29

3.2 Bahan dan alat ... 29

3.3 Metode penelitian ... 29

3.4 Metode analisis data ... 32

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan umum Kota Jakarta Utara ... 36

4.1.1 Letak geografi dan topografi Kota Jakarta Utara ... 36

4.1.2 Kependudukan Kota Jakarta Utara ... 37

4.1.3 Kondisi perikanan tangkap Kota Jakarta Utara ... 38

4.2 Keadaan umum Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke ... 45

4.2.1 Kondisi Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke... 45

4.2.2 Kondisi perikanan tangkap di PPI Muara Angke ... 53

5 PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI TPI PPI MUARA ANGKE 5.1 Proses pelelangan aktual di PPI Muara Angke ... 60


(10)

ix LAMPIRAN ... 120

6 KEMAMPUAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6.1 Kemampuan mengorganisir waktu pelelangan ... 79 6.2 Kemampuan penyediaan sarana pelelangan ... 80 6.3 Kemampuan penyediaan sistem lelang dan pengawasannya ... 85 6.4 Kemampuan terselenggaranya penjaminan mutu Hasil

tangkapan... 87 6.5 Kemampuan pengembangan sarana dan prasarana lelang ... 89 6.6 Kemampuan membuat kebijakan/aturan untuk penyelenggaraan

lelang ... 91 7 PERSEPSI PENGGUNA TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI)

TERHADAP KEGIATAN PELELANGAN DI PPI MUARA ANGKE

7.1 Persepsi agen (perwakilan nelayan pemilik) terhadap kegiatan

pelelangan di PPI Muara Angke ... 96 7.2 Persepsi pedagang - pembeli terhadap kegiatan pelelangan di PPI

Muara Angke ... 101 7.3

7.4

Persepsi pengolah ikan terhadap kegiatan pelelangan di PPI Muara Angke ... Hubungan antara persepsi dan kemampuan pelelangan……….

107 114 8 KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan ... 115

8.2 Saran ………... 115


(11)

x

1. Gagasan Umum dan Prinsip Koperasi ... 13

2. Tipe dan Kriteria Pelabuhan Perikanan di Indonesia... 22

3. Variabel penilaian kemampuan pelelangan pengelola TPI... 34

4. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin di Jakarta Utara, 2008... 37

5. Jumlah armada penangkapan ikan menurut kategori armada di Jakarta Utara, 2004–2008... 38

6. Jumlah alat tangkap menurut jenis alat tangkap di Kota Jakarta Utara, 2004–2008………... 40

7. Jumlah nelayan di Jakarta Utara, 2004–2008... 41

8. Jumlah produksi perikanan berdasarkan TPI di Kota Jakarta Utara, 2004-2008... 44

9. Jenis olahan dan jumlah pengolah di PHPT Muara Angke... 50

10.Perkembangan jumlah armada menurut GT dan jenis tambat labuh di PPI Muara Angke, 2003-2008... 54

11.Jumlah nelayan yang melakukan aktivitas bongkar muat dan sandar di PPI Muara Angke, 2001–2003…... 56

12.Jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2004–2008... 58

13.Jumlah anggota Koperasi perikanan Mina Jaya DKI Jakarta menurut jenis kegiatan anggota, 2008... 71

14.Sumber modal Koperasi perikanan Mina Jaya, 2006–2008... 72

15.Jenis usaha umum Koperasi perikanan Mina Jaya, 2006–2008... 74

16.Realisasi retribusi pelelangan ikan, 2006–2008... 75

17.Pembagian pembiayaan kegiatan dari hasil retribusi pelelangan... 76

18.Dana yang dikeluarkan untuk kesejahteraan nelayan, 2006–2008.. 77

19.Kemampuan mengorganisir waktu pelelangan di PPI Muara Angke 80

20.Kemampuan penyediaan sarana dan prasarana pelelangan di PPI Muara Angke ... 85

21.Kemampuan penyediaan sistem pelelangan di PPI Muara Angke... 86

22.Kemampuan penjaminan mutu ikan serta sanitasi sarana pelelangan di PPI Muara Angke... 89 23.Kemampuan pengembangan sarana dan prasarana pelelangan


(12)

xi di PPI Muara Angke... 91 24.Kemampuan membuat kebijakan/aturan untuk penyelenggaraan

pelelangan di PPI Muara Angke... 95 25.Matriks perhitungan persepsi pengguna TPI terhadap kegiatan


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. KUD Mina dengan kemungkinan unit-unit usahanya... 14

2. Kerangka operasional penelitian... 35

3. Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kota Jakarta Utara, 2004–2008... 39

4. Perkembangan jumlah alat tangkap di Kota Jakarta Utara, 2004–2008... 40

5. Perkembangan jumlah nelayan di Kota Jakarta Utara, 2004–2008.. 42

6. Perkembangan jumlah produksi Ikan di Kota Jakarta Utara, 2004-2008……… 44

7. Struktur organisasi UPT PKPP dan PPI Muara Angke... 48

8. Perkembangan jumlah produksi perikanan di PPI Muara Angke (2004–2008)... 58

9. Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke (2004–2008)... 59

10. Skema proses pelelangan ikan di PPI Muara Angke... 61

11. Proses pembongkaran hasil tangkapan di PPI Muara Angke... 62

12. Proses penimbangan dan pencatatan Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke... 64

13. Proses pelelangan di PPI Muara Angke... 68

14. Bagan saluran distribusi hasil tangkapan di PPI Muara Angke tahun 2010………. 69

15. Alat timbangan ikan di PPI Muara Angke tahun 2010... 81

16. Keranjang ikan (trays) di PPI Muara Angke tahun 2010... 82

17. Alat pengangkut ikan (lori) di PPI Muara Angke... 83

18. Kondisi ikan yang dilelang di PPI Muara Angke tahun 2010... 87

19. Gedung TPI PPI Muara Angke... 90

20. Persentasi jumlah responden agen terhadap keberadaan pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010……….. 97

21. Persentasi jumlah responden agen terhadap persepsi mengenai keuntungan pelaksanaan pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010... 97

22. Persentasi jumlah responden agen terhadap persepsi mengenai proses pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010 ... 98


(14)

xiii 23. Persentasi jumlah responden agen terhadap persepsi mengenai

kecukupan fasilitas pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010... 98 24. Persentasi jumlah responden agen terhadap persepsi mengenai

pengorganisiran waktu pelelangan di PPI Muara Angke tahun

2010………. 99 25. Persentasi jumlah responden agen persepsi mengenai kontrol

mutu hasil tangkapan di PPI Muara Angke tahun 2010... 100 26. Persentasi jumlah responden agen terhadap persepsi mengenai

kontrol sanitasi sarana pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010 101 27. Persentasi jumlah responden pedagang-pembeli terhadap

keberadaan pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010... 102 28. Persentasi jumlah responden pedagang-pembeli terhadap persepsi

mengenai keuntungan pelaksanaan pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010... 102 29. Persentasi jumlah responden pedagang-pembeli terhadap persepsi

mengenai proses pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010... 103 30. Persentasi jumlah responden pedagang-pembeli terhadap persepsi

mengenai kecukupan fasilitas pelelangan di PPI Muara Angke

tahun 2010... 104 31. Persentasi jumlah responden pedagang-pembeli mengenai

pengorganisiran waktu pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010 104 32. Persentasi jumlah responden pedagang-pembeli mengenai

kemudahan mendapatkan ikan di PPI Muara Angke tahun 2010.. 105 33. Persentasi jumlah responden pedagang-pembeli mengenai kontrol

mutu hasil tangkapan di PPI Muara Angke tahun 2010... 105 34. Persentasi jumlah responden pedagang-pembeli mengenai kontrol

sanitasi sarana pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010... 106 35. Persentasi jumlah responden pengolah ikan terhadap persepsi

tentang keberadaan pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010.... 108 36. Persentasi jumlah responden pengolah ikan terhadap persepsi

mengenai keuntungan pelaksanaan pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010... 108 37. Persentasi jumlah responden pengolah ikan terhadap persepsi

mengenai proses pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010... 109 38. Persentasi jumlah responden pengolah ikan terhadap persepsi

mengenai kecukupan fasilitas pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010... 109 39. Persentasi jumlah responden pengolah ikan terhadap persepsi

mengenai pengorganisiran waktu pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010... 110


(15)

xiv 40. Persentasi jumlah responden pengolah ikan terhadap persepsi

mengenai kemudahan mendapatkan ikan di PPI Muara Angke

tahun 2010... 110 41. Persentasi jumlah responden pengolah ikan terhadap persepsi

mengenai kontrol mutu hasil tangkapan di PPI Muara Angke tahun 2010... 111 42. Persentasi jumlah responden pengolah ikan terhadap persepsi

mengenai kontrol sanitasi sarana pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010……… 111


(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Layout Lokasi Penelitian……… 121 2. Tabulasi persepsi responden agen (perwakilan nelayan pemilik)

di PPI Muara Angke tahun 2010………... 122

3. Tabulasi persepsi responden pedagang-pembeli di PPI Muara

Angke tahun 2010………. 123

4. Tabulasi persepsi responden pengolah ikan di PPI Muara Angke


(17)

1.1 Latar belakang

Peranan perikanan tangkap sebagai salah satu ujung tombak dari semua kegiatan perikanan disamping perikanan budidaya, menjadikan perikanan tangkap menjadi suatu hal yang sangat penting diperhatikan dan dikembangkan. Khususnya untuk Indonesia, perikanan tangkap sangat berpotensi memberikan kontribusi bagi pendapatan negara jika dikelola secara optimal. Peran serta pemerintah dan masyarakat harus sejalan guna menciptakan kondisi perikanan tangkap yang lebih baik lagi. Selain itu, perlu melakukan optimalisasi fungsi terhadap setiap komponen/sarana perikanan tangkap seperti maksimalisasi fungsi pelabuhan perikanan.

Pelabuhan perikanan beserta aktivitas-aktivitas yang terkait didalamnya, berperan mendorong usaha perikanan tangkap dan tumbuhnya berbagai aktivitas ekonomi. Pelabuhan perikanan merupakan pusat aktivitas perikanan tangkap dan aktivitas turunannya menjadi sentra perputaran uang dalam usaha perikanan tangkap. Setiap aktivitas yang terjadi di pelabuhan perikanan umumnya bermotif ekonomi yang dapat menciptakan lapangan kerja bagi pelaku kegiatan tersebut. Salah satu kegiatan yang belangsung di pelabuhan perikanan adalah pelelangan ikan.

Hasil tangkapan (ikan) adalah salah satu sumber protein hewani yang cukup tinggi. Untuk tiap jenis ikan, berbeda jumlah kandungan proteinnya. Jumlah protein yang terkandung berkisar 15-25 % per 100 gram daging ikan (Rachmatulla 2008). Selain itu, hasil tangkapan merupakan objek dari berbagai kegiatan utama di pelabuhan perikanan secara umum. Proses pendaratan, pelelangan, pengolahan serta kegiatan lain di pelabuhan perikanan berhubungan langsung dengan penanganan hasil tangkapan. Hasil tangkapan sebagai bahan baku untuk semua industri pengolahan ikan menjadikan hasil tangkapan memiliki peranan yang sangat penting. Agar nilai hasil tangkapan tetap tinggi serta mutu hasil tangkapan dapat tetap terjaga maka diperlukan cara pemasaran yang baik, yakni pelelangan.


(18)

Pelelangan adalah kegiatan pemasaran yang mempertemukan penjual dan pembeli. Dalam hal ini nelayan sebagai penjual hasil tangkapan, diwakili oleh petugas lelang. Pelelangan ikan merupakan salah satu mata rantai dari kegiatan usaha penangkapan. Pada pemasaran ikan secara lelang yang terorganisir dengan baik, harga tidak ditentukan oleh penjual dan pembeli saja namun juga secara bersama dengan memperhatikan mutu ikan. Nilai jual yang diperoleh nelayan akan lebih besar melalui prose lelang dibandingkan bila nelayan berhadapan langsung satu persatu dengan pembeli. Kegitan pelelangan berhubungan atau berpengaruh terhadap pendapatan para nelayan/pengusaha penangkapan (Pane 2010). Agar penjualan hasil tangkapan tetap menguntungkan, maka proses pelelangan haruslah dilakukan secara berkelanjutan.

Sistem pelelangan di pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan yang terorganisir akan menguntungkan bagi nelayan dan pedagang. Pada proses pelelangan, antara penjual (diwakili petugas pelelangan) dan pembeli, bertemu dan bertransaksi secara langsung untuk mendapatkan harga keseimbangan. Selain itu, proses pelelangan juga membentuk harga ikan sesuai transparansi permintaan dan penawaran pasar.

Proses pelelangan ikan sangat membantu dalam mendorong nelayan/pengusaha penangkapan untuk menjaga dan menjamin mutu/kualitas ikan yang akan dilelang. Pada proses pelelangan yang baik mutu hasil tangkapan yang akan dilelang akan selalu dikontrol. Ikan dengan kualitas baik akan lebih laku dan memiliki harga jual yang lebih tinggi, sedangkan ikan dengan kualitas rendah akan mempunyai nilai jual yang rendah pula. Dalam transaksi langsung per- orang, nelayan selain berhadapan dengan tekanan pembeli, juga berhadapan dengan tekanan mutu ikan yang menurun dalam fungsi waktu (Pane 2010).

Selanjutnya Pane menyebutkan di negara-negara maju seperti Perancis, Jerman, dan Inggris hasil tangkapan kualitas rendah tidak dijual di pelelangan. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pengelola pelelangan dalam mengontrol kualitas ikan yang akan dilelang, mencegah tercemarnya ikan yang berkualitas baik oleh bakteri dari ikan berkualitas rendah, sanitasi serta kehigienisan ruang pelelangan juga bertujuan utama menjamin konsumen mendapatkan hasil tangkapan yang layak konsumsi. Pelelangan juga menjamin


(19)

adanya retribusi lelang sebagai pemasukan pendapatan bagi kas daerah, pendapatan pengelola tempat pelelangan ikan (TPI) dan bantuan sosial bagi nelayan saat terkena bencana atau musim paceklik bantuan sosial.

Pelelangan ikan juga memiliki peran tidak langsung dalam proses pendataan hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan. Proses pelelangan akan membantu dalam pendataan hasil tangkapan yang masuk ke pelabuhan perikanan. Pendataan ikan akan dilakukan dengan penimbangan berat ikan per jenisnya, volume hasil tangkapan yang didaratkan tiap kapal/trip, jumlah dan harga ikan yang terjual dalam proses lelang. Pendataan ini akan lebih memudahkan dalam mengetahui kondisi hasil tangkapan di PP/PPI secara statistik.

PPI Muara angke adalah salah satu pangkalan pendaratan yang memiliki produksi hasil tangkapan didaratkan yang tinggi. Pada tahun 2006 misalnya, PPI Muara Angke memiliki produksi hasil tangkapan sebesar 10.675,80 ton. Letak PPI Muara Angke yang sangat strategis yakni berada di kota Jakarta Utara yang memiliki jumlah penduduk besar sebagai objek pemasaran (konsumen) utama selain tujuan distribusi ke daerah-daerah lain di selatan Jakarta dan ekspor. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (BPS 2009), penduduk DKI Jakarta pada tahun 2007 yakni 9.057.993 dan penduduk Jakarta Utara sebanyak 1.473.086. Penduduk sebesar ini akan menjadi pasar potensial untuk pemasaran ikan hasil tangkapan.

Pada pengamatan awal menunjukkan bahwa pelelangan di PPI Muara Angke belum berjalan dengan baik. Pelelangan yang baik adalah pelelangan yang dapat menyediakan aktivitas lelang secara tepat waktu dan berkelanjutan (kontiniu) serta didukung kelengkapan fasilitas lelang. Proses pelelangan di PPI Muara Angke tidak terjadi setiap harinya (non-kontiniu), tidak sesuai jadwal sebagai mestinya, belum lengkapnya fasilitas pelelangan seperti alat pengontrol mutu dan sanitas, serta masih buruknya sistem pelelangan yang terjadi.

Hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke dipasarkan dengan sistem lelang terbuka. Penyelenggara lelang ini adalah Koperasi Perikanan Mina Jaya dan berada di bawah pengawasan langsung kepala seksi pelelangan ikan UPT PPI Muara Angke (Faubiany, 2008). Walaupun pelelangan ini berada dalam pengawasan langsung pihak PPI Muara Angke, namun belum menunjukkan


(20)

bahwa pelelangan di PPI Muara Angke berjalan baik berdasarkan kriteria dan ketentuan yang berlaku.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, fakta-fakta tersebut telah menunjukkan indikasi awal tentang seberapa besar kemampuan pelelangan hasil tangkapan oleh pengelola TPI di PPI Muara Angke. Selanjutnya, perlu diteliti lebih mendalam lagi mengenai kemampuan pelelangan tersebut, termasuk persepsi para pengguna pelabuhan (nelayan, pedagang-pembeli, pengolah-pembeli) terhadap kegiatan pelelangan dan faktor-faktor yang perlu diperbaiki dan dikembangkan dalam proses pelelangan di PPI Muara Angke ke depannya. Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang hal-hal tersebut di atas serta menguraikan kemampuan penyelenggaraan pelelangan hasil tangkapan pengelola TPI PPI Muara Angke.

1.2 Perumusan masalah

1) Belum diketahuinya kemampuan pelelangan hasil tangkapan di TPI pangkalan pendaratan ikan Muara Angke; dan

2) Belum diketahuinya persepsi para pengguna pelabuhan perikanan (nelayan, pedagang-pembeli, pengolah) terhadap pelelangan di TPI PPI Muara Angke.

1.3 Tujuan

1) Mengetahui kemampuan pelelangan hasil tangkapan pihak pengelola pelelangan di TPI PPI Muara Angke; dan

2) Mengetahui persepsi para pengguna di TPI PPI Muara Angke (nelayan, pedagang-pembeli, pengolah) terhadap kegiatan pelelangan di PPI Muara Angke sehubungan dengan kemampuan pelelangan pihak pengelola TPI.

1.4 Manfaat penelitian

1) Memberikan gambaran tentang kemampuan pelelangan hasil tangkapan di PPI Muara Angke bagi pengelola pelelangan di PPI Muara Angke sehingga dapat memperbaiki serta mengembangkan aspek kemampuan pelelangan; dan


(21)

2) Memberikan informasi mengenai persepsi para pengguna pelabuhan perikanan terhadap pelelangan hasil tangkapan bagi masyarakat dan instansi-instansi terkait di DKI Jakarta.


(22)

2.1 Hasil tangkapan

Hasil tangkapan adalah “pencipta” berbagai kegiatan di pelabuhan perikanan atau yang menjadi daya tarik utama dan awal untuk kegiatan-kegiatan di PP/PPI. Ketiadaan hasil tangkapan yang didaratkan di PP/PPI membuat disfungsi suatu PP/PPI. Tanpa adanya hasil tangkapan yang tetap dan berkelanjutan akan menjadikan PP/PPI tidak bekerja secara maksimal dan sangat minim. Menurut Pane (2006) vide Hardani (2008), ketidakadaan hasil tangkapan yang didaratkan di PP/PPI, membuat “mati”-nya suatu PP/PPI, sekurang-kurangnya menjadikan PP/PPI hanya berfungsi minimalis yaitu hanya sebagai penjual atau pelayanan jasa kebutuhan melaut saja.

Hasil tangkapan (ikan) berdasarkan tujuan penangkapannya dapat dibedakan menjadi dua yaitu hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan, sedangkan jika dilihat dari nilai ekonomis, hasil tangkapan dapat dibagi dua yaitu hasil tangkapan ekonomis penting dan hasil tangkapan non ekonomis penting. Hasil tangkapan utama merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dan dicari oleh konsumen. Nilai ekonomis hasil tangkapan utama ini akan menjadi nilai tambah bagi nelayan dalam penjualan hasil tangkapannya dibandingkan hasil tangkapan sampingan. Agar nilai ekonomis hasil tangkapan tetap terjaga perlu dilakukan proses pengelolaan serta penanganan yang baik pula. Proses pengelolaan hasil tangkapan tersebut adalah: pendaratan hasil tangkapan, penanganan hasil tangkapan, dan distribusi hasil tangkapan.

2.1.1 Pendaratan hasil tangkapan

Proses pendaratan ikan meliputi pembongkaran hasil tangkapan mulai dari palka kapal ke dek kapal, penurunan dari dek kapal ke dermaga bongkar serta pengangkutan dari dermaga ke tempat pelelangan ikan (TPI) (Pane 2006). Menurut Nurjannah (2000), pendaratan ikan merupakan suatu proses yang dilakukan setelah kapal bertambat di dermaga pelabuhan dan setelah menyelesaikan perizinan bongkar.


(23)

Rahadiansyah (2003) menyebutkan bahwa pembongkaran ikan dari palkah ke atas dek atau ke dalam keranjang (basket) pada saat di pelabuhan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Pembongkaran harus dilakukan pada waktu pagi hari untuk menghindari pengaruh langsung panas matahari;

2) Mata rantai pendingin harus tetap terjaga, artinya di tempat pembongkaran harus dipersiapkan wadah-wadah yang diisi dengan air dingin;

3) Cara pengangkatan ikan harus sedemikian rupa, sehingga badan ikan tidak tertekuk; dan

4) Tempat-tempat yang runcing, tajam yang akan dilalui oleh ikan harus diberlapisan pelunak, sehingga tidak merusak kulit ikan.

Pembongkaran hasil tangkapan umumnya dilakukan di dekat TPI agar pengangkutan hasil tangkapan dapat berlangsung dengan cepat (Rachmatulla 2008). Menurut Ilyas (1983), muatan hasil tangkapan harus segera dibongkar dengan cara hati-hati, cermat, beraturan, higienik dan tetap memperhatikan suhu ikan serendah mungkin. Oleh karena itu, pembongkaran hasil tangkapan harus dilakukan dengan cepat, hati-hati, cermat dan diusahakan tidak terkena cahaya matahari langsung agar mutu hasil tangkapan dapat terjaga.

2.1.2 Penanganan hasil tangkapan

Penanganan yang baik adalah penanganan yang dapat mempertahankan kondisi ikan tetap segar. Menurut Anonymus (1991) vide Mulyadi (2007), prinsip penanganan adalah segera mengawetkan dan atau mendinginkan ikan sampai sekitar suhu 00 C secara cepat, cermat dan menerapkan aspek sanitasi higienis serta mempertahankan suhu rendah selama proses penanganan sampai saat ikan diserahkan ke konsumen akhir.

Cara yang dapat dilakukan agar ikan mati dapat dipertahankan dalam keadaan segar, yaitu dengan penanganan yang cermat, hati-hati dan bersih, serta penggunaan suhu rendah. Tujuan utama dari penanganan ikan adalah mencegah atau memperkecil kerusakan ikan sejak ditangkap, selama penyimpanan di kapal, pembongkaran, pelelangan dan distribusi hingga saat didistribusi sebagai ikan basah atau bahan mentah pabrik pengolahan (Kutipah 2002).


(24)

Sejak ikan diangkat dari air, selama penyimpanan dan didistribusikan dari pedagang perantara sampai kepada konsumen atau pabrik pengolahan, ikan tersebut akan mengalami kemunduran kualitas/mutu. Menurut Rahayu (2000), berbagai penyebab turunnya atau rusaknya mutu ikan segar adalah :

1) Tidak memperhatikan kebersihan baik alat-alat, wadah ikan (palka, peti kotak ikan) kebersihan dek kapal serta air untuk mencuci ikan;

2) Bekerja tidak hati-hati, ceroboh dan kasar sehingga menyebabkan tubuh ikan menjadi luka, sobek, patah, atau remuk;

3) Bekerja sangat lambat, terutama saat memisahkan atau memilih ikan di atas dek kapal;

4) Membiarkan ikan di tempat terbuka dan terkena sinar matahari secara langsung;

5) Menggunakan alat-alat yang keras dan tajam, misalnya ganco, garpu, sekop dan lain-lain sehingga dapat merusak tubuh ikan;

6) Menggunakan garam atau es untuk pengawet dalam jumlah yang kurang (tidak mencukupi);

7) Menggunakan pecahan es yang ukurannya terlalu besar dan es yang dicampur dengan ikan tidak merata;

8) Mencampur ikan yang telah busuk dengan ikan yang masih segar;

9) Pembongkaran ikan dari palka dan pengangkutan ikan ke tempat pelelangan dilakukan dengan kasar; dan

10)Setelah di tempat pelelangan, ikan yang disimpan dalam keranjang / basket tidak diberi es tambahan.

Penurunan mutu ikan tidak dapat dihentikan secara total, yang dapat diusahakan hanyalah memperlambat proses penurunan tersebut. Untuk memperlambat proses penurunan mutu ikan, diperlukan suatu penangan yang baik, sehingga kerusakan dan proses pembusukan ikan dapat diperlambat.

2.1.3 Pendistribusian hasil tangkapan

Distribusi adalah istilah yang biasa digunakan dalam pemasaran untuk menjelaskan bagaimana suatu produk tersedia bagi konsumen dalam fungsi jarak dan waktu. Sistem distribusi hasil tangkapan yang baik menentukan kelancaran


(25)

transaksi hasil tangkapan yang sifatnya lekas busuk (perishable), yaitu cepatnya transaksi yang dapat menentukan kesegaran hasil tangkapan hingga ke tangan konsumen. Cepatnya proses transaksi dipengaruhi oleh besarnya permintaan (demand). Semakin besar permintaan terhadap hasil tangkapan maka biasanya akan semakin cepat proses distribusi yang terjadi. Besarnya permintaan sendiri tergantung pada banyaknya konsumen dan besarnya preperensi masyarakat terhadap jenis hasil tangkapan tertentu (Hanafiah dan Saefuddin 1983).

Selama proses pendistribusian, transportasi memegang peranan yang penting. Transportasi atau pengangkutan merupakan bergeraknya atau pemindahan produk dari tempat penjualan ke tempat dimana produk tersebut akan dipakai. Jika suatu produk yang didistribusikan tidak sesuai dengan keinginan konsumen dalam fungsi waktu maka dipastikan bahwa proses distribusi tersebut gagal. Agar hal tersebut tidak terjadi maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, menurut Mc Donald (1993) vide Yustiarani (2008) adalah: cara pengangkutan yang akan digunakan, dan jadwal penyampaian produk. Hal ini disebut sebagai saluran distribusi.

Saluran distribusi yang baik sangat diperlukan dalam proses distribusi hasil tangkapan. Menurut Swastha dan Ibnu Sukotjo (2000), saluran distribusi untuk suatu barang adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen ke konsumen. Menurut Kotler (1992) terdapat empat macam saluran distribusi yaitu :

1) Saluran tingkat nol (produsen-konsumen);

2) Saluran tingkat satu (produsen-pengecer-konsumen);

3) Saluran tingkat dua (produsen-grosir-pengecer- konsumen); dan 4) Saluran tingkat tiga (produsen-grosir-distributor-pengecer-konsumen).

Kegiatan pemasaran hasil tangkapan yang dilakukan di suatu pelabuhan perikanan bisa bersifat lokal, nasional, dan ekspor tergantung dari tipe pelabuhan tersebut. Sistem rantai pemasaran / distribusi yang terdapat di beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia ( Misran 1995 dalam Yustiarani 2008) :


(26)

1) TPI Pedagang besar Pedagang lokal Pengecer Konsumen

2) TPI Pedagang besar Pedagang lokal Konsumen 3) TPI Pengecer Konsumen

Rantai pemasaran yang baik adalah rantai menghubungkan TPI dengan konsumen secara lebih cepat. Semakin banyak pihak yang terkait dalam rantai pemasaran akan semakin menurunkan nilai beli yang diperoleh konsumen dan menurunkan mutu ikan. Semakin cepat proses pemasaran sampai ke konsumen akan memungkinkan agar mutu ikan tetap terjaga.

2.2 Pelelangan dan kemampuan pelelangan ikan 2.2.1 Pelelangan

Pelelangan adalah satu alat pembentuk harga melalui artificial market (pasar buatan) dengan mempertemukan penjual (sellers) dan pembeli (buyers). Menurut Bustami (2001), pelelangan ikan adalah suatu kegiatan disuatu tempat pelelangan ikan guna mempertemukan antara penjual dan pembeli ikan sehingga terjadi tawar-menawar harga ikan yang mereka sepakati bersama. Dengan demikian, pelelangan ikan adalah salah satu mata rantai tata niaga ikan. Pelelangan ikan merupakan mata rantai pemasaran nelayan sebagai produsen dengan pembeli dan konsumen lainnya. Kegiatan pelelangan berperan dalam menentukan harga hasil tangkapan yang dilelang.

Menurut UPT PKPP dan PPI Propinsi DKI Jakarta (2005), tujuan penyelenggaraan pelelangan ikan adalah :

1) Perolehan harga ikan yang layak bagi nelayan secara tunai dan tidak memberatkan pembeli;

2) Pemutusan terhadap ikatan-ikatan yang bersifat monopoli dan monopsoni terhadap pemasaran ikan milik nelayan;

3) Peningkatan PAD melalui pungutan retribusi lelang; 4) Peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan; dan 5) Pengembangan usaha koperasi.


(27)

Mekanisme pelelangan ikan merupakan alur yang tertata dalam penyelenggaraan lelang dalam kaitannya untuk menjaga kualitas ikan dan lelang dapat berlangsung dengan baik. Menurut Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tangkapan Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), mekanisme pelelangan ikan dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Sortasi hasil tangkapan

Hasil tangkapan disortasi menurut jenis dan ukuran ikan. Hal ini untuk memudahkan pihak pembeli dan penjual dalam menentukan perkiraan harga lelang. Ada kalanya sortasi sudah dilakukan di kapal sehingga ketika proses pendaratan selesai langsung ditimbang. Sortasi ini dilakukan dengan meletakkan hasil tangkapan di dalam basket (box).

2) Penimbangan

Proses berikutnya adalah hasil tangkapan kemudian ditimbang sesuai dengan hasil sortasi yang telah dilakukan sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan oleh juru timbang dengan menggunakan alat timbang sesuai dengan fasilitas yang tersedia di TPI. Biasanya alat timbang yang dimiliki oleh TPI minimal memiliki kapasitas hingga 150 kg.

3) Pelelangan

Setelah ditimbang, proses berikutnya adalah pelelangan ikan. Pada tahap ini, pelelangan ikan oleh juru lelang yang diikuti oleh para calon pembeli (bakul) yang telah terdaftar sebelumnya di manajemen TPI. Pelelangan biasanya dilakukan dengan menggunakan tipe Inggris yaitu dari harga terendah hingga tertinggi sesuai dengan tawaran peserta lelang.

Dalam mekanisme lelang, dilakukan penawaran harga ikan secara terbuka kepada pembeli mulai dari harga standar pasar pada hari itu. Pada saat penawar masih lebih dari satu orang, akan terus dilakukan peningkatan harga sehingga penawar tinggal satu orang, dan penawar tertinggi itulah yang keluar sebagai pemenang lelang atau pembeli ikan. Setelah memenangkan lelang, pembeli tersebut harus segera menyetorkan uang pembelian ikan kepada penyelenggara pelelangan ikan. Melalui mekanisme tersebut harga penjualan ikan relatif cukup tinggi dan keamanan uang hasil penjualan ikannya terjamin.


(28)

Penetapan pengelolaan dan penetapan besar pungutan retribusi di Propinsi DKI Jakarta diatur dalam:

1) Perda nomor 3 tahun 1999;

2) SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 3 tahun 1999 tanggal 26 Januari 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi Primer Perikanan di DKI Jakarta;

3) SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 993/2002 tanggal 17 Juni 2002 tentang penunjukan Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta sebagai penyelenggara pelelangan ikan di TPI Muara Angke; dan

4) SK Gubernur Nomor 2074/2000 tanggal 10 Agustus 2000 tentang Penetapan Presentase Pengenaan Retribusi Pemakaian Tempat Pelelangan Ikan dan Biaya Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi Perikanan Mina Jaya yang dipungut dari nelayan sebesar 3% dan bakul sebesar 2%, sedangkan bagian Koperasi Perikanan Mina Jaya sebesar 2% dari 5% retribusi yang diterima.

2.2.2 Pengelolaan pelelangan ikan

Koperasi itu sendiri menurut ICA (International Cooperative Alliance) adalah perkumpulan otonom orang-orang yang bergabung secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya mereka yang sama melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis (Baga 2009).

Baga selanjutnya menyatakan bahwa koperasi melandasi nilai-nilai menolong diri sendiri, bertanggung jawab kepada diri sendiri, demokrasi, persamaan, keadilan dan solidaritas. Nilai-nilai koperasi mengandung gagasan umum yang akan dilaksanakan dalam prakteknya dengan prinsip-prinsip koperasi sebagai pedomannya. Gagasan umum dan prinsip-prinsip koperasi adalah sebagai berikut (Tabel 1)


(29)

Tabel 1 Gagasan Umum dan Prinsip Koperasi

Gagasan Umum Prinsip Koperasi

1. Menolong diri sendiri berdasarkan pada solidaritas

1. Menolong diri sendiri

2. Meningkatkan kesejahteraan anggota 3. Sukarela dan keanggotaan terbuka 4. Jatidiri sebagai pemilik dan pelanggan

2. Demokrasi 5. Manajemen dan pengawasan secara

demokratis

3. Tidak menekankan pada kekuatan modal 6. Kerjasama perorangan

7. Modal sosial yang tidak dapat dibagi

4. Ekonomi 8. Efisiensi ekonomi dari perusahaan

koperasi

5. Kebebasan 9. Perkumpulan secara sukarela

10. Otonomi dalam menentukan tujuan dan pengambilan keputusan

6. Keadilan 11. Pembagian hasil usaha secara adil

7. Kemajuan sosial melalui pendidikan 12. Pendidikan anggota (Sumber: Baga 2009)

Dasar penunjukkan KUD Mina sebagai pengelola gedung TPI dan penyelenggara pelelangan adalah berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 71 Tahun 2006 Tentang: Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan Oleh Koperasi Primer Perikanan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Hal ini tercantum pada Bab 3 pasal (4) yang menyatakan bahwa Gubernur menunjuk koperasi primer perikanan sebagai penyelenggara pelelangan ikan berdasarkan usulan Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan. Selain itu penunjukkan KUD Mina sebagai pegelolan pelelangan tidak terlepas dari keberadaan KUD Mina sebagai suatu lembaga sosial ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya yaitu nelayan, melalui perannya sebagai pengelola pelelangan. Menurut Dahuri (2005), koperasi perikanan pada awalnya hanya menyelenggarakan jual beli ikan hasil tangkapan melalui penangkapan, kemudian berkembang dengan usaha perkreditan untuk biaya penangkapan. Retribusi yang diperoleh dari hasil lelang dipergunakan untuk biaya administrasi, dana asuransi kecelakaan laut, pembelian bahan perikanan, pembuatan perahu, dan pengolahan ikan secara tradisional.

Penunjukkan KUD Mina sebagai pengelola pelelangan seperti mengembalikan fungsi dan tujuan awal berdirinya KUD Mina. Pada masa awal berdirinya, KUD Mina memiliki berbagai macam kemungkinan unit usaha (Gambar 1) yang dikembangkan dan memiliki pangsa pasar yang potensial.


(30)

(Sumber: Dahuri, 2005)

Gambar 1 KUD Mina dengan kemungkinan unit-unit usahanya.

Sebagai mana disebutkan dalam Peraturan Gubernur No.71 tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi Primer di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Bab 3 pasal 9, tugas dan tanggung jawab penyelenggara pelelangan ikan adalah sebagi berikut:

1) Pengurus koperasi primer perikanan yang telah ditunjuk sebagai penyelenggara pelelangan ikan harus menetapkan petugas dari koperasi primer perikanan sebagai Kepala Pelelangan;

2) Kepala Pelelangan sebagaimana mana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas memimpin penyelenggaraan pelelangan ikan;

3) Kepala Pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban:

a. Melaporkan kegiatan penyelenggaraan pelelangan ikan setiap bulan kepada Pembina melalui koperasi

b. Berkoordinasi dengan Kepala UPT PKPP dan PPI dan Kepala Tempat Pelelangan Ikan;

4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Pelelangan dibantu oleh:

a. Petugas Pembina Mutu Ikan b. Petugas dermaga

Pengadaan Sarana(Kapal Ikan, Alat Tangkap),

Pemasok Domestik Pabrik es, cold

strorage, pengemasan hasil tangkapan

- Supermarket - Hotel - Restoran - Catering - Industri

pengolahan Retail

Domestik

- Pasar Tradisional - Outlet - Pedagang

keliling KUD Mina

Produksi (Penangkapan Ikan)


(31)

c. Petugas tramtib

d. Pengawas bongkar ikan e. Juru timbang

f. Juru lelang g. Juru buku h. Kasir pelelangan

5) Kepala pelelangan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada pengurus koperasi primer perikanan;

6) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Tempat Pelelangan Ikan;

7) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Seksi Kepelabuhanan;

8) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Seksi Pemukiman, Ketenteraman dan Ketertiban; dan

9) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, e, f, g, dan h adalah anggota koperasi yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Pelelangan.

2.2.3 Tempat pelelangan ikan

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah salah satu fasilitas fungsional dari pelabuhan perikanan yang bertujuan untuk pemasaran hasil tangkapan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan. Pada Tempat Pelelangan Ikan terjadi proses pelelangan ikan hasil tangkapan nelayan yang diharapkan terbentuk harga yang optimal bagi nelayan. Menurut Abdullah dan Hariyanto (2004), tempat pelelangan ikan merupakan sarana penting dan menjadi salah satu kunci dalam pengembangan perikanan tangkap, dengan misi utamanya yaitu meningkatkan kesejahteraan nelayan, pusat data produksi dan sumber pendapatan asli daerah (PAD).

Salah satu unsur penting dalam pengelolaan pelelangan ikan adalah fungsi tempat pelelangan itu sendiri. Menurut Direktorat Jenderal Pengolahan dan


(32)

Pemasaran Hasil Tangkapan Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), fungsi TPI paling tidak mencakup tiga hal yaitu :

1) Sebagai lembaga pembentuk penyedia harga, TPI berperan dalam menyediakan mekanisme lelang yang trasparan, adil, dan efisien baik dalam konteks pembeli (buyers) maupun penjual (sellers). Selain itu, dengan memonitor tingkat harga lelang yang terbentuk dari pelelangan, TPI dapat menggunakan data harga sebagai perangkat pengelolaan perikanan khususnya yang terkait dengan dinamika sumberdaya ikan yang dilelang;

2) Sebagai penyedia ikan berkualitas, ada tiga mandat yang harus dilakukan oleh TPI yaitu :

a. Menjamin pasokan ikan berkualitas bagi konsumen b. Menjamin kualitas ikan yang diperdagangkan (dilelang)

c. Menyediakan infrastuktur distribusi yang mampu menjamin kualitas ikan hingga konsumen akhir

3) Sebagai perangkat pengelolaan perikanan, mandat TPI diperlebar hingga pada pemberi input kebijakan pengelolaan perikanan daerah. Dalam hal ini, TPI tidak hanya menjadi input admistratif-ekonomis sebagai kontributor retribusi bagi pelaksana pelelangan saja tetapi juga menjadi unit manajemen perikanan dengan menggunakan dinamika data harga, ukuran ikan, volume lelang dan lain-lain sebagai barometer bagi pengelolaan sumberdaya perikanan.

Sebagai pengelola, para pengelola dan pelaksana pelelangan ikan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan yaitu :

1) Pimpinan Pelelangan

Pimpinan pelelangan dalam menjalankan tugas sehari-harinya sesuai dengan uraian tugas sebagai berikut:

a) Memimpin dan mengkoordinir kegiatan pelelangan ikan sehari-hari; b) Menyusun, mengajukan rencana pembiayaan rutin penyelenggaraan

pelelangan ikan sehari-hari untuk tiap jangka waktu tertentu kepada ketua organisasi penyelenggara pelelangan ikan; dan

c) Membuat laporan pertanggunggjawaban kegiatan pelelangan ikan tiap-tiap akhir bulan yang bersangkutan kepada ketua organisasi penyelenggara pelelangan ikan dan secara berkala kepada Pemda


(33)

Kabupaten melalui Dinas Perikanan Kabupaten dan kepada unit kerja dimana TPI berada.

2) Juru Tulis/Administrasi Pelelangan Ikan

Tugas dan tanggung jawab juru tulis/administrasi pelelangan ikan adalah sebagai berikut:

a) Mengatur pendaftaran dan nomor urut pelelangan, hari waktu lelang bagi kapal/perahu yang akan melelangkan ikannya di TPI;

b) Mengatur penggunaan peralatan / perlengkapan TPI;

c) Mengatur pekerjaan, pemilik ikan/nelayan dan pedagang yang dibesarkan ikut serta masuk ke dalam ruang pelelangan dengan menggunakan kartu tanda pengenal guna menjamin kelancaran dan keamanan ikan yang dilelang;

d) Membuat catatan dan laporan kegiatan pelelangan yaitu meliputi data jumlah kapal / perahu yang melelangkan ikannya, produksi ikan (jenis/ volume), omzet lelang (harga satuan, total harga) dan potongan retribusi serta menjamin kemurnian data/catatan tersebut;

e) Melaksanakan kegiatan tata usah pelelangan seperti surat menyurat, pelaporan kegiatan secara menyeluruh di TPI dan lain-lain;

f) Membantu juru lelang dalam pencatatan data pemilik ikan, pembeli, jumlah dan jenis ikan, dan harga transaksi lelang serta mengisi karcis lelang; dan

g) Juru tulis/administrasi pelelangan, dalam menjalankan tugas sehari-hari bertanggung jawab kepada pimpinan pelelangan.

3) Juru Lelang

Juru lelang memiliki tugas :

a) Menata ikan yang masuk ke ruang peragaan/pelelangan; b) Melaksanakan lelang ikan kepada pedagang secara terbuka; c) Mengumumkan pemenang lelang;

d) Mencatat dalam buku catatan khusus : pemilik lelang, pedagang yang menang lelang, jumlah dan jenis ikan serta besarnya nilai lelang;

e) Mengisi karcis lelang, masing-masing untuk pemilik ikan, pemenang lelang dan arsip juru lelang;


(34)

f) Memerintahkan kepada pemenang lelang untuk membayar harga ikan yang besarnya sesuai dengan yang tertera dalam karcis lelang ditambah pungutan retribusi kepada kasir TPI; dan

g) Juru lelang dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari bertanggung jawab kepada pemimpin pelelangan.

4) Juru Timbang

a) Melaksanakan penimbangan ikan yang masuk pelelangan;

b) Memberikan label/nota pada tiap keranjang atau konteiner yang menunjukkan jenis, berat, dan nama pemilik ikan atau keterangan lainnya;

c) Memberi catatan/pembukuan hasil timbangan yang meliputi data jenis ikan, berat ikan dan nama pemilik; dan

d) Juru timbang dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari bertanggung jawab kepada pemimpin pelelangan.

5) Kasir/Bendaharawan khusus TPI

a) Menagih/menerima uang lelang secara tunai kepada atau dari pedagang dan pembeli yang memenangkan lelang yang jumlahnya sesuai dengan yang tertera dalam karcis lelang ditambah pungutan retribusi yang besarnya sesuai dengan peraturan yang berlaku;

b) Mengisi nota tanda terima dari pedagang/pembeli yang memenangkan lelang;

c) Melaksanakan pembayaran uang kepada pemilik/nelayan dengan segera yang jumlahnya sesuai dengan data yang tertera dalam karcis lelang dikurangi dengan pungutan retribusi yang jumlahnya disesuaikan dengan peraturan yang berlaku;

d) Membuat nota tanda bukti pembayaran;

e) Melaksanakan pencatatan dan pembukuan jumlah penerimaan dan pembayaran serta potongan retribusi harian sesuai petunjuk peratutan pengelolaan keuangan;

f) Menyetor hasil tagihan piutang organisasi/unit kerja dimana TPI berada; g) Membuat daftar perhitungan pembayaran retribusi sesuai


(35)

pelelangan kepada Pemda Kabupaten melalui Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten;

h) Membuat laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran uang pelelangan ikan di TPI setiap akhir bulan kepada Pemimpin Pelelangan; dan

i) Kasir / bendaharawan khususnya TPI dalam menjalankan tugas sehari-hari, secara structural bertanggung jawab kepada pemimpin pelelangan dan secara khusus kepada Pemerintah daerah kabupaten melalui Kepala Dinas Perikanan Kabupaten

Secara teoritis, manfaat diselenggarakannya pelelangan ikan adalah mendapatkan harga kesesuaian antara penjual yang dalam hal ini adalah nelayan serta pembeli dalam pemasaran hasil tangkapan yang nantinya dapat menciptakan perkembangan kondisi ekonomi kearah yang lebih baik bagi masyarakat sekitar pelelangan ikan. Menurut Bustami (2006), manfaat pelelangan/sasaran penyelenggaraan pelelangan perikanan adalah:

1) Meningkatkan pendapatan nelayan; 2) Meningkatkan eksistensi pelelangan ikan; 3) Meningkatkan Kelayakan TPI;

4) Meningkatkan fungsi TPI; dan

5) Meningkatkan aplikasi aturan pelelangan ikan.

2.2.4 Kemampuan pelelangan

Kemampuan pelelangan adalah bekerjanya seluruh aspek yang terkait dalam pelelangan mulai dari aktivitas pelelangan, fasilitas, pelayanan pengelola, dan sumberdaya manusia secara optimal dalam menciptakan iklim pelelangan yang kondusif, menguntungkan dan bermanfaat. Secara khusus di PPI Muara Angke seluruh aspek tersebut akan dikaji lebih mendalam dalam menentukan kemampuan pelelangan di PPI Muara Angke sudah optimal atau tidak.

Menurut Pane (2009), kemampuan pelelangan perlu diteliti bila tiga alternatif alasan berikut :


(36)

2) Pelelangan telah ada tetapi belum terselenggara dengan baik (ditinjau dari berbagai aspek); dan

3) Pelelangan telah berlangsung dengan benar dan ingin diketahui bagaimana pengelolaan pelelangan yang benar.

Selanjutnya Pane menyatakan bahwa aspek-aspek yang perlu diteliti/dikaji terkait dengan kemampuan pelelangan hasil tangkapan bagi penyelenggara/pengelola lelang:

1) Aspek persyaratan pelelangan, yaitu kemampuan pemenuhan persyaratan lelang yang seharusnya

a. Syarat ketersediaan hasil tangkapan yang cukup dan memiliki syarat mutu untuk dilelang;

b. Syarat adanya peserta lelang: penjual (nelayan), pedagang/pembeli dan pengolah pembeli;

c. Syarat adanya fasilitas lelang seperti gedung dan sarananya; d. Syarat adanya pengelola pelelangan;

e. Syarat adanya pengontrol mutu hasil tangkapan, sanitasi, dan higienitas fasilitas pelelangan; dan

f. Syarat adanya kebijakan-kebijakan/aturan-aturan yang mengatur lelang dari otoritas terkait (berhubungan dengan butir a s/d e) dan penyelenggaraannya.

2) Aspek kemampuan pelaksanaan pelelangan yang benar (kemampuan SDM) a. Kemampuan pelaksanaan lelang dari sisi waktu;

b. Kemampuan penyediaan sarana pelelangan untuk penyelenggaraan dan pelaku lelang;

c. Kemampuan penyediaan sistem lelang (terbuka/tertutup) dan pengawasannya;

d. Kemampuan terselenggaranya penjaminan mutu hasil tangkapan yang dilelang (kontrol mutu dan kontrol sanitasi);

e. Kemampuan pengembangan sarana dan peserta lelang; dan

f. Kemampuan membuat kebijakan/aturan untuk penyelenggaraan pelelangan yang baik dan belum diatur otoritas terkait atau kemampuan membuat turunan kebijakan/aturan yang sudah ada atau penjabarannya.


(37)

2.3 Pangkalan pendaratan ikan Muara Angke

2.3.1 Pengertian pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan

Sesuai dengan Keputusan Menteri Perikanan Nomor : KEP. 10/MEN/2004 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang kegiatan perikanan (Suyanto 2006)

Menurut Lubis (2007), pelabuhan perikanan adalah merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional maupun internasional. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994) vide Lubis (2007), bahwa aspek-aspek tersebut secara terperinci adalah :

1) Produksi: bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapannya;

2) Pengolahan : bahwa pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya; dan

3) Pemasaran : bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal pemasaran hasil tangkapannya.

Di Indonesia, Direktorat Jenderal Perikanan mengelompokkan pelabuhan perikanan menjadi empat tipe menurut kriteria-kriteria seperti tertera pada Tabel 2. Pelabuhan perikanan tipe D dikatakan pula dengan istilah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). PPI ini dilihat dari segi konstruksi bangunannya sebagian besar termasuk dalam pelabuhan alam dan atau semi alam, artinya tipe pelabuhan ini umumnya terdapat di muara atau di tepi sungai, di daerah yang menjorok ke dalam atau terletak di suatu teluk bukan bentukan manusia atau sebagian bentukan manusia. Pada umumnya, PPI ini ditujukan untuk tempat berlabuh atau bertambatnya perahu-perahu penangkapan ikan tradisional yang berukuran lebih kecil dari 5 GT atau untuk perahu-perahu layar tanpa motor. Hasil tangkapan yang


(38)

didaratkan kurang atau sama dengan 20 ton per hari dan ditujukan terutama untuk pemasaran lokal (Lubis 2007). Kriteria-kriteria pada Tabel 2 menunjukkan bahwa PPI Muara Angke termasuk ke dalam kelompok pangkalan pendaratan ikan atau pelabuhan perikanan tipe D.

Tabel 2 Tipe dan Kriteria Pelabuhan Perikanan di Indonesia

Pelabuhan (Tipe) Faktor Kriteria

1. Pelabuhan Perikanan Samudera (A)

a. Tersedianya lahan seluas 50 ha;

b. Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan di atas 100-200 GT dan kapal pengangkut ikan 500-1000 GT;

c. Melayani kapal-kapal perikanan 100 unit/ hari; d. Jumlah ikan yang didaratkan lebih dari 200 ton /

hari;

e. Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan 2. Pelabuhan Perikanan Nusantara

(B)

a. Tersedianya lahan seluas 30-40 ha;

b. Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan di atas 50-100 GT;

c. Melayani kapal-kapal perikanan 50 unit/ hari; d. Jumlah ikan yang didaratkan 100 ton / hari; e. Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana

pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan 3. Pelabuhan Perikanan Pantai (C) a. Tersedianya lahan seluas 10-30 ha;

b. Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan di ‹ 50 GT;

c. Melayani kapal-kapal perikanan 25 unit/ hari; d. Jumlah ikan yang didaratkan 50 ton / hari; e. Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana

pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan 4. Pangkalan Pendaratan Ikan (D) a. Tersedianya lahan seluas 10 ha;

b. Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan ‹ 30 GT ;

c. Melayani kapal-kapal perikanan 15 unit/ hari; d. Jumlah ikan yang didaratkan ≥ 10 ton / hari; e. Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana

pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan f. Dekat dengan pemukiman nelayan.

Sumber: UPT PPI Muara Angke 2006

Menurut Lubis (2007) bahwa terdapat dua jenis pengelompokkan fungsi pelabuhan perikanan yaitu ditinjau dari pendekatan kepentingan dan segi aktivitasnya, namun kedua jenis kelompok tersebut pada dasarnya mempunyai


(39)

maksud dan tujuan yang sama. Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan adalah sebagai berikut:

1) Fungsi maritim

Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman, yaitu merupakan suatu tempat kontak bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya. Dengan adanya fungsi ini maka yang dicirikan kemaritiman dari suatu pelabuhan melalui penyediaan kolam pelabuhan yang besar dan cukup dalam agar kapal besar dapar bergerak leluasa, dermaga yang cukup panjang, dan adanya rambu-rambu navigasi.

2) Fungsi pemasaran

Fungsi pemasaran timbul karena pelabuhan perikanan merupakan suatu tempat awal untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan;

3) Fungsi jasa

Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi:

a. Jasa pelayanan pendaratan ikan. Antara lain penyediaan alat pengungkat ikan, keranjang/basket dan buruh untuk membongkar ikan;

b. Jasa pelayanan perbekalan melaut. Antara lain menyediakan bahan bakar, air bersih dan es;

c. Jasa penanganan mutu ikan. Antara lain terdapatnya fasilitas cold storage,

cool room, pabrik es dan penyediaan air bersih;

d. Jasa pelayanan keamanan pelabuhan. Antara lain adanya jasa pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan; dan

e. Jasa pemeliharaan kapal. Antara lain adanya fasilitas docking, slipways dan bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin, dan peralatannya agar tetap dalam kondisi baik dan siap kembali melaut. Slipway, untuk memelihara atau memperbaiki khususnya bagian lunas kapal.

Selain fungsi pelabuhan berdasarkan kepentingannya, terdapat juga fungsi pelabuhan perikanan ditinjau dari segi aktivitasnya yaitu sebagai pusat kegiatan ekonomi perikanan baik ditinjau dari aspek pendaratan dan pembongkaran ikan,


(40)

pengolahan, pemasaran dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Fungsi-fungsi tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Lubis 2007):

1) Fungsi pendaratan dan pembongkaran

Pelabuhan perikanan lebih ditekankan sebagai pemusatan sarana dan kegiatan pendaratan dan pembonkaran hasil tangkapan di laut. Pelabuhan perikanan sebagai tempat pemusatan armada penangkap ikan untuk mendaratkan hasil tangkapan, tempat belabuh aman, menjamin kelancaran pembongkaran ikan, dan penyediaan bahan perbekalan;

2) Fungsi pengolahan

Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk membina peningkatan mutu serta pengendalian mutu ikan dalam menghindari kerugian dari pasca tangkap. Fungsi pengolahan ikan ini merupakan salah satu fungsi yang penting terutama pada saat musim ikan dan yaitu untuk menampung produksi perikanan yang tidak habis terjual dalam bentuk segar;

3) Fungsi pemasaran

Pelabuhan perikanan juga berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntugkan baik bagi nelayan maupun bagi pedagang. Dengan demikian maka sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Pelelangan ikan adalah kegiatan awal dari pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk mendapatkan harga yang layak khususnya bagi nelayan; dan

4) Fungsi pembinaan terhadap masyarakat nelayan.

Fungsi ini menunjukkan bahwa pelabuhan perikanan dapat dijadikan sebagai lapangan kerja bagi penduduk sekitar dan sebagai tempat pembinaan masyarakat perikanan seperti nelayan, pedagang, pengolah dan buruh angkut agar mampu menjalankan aktivitasnya dengan baik. Melalui pembinaan ini, para pelaku diharapkan dapat menguasai kegiatannya lebih baik lagi sehingga masing-masing pengguna memperoleh manfaat dan keuntungan yang optimal.

Dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas-fasilitas yang terdapat di pelabuhan perikanan atau di pangkalan pendaratan ikan umumnya terdiri dari:


(41)

1) Fasilitas Pokok.

Fasilitas pokok atau juga insfrastruktur adalah fasilitas dasar atau pokok yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas pokok antara lain:

a. Dermaga Dermaga merupakan suatu bangunan kelautan yang berfungsi sebagai tempat labuh dan bertambatnya kapal, bogkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbengkelan untuk keperluan penangkapan ikan di laut;

b. Kolam pelabuhan

Kolam pelabuhan merupakan daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga. Kolam pelabuhan menurut fungsinya terbagi dua yaitu: alur pelayaran, kolam putar;

c. Alat bantu navigasi; dan d. Breakwater

Pemecah gelombang adalah suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi untuk melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut;

2) Fasilitas Fungsional

Fasilitas fungsional dikatakan juga suprastruktural adalah fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas ini diantaranya tidak harus ada di suatu pelabuhan namun fasilitas ini disediakan sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan perikanan tersebut. Fasilitas-fasilitas fungsional ini dikelompokkan antara lain untuk:

a. Penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya, yaitu: (1) Tempat pelelangan ikan

Tempat pelelangan ikan mempunyai fungsi untuk melelang ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual dengan pembeli. Ruangan yang ada pada gedung pelelangan adalah:


(42)

Ruang sortir yaitu tempat membersihkan, menyortir dan memasukkan ikan ke dalam peti atau keranjang;

Ruang pelelangan yaitu tempat menimbang, memperagakan dan melelang ikan; dan

Ruang administrasi pelelangan terdiri dari loket-loket, gudang peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet, dan ruang cuci umum;

(2) Fasilitas pemeliharaan dan pengolahan hasil tangkapan ikan, seperti gedung pengolahan, tempat penjemuran ikan;

(3) Pabrik es; (4) Gudang es;

(5) Refrigerasi/fasilitas pendingin, seperti cool room, cold storage; dan (6) Gedung-gedung pemasaran.

Tempat grosir memasarkan ikannya. Gedung ini biasanya dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas seperti alat sortir, timbangan, dan pengepakan. b. Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkapan ikan, yaitu:

(1) Lapangan perbaikan alat penangkap ikan; (2) Ruang mesin;

(3) Tempat penjemuran alat penangkap ikan;

(4) Bengkel: fasilitas untuk memperbaiki bagian lunas kapal; (5) Gudang jaring: tempat untuk menyimpang jarring; dan

(6) Vessel lift: fasilitas untuk mengangkat kapal dari kolam pelabuhan ke lapangan perbaikan kapal.

c. Fasilitas perbekalan: tangki, instalansi air minum, tangki bahan bakar; d. Fasilitas komunikasi: stasiun jaringan telepon, radio SSB;

3) Fasilitas Penunjang

Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan kenyamanaan melakukan aktivitas di pelabuhan. Berikut ini adalah beberapa fasilitas penunjang yang biasanya ada di pelabuhan perikanan:


(43)

b. Fasilitas administrasi: kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syahbandar, kantor beacukai.

2.3.2 Pangkalan pendaratan ikan Muara Angke

Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke terletak di kawasan perikanan Muara Angke. Kawasan Muara Angke yang semula dikenal sebagai Delta Muara Angke terletak di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara tepatnya pada posisi 106º15’ BT dan 59º LS.

Secara geografis, wilayah Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara merupakan salah satu wilayah daratan di Jakarta Utara yang berbatasan langsung dengan laut. Perairan laut Muara Angke dapat dikatakan relatif dangkal dan datar. Pada jarak 300 m dari muara Kali Angke kedalaman perariran mencapai 1 meter dan pada jarak 450 meter dari muara kedalaman mencapai 1,5 meter, semakin ke Timur kedalaman perairan semakin dalam (Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Jakarta Utara 2008).

Kawasan Muara Angke terletak di daerah yang cukup strategis, berada diantara pengembangan daerah bisnis di pemukiman mewah Kota Jakarta Utara kawasan barat, serta adanya akses menuju jalan bebas hambatan dalam / luar kota dan jalan bebas hambatan menuju Bandara Soekarno Hatta, menyebabkan Muara Angke berada di tengah-tengah “urat nadi” kehidupan megapolitan Jakarta. selain itu aksesibilitas ke tempat ini sangat baik, kondisi jalan beraspal, dengan sarana transportasi yang menuju tempat ini adalah bus dan angkutan kota.

Sejak tahun 1976 kawasan Muara Angke secara keseluruhan dipersiapkan untuk menampung kegiatan perikanan yang tersebar di beberapa lokasi dan dalam kawasan Muara Angke sampai dengan saat ini telah dimanfaatkan untuk:

1) Perumahan nelayan;

2) Pengolahan hasil perikanan tradisional (PHPT); 3) Tambak uji coba; dan

4) Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan beserta fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang lainnya. (UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008).


(44)

Berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 598 tentang Penetapan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke Jakarta Utara sebagai Pangkalan Pendaratan Ikan Daerah dan Pusat Pembinaan Kegiatan Perikanan DKI Jakarta, Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke seluruhnya seluas 649.784 m² (UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008).

Perkembangan dan laju bisnis yang berlangsung di PPI Muara Angke berpotensi menjadikan Muara Angke sebagai sentra bisnis perikanan terbesar di Propinsi DKI Jakarta. PPI Muara Angke adalah tujuan distribusi produksi perikanan di wilayah DKI Jakarta dan memiliki jalur distribusi yang kuat ke berbagai negara tujuan ekspor seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura. Pengembangan kawasan terpadu perlu terus digalakkan guna menciptakan ruang dan peluang bagi bisnis perikanan di PPI Muara Angke.


(45)

3.1 Waktu dan tempat

Waktu penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Maret 2010. Lokasi penelitian di pangkalan pendaratan ikan Muara Angke, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta.

3.2 Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil kuisioner yang didapat dari wawancara terhadap nelayan, pedagang dan pembeli, dan pengelola TPI dan PPI Muara Angke, sedangkan alat yang digunakan adalah kuisioner penelitian untuk nelayan, pedagang dan pembeli, dan pengelola TPI dan PPI Muara Angke.

3.3 Metode penelitian

Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan metode kasus. Aspek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: Aspek kemampuan pelelangan pengelola TPI dalam menyelenggarakan pelelangan yang mengacu kepada Pane (2009):

1)Kemampuan pengorganisiran waktu pelelangan;

2)Kemampuan penyediaan prasarana dan sarana pelelangan; 3)Kemampuan penyediaan sistem lelang dan pengawasannya;

4)Kemampuan terselenggaranya penjaminan mutu dan sanitasi sarana pelelangan;

5)Kemampuan pengembangan sarana dan prasarana pelelangan; dan

6)Kemampuan membuat kebijakan/aturan untuk penyelenggaraan pelelangan (Pane 2009).

Pada penelitian ini peneliti juga mengkaji aspek persepsi para pengguna TPI terhadap kegiatan pelelangan di TPI Muara Angke.

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan, wawancara, pengumpulan data sekunder, dan penilaian organoleptik ikan hasil tangkapan yang didaratkan.


(46)

a. Penyelenggaraan aktivitas pelelangan.

(1) Pelaksanaan lelang dari segi waktu (kontinuitas penyelenggaraan lelang). Apakah pelelangan berjalan setiap hari;

(2) Proses/mekanisme pelelangan di PPI Muara Angke sudah sesuai dengan peraturan yang ada atau tidak; dan

(3) Intensitas pelelangan setiap harinya (waktu). b. Ketersediaan fasilitas pelelangan.

(1) Fasilitas pelelangan apa saja yang tersedia di TPI; dan

(2) Kondisi fasilitas pelelangan dalam keadaan baik untuk dioperasikan atau tidak.

c. Pelayanan yang diberikan pengelola TPI.

Pada aspek ini akan diamati mengenai pengelola TPI telah memberi pelayanan yang baik atau tidak kepada para seluruh pelaku lelang.

d. Kondisi sumber daya manusia (SDM) pengelola TPI di PPI Muara Angke.

Pada aspek ini akan diamati mengenai sumberdaya manusia pengelola TPI apakah telah bekerja sesuai tugas dan kewenangannya atau tidak. 2) Wawancara

a. Wawancara terhadap pengelola TPI, meliputi tentang : (1) Kemampuan pengorganisiran waktu pelelangan;

Kegiatan pelelangan dilakukan secara periodik sesuai waktu yang direncanakan;

(2) Kemampuan penyediaan prasarana dan sarana pelelangan; Fasilitas apa saja yang telah disediakan oleh pengelola TPI. Ada atau tersedianya sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan dan pelaku lelang.

(3) Kemampuan penyediaan sistem lelang dan pengawasannya; Sistem lelang tersedia (terbuka/tertutup).

Adanya pengawasan pelaksanaan lelang agar berlangsung terbuka dan jujur.

(4) Kemampuan terselenggaranya penjaminan mutu dan sanitasi sarana pelelangan yaitu ada/tidaknya kontrol mutu dari pihak pengelola


(47)

(5) Kemampuan pengembangan sarana dan prasarana pelelangan yaitu, ada/tidaknya pengembangan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan dan pelaku lelang; dan

(6) Kemampuan untuk membuat kebijakan/aturan untuk penyelenggaraan pelelangan yaitu ada/tidaknya kebijakan/aturan tertulis yang dikeluarkan pengelola TPI.

b. Wawancara terhadap agen, masyarakat, pedagang-pembeli, dan pengolah ikan, mengenai: persepsi agen nelayan pemilik, pedagang-pembeli dan pengolah terhadap pelelangan ikan di PPI Muara Angke.

Wawancara menggunakan kuesioner (daftar isian pertanyaan) kepada responden. Metode pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive

terhadap semua aspek yang terkait.

Jumlah responden yang diwawancarai ditentukan menurut jenis responden dan kondisi di lokasi penelitian. Jumlah responden yang diwawancarai diambil secara acak sebanyak 23 responden. Pihak yang diwawancarai adalah agen sebanyak 7 responden, pedagang-pembeli sebanyak 7 responden, pengolah ikan sebanyak 7 responden, pihak pengelola pelabuhan perikanan sebanyak 1 orang dan pengelola TPI sebanyak 1 orang.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data utama dan data tambahan.

Data utama meliputi: 1) Data Primer

a. Kondisi aktifitas dan proses pendaratan serta pemasaran/pelelangan hasil tangkapan di PPI Muara Angke;

b. Kondisi dan jenis fasilitas pelelangan yang tersedia di gedung TPI PPI Muara Angke;

c. Volume hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke;

d. Cara pendaratan dan penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke; e. Penjaminan mutu hasil tangkapan yang dilelang (kontrol mutu dan kontrol

sanitasi);


(48)

g. Intensitas pelelangan yang terjadi di PPI Muara Angke berdasarkan waktu; dan

h. Persepsi nelayan, masyarakat, pedagang-pembeli, dan pengolah terhadap pelelangan ikan di PPI Muara Angke.

2) Data Sekunder

a. Data produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke perhari/bulan/tahun;

b. Jenis dan jumlah fasilitas terkait pendaratan dan pemasaran/pelelangan hasil tangkapan di TPI Muara Angke dan PPI Muara Angke;

c. Peraturan daerah dan pemerintah tentang pelaksanaan pelelangan di PPI Muara Angke; dan

d. Data statistik kapal dan nelayan yang mendaratkan hasil tangkapan di PPI Muara Angke;

Data tambahan meliputi: 1) Data Primer

a. Gambar dan foto-foto proses pendaratan dan pelelangan di PPI Muara Angke; dan

b. Daerah tujuan distribusi hasil tangkapan di PPI Muara Angke. 2) Data Sekunder

a. Kondisi umum Muara Angke;

b. Kondisi umum perikanan tangkap di Muara Angke; c. Kondisi umum dan fasilitas PPI Muara Angke; dan d. Peta daerah penelitian.

3.4 Metode analisis data

Kemampuan pelelangan pengelola TPI di PPI Muara Angke dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif (digunakan perhitungan rata-rata, simpangan, dan analisis grafik). Melalui analisis ini digunakan untuk mendapatkan kemampuan pelelangan pengelola TPI di PPI Muara Angke.

Persepsi pengguna pelabuhan perikanan terhadap pelelangan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan diagram pie untuk setiap jenis


(49)

persepsi. Persepsi ini akan didapat dari pengguna pelabuhan yakni nelayan, pedagang-pembeli, dan pengolah ikan.

Metode analisis digunakan untuk menganalisis data sebagai berikut: 1) Deskriptif kualitatif

a. Kondisi aktifitas dan proses pendaratan serta pemasaran/pelelangan hasil tangkapan di PPI Muara Angke;

b. Kondisi dan jenis fasilitas pelelangan yang tersedia di gedung TPI PPI Muara Angke;

c. Cara pendaratan dan penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke; d. Penjaminan mutu hasil tangkapan yang dilelang (kontrol mutu dan kontrol

sanitasi);

e. Penjaminan higienitas fasilitas dan sarana pelelangan;

f. Intensitas pelelangan yang terjadi di PPI Muara Angke berdasarkan waktu; dan

g. Persepsi nelayan, masyarakat, pedagang-pembeli, dan pengolah terhadap pelelangan ikan di PPI Muara Angke.

2) Deskriptif kuantitatif

a. Kondisi dan jenis fasilitas pelelangan yang tersedia di gedung TPI PPI Muara Angke;

b. Volume hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke; dan

c. Data produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke perhari/bulan/tahun;


(50)

Berikut adalah variabel penilaian kemampuan pelelangan oleh pengelola TPI:

Tabel 3 Variabel penilaian kemampuan pelelangan pengelola TPI Parameter Permasalahan

Terkait pelelangan ikan

Internal TPI PPI Muara Angke

Variabel Indikator (ada/tidak ada) 1. Kemampuan

mengorganisir waktu pelelangan

Kemampuan pelaksanaan lelang dari sisi waktu

Kegiatan pelelangan dilakukan secara periodik sesuai waktu yang direncanakan 2. Kemampuan

penyediaan

prasarana dan sarana pelelangan

Kemampuan pengupayaan penyediaan sarana pelelangan untuk penyelanggaraan dan pelaku pelelangan

Kemampuan pengupayaan penyediaan prasarana pelelangan untuk

penyelenggara dan pelaku lelang

Ada/tersedia sarana dan prasarana untuk

penyelenggaraandan pelaku lelang

3. Kemampuan penyediaan sistem lelang dan pengawasannya Kemampuan penyediaan sistem lelang (terbuka/tertutup) Kemampuan pengawasan pelaksanaan pelelangan

Ada sistem lelang

Ada pengawasan pelaksanaan lelang agar berlangsung terbuka dan jujur.

4. Kemampuan terselanggaranya penjaminan mutu

Kemampuan terselenggaranya penjaminan mutu ikan

Ada kontrol mutu

5. Kemampuan pengembangan sarana dan prasarana lelang

Kemampuan pengupayaan mengembangkan sarana dan prasarana untuk pelaku pelelangan.

Kemampuan pengupayaan mengembangkan sarana dan prasarana untuk

penyelengaraan pelelangan

Ada/terjadi

pengembangan sarana dan prasarana untuk

penyelenggaraandan pelaku lelang

6. Kemampuan membuat kebijakan/aturan untuk penyelenggaraan pelelangan Kemampuan membuat kebijakan/aturan turunan di TPI untuk penyelenggaraan pelelangan yang baik.

Ada kebijakan/aturan tertulis yang dikeluarkan pengelola TPI


(51)

3) Kerangka Operasional Penelitian

Kemampuan Pelelangan Hasil Tangkapan Oleh Pengelola Tempat Pelelangan Ikan di PPI Muara

Angke, Jakarta

Metode Kasus

Aspek yang diteliti:

1) Kemampuan pengorganisiran waktu pelelangan

2) Kemampuan penyediaan prasarana dan sarana pelelangan 3) Kemampuan penyediaan sistem lelang dan pengawasannya

4) Kemampuan terselenggaranya penjaminan mutu dan sanitasi sarana pelelangan 5) Kemampuan pengembangan sarana dan prasarana pelelangan

6) Kemampuan membuat kebijakan/aturan untuk penyelenggaraan pelelangan 7) Persepsi agen (perwakilan nelayan pemilik) terhadap kegiatan pelelangan ikan di

PPI Muara Angke.

8) Persepsi pedagang-pembeli terhadap kegiatan pelelangan ikan di PPI Muara Angke.

9) Persepsi pengolah ikan terhadap kegiatanpelelangan ikan di PPI Muara Angke.

Pengamatan Wawancara

1) Kondisi TPI: Kondisi pelelangan aktual, kondisi fasilitas pelelangan, pelayanan pengelola TPI

2) Organoleptik terhadap ikan hasil tangkapan yang didaratkan di dermaga, dan ikan hasil tangkapan yang ada di TPI.

Pelaku dalam pelelangan ikan (nelayan, pedagang/pengolah HT, pengelola TP, serta pihak PPI MA) untuk mengetahui: Pemahaman mengenai pelelangan serta kualitas SDM pada masing-masing pihak.

Analisis data

Deskriptif kualitatif dan kuantitatif (perhitungan rata-rata, simpangan, dan analisis grafik)

1) Mengetahui kemampuan pelelangan hasil tangkapan di PPI Muara Angke. 2) Mengetahui persepsi para pengguna di TPI PPI Muara Angke (nelayan,

pedagang-pembeli, pengolah) terhadap kegiatan pelelangan di PPI Muara Angke.

Gambar 2 Kerangka operasional penelitian di PPI Muara Angke tahun 2010


(1)

113

Tabel 25 Matriks perhitungan persepsi pengguna TPI terhadap kegiatan pelelangan di PPI Muara Angke tahun 2010

Keterangan:

M

= Menguntungkan

KM = Kurang menguntungkan

M1

= Mencukupi

KM1 = Kurang mencukupi

KK

= Kurang Kontrol

CB

= Cukup baik

CM

= Cukup udah

Responden Persepsi Keberadaan pelelangan Keuntungan pelaksanaan pelelangan Proses pelaksanaan pelelangan Kecukupan

fasilitas Waktu lelang

Kontrol mutu

hasil tangkapan Kontrol sanitasi

Kemudahan mendapatkan ikan Agen (perwakilan nelayan pemilik) Mengetahui (100% ) M (57% ) KM (43%) Baik (100%) M1 (57%) KM1 (43%) Baik (71%) CB (29%) Tidak ada (100%) KK (71%) Tidak tahu (29%) Pedagang-pembeli Mengetahui

(100%) M (71%) KM (29%) Baik (86%) CB (14%) M1 (57%) KM1 (43%) Baik (71%) CB (29%) Tidak ada (43%) KK (57%) KK (57%) Tidak tahu (43%) Mudah (100%) Pengolah ikan Mengetahui

(100%) M (71%) KM (29%) Baik (86%) CB (16%) M1 (71%) KM1 (29%) Baik (71%) CB (29%) Tidak ada (71%) KK (29%) Tidak tahu (100%) Mudah (71%) CM (29%) Kesimpulan Mengetahui

(100%) M (66%) KM (34%) Baik (90%) CB (10%) M1 (62%) KM1 (38%) Baik (71%) CB (29%) Tidak ada (76%) KK (24%) KK (43%) Tidak Tahu (57%) Mudah (86%) CM (14%)

113


(2)

121

Lampiran 1 Layout Lokasi Penelitian

U

Keterangan: 1.Empang 2.Tambak 3.Pasar Grosir 4.PUJASERI 5.Area Parkir 6.UPT PPI Muara

Angke 7.SPBU 8.Pabrik Es 9.TPI 10.Dermaga

muat/Dermaga Bongkar 11.UPT BTPI Baru 12.Pemukiman Nelayan


(3)

Gambar 10 Skema Proses Pelelangan Ikan di PPI Muara Angke

61

Kapal datang/masuk

pelabuhan

Proses Bongkar

Proses penimbangan

Ikan ditimbang dan nelayan

mendapatkan nomor urut lelang

Ikan dilelang oleh Juru

Lelang, Jumlah peserta lelang

70 orang

Pembeli-pedagang, pengolah dan

pengunjung

Daftar sebagai peserta lelang dan

menyerahkan uang deposit kepada

kasir lelang

Pencatatan Produksi

Ikan untuk ekspor

(Rekomendasi tidak lelang

untuk menjaga mutu,

dikenakan retribusi 5%

Pemenang lelang/ Bakul

Membayar uang lelang

ditambah retribusi sebesar

2%

Luar Daerah Jabotabek

Pasar Muara Angke (Grosir,

Pengecer dan Unit Pengolah

Nelayan

Menerima uang hasil lelang

dikurangi dengan retribusi lelang

sebesar 3%

(Sumber: UPT PKPP dan PPI Muara Angke, 2008)


(4)

121

Lampiran 2 Tabulasi persepsi responden agen (perwakilan nelayan pemilik) di PPI Muara Angke tahun 2010

Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7

1.Mengetahui proses

pelelangan/tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

2.Pelelangan

menguntungkan/tidak menguntungkan

kurang menguntungkan

kurang

menguntungkan menguntungkan

kurang

menguntungkan menguntungkan Menguntungkan 3.Proses pelelangan

baik/buruk baik baik baik baik baik baik Baik

4.Fasilitas pelelangan

mecukupi/tidak mencukupi mencukupi

kurang mencukupi

kurang

mencukupi mencukupi mencukupi

kurang mencukupi 5.Pengorganisiran waktu

lelang baik baik baik baik baik cukup baik cukup baik

6.Kontrol mutu hasil

tangkapan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada

7.Sanitasi sarana

pelelangan kurang kurang kurang

tidak mengetahui

tidak

mengetahui kurang Kurang

8.Keterbatasan modal

pembeli di pelelangan terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas Terbatas

9.Apakah ada perbedaan harga ikan dilelang dengan tidak dilelang

ya, kadang-kadang

ya, kadang-kadang

ya, kadang-kadang

ya, kadang-kadang

ya, kadang-kadang

ya, kadang-kadang

ya, kadang-kadang


(5)

122

Lampiran 3 Tabulasi persepsi responden pedagang-pembeli di PPI Muara Angke tahun 2010

Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7

1.Mengetahui keberadaan

pelelangan/tidak ya ya ya Ya ya ya Ya

2.Pelelangan

menguntungkan/merugikan menguntungkan menguntungkan menguntungkan

cukup menguntungkan

cukup

menguntungkan menguntungkan

Menguntungka n

3.Proses pelelangan (baik/buruk) baik baik baik Baik cukup baik baik Baik

4.Pengorganisiran waktu lelang baik/tidak bermasalah

baik/tidak bermasalah

baik/tidak

bermasalah cukup baik

baik/tidak bermasalah

baik/tidak

bermasalah cukup baik 5.Fasilitas pelelangan

mecukupi/tidak mencukupi mencukupi mencukupi

kurang mencukupi

kurang mencukupi

kurang

mencukupi Mencukupi 6.Apakah proses mendapatkan

hasil tangkapan dari nelayan ke pedagang sudah seperti yang diharapkan

ya ya ya Ya ya ya Ya

7.Kontrol mutu hasil tangkapan kurang kontrol kurang kontrol tidak ada tidak ada kurang tidak ada Kurang 8.Sanitasi sarana pelelangan tidak

mengetahui

tidak mengetahui

tidak mengetahui

tidak mengetahui

tidak mengetahui

tidak mengetahui

tidak mengetahui


(6)

123

Lampiran 4 Tabulasi Persepsi Pengolah ikan di PPI Muara Angke tahun 2010

Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7

1.Mengetahui keberadaan

pelelangan/tidak Tidak tidak tidak

cukup mengetahui

cukup

mengetahui mengetahui Mengetahui 2.Pelelangan

menguntungkan/merugikan Menguntungkan menguntungkan menguntungkan

cukup menguntungkan

cukup

menguntungkan menguntungkan Menguntungkan 3.Proses pelelangan

(baik/buruk) Baik baik baik baik cukup baik baik Baik

4.Pengorganisiran waktu lelang

baik/tidak bermasalah

baik/tidak bermasalah

baik/tidak

bermasalah cukup baik

baik/tidak bermasalah

baik/tidak

bermasalah cukup baik 5.Fasilitas pelelangan

mecukupi/tidak

kurang mengetahui

kurang mengetahui

kurang mengetahui

kurang mengetahui

kurang

mengetahui cukup Cukup

6.Apakah proses mendapatkan hasil tangkapan dari nelayan ke pedagang sudah seperti yang diharapkan

Tidak tidak tidak tidak tidak ya Ya

7.Kontrol mutu hasil

tangkapan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada kurang Kurang

8.Sanitasi sarana pelelangan kurang mengetahui

kurang mengetahui

kurang mengetahui

kurang mengetahui

kurang mengetahui

kurang mengetahui

kurang mengetahui