BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKREDITAN DAN KREDIT UKM
A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Bank
Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan usaha yang paling utama, karena pendapatan terbesar dari usaha bank berasal dari pendapatan
kegiatan usaha kredit yaitu berupa bunga dan provisi.
52
Ruang lingkup dari kredit sebagai kegiatan perbankan, tidaklah semata-mata berupa kegiatan peminjaman
kepada nasabah melainkan sangat kompleks karena menyangkut keterkaitan unsur-unsur yang cukup banyak diantaranya meliputi: sumber-sumber dana kredit,
alokasi dana, organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan perkreditan, dokumentasi dan administrasi kredit, pengawas kredit serta penyelesaian kredit
bermasalah.
53
Mengingat begitu luas ruang lingkup dan unsur-unsur yang melingkupi kegiatan perkreditan ini, maka tidak berlebihan penanganannya pun
harus dilakukan secara sangat hati-hati dengan ditunjang profesionalisme serta integrasi moral yang harus melekat pada sumber daya manusia.
54
Harus diakui dibandingkan dengan produk dan jasa perbankan yang ditawarkan, pendapatan atau keuntungan suatu bank lebih banyak bersumber dari
pemberian kredit kepada nasabahnya, terlebih lagi bagi bank-bank yang belum berstatus bank devisa. Oleh karenanya, pemberian kredit tersebut pasti secara
terus menerus dilakukan oleh bank dalam kesinambungan operasional. Pada
52
http:eprints.undip.ac.id173631Elisabeth_Elvira_A._Marcus.pdf, diakses pada tanggal 18 Februari 2013
53
Ibid
54
Ibid
akhirnya, pemberian kredit sudah menjadi fungsi utama bank-bank, sebagaimana diisyaratkan pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
perbankan, bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
55
Namun pada sisi lain, penyalur dana dalam bentuk kredit kepada nasabah, terdapat resiko tidak kembalinya dana atau kredit yang disalurkan tersebut,
sehingga ada adagium yang berbunyi “Bisnis perbankan adalah bisnis resiko” dan dengan pertimbangan resiko inilah, bank-bank selalu harus melakukan analisis
yang mendalam terhadap setiap permohonan kredit yang diterimanya. Istilah kredit pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani, yakni “credere”
56
, yang dapat diartikan dengan kepercayaan. Maksudnya si pemberi kredit percaya
kepada si penerima kredit, bahwa kredit yang disalurkan pasti akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian. Bagi si penerima kredit berarti menerima kepercayaan,
sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka waktunya. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti
yang khusus yakni meminjamkan uang. Pengertian lain dapat disebut menunda pembayaran, maksudnya apabila ada orang yang mengatakan membeli barang
dengan kredit, hal ini berarti orang tersebut tidak harus membayarnya pada saat itu juga, tetapi akan dibayarkan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
perjanjian dengan penjualnya.
57
55
Hasanuddin Rahman, Op. Cit, hal. 95.
Dalam masyarakat umum istilah kredit sudah tidak asing lagi dan bahkan dapat dikatakan populer dan merakyat, sehingga
56
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, Alumni, 1978, hal. 19.
57
H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2005, hal. 1.
dalam bahasa sehari-hari sudah dicampur baurkan begitu saja dengan istilah utang.
Adapun pengertian lainnya yaitu “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara krediturbank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam dapat melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga”.
58
Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, adalah sebagai berikut :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam –meminjam
antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga
imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.
59
Dalam pemberian kredit, Bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan
yang dipinjamkan. Pada hakekatnya pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan yang berarti bahwa pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan
oleh Bank sebagai pemberi dana dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah diyakini akan dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit sesuai dengan
syarat-syarat yang telah disepakati bersama dalam perjanjian kredit.
58
S. Mantayborbir, Imam Jauhari dan Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Medan: Pustaka Bangsa Press,2001, hal.15.
59
Pasal 1 Ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Di dalam perundang –undangan yang berlaku di Indonesia perjanjian kredit tidak ada pengaturannya. Berdasarkan batasan yang diberikan oleh undang-
undang tersebut, bahwa dalam pengertian kredit terkandung perkataan perjanjian pinjam meminjam sebagai dasar diadakannya perjanjian kredit. Atas hal itu pula,
dapat dikatakan bahwa kredit merupakan suatu perjanjian yang lahir dari persetujuan.
Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata pada Pasal 1754-1759. Dengan demikian pembuatan suatu perjanjian kredit dapat berdasarkan ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, tetapi dapat pula berdasarkan kesepakatan diantara para pihak, artinya dalam hal ketentuan yang memaksa maka harus sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan dalam hal ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak, Pasal 1754
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa : “Pinjam-meminjam ialah persetujuan dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.
Sebagai suatu perjanjian, maka pengertian perjanjian kredit itu tidak dapat terlepas dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang
Perbankan. Mariam Darus Badrulzaman menyebutkan, bahwa perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan voorovereenkomst, dalam hal ini tentunya yang
dimaksudkan adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Dimana
apabila kedua belah pihak telah mufakat mengenai semua unsur-unsur dalam perjanjian pinjam mengganti ini, maka tidak berarti bahwa perjanjian tentang
pinjam mengganti akan telah terjadi, perjanjian tersebut adalah bersifat konsensuil obligator yang dikuasai oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 dan bagian
umum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bila uangnya telah diserahkan bersifat rill atau nyata kepada peminjam, maka lahirlah perjanjian pinjam
mengganti. Perjanjian kredit perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh bank
sebagai kreditor maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, dan
penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Ch. Gatot Wardoyo perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
60
1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian
kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lainnya yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.
2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan
hak dan kewajiban di antara kreditor dan debitur. 3.
Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kreedit.
Dalam perjanjian kredit diperlukan syarat sahnya perjanjian. Syarat sah nya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal
60
Ch. Gatot wardoyo, Sekitar Klausul-klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan Manajemen, November-Desember 1992, hal. 64-69
B. Sistem Pemberian Kredit