Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I ‐ 2010
13
dengan Cina. Khususnya bagi sektor industri pengolahan di kota Batam yang sejak dahulu sudah memanfaatkan sistem bebas bea masuk untuk produk-produk yang akan di re-ekspor
dari kawasan khusus FTZ Batam. Impor dari Cina untuk di luar kawasan industri diperkirakan didominasi oleh produk-produk mainan dan sandang, namun nilainya tidak signifikan
terhadap total impor Kepri dari Cina yang pada tahun 2009 lalu mencapai US 231,07 juta. Produk impor utama dari Cina adalah besi dan baja dimana harganya relatif lebih murah
dibandingkan jika dipasok dari Jakarta atau daerah lain di Indonesia.
Ongkos angkut yang lebih besar menjadi komponen biaya utama yang mempengaruhi harga jual besi dan baja khususnya di wilayah Kepulauan Riau Selain itu impor
mesin-mesin dan peralatan listrik juga cukup banyak beredar di pasar lokal. Sementara itu, komoditas ekspor dominan selain dari Kapal Laut adalah mesin dan perlengkapan kantor, alat
telekomunikasi, dan mesinperalatan listrik. Melihat karakteristik daerahnya, bukan tidak mungkin pemberlakuan ACFTA bisa menjadi insentif bagi industri lokal di Kepulauan Riau
khususnya kota Batam, karena masuknya bahan baku dan barang modal yang lebih murah dapat mempengaruhi ongkos produksi menjadi lebih kompetitif.
1.3. SISI PENAWARAN
Perbaikan kinerja sektor riil Kepulauan Riau pada triwulan I-2010 diprakirakan akan berlanjut seiring dengan perkembangan beberapa indikator sektoral yang mengindikasikan
peningkatan. Pemulihan aktivitas industri pengolahan khususnya di kota Batam, sangat menentukan arah perekonomian triwulan I-2010 dengan kontribusi mencapai 4,67
terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara agregat yang diprakirakan sebesar 9,34 y-o-y. Selain itu, perekonomian di triwulan laporan juga didorong oleh kinerja sektor utama lain
yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberi kontribusi ekonomis sebesar
Grafik 1.23. Impor Beberapa Produk dari China
Grafik 1.22. Ekspor Beberapa Produk ke China
Sumber : SEKDA – BI Negara Pembeli Sumber : SEKDA – BI Negara Pembeli
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I ‐ 2010
14
2,31, serta sektor bangunan yang menyumbang 0,88 terhadap laju pertumbuhan. Adapun kinerja sektor infrastruktur listrik dan gas mengalami tumbuh atraktif ditopang oleh
tingginya penggunaan listrik golongan industri.
1.3.1. Sektor Industri Pengolahan
Pertumbuhan sektor industri pada triwulan I-2010 diprakirakan sebesar 10 y-o-y, yang merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi sejak terbentuk provinsi Kepulauan Riau.
Kondisi ini memberi sumbangan pertumbuhan yang sangat dominan yakni mencapai 4,67 terhadap kinerja ekonomi secara agregat. Tingginya laju pertumbuhan secara teknikal juga
dipengaruhi oleh lesunya kinerja sektor industri pada triwulan I-2009 akibat krisis global. Kinerja sektor industri pengolahan juga memanfaatkan momentum pemulihan industri
manufaktur Singapura yang naik tajam ke level pertumbuhan 30 y-o-y di periode ini setelah pada tahun 2009 lalu mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,0.
Grafik 1.24. Pertumbuhan Sub-Sektor Industri Pengolahan
Tw.I Tw.II-2009
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : MTI Singapore – April 2010 angka sementara
Grafik 1.25. Pertumbuhan GDP Singapura,
Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa yoy
Grafik 1.26. Perkembangan Volume Ekspor Utama
Sektor Industri Pengolahan
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Perbankan
Sektor Industri Pengolahan
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I ‐ 2010
15
Dilihat dari jenis industrinya, akselerasi pertumbuhan sebagian besar disumbang oleh industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dengan kontribusi mencapai 2,91
terhadap laju pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan berjalan. Peran penting industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya tercermin dari perbaikan kinerja ekspor
komponen pendukung industri kapal shipyard, mesin-mesin elektrik, dan perlengkapan mesin kantor.
DryDocks World DDW Batam DDW Pertama, DDW Naninda dan DDW Graha sebagai perusahaan galangan kapal terbesar di Batam dengan jumlah pekerja mencapai
25.000 orang, telah me-lounching penyelesaian proyek Jack Up Drilling Rigs L-205 Haven pada pertengahan Januari 2010. Rig tersebut rencananya akan dikirim ke Norwegia pada
bulan Mei 2010. Rig ini merupakan Rig ke-5 dari 6 proyek pembangunan Rig yang saat ini sedang dikerjakan oleh Drydocks World Batam sejak awal 2009. Setiap proyek pembuatan
Jack-Up Rig memakan waktu sekitar 24 – 30 bulan dengan nilai investasi masing-masing sekitar US150-US200.
Di samping itu, Selain itu TNI-AL juga telah memesan pembuatan Kapal Cepat Rudal KCR-40 kepada PT. Palindo Marine Shipyard Batam dengan nilai proyek sebesar Rp 60
milyar. Sampai dengan 2014, jumlah kapal yang akan dipesan TNI-AL mencapai 22 unit dengan pemesanan tiap tahunnya direncanakan 4-5 unit Kompas, Januari 2010. Namun
demikian, pemulihan industri galangan kapal Batam diperkirakan belum merata. Perusahaan shipyard skala menengah masih mengalami kesulitan akibat turunnya permintaan kapal dari
dalam negeri, dan lebih memilih membeli kapal bekas impor yang lebih murah. Untuk itu, peran perbankan Nasional seharusnya lebih dioptimalkan untuk memberikan pembiayaan
kepada sektor ini. Adapun di sisi mikro pembiayaan perbankan lokal terhadap sektor industri
pengolahan secara umum mulai menunjukkan perbaikan pertumbuhan selama triwulan berjalan. Pembiayaan untuk sektor ini mengalami kenaikan 25 dibanding posisi triwulan I-
2009 setelah sempat tumbuh minimal di bulan November tahun lalu. Kondisi ini menggambarkan adanya kenaikan order pada industri pendukung berskala kecil-menengah
yang merupakan target market dominan dari pembiayaan perbankan lokal.
1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Sebagai sektor andalan kedua setelah sektor industri pengolahan, membaiknya kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki peranan yang cukup besar terhadap
laju pertumbuhan pada triwulan I-2010, dengan kontribusi pertumbuhan sebesar 2,31.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I ‐ 2010
16
Masing-masing sub sektor baik perdagangan besar dan eceran, industri perhotelan, serta restoran mengalami pemulihan secara simultan dalam setahun terakhir. Namun lebih khusus,
pertumbuhan di triwulan ini lebih berasal dari peningkatan kinerja perdagangan besar dan eceran merespon tumbuhnya aktivitas sektor riil dan membaiknya daya beli masyarakat
secara umum. Peningkatan kinerja perdagangan besar dan eceran tercermin dari pergerakan positif
beberapa indikator dini yang mendukung. Aktivitas peti kemas domestik bongkar-muat di pelabuhan FTZ kota Batam menunjukkan perkembangan yang stabil dengan tren relatif
meningkat. Indikator ini mengindikasikan aktivitas perdagangan antar pulau yang masih dilakukan melalui pelabuhan utama FTZ karena belum memiliki pelabuhan khusus untuk
bongkar muat barang kebutuhan antar daerah.
Selain itu juga dicerminkan oleh indikator pertumbuhan volume impor beberapa barang konsumsi terpilih, dimana pada bulan Februari 2010 terjadi lonjakan pertumbuhan
impor secara tajam, terutama untuk produk-produk minuman dalam kemasan dan susu. Selanjutnya indikasi membaiknya aktivitas perdagangan juga terkonfirmasi dari volume
bongkar-muat kargo melalui Bandara Hang Nadim Batam yang tumbuh signifikan dalam 2 triwulan terakhir.
Sementara prakiraan membaiknya pertumbuhan sektor-sektor yang terkait dengan industri pariwisata seperti sektor hotel dan restoran diduga dipengaruhi oleh perayaan Imlek.
Kondisi tersebut tercermin dari indikator tingkat hunian occupancy rate hotel berbintang yang relatif meningkat di bulan Februari 2010. Arus penumpangpengunjung yang datang
melalui Bandara Hang Nadim juga cukup memperlihatkan tren meningkat dibanding kondisi di tahun 2009. Namun demikian, indikasi dari aspek pembiayaan perbankan lokal belum
cukup kuat mengkonfirmasi hal tersebut. Hal ini diperkirakan karena optimisme pemulihan di
Grafik 1.28. Aktivitas Peti Kemas Kontainer Domestik
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan FTZ Batam : Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.
Sumber : SEKDA – BI SITC
Grafik 1.29. Pertumbuhan Volume Impor Barang Konsumsi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I ‐ 2010
17
kalangan pelaku usaha di bidang pariwisata masih cukup terbatas, sehingga belum mempengaruhi keputusan untuk melakukan investasi di triwulan berjalan.
Adapun jumlah wisatawan mancanegara wisman yang berkunjung ke Provinsi Kepri melalui 4 pintu masuk pada bulan Februari 2010 yang terbesar melalui pintu masuk Batam
yaitu sebanyak 80.966 orang 66,18 . Kemudian melalui pintu masuk Lagoi Tg. Uban sebanyak 23.718 orang 19,39 , Tanjung Balai Karimun sebanyak 9.100 orang 7,44 ,
dan pintu masuk Tanjung Pinang dengan jumlah wisman sebanyak 8.548 orang 6,99 . Wisman yang berkunjung melalui pintu masuk Batam tersebut mengalami peningkatan
sebesar 17,4 y-o-y atau meningkat 1,77 dibanding bulan Januari 2010.
1.3.3. Sektor Bangunan
Kondisi industri properti Kepulauan Riau khususnya kota Batam diprakirakan mulai memasuki tahapan recovery pada triwulan I-2010. Sektor bangunan diestimasi tumbuh
meningkat dari 10,7 triwulan IV-2009 menjadi 12,1 pada triwulan laporan.
Grafik 1.31. Tingkat Hunian Hotel Berbintang occ.rate
di Kepulauan Riau
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam
Grafik 1.30. Volume Bongkar-Muat Kargo
Melalui Bandara Hang Nadim Batam
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.33. Pertumbuhan Kredit Sektor Distribusi,
Perdagangan Eceran, Hotel Restoran
Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam
Grafik 1.32. Perkembangan Volume Penumpang DomIntl
yang Datang Melalui Bandara Hang Nadim Batam
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I ‐ 2010
18
Bertahannya industri properti dari terpaan krisis daya beli masyarakat tidak terlepas dari upaya keras developer dalam melakukan berbagai promosi dengan berbagai insentif yang
ditawarkan. Selain itu kebijakan makro Bank Indonesia yang kembali mempertahankan BI- Rate di level 6,5 telah mulai berdampak pada penurunan suku bunga kredit perbankan.
Berdasarkan informasi yang diterima dari Ketua REI Khusus Batam, bank tertentu bahkan telah menawarkan suku bunga kredit perumahan hingga di level 8 - 9, yang sangat
membantu dalam memberikan stimulus bagi industri properti.
Namun demikian, pemulihan kinerja sektor properti masih relatif terganjal oleh kejelasan status lahan di Batam yang termasuk dalam kawasan hutan lindung. Data REI
menyebutkan bahwa dari 1.400 ha lahan yang terindikasi hutan lindung, 600 ha dimiliki oleh developer perumahan dimana sekitar 200 ha diantaranya telah dibangun proyek residensial.
Proses penyelesaian permasalahan tersebut telah memakan waktu yang panjang dengan pengorbanan yang tidak sedikit. Perkembangan terakhir menyebutkan bahwa areal yang
telah dibangun oleh pengembang dapat diproses sertifikatnya oleh perbankan. Namun hal ini tentunya perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar memperoleh kepastian dalam
berinvestasi. Permasalahan status lahan ini tidak hanya terjadi di Batam yang sekaligus mencerminkan buruknya sistem hukum pertanahan di Indonesia sehingga tidak ada
sinkronisasi kebijakan di level pemerintah pusat yang terkait dengan urusan tanah. Optimisme pemulihan sektor properti setidaknya tercermin dari indikator KPR
Perbankan, baik untuk tipe rumah di bawah 70 m
2
, tipe di atas 70 m
2
, serta tipe RukoRukan, yang secara bersama-sama tumbuh meningkat di periode laporan. Khusus untuk tipe di atas
70m
2
dan tipe RukoRukan bahkan telah menunjukkan kenaikan sejak triwulan III-2009. Perbaikan pertumbuhan sektor bangunan secara umum juga terindikasi dari tren
pertumbuhan konsumsi semen dan pertumbuhan volume impor bahan bangunan yang cenderung meningkat. Prakiraan akselerasi sektor bangunan juga tidak telepas dari adanya
Grafik 1.34. Perkembangan Nilai Tambah Sektor Bangunan
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Grafik 1.35. Pertumbuhan KPR Perbankan Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I ‐ 2010
19
proyek-proyek konstruksi besar yang sedang berjalan antara lain pembangunan Kepri Mall, Batam City Condominium BCC, pusat pemerintahan pulau Dompak, Superblok Grand
Quarter, dan beberapa Apartemen baik swasta komersil maupun bersubsidi rusunawa. Merespon permintaan masyarakat yang mulai meningkat, pengembang melakukan berbagai
upaya promosi dengan berbagai insentif yang ditawarkan, seperti discount harga rumah atau tanah, bebas biaya BPHTB, bebas biaya notaris, bonus perlengkapan rumah, serta kemudahan
dalam pengurusan kredit ke bank. Pemberian discount harga tersebut pada akhirnya berpengaruh pada harga properti baru yang relatif menurun, sebagaimana ditunjukkan oleh
Indeks Harga Properti Residensial IHPR Kota Batam pada periode triwulan I-2010 yang secara umum turun 0,7 poin.
1.3.4. Sektor-sektor Lainnya
Adapun kinerja pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya pada triwulan I-2010 cukup bervariasi. Sektor yang diprakirakan tumbuh membaik hanya sektor infrastruktur listrik,
gas dan air bersih, sedangkan selebihnya diprakirakan tumbuh melambat. Perbaikan kinerja sektor infrastruktur ditopang oleh pertumbuhan atraktif sektor listrik dan gas sejalan dengan
bergeraknya aktivitas usaha terutama di sektor industri pengolahan. Kondisi tersebut secara langsung ditunjukkan oleh indikator pertumbuhan penjualan listrik oleh PT. PLN Batam yang
secara umum tumbuh 18,62 y-o-y di triwulan I-2010. Pertumbuhan penjualan listrik didorong oleh naiknya konsumsi listrik golongan industri yang tumbuh semakin membaik di
level 33,6 pada triwulan berjalan, setelah pada triwulan IV-2009 mencatat peningkatan sebesar 16,8.
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.37. Pertumbuhan Volume Impor Utama
Sektor Bangunan Grafik 1.36.
Realisasi Pengadaan Semen di Kepulauan Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I ‐ 2010
20
Pertumbuhan sektor pengangkutan yang diprakirakan relatif melambat tercermin dari indikator volume kargo laut baik domestik maupun internasional. Sementara itu prakiraan
melambatnya pertumbuhan sektor keuangan dipicu oleh penurunan kinerja industri perbankan di Kepulauan Riau. Penurunan tersebut diduga dipengaruhi oleh naiknya tingkat
resiko kredit dimana rasio NPL gross relatif meningkat dibanding posisi triwulan I-2009, dari 2,91 menjadi 3,06. Meski demikian tingkat NPL masih berada di bawah target indikatif
Bank Indonesia sebesar 5. Kenaikan NPL dipicu oleh langkah ekspansif perbankan dalam melakukan pembiayaan sebagaimana ditunjukkan oleh rasio loan-to-deposit LDR pada
triwulan I-2010 sebesar 70,08, meningkat dibanding posisi yang sama tahun 2009 yang tercatat sebesar 63,91.
Sektor Pertanian yang diprakirakan relatif melambat pada triwulan ini disebabkan oleh turunnya produksi perikanan akibat faktor cuaca. Kondisi cuaca yang buruk disertai
gelombal laut tinggi di awal tahun selain mengganggu aktivitas melaut para nelayan juga menghambat distribusi hasil panen ke luar daerah. Hal ini juga diduga menyebabkan
Sumber : BP Batam
Grafik 1.39. Perkembangan Volume Kargo Laut
Domestik Internasional
Sumber : PT. PLN Batam
Grafik 1.38. Pertumbuhan Penjualan PT. PLN Batam
berdasarkan Kelompok Tarif
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.41. Perkembangan LDR dan NPL Perbankan
di Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.40. Pertumbuhan Aset, DPK dan Kredit Perbankan
di Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I ‐ 2010
21
terjadinya pergeseran siklus panen komoditas pertanian, terutama untuk komoditi jagung sebagaimana ditunjukkan oleh perkembangan produksi jagung pada periode Januari – April
2010 angka ramalan BPS. Namun di lain pihak, tingkat produksi padi diprakirakan meningkat tajam bersamaan dengan naiknya hasil produksi kacang tanah selama periode
Januari – April 2010.
Adapun turunnya tingkat pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan I-2010 dipicu oleh penurunan kinerja pertambangan minyak dan gas, dari 3,35
pada triwulan IV-2009 menjadi 1,48 y-o-y. Kontribusi penurunan sebagian besar berasal dari sektor gas yang ditandai dengan turunnya lifting gas terutama di blok Kakap milik
perusahaan gas Star Energi. Sementara penurunan harga gas dunia dalam 3 bulan terakhir tidak cukup membantu peningkatan kinerja sektor pertambangan gas.
Di samping itu, penurunan kinerja sektor pertambangan juga disebabkan turunnya permintaan batu granit dari Singapura yang beralih membeli ke Malaysia yang memiliki
kualitas batu relatif sama. Faktor jarak tempuh dan ongkos angkut yang lebih murah menjadi pertimbangan utama dipilihnya pasar Malaysia. Untuk itu pemerintah kabupaten Karimun
berinisiaf mengurangi besarnya retribusi batu granit menjadi dari Rp25.000ton menjadi Rp15.000 ributon. Terakhir, rendahnya nilai tambah yang dihasilkan sektor penggalian
sampai saat ini masih dipengaruhi oleh maraknya penambangan pasir liar di wilayah Kepulauan Riau. Di kota Batam saja, data Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Pemerintah Kota Batam menyimbulkan adanya potensi kerugian negara dari retribusi bahan galian yang harusnya diterima hampir mencapai Rp 1 miliar. Sedangkan kehilangan sumber
penerimaan BP Kawasan Batam Otorita Batam yang berasal dari Uang Wajib Tahunan Otorita UWTO atas penggunaan lahan sekitar Rp 34,86 miliar. Adapun lahan tambang pasir
diperkirakan telah mencakupi ± 83 ha yang tersebar di lebih dari 72 spot tambang.
Sumber : ESDM Dirjen Minyak dan Gas Bumi
Grafik 1.44. Pertumbuhan Lifting Minyak Gas
Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Bloomberg
Grafik 1.45. Perkembangan Harga Minyak Gas Dunia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I ‐ 2010
22
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Pada Triwulan I-2010, laju inflasi tahunan head inflation Kepulauan Riau sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dari 1,80 menjadi sebesar 2,77
y-o-y. Meski demikian, angka inflasi Kepulauan Riau masih berada di bawah inflasi Nasional yang tercatat sebesar 3,43 pada triwulan laporan. Faktor-faktor yang mendorong laju
inflasi tahunan Kepulauan Riau adalah kenaikan harga komoditas dunia, distribusi barang, dan tingginya permintaan masyarakat. Menurut jenis kelompoknya, kenaikan laju inflasi
tahunan Kepulauan Riau terutama disebabkan terjadi peningkatan IHK pada kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau.
2.1 PERKEMBANGAN INFLASI KOTA BATAM