Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Olweus www.wikipedia.com seorang pemerhati masalah bullying
yang berasal dari Norwegia mengatakan bahwa bullying adalah perilaku negatif yang dilakukan oleh seseorang ataupun lebih yang dilakukan kepada
individu lain atau kelompoknya dimana perilaku ini dilakukan secara berulang-ulang. Perilaku negatif tersebut dapat berupa tindakan verbal,
tindakan fisik, dan juga secara psikologis. Beberapa peneliti mengartikan bullying sebagai perilaku yang dilakukan oleh orang yang lebih besar dan
lebih kuat, dengan cara mengintimidasi orang lain melalui perbuatan yang negatif secara berulang-ulang Pellegrini Bartini, 2000:2. Selain itu ada
juga yang mengatakan bahwa bullying menggambarkan kekerasan fisik, verbal, dan psikologis oleh seseorang atau kelompok yang terjadi di sekolah
maupun antar sekolah dimana di dalamnya termasuk pengucilan dari kelompok, intimidasi, pengrusakan, dan kekerasan www.kidhelp.com.
Bullying telah dikenal sebagai masalah sosial yang terjadi di kalangan anak-anak sekolah Krahe, 2005:198. Di Indonesia, penelitian Tim Fakultas
Psikologi UI, menunjukkan bahwa bullying banyak terjadi di kalangan SMA Elisabeth, 2006. Fenomena ini terjadi karena siswa dan siswi di SMA
sedang berada pada masa perkembangan remaja, yaitu masa transisi antara masa anak menjadi dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,
dan sosio emosional Santrock, 2003:26. Pada masa transisi ini, remaja memiliki potensi untuk melakukan perilaku bullying. Bullying yang
dilakukan oleh remaja adalah salah satu cara mereka untuk mencari identitas diri serta mencapai peran sosial di antara teman sebayanya. Banyak remaja
yang menganggap bahwa teman sebaya merupakan aspek terpenting dalam kehidupan mereka sehingga mereka berusaha untuk diterima dalam sebuah
pergaulan bersama teman sebayanya Santrock, 2003:219. Perilaku bullying menjadi sangat serius karena memiliki dampak yang
besar bagi perkembangan manusia yang mengalaminya. Berbagai penelitian menunjukan adanya korelasi antara bullying dengan naiknya tingkat depresi,
agresi, penurunan nilai akademis hingga tindakan bunuh diri Samhadi, 2007. Korban bullying juga mengalami kesepian dalam hidupnya, memiliki
kesulitan untuk menyelesaikan masalah sosial, kesulitan untuk mengontrol emosinya www.ncjrs.gov dan penghargaan yang rendah terhadap dirinya
sendiri Rogers, 1995:179. Akibat-akibat ini sebaiknya dihindarkan dengan cara meminimalkan terjadinya perilaku bullying. Untuk meminimalkan
terjadinya perilaku bullying diperlukan pemahaman yang mendalam tentang perilaku bullying itu sendiri.
Menurut Smith dan Thompson Rogers, 1995:178 suatu tindakan bukan dikategorikan sebagai perilaku bullying jika dua siswa atau kelompok
mempunyai kekuatan yang sama atau seimbang. Hal tersebut ditegaskan lagi oleh Diena www.kpai.go.id dalam workshop nasional bertema
“Intervensi Efektif untuk Mengurangi Bullying di Sekolah-Sekolah” yang memaparkan bahwa bullying itu bukan tentang apa yang ‘saya’ lakukan
kepada orang lain, melainkan apa persepsi si korban terhadap sikap ‘saya’. Bullying terjadi ketika apapun yang dilakukan seseorang membuat orang
lain merasa kecil, takut dan tertindas. Oleh karena itu persepsi seseorang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terhadap perilaku bullying memiliki peran yang penting dalam mengkategorikan tindakan tersebut termasuk bullying atau tidak. Penelitian
yang dilakukan oleh Morita Taki, 2001:1 di negara Jepang, ditemukan bahwa bullying yang terjadi di Jepang memiliki perbedaan dengan yang
ditemukan di Norwegia. Bullying yang terjadi di Jepang biasanya terjadi di dalam kelas, sedangkan di Norwegia bullying terjadi di lingkungan sekolah
Taki, 2001:1. Bullying di Jepang lebih dikenal dengan nama Ijime dimana perilaku ini bisa terjadi kapan saja namun tetap di kalangan siswa-siswi
sekolah Taki, 2001:2. Hal ini juga memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan persepsi terhadap perilaku bullying di setiap negara.
Bullying merupakan stimulus dari luar diri siswa dimana hal ini sangat berkaitan dengan persepsi siswa itu sendiri. Persepsi merupakan suatu
proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera Walgito, 2002:71.
Bullying sebagai stimulus akan diorganisasikan dan diinterpretasikan oleh siswa sehingga siswa menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera
olehnya. Dalam mempersepsi suatu stimulus, hasil persepsi tiap orang mungkin akan berbeda. Menurut Davidoff dan Rogers, hal ini dapat terjadi
karena persepsi itu bersifat individual Walgito, 2002:72. Ketika persepsi siswa terhadap perilaku bullying berbeda dengan siswa yang lain, maka
perilaku bullying yang terjadi di sekolah juga bisa berbeda-beda. Selain itu, apabila siswa tidak menyadari bahwa perilakunya merupakan perilaku
bullying maka pencegahan terhadap terjadinya perilaku bullying menjadi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terhambat. Kesadaran siswa terhadap terjadinya perilaku bullying dan akibat yang ditimbulkan dari perilaku tersebut menjadi salah satu kunci untuk
mengurangi korban bullying di masa mendatang. Fenomena-fenomena inilah yang membuat peneliti sangat tertarik
untuk melakukan sebuah penelitian tentang bagaimana persepsi siswa terhadap perilaku bullying di sekolah khususnya di Sekolah Menengah Atas
yang ada di Yogyakarta.