Komorbiditi Tuberkulosis-Diabetes Mellitus Tuberkulosis

Pada umumnya, penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Werdhani, 2008. Setelah masuk ke sistem pernafasan paru-paru, bakteri M. tuberculosis dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya seperti otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening dan lain-lain Suarni, 2009. Penyebaran ini melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh Aditama et al., 2008. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya bakteri yang dikeluarkan dari paru-paru. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, maka makin menular penderita tersebut Werdhani, 2008. Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh yang baik, maka bakteri M. tuberculosis akan dorman sepanjang hidupnya. Namun, pada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang kurang, maka bakteri ini akan berkembang biak. Bakteri tersebut akan berkumpul membentuk ruang di dalam rongga paru yang nantinya menjadi sumber produksi sputum dahak. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif tidak terlihat bakteri, maka penderita tersebut dianggap tidak menular Kemenkes RI, 2009.

2.1.5 Komorbiditi Tuberkulosis-Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus DM merupakan suatu kelainan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia kronis dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, sebagai akibat kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Secara klinis, berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien DM, baik keluhan klasik maupun keluhan tambahan. Keluhan klasik DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan tambahan lainnya berupa lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, disfungsi ereksi pada laki-laki, serta pruritus vulva pada perempuan Wulandari et al., 2013. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mgdL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, bila keluhan klasik ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah puasa 126 mgdL, maka pasien dapat didiagnosis DM. Ketiga, yaitu dengan Tes Toleransi Glukosa Oral TTGO Cahyadi et al., 2011. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa DM merupakan salah satu faktor risiko terjadinya TB Elorriaga et al., 2014. DM diduga dapat meningkatkan frekuensi maupun tingkat keparahan suatu infeksi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya abnormalitas dalam sistem imun yang menyebabkan penurunan fungsi fagitosis sehingga lebih mudah terinfeksi TB Cahyadi et al., 2011. Sedangkan, TB dapat menyebabkan kenaikan gula darah dan memacu terjadinya “laten diabetes” atau menjadi faktor dekompensasi DM Reviono et al., 2013. Selain itu, penderita yang mengalami ko-morbiditi cenderung memiliki konversi yang lebih lama daripada penderita TB tanpa DM sehingga meningkatkan risiko penularan, resistensi kuman, kegagalan pengobatan TB, dan risiko kematian yang jauh lebih tinggi Baghaei et al., 2013. Hasil skrining TB Paru pada pasien DM di China tahun 2012 menunjukkan bahwa Case Notification Rate CNR TB pada pasien DM jauh lebih tinggi yaitu berkisar antara 334 sampai 804100.000 dibandingkan CNR TB pada populasi umum yang hanya 78100.000 penduduk Lin et al., 2012. Penelitian yang dilakukan oleh Dobler et al. 2015 dengan rancangan cohort mengungkapkan bahwa besarnya risiko RR penderita DM untuk terkena TB yaitu 1,5 kali dan pada penderita DM yang menggunakan insulin yaitu jauh lebih tinggi mencapai 2,27 kali.

2.1.6 Skrining Tuberkulosis pada Pasien Diabetes Mellitus