Alat Penelitian Tata Cara Penelitian

D. Alat Penelitian

1. Alat pembuatan serbuk kering herba Bidens pilosa L.

Alat-alat yang digunakan antara lain oven, mesin penyerbuk, dan ayakan.

2. Alat pembuatan dekok herba Bidens pilosa L.

Alat-alat yang digunakan antara lain, panci lapis alumunium panci enamel, timbangan analitik Mettler Toledo®, termometer, stopwatch, penangas air, corong, labu takar, Beaker glass, gelas ukur, batang pengaduk, pipet tetes dan kain flanel.

3. Alat untuk penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L.

Alat yang digunakan adalah Moisture balance, Beaker glass dan sendok.

4. Alat uji hepatoprotektif

Alat-alat yang digunakan adalah Beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, pipet volume, batang pengaduk, timbangan analitik Mettler Toledo ®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit injeksi per oral, spuit intraperitoneal, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Microlab-200 Merck ®, stopwatch, mikro pipet, dan blue tip.

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi herba Bidens pilosa L.

Determinasi dilakukan dengan mencocokkan herba Bidens pilosa L. yang diperoleh dari Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan karakteristik herba Bidens pilosa L. pada buku referensi karangan Backer 1963. Determinasi tanaman dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah herba Bidens pilosa L. yang meliputi semua bagian tumbuhan di atas tanah batang, daun, bunga, dan buah, dipilih yang masih bagus dan terhindar dari penyakit. Tanaman diperoleh dari Dusun Jenengan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Juli 2014.

3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.

Herba Bidens pilosa L. dicuci bersih dengan air mengalir, dipotong- potong dan dikeringanginkan selama 2 hari. Setelah itu dioven pada suhu 50 C selama 48 jam. Setelah benar-benar kering, herba diserbuk dan diayak dengan ayakan nomer mesh 40. Pembuatan serbuk dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

4. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.

Serbuk herba Bidens pilosa L., dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak 5,0 g kemudian diratakan. Bobot serbuk herba tersebut dicatat dan ditetapkan sebagai bobot awal. Setelah itu dipanaskan pada suhu 105 C selama 15 menit sampai bobot konstan. Bobot serbuk herba Bidens pilosa L. yang sudah dipanaskan sampai bobot konstan, dicatat kembali dan dihitung sebagai bobot akhir. Perhitungan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. dilakukan dengan menghitung selisih bobot awal dan bobot akhir dibanding dengan bobot awal serbuk.

5. Pembuatan dekok herba Bidens pilosa L.

Serbuk herba Bidens pilosa L. diambil sejumlah 16,0 g lalu dibasahi dengan 32,0 mL aquadest dan ditambahkan dengan 100,0 mL aquadest untuk membuat konsentrasi 16. Campuran ini kemudian dipanaskan di atas heater pada suhu 90 C selama 30 menit, waktu mulai dihitung ketika suhu sudah mencapai 90 C. Kemudian rebusan herba disaring menggunakan kain flanel dan ditampung dalam labu ukur 100 mL. Jika air dekok yang diperoleh kurang dari 100 mL, maka ditambahkan aquadest panas melalui ampas rebusan hingga volume 100 mL.

6. Penetapan dosis dekok herba Bidens pilosa L.

Dasar penetapan peringkat dosis adalah berat badan tertinggi hewan uji tikus; separuh dari volume pemberian maksimal secara per oral, yaitu 2,5 mL; konsentrasi maksimal dekok herba Bidens pilosa L. yang dapat dibuat. Penetapan dosis tertinggi dekok adalah sebagai berikut: D x BB = C x V D x BB tertinggi tikus kgBB = C dekok gmL x 2,5 mL D x 0,2 kgBB = 0,16 gmL x 2,5 mL D = 2 gkgBB Dosis tertinggi Dosis yang diperoleh adalah dosis tertinggi, digunakan sebagai dosis III yaitu sebesar 2 gkgBB. Peringkat dosis lainnya diperoleh secara logaritmik yaitu dosis II yang diperoleh dari setengah kali dosis tertinggi sehingga dosis II sebesar 1 gkgBB dan dosis I yang diperoleh dari seperempat kali dari dosis tertinggi sehingga dosis I sebesar 0,5 gkgBB.

7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50

Larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50 dengan mencampur larutan karbon tetraklorida dan olive oil perbandingan volume karbon tetraklorida dan olive oil adalah 1:1.

8. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida. Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie 2003 ditetapkan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida, yaitu sebesar 2,0 mLkgBB yang diberikan secara intraperitoneal. Dosis tersebut dapat meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST yang menyebabkan kerusakan sel-sel hati tetapi tidak menyebabkan kematian pada tikus. b. Penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke – 0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata. Penetapan waktu pencuplikan darah juga didukung oleh penelitian Dongare, Dhande dan Kadam 2013 serta penelitian Janakat dan Al-Merie 2003 yang mengatakan bahwa kenaikan aktivitas ALT dan AST serum akan mencapai nilai maksimal pada jam ke-24, lalu akan terjadi penurunan aktivitas pada jam ke 48 dan aktivitas serum akan kembali normal pada hari ke-3 setelah pemejanan. Hewan uji sebanyak 30 ekor tikus betina galur Wistar dibagi secara acak dalam enam kelompok sama banyak, masing-masing kelompok berjumlah lima

9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

ekor tikus. Kelompok I kelompok kontrol hepatotoksin diberi karbon tetraklorida konsentrasi 50 dalam olive oil dengan dosis 2,0 mLkgBB secara intraperitoneal. Kelompok II kelompok kontrol negatif diberi olive oil dengan dosis 2,0 mLkgBB secara intraperitoneal. Kelompok III kelompok kontrol dekok diberi dekok herba Bidens pilosa L. pada dosis 2 gkgBB, kemudian setelah 6 jam diberikan diambil darahnya. Kelompok IV perlakuan dosis I diberi dekok herba Bidens pilosa L.dosis 0,5 gkgBB, kemudian setelah 6 jam pemberian dekok dilakukan pemberian karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mLkgBB secara intraperitoneal. Kelompok V perlakuan dosis II diberi dekok herba Bidens pilosa L.dosis 1,0 gkgBB, kemudian setelah 6 jam pemberian dekok dilakukan pemberian karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mLkgBB secara intraperitoneal. Kelompok VI perlakuan dosis III diberi dekok herba Bidens pilosa L.dosis 2 gkgBB, kemudian setelah 6 jam pemberian dekok dilakukan pemberian karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mLkgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk dilakukan penetapan aktivitas serum ALT dan AST.

10. Pembuatan serum

Darah tikus diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus, kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf. Darah didiamkan selama 15 menit dan disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Bagian supernatan diambil menggunakan mikropipet, lalu disentrifugasi kembali pada kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Bagian supernatan diambil menggunakan mikro pipet.

11. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST

Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan menggunakan alat Microlab-200 Merck ® di Laboratorium Biokimia Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi Unuversitas Sanata Dharma Yogyakarta. Aktivitas serum ALT dan AST diukur pada panjang gelombang 340 nm, dan dinyatakan dengan satuan UL. Analisis serum ALT dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum dengan 1000 µL reagen I, kemudian divortex dan didiamkan selama operating time 2 menit. Reagen II ditambahkan sebanyak 250 µL, kemudian divortex dan dibaca serapannya setelah didiamkan selama operating time 1 menit. Analisis serum AST dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum dengan 1000 µL reagen I, kemudian divortex dan didiamkan selama operating time 2 menit. Reagen II ditambahkan sebanyak 250 µL, kemudian divortex dan dibaca serapannya setelah didiamkan selama operating time 1 menit.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap aktivitas ALT-AST SERUM pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 125

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang dekok herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

1 2 99

Efek hepatoprotektif jangka panjang dekok biji Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 3 127

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

1 4 113

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% Herba Sonchus arvensis Linn. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 110

Pengaruh waktu pemberian infusa herba Bidens pilosa L. jangka pendek sebagai hepatoprotektif terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

3 13 115

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

1 1 94

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas AST-ALT pada tikus jantan Galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 5 100

Efek hepatoprotektif jangka pendek dekok biji persea americana mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 115

Efek hepatoprotektif jangka pendek dekok biji persea americana mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 113