Pembahasan PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tabel 23. Hasil Uji Hipotesis – Korelasi Spearman Correlations VAR00001 VAR00002 Spearmans rho Penggunaan Jejaring Sosial Correlation Coefficient 1.000 -.050 Sig. 1-tailed . .414 N 21 21 Efektivitas Komunikasi Interpersonal Correlation Coefficient -.050 1.000 Sig. 1-tailed .414 . N 21 21 Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan korelasi Spearman, didapatkan bahwa korelasi antara variabel Efektivitas Komunikasi Interpesonal dengan Penggunaan Jejaring Sosial adalah -0.050 r mendekati nilai 0 dengan taraf signifikasi 0.414 p0.05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel di dalam penelitian ini tidak berkorelasi secara signifikan.

F. Pembahasan

Berdasarkan perhitungan uji korelasi dengan menggunakan korelasi Spearman antara variabel penggunaan jejaring sosial dengan efektivitas komunikasi interpersonal, didapatkan korelasi sebesar -0.050 dengan taraf signifikansi 0.414 p0.05. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan jejaring sosial dan efektivitas komunikasi interpersonal tidak berkorelasi secara signifikan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa panjang pendeknya waktu penggunaan jejaring sosial tidak berhubungan dengan efektivitas komunikasi interpersonal remaja Tunarungu. Remaja-remaja Tunarungu yang menjadi subjek penelitian ini, hampir seluruhnya menggunakan jejaring sosial Facebook dan Twitter. Kegiatan yang sering dilakukan ketika mereka sedang menggunakan jejaring sosial adalah menggunakan berbagai fasilitas di dalam jejaring sosial tersebut untuk saling berkomunikasi seperti mengirim pesan atau chatting . Hal tersebut mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Henderson, Grinter, Starner 2005 yang menyatakan bahwa walaupun dalam berbagai hal remaja Tunarungu berbeda dengan remaja mendengar, tetapi mereka menginginkan hal yang sama dengan yang remaja lainnya inginkan. Mereka sangat senang untuk bertemu orang-orang baru dan sangat senang untuk bertukar alamat email atau nama ID jejaring sosial. Ketertarikan remaja Tunarungu dalam memanfaatkan jejaring sosial, mendukung pernyataan Power Horstmanshof 2006 yang menyatakan bahwa remaja Tunarungu menggunakan komputer untuk mengakses berbagai fungsi dengan cara yang sama dengan remaja yang mendengar. Namun di sisi lain, dari hasil wawancara penelitian, ditemukan bahwa seringkali remaja Tunarungu merasa kesulitan dalam menggunakan jejaring sosial karena mereka tidak mengerti bagaimana menggunakan jejaring sosial dengan maksimal karena hanya terbiasa untuk mengikuti orang lain yang menggunakan jejaring sosial saja. Hal ini juga terjadi di dalam penelitian yang dilakukan oleh Henderson, Grinter, Starner 2005 yang menyebutkan bahwa kebanyakan remaja Tunarungu tidak dapat mendefinisikan apa yang mereka gunakan. Kemampuan dalam mendefinisikan sesuatu hal sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitif seseorang. Secara fungsional, perkembangan kognitif seorang remaja dipengaruhi oleh kemampuan berbahasanya. Oleh karena itu, remaja Tunarungu yang sebenarnya memiliki potensi yang sama dengan remaja pada umumnya, kurang memiliki daya abstraksi yang baik Akamatsu Musselman, 1999. Hal ini ditunjang oleh hasil wawancara dengan remaja Tunarungu yang menggunakan bahasa isyarat, bahwa jejaring sosial yang ada di internet terlalu sulit dimengerti karena seluruhnya menggunakan bahasa oral bahasa yang tertulis dan kata-kata yang tertulis pun tidak selamanya dimengerti oleh remaja Tunarungu. Terlebih lagi, teknologi komunikasi, khususnya jejaring sosial hanya menekankan pada tulisan saja Power Horstmanshof, 2006. Hal ini akan menjadi masalah ketika bahasa isyarat adalah bahasa utama mereka, banyak remaja Tunarungu yang berusia sekitar 17-18 tahun, yang hanya memiliki kemampuan membaca setara dengan kelas 4 SD Henderson, Grinter, Starner, 2005, tidak dapat memahami kata-kata yang terdapat dalam jejaring sosial. Selain ketidakmampuan mereka dalam mengoperasionalkan teknologi komunikasi modern, minimnya fasilitas internet yang dapat mereka akses juga memperburuk keadaan mereka. Untuk dapat mengakses internet, remaja-remaja Tunarungu tersebut menggunakan jejaring sosial melalui handphone atau melalui warnet yang biayanya harus ditanggung oleh mereka sendiri. Dengan harus mengeluarkan biaya sendiri inilah, mereka tidak memiliki waktu yang banyak untuk dapat mengakses jejaring sosial dalam waktu yang cukup lama seperti yang mereka harapkan. Berdasarkan data penelitian, ditemukan bahwa mayoritas subjek penelitian hanya dapat membuka internet sebanyak satu kali setiap harinya dengan durasi rata-rata 1-2 jam setiap harinya. Tidak hanya itu, selain memiliki akses internet yang minim, ternyata ditemukan juga data bahwa guru sebagai orang yang diharapkan dapat menjelaskan teknologi baru ini, dirasa belum mampu untuk memberikan pemahaman yang cukup bagi remaja Tunarungu untuk mengakses internet dengan maksimal. Hal tersebut terlihat dari observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dalam proses pengambilan data, dimana guru secara terus terang menerangkan ketidakmampuan mereka dalam mengikuti perkembangan teknologi komunikasi moderen. Kesulitan lain yang dihadapi oleh remaja-remaja Tunarungu adalah dalam menggunakan fasilitas chatting, karena mereka memiliki kosa kata yang terbatas dan seringkali mereka menuliskan kalimat dengan terbolak- balik. Masalah struktur kata dan pengaturan kalimat memang sering dihadapi oleh remaja Tunarungu Henderson, Grinter, Starner, 2005. Hal ini membuat mereka tidak dapat mengerti kalimat yang dituliskan oleh orang mendengar dan orang mendengar pun seringkali tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh orang Tunarungu. Remaja Tunarungu yang mampu menggunakan bahasa isyarat, cenderung lebih tertarik untuk berbincang-bincang dengan pengguna jejaring sosial lain dengan menggunakan web-cam sehingga mereka bisa berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat. Ironinya, dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, banyak sekali sekolah SLBB yang dikunjungi oleh peneliti tidak memberikan pelajaran bahasa isyarat sehingga remaja Tunarungu pun banyak yang tidak dapat berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat maupun bahasa oral dengan lancar. Hal ini mengakibatkan timbulnya kebingungan pada remaja Tunarungu untuk dapat berkomunikasi dengan bebas, karena mereka tidak dapat berbicara dengan lancar baik secara oral maupun isyarat. Oleh karena itu, terkadang penggunaan jejaring sosial pun beralih bukan menjadi tempat untuk menjaring relasi dengan orang lain, tetapi hanya sebagai fasilitas hiburan untuk bermain game online. Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi antara penggunaan jejaring sosial dengan efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja Tunarungu. Hal tersebut disebabkan antara lain oleh minimnya akses internet yang dimiliki oleh remaja Tunarungu sehingga mereka tidak dapat menggunakan internet selama yang mereka harapkan. Terlebih lagi, pembelajaran komputer di sekolah pun dirasa kurang memadai karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh guru pengajar. Selain adanya kesulitan masalah dalam mengakses internet, remaja Tunarungu juga memiliki kemampuan berbahasa yang masih rendah. Hal ini membuat remaja kesulitan untuk memahami bagaimana menggunakan jejaring sosial dengan maksimal, karena bahasa yang digunakan adalah bahasa tertulis. Selain itu, remaja Tunarungu juga memiliki kesulitan untuk memahami percakapan tertulis karena kurangnya kemampuan struktur bahasa tertulis. Ditambah lagi, tidak adanya pembelajaran bahasa isyarat di sekolah membuat mereka juga kesulitan untuk berkomunikasi dengan pengguna Tunarungu lain dari berbagai tempat. Dengan dapat berbicara dengan bahasa isyarat, seharusnya mereka dapat memanfaatkan fasilitas web-cam di jejaring sosial, akan tetapi tetap saja tidak dapat dipakai karena mereka tidak diajari bahasa isyarat sama sekali di sekolah. Dari keseluruhan permasalahan tersebut, akhirnya remaja Tunarungu pun tidak dapat menggunakan jejaring sosial sesuai dengan fungsinya dengan maksimal, sehingga mereka cenderung hanya menggunakan jejaring sosial untuk bermain game. 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan uji korelasi product moment Spearman , dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan jejaring sosial dengan efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja Tunarungu. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya kemampuan bahasa yang dimiliki oleh remaja Tunarungu dan minimnya akses internet yang dapat mereka gunakan. Remaja Tunarungu hanya memiliki akses menggunakan internet sekitar 1 kali sehari dengan durasi antara 1-2 jam. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa banyaknya waktu yang digunakan seorang remaja Tunarungu dalam mengakses jejaring sosial, tidak memiliki hubungan dengan efektivitas komunikasi interpersonal remaja Tunarungu.

B. Keterbatasan Penelitian

Kelemahan di dalam penelitian ini, diantaranya: 1. Jumlah subjek yang sangat sedikit, yakni hanya 21 subjek. Oleh karena itu, penelitian ini kurang dapat mewakili populasi. 2. Subjek penelitian dirasa kurang cocok karena tidak sesuai dengan harapan peneliti mengenai kemudahan dalam mengakses jejaring sosial, yang sangat bertolak belakang dari pemikiran awal peneliti.