Pengukuran Produksi Biosurfaktan

2. Pengukuran Produksi Biosurfaktan

Produksi biosurfaktan dipengaruhi oleh sumber karbon dan sumber nitrogen yang terkandung dalam media. Sumber karbon yang berbeda akan mempengaruhi jumlah biosurfaktan yang dihasilkan oleh bakteri. Dari tiga jenis sumber karbon yang digunakan, yaitu; molase, glukosa dan minyak kedelai terdapat perbedaan jumlah produksi biosurfaktan yang dihasilkan oleh P. aeuginosa 1, P. aeruginosa 2 selama

96 jam. Konsentrasi biosurfaktan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.2.1.

Tabel 2: Konsentrasi Biosurfaktan yang Dihasilkan oleh P.aeruginosa pada Media dengan Variasi Sumber Karbon dan Nitrogen

Jenis Media Isolat Konsentrasi Biosurfaktan (ppm)

Jam ke-24

Jam ke-48

Jam ke-72 Jam ke-96

AM P. aeruginosa 1

61.818 60.142 P. aeruginosa 2

P. aeruginosa 1

54.730 61.004 P. aeruginosa 2

43.333 68.331 AG P. aeruginosa 1

56.311 20.154 P. aeruginosa 2

P. aeruginosa 1

34.521 15.701 P. aeruginosa 2

41.705 37.825 P. aeruginosa 2

P. aeruginosa 1

44.434 37.969 P. aeruginosa 2

P. aeruginosa 1

!"'//"!"

Sumber Karbon Terbaik Dari Tabel 2. dapat pula diketahui bahwa sumber karbon yang paling baik untuk produksi biosurfaktan adalah molase, kemudian minyak kedelai dan yang paling rendah produksi biosurfaktannya adalah dengan sumber karbon glukosa. Hal ini dimungkinkan karena molase merupakan karbohidrat yang berbentuk polisakarida, sehingga bakteri dapat memanfaatkan sumber karbonnya secara continue. Menurut Kosaric (1992), limbah industri yang mengandung bahan organik dapat dimanfaatkan sebagai substrat untuk produksi biosurfaktan. Salah satu jenis sumber karbon dari limbah yang dapat digunakan adalah molase dan minyak kedelai. Molase adalah limbah industri gula. Molase tebu kaya akan biotin, asam pantotenat, tiamin, fosfor dan sulfur. Kandungan nitrogen organik sedikit. Mengandung 62% gula yang terdiri dari sukrosa 32%, glukosa 14% dan fruktosa 16%. Karbohidrat dalam molase telah siap difermentasi tanpa perlakuan pendahuluan karena berbentuk gula (Hidayat et al, 2006). Dengan kandungan karbohidrat yang cukup banyak, maka bakteri memiliki asupan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan memproduksi biosurfaktan.

Sedangkan pada minyak kedelai jumlah biosurfaktan yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan molase. Minyak kedelai merupakan suatu senyawa hidrokarbon yang hidrofob. Minyak kedelai dipilih sebagai substrat karena memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang cukup besar (Andriani, 2007). Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2006), bahwa jumlah biosurfaktan yang diproduksi oleh kultur bakteri campurannya dengan sumber karbon minyak mentah, cukup rendah. Hal ini terjadi karena minyak mentah merupakan hidrokarbon yang kompleks. Mikroba memiliki kisaran sumber karbon tertentu yang dapat digunakan olehnya, sehingga sangat mungkin bahwa bakteri yang digunakan pada penelitian ini tidak dapat mendegradasi semua jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak kedelai, akibatnya biosurfaktan yang diproduksi dengan sumber karbon minyak kedelai lebih rendah. Hal ini merupakan alasan dari perbedaan jumlah biosurfaktan yang dihasilkan oleh bakteri dengan sumber karbon yang berbeda.

Pada media dengan suber karbon glukosa, produksi biosurfaktan cukup rendah. Glukosa merupakan karbohidrat yang berbentuk monosakarida, sehingga persediaan nutrisinya sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zajic et al, (1977) diketahui bahwa bakteri hidrokarbonoklastik mampu menggunakan 4 macam sumber karbon yaitu glukosa, parafin cair, heksadekana, dan minyak mentah (crude oil) untuk menghasilkan biosurfaktan dengan parameter tegangan permukaan yang menurun. Bakteri hidrokarbonoklastik juga mampu menggunakan karbohidrat

!"'/&"!"

" seperti glukosa, fruktosa, dan manitol sebagai sumber karbonnya untuk

menunjang produksi biosurfaktan. Namun Glukosa yang sederhana ini dijadikan sebagai sumber karbon untuk perbanyakan sel, akibatnya karbon yang dipakai untuk produksi biosurfaktan lebih sedikit (Zajic et al, 1977; Sheehan, 1997 dalam Nugroho, 2006). Pseudomonas tumbuh dengan baik di media dengan sumber karbon glukosa, tetapi tidak untuk memproduksi biosurfaktan (Abouseoud, 2007).

Selain itu kondisi lingkungan juga berpengaruh dalam produksi biosurfaktan. Pada media dengan sumber karbon glukosa jumlah biosurfaktan yang diproduksi cukup rendah. Hal ini mungkin saja disebabkan karena adanya penurunan pH selama masa inkubasi, yang menyebabkan menurunnya kemampuan bakteri dalam memproduksi biosurfaktan. Menurut Rodrigues et al. (2006), faktor lingkungan dan kondisi pertumbuhan seperti pH, temperatur, agitasi dan oksigen dapat juga mempengaruhi produksi biosurfaktan selama efek tersebut pada masa pertumbuhan sel atau aktivitas seluler. pH media berperan penting dalam poduksi sophorolipid oleh T.bombicola. Produksi rhamnolipid oleh Pseudomonas sp. akan mencapai titik maksimum pada kisaran pH 6 sampai 6,5 dan akan menurun drastis di atas pH 7. Dan pada penelitian yang dilakukan Suastuti, 1998, kultur dengan sumber karbon glukosa memiliki pH yang menurun tajam pada awal inkubasi. Hal ini terjadi karena glukosa merupakan sumber karbon yang sederhana sehingga dapat langsung dipakai untuk metabolisme bakteri menghasilkan asam dan gas. Berbeda dengan jenis hidrokarbon lain seperti parafin, heksadekana, dan minyak bumi yang harus melalui serangkaian reaksi oksidasi untuk menghasilkan asam.

Sumber Nitrogen Terbaik Dari data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa amonium nitrat dan sodium nitrat sama-sama memiliki kualitas yang baik untuk produksi biosurfaktan, karena sama-sama mengandung nitrat. Menurut Abouseoud (2007), Sodium nitrat dan ammonium nitrat adalah dua sumber nitrogen terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan sintesis biosurfaktan. Namun terlihat perbedaannya apabila divariasikan dengan sumber karbon yang berbeda pula. Variasinya dengan molase menunjukkan bahwa sodium nitrat lebih baik daripada amonium nitrat. Hal ini dimungkinkan karena dalam molase juga terkandung nitrogen. Sehingga media dengan sumber karbon molase dan sumber nitrogen amonium nitrat mengandung jumlah nitrogen yang lebih banyak, yaitu dari amonium, nitrat dan dari molase itu sendiri. Padahal nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit dalam produksi biosurfaktan. Menurut Nugroho (2006), biosurfaktan dapat diproduksi jika terjadi akumulasi lemak pada dinding sel bakteri. Mikroba khususnya bakteri akan mengakumulasi lemak lebih banyak jika

!"'/'"!" !"'/'"!"

Gambar 2: Histrogram konsentrasi biosurfaktan yang dihasilkan oleh P.aeruginosa pada media dengan variasi sumber karbon dan nitrogen

Namun, produksi biosufaktan dengan menggunakan ammonium nitrat yang divariasikan dengan glukosa, lebih baik dibandingkan dengan variasi media sodium nitrat-glukosa. Walaupun tetap saja produksinya jauh lebih rendah dibandingkan variasi media yang lain. Dalam hal ini sumber karbonlah yang memberi pengaruh lebih besar dalam produksi biosurfaktan. Karena seperti yang telah diurai di atas, bahwa mungkin saja terjadi perubahan pH pada media selama masa inkubasi. Dari penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh Abouseoud (2007), media dengan sumber karbon glukosa mengalami penurunan pH yang paling rendah yaitu 3,53.

Jadi sebenarnya sumber nitrogen yang digunakan dalam penelitian ini, tidak mempengaruhi pH media. Namun, sumber karbonnyalah yang menyebabkan adanya penurunan pH media. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Abouseoud (2007) bahwa

pada tiga jenis sumber nitrogen yang digunakannya yaitu NH 4 Cl, NH 4 NO 3 dan NaNO 3 hanya NH 4 Cl yang mengalami penurunan pH hingga 4,03. Sedangkan kedua jenis sumber nitrogen lainnya berturut- turut 6,98 dan 7,33. Kondisi pH yang masih dalam kisaran netral ini sangat mempengaruhi produksi biosurfaktan yang dihasilkan oleh Pseudomonas sp.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak selalu laju pertumbuhan yang tinggi akan menyebabkan tinggi pula jumlah produksi biosurfaktan oleh suatu bakteri. Karena yang mempengaruhi biomassa dan produksi metabolit oleh suatu mikroorganisme adalah jenis medianya. Nutrisi yang

!"'/("!"

" tersedia dalam suatu media dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme

untuk pertumbuhan atau pun untuk produksi metabolit. Menurut Ruzniza (2005), hubungan antara pertumbuhan sel, pemanfaatan substrat dan produksi biosurfaktan saling berhubungan, sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.4.1., nutrisi dengan sumber karbon dan nitrogen digunakan oleh mikoroorganisme untuk pertumbuhan dan produksi metabolit. Menurut konsep yang dikemukakan Shuler & Kargi (1992) dalam Suryatma et al, (2004)., bahwa substrat seperti glukosa akan digunakan oleh bakteri sebagai sumber karbon dan energi untuk empat kelompok proses metabolismenya, antara lain: (i) assimilasi sintesis biomassa, (ii) asimilasi sintesis produk ekstarseluler, (iii) energi untuk pertumbuhan, dan (iv) energi untuk pemeliharaan. Produksi biosurfaktan termasuk pada katagori proses asimilasi sintesis produk ekstraseluler.