Budaya Demokrasi dalam Perspektif Kaum Muda

Budaya Demokrasi dalam Perspektif Kaum Muda

Orang yang awam akan politik lebih sering memandang demokrasi sebagai sistem yang menyediakan ruang untuk mengajukan pendapat, memiliki hak untuk memilih dan dipilih, serta memusyawarahkan pendapat-pendapat agar mencapai kesepakatan yang hakiki. Dalam dunia politik, rasanya demokrasi yang seperti itu sangat sulit ditemukan.

Sebagai seorang pelajar memang belum saatnya berbicara tentang politik, karena terfokus pada kancah pendidikan di samping pengetahuan yang dangkal akan dunia politik. Maka dari itu, jika ditelisik lebih dalam lagi budaya demokrasi sejatinya tidak hanya dapat diimplementasikan lima tahun sekali pada pesta demokrasi, namun juga dapat diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari.

Di dalam Buku Pendidikan Kewarganegaraan telah menyebutkan bahwa demokrasi berasal dari kata demos dan cratein. Demos berarti rakyat, sedangkan cratein berarti kekuasaan atau pemerintahan. Jadi, pengertian demokrasi adalah pemerintahan rakyat atau pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan. Dalam suatu sistem, organisasi, maupun instansi, pemerintahan tidak hanya dikendalikan oleh kelompok orang yang memiliki jabatan tertinggi, melainkan mampu menerima aspirasi rakyat yang menjalankan pemerintahan.

Pelaksanaan demokrasi itu sendiri akan menjadikannya sebagai salah satu budaya dalam masyarakat. Budaya demokrasi mempunyai pengertian kemampuan manusia yang berupa sikap dan kegiatan yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi, seperti menghargai persamaan, kebebasan, dan peraturan. Budaya demokrasi juga dapat dikatakan

Kaum Muda dan Budaya Demokrasi

sebagai bentuk aplikasi atau penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam prinsip demokrasi itu sendiri (Sumedi, 2013).

Dalam perspektif generasi muda, khususnya para pelajar, praktik demokrasi yang kerap kali menjadi bingkai keseharian dapat ditemukan pada kegiatan pendidikan di sekolah. Salah satu contoh praktik budaya demokrasi adalah pemilihan ketua kelas. Pemilihan ketua kelas dilakukan secara musyawarah, yaitu dipilih oleh anggota kelas tersebut. Jika belum mencapai mufakat, dilakukan voting yaitu pemungutan suara terbanyak terhadap calon ketua kelas. Selain pemilihan ketua kelas, budaya demokrasi dapat dilihat dari diskusi dalam rapat kelas, biasanya membahas piket kerja, pembentukan kelompok, dan perencanaan kegiatan tertentu.

Dalam realita, demokrasi untuk mencapai tujuan bersama masih belum optimal terjadi di kalangan generasi muda. Dalam pemilihan ketua kelas, sudah menjadi hal yang biasa bahwa beberapa anggota kelas tidak menggunakan hak pilihnya untuk memilih calon ketua kelas yang sesuai dengan keinginan hati, yang biasa dikenal golput (golongan putih). Di samping itu, dalam sesi diskusi, masing-masing orang memiliki latar belakang, pendapat, keinginan, dan kepentingan yang berbeda-berbeda, sehingga menyatukan pendapat dalam menemukan benang merah bukanlah perkara mudah, bahkan tidak jarang menuai konlik yang memanas.

Cara berdemokrasi seperti itu tentunya dapat menimbulkan sejumlah persoalan yang kompleks. Oleh karenanya, sangat dibutuhkan cara-cara bijak untuk mengorganisasikan pemerintahan dan pengalaman praktis mengelola kepentingan publik sesuai tempat, waktu, dan kondisi masyarakat. Cara-cara bijak yang dimaksud biasanya ada dalam nilai-nilai kearifan lokal dalam budaya demokrasi masyarakat setempat, yang merupakan keseluruhan pengalaman sosial budaya yang membentuk pola ciri kehidupan demokrasi masyarakat (Suacana, 2006).

Sebagian parameter yang menandakan budaya demokrasi tetap hidup dan berkembang dalam tradisi masyarakat adalah adanya rotasi kekuasaan, keterbukaan sistem perekrutan pimpinan tradisional,

Konsepsi Pasraman Tat Twam Asi

keteraturan pergantian kedudukan pimpinan, penghargaan atas hak- hak krama, toleransi dalam perbedaan pendapat, dan akuntabilitas pemegang kekuasaan. Untuk itu, konsepsi pasraman tat twam asi dapat dijadikan cerminan dalam menerapkan nilai-nilai demokrasi.