Efektifitas Nifedipin sebagai Tokolitik pada Preterm Labor

(1)

KANKER SERVIKS RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2008-2012: KARAKTERISTIK MODALITAS TERAPI

DAN LUARAN PASIEN

TESIS MAGISTER

Oleh:

RISKE EKA PUTRI

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN


(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN

TIM-5

Pembimbing :

Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K

dr. Deri Edianto, M.Ked (OG), SpOG.K

Pembanding :

Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K

dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K

dr. Muara P. Lubis, M. Ked (OG), SpOG

Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat

Menyelesaikan Program Pendidikan Magister

Kedokteran


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Penelitian ini telah disetujui oleh Tim 5

Pembimbing :

Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K

---

Pembimbing I

Tgl.

dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG.K

---

Pembimbing II

Tgl.

Pembanding :

Prof. dr. Daulat H. Sibuea, Sp.OG (K)

---

Sub. Bagian Fetomaternal

Tgl.

dr. Henry Salim Siregar, Sp.OG (K)

---

Sub. Bagian Fertilitas Endokrinologi

Tgl.

dan Reproduksi

Dr. Muara P. Lubis, M.Ked OG, Sp.OG

---


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Segala puji dan syukur Saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untukmelengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa Saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan Saya kiranya Tesis ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

KANKER SERVIKS RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2008-2012: KARAKTERISTIK MODALITAS TERAPI

DAN LUARAN PASIEN

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah Saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H (CTM&H), SpA(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (KGEH), yang telah memberikan kesempatan kepada Saya untuk mengikuti Program Pendidikan Magister di bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran USU Medan.


(5)

2. Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K); Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG (K); Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K); Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG (K); Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr. Djafar Siddik, SpOG (K); Prof. dr. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K); Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG (K); Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K); Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K); Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K); Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K); yang telah bersama-sama berkenan menerima Saya untuk mengikuti pendidikan magister di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU.

3. Khususnya kepada Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K); yang telah memberi Saya kesempatan untuk dapat menempuh Program Pendidikan Magister di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU. Saya ucapkan Terimakasih yang tidak terhingga, semoga Allah SWT membalas kebaikan beliau.

4. Ketua Divisi Onkologi Ginekologi Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K) dan Sekretaris Divisi Onkologi Ginekologi dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG(K) yang telah mengizinkan Saya untuk melakukan penelitian tentang :

KANKER SERVIKS RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2008-2012: KARAKTERISTIK MODALITAS TERAPI


(6)

5. Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K) dan dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG(K selaku pembimbing tesis Saya, bersama Prof. dr. Daulat H Sibuea, SpOG(K); dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) dan dr. Muara P Lubis, M.Ked(OG), Sp.OG, selaku pembanding dan nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

6. Terimakasih kepada dr. Sarah Dina, M.Ked(OG), SpOG(K) yang telah memberikan ide dan membantu disetujuinya penulisan tesis ini.

7. dr. Risman F Kaban, M. Ked(OG), Sp.OG, selaku Bapak Angkat Saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada Saya selama dalam pendidikan. 8. Kepada dr. Yusuf R Surbakti, SpOG(K), selaku pembimbing minirefarat

magister Saya yang berjudul: “Efektifitas Nifedipin sebagai Tokolitik pada Preterm Labor”; dan Seluruh Staf Pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik Saya sejak awal hingga akhir pendidikan magister. Semoga Allah SWT membalas budi baik Guru-guru Saya tersebut.

9. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada Saya selama mengikuti program pendidikan magister di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

10.Direktur RSUP dr. Pirngadi Medan, dr. Amran Lubis, SpJP; dan khususnya Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Syamsul


(7)

Arifin Nasution, SpOG(K); Ketua koordinator PPDS Obgin RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Sanusi Piliang, SpOG; Ketua KomitePenelitian di RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Fadjrir, SpOG beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada Saya selama menempuh pendidikan magister di Departemen Obstetri dan Ginekologi. Dan kepada dr. John S. Khoman, SpOG (K), terima kasih banyak atas segala nasehat, arahan, dan bimbingannya kepada Saya selama bertugas di Divisi Onkologi Ginekologi RSUD dr. Pirngadi Medan.

11.Direktur Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan dr. Yazim Yaqub, SpOG beserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana serta bimbingan selama Saya bertugas di Rumah Sakit tersebut.

12.Direktur Rumah Sakit Umum PTPN II Tembakau Deli; dr. Sofyan Abdul Ilah, SpOG dan dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG (K) beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama Saya bertugass menjalani pendidikan di Rumah Sakit tersebut.

13.Direktur RSU Haji Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Gnekologi RSU Haji Medan dr. Muslich Perangin-angin, SpOG beserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana serta bimbingan kepada Saya selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

14.Direktur RSU Sundari Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Gnekologi RSU Sundari Medan dr. H. M. Haidir, MHA, SpOG dan Ibu Sundari, Am.Keb


(8)

beserta staf yang telah memberi kesempatan dan bimbingan selama Saya bertugas di Rumah Sakit tersebut.

15.Direktur RSUD HKBP Balige beserta staf yang telah memberikan kesempatan untuk bekerja dan memberikan bantuan moril selama Saya bertugas di Rumah Sakit tersebut.

16.Ketua Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU Medan beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama Saya bertugas di Departemen tersebut.

17.Ketua Departemen Patologi Anatomi FK-USU Medan beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama Saya bertugas di Departemen tersebut.

18.Kepada senior-senior Saya, dr. Erry Syahbani, Sp.OG, dr. Roy Yustin, Sp.OG, dr. Melvin NG Barus, Sp.OG, dr. Dudy Aldiansyah, Sp.OG, dr. Ujang Ridwan Permana, Sp.OG, dr. Hayu Lestari Haryono, Sp.OG, dr. A. Hadi, Sp.OG, dr. Juni H Tarigan, Sp.OG, dr. Renardy, Sp.OG, dr. T.M. Rizky, Sp.OG, dr. Mulda F Situmorang, Sp.OG, dr. P. Gotlieb Sidabutar, Sp.OG, dr. Tomy, Sp.OG, dr. T. Rahmat Iqbal, Sp.OG, dr. John T, Sp.OG, dr. Muara P Lubis, Sp.OG, dr. Sukhbir Singh, Sp.OG, dan dr. Simon P Saing, Sp.OG. Saya berterima kasih atas segala bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

19.Kepada sahabat-sahabat saya dr. Tigor P Hasugian, M.Ked(OG), Sp.OG, dr. T. Johan Avicena, M.Ked(OG), Sp.OG, dr. Hendri Adi Syahputra, M.Ked(OG), Sp.OG , dr. Elvira Muthia Sungkar, M.Ked(OG), Sp.OG, dan dr.


(9)

Heika Natasha Silitonga, M.Ked(OG), terima kasih untuk kebersamaan dan kerjasamanya selama pendidikan hingga saat ini.

20.Teman sejawat yang pernah bekerjasama dengan saya dalam tim jaga dr. Sri Damayana Harahap, dr. Ray Christy Barus, dr. Hotbin Purba, dr. Hiro Hidaya Danial Nst, dr. Liza Marosa, dr. Ninong Ade Putri, dr. Johan Ricardo Sibarani, dr. Ade Ayu Chartyansari, dr. Tony Simarmata, dr. D. Irsat Syafardi dan dr. Irvan Arifianto, terima kasih atas kebersamaan kita selamaini, kenangan indah akan Saya ingat selamanya.

21.Seluruh rekan-rekan PPDS yang sangat baik. Terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa yangtelah diberikan selama ini.

22.Kepada almh. Ibu Hj. Asnawati Hsb, Ibu Hj. Sosmalawaty, Ibu Zubaedah, Mimi, dan seluruh Pegawai di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

23.Dokter muda, Bidan, Paramedis, karyawan/karyawati, serta para pasien di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik-RSUD dr. Pirngadi Medan, RS. Haji Medan, RS. Sundari yang dari padanya Saya banyak memperoleh pengetahuan baru, terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan kepada Saya sehingga dapat sampai pada akhir program pendidikan magister ini.

Tiada kata yang dapat Saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT dan sembah sujud serta terima kasih yang tidak terhingga Saya sampaikan kepada kedua


(10)

orangtua Saya yang sangat Saya cintai, Ayahanda Drs. Riswan, Ak dan ibunda Sri Hastuti Harahap yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik Saya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi dan semangat kepada Saya selama mengikuti pendidikan ini.

Kepada kedua saudara kandung Saya, Adinda Risyella Dwi Putri dan Rismi Tri Putri, terima kasih atas bantuan, dorongan semangat dan doa kepada saya selama menjalani pendidikan.

Khususnya kepada suami tercinta Arwansyah C.A Daulay, SH, MM, dan anakku Arissa Kamila Putri Daulay, terima kasih atas cinta, kasih sayang dan pengertian selama ini.

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat Saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyakmemberikan bantuan, baik moril maupun materil, Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kitasemua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Medan, Agustus 2013


(11)

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II Tinjauan Pustaka ... 7

2.1. Etiologi ... 7

2.2. Lesi Prakanker Serviks ... 9

2.3. Gambaran Klinis ... 10

2.4. Penatalaksanaan Kanker Serviks ... 14

2.4.1Histerektomi ... 14

2.4.2Radiasi ... 15

2.4.3Kemoterapi ... 16

2.4.4Adjuvant Kemoradiasi ... 17

2.5. Evaluasi Respon Terapi ... 19

BAB III Metode Penelitian ... 21

3.1. Rancangan Penelitian ... 21

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.3. Subyek Penelitian ... 21

3.4. Variabel Penelitian ... 22

3.5. Batasan Operasional... 22

3.6. Cara Kerja ... 25


(12)

BAB IV Hasil dan Pembahasan ... 27

4.1. Karakteristik Penderita Kanker Serviks. ... 27

4.2. Sebaran Jenis Histopatologi Berdasarkan Stadium, Keterlibatan KGB, UkuranTumor dan Tempat Metastase ... 31

4.3. Penatalaksanaan Kanker Serviks di RSUP H. Adam Malik Medan ... 32

4.4. Follow Up ... 35

4.5. Evaluasi Respon Terapi Radiasi dan Kekambuhan ... 39

4.6. Penyebab Kematian ... 41

4.7. Distribusi Interval Bebas Penyakit Penderita Kanker Serviks ... 42

4.8. Hubungan Berbagai Faktor Dengan Keterlibatan KGB Pada Pasien Dengan Terapi Primer Operasi ... 46

BAB V Kesimpulan dan Saran ... 49


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Definisi Respon Terapi Kriteria RECIST ... 19

Tabel 4.1 Karakteristik Penderita Kanker Serviks ... 27

Tabel 4.2 Sebaran Jenis Histopatologi Berdasarkan Stadium ... 31

Tabel 4.3 Terapi Primer Yang Dilakukan ... 33

Tabel 4.4 Distribusi Kasus Dengan Terapi Radiasi ... 34

Tabel 4.5 Distribusi Kondisi Akhir Pasien ... 35

Tabel 4.6 Follow Up Pasien Dengan Terapi Primer Operasi ... 36

Tabel 4.7 Follow Up Pasien Dengan Terapi Primer Kemoradiasi dan Radiasi ... 38

Tabel 4.8 Evaluasi Respon Terapi Radiasi ... 39

Tabel 4.9 Kejadian Kekambuhan (Relaps) ... 40

Tabel 4.10 Penyebab Kematian ... 41

Tabel 4.11 Hubungan Interval Bebas Penyakit Dengan Stadium Penderita Kanker Serviks ... 42

Tabel 4.12 Hubungan Ukuran Tumor Dengan Interval Bebas Penyakit Kanker Serviks ... 43

Tabel 4.13 Hubungan Keterlibatan KGB Dengan Interval Bebas Penyakit Kanker Serviks ... 44

Tabel 4.14 Hubungan Jenis Histopatologi Dengan Interval Bebas Penyakit ... 45

Tabel 4.15 Hubungan Ukuran Tumor Dengan Keterlibatan KGB ... 46

Tabel 4.16 Hubungan Stadium Dengan Keterlibatan KGB ... 47


(14)

KANKER SERVIKS RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

2008-2012: KARAKTERISTIK MODALITAS TERAPI

DAN LUARAN PASIEN

Sahil MF, Edianto D, Putri RE

Magister Kedokteran Klinik – Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara

Medan, Indonesia, Juli 2013

ABSTRAK

Tujuan penelitian : Untuk Mengetahui profil faktor risiko, karakteristik dan luaran pasien kanker serviks di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK.USU – RSUP. H. Adam Malik Medan.

Desain penelitian : Rancangan penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong lintang (cross sectional), yang dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP.H. Adam Malik Medan, dimulai pada Januari 2008 – Desember 2012.

Hasil : Sebagian besar kasus dijumpai pada wanita >40 tahun, dengan paritas ≥4, kondisi sosial ekonomi rendah, umumnya mempunyai riwayat keputihan dan gambaran histopatologi umumnya skuamous sel. Sebagian besar ditemukan pada stadium IIIB dan IIB, sebagian besar berukuran >4 cm dan umumnya tidak terjadi metastase. Penanganan terbanyak dengan kemoradiasi, sedangkan jenis radioterapi yang paling banyak digunakan adalah eksternal pelvik radioterapi. Stadium I dan II memberikan harapan hidup dalam 5 tahun lebih besar dari pada stadium III dan IV demikian juga kasus tanpa keterlibatan kelenjar getah bening.


(15)

Kesimpulan : Untuk memberikan harapan hidup lebih tinggi dan memberikan respon terapi lebih baik, sebaiknya melakukan penemuan kasus kanker serviks secara dini. Penanganan terhadap kasus kanker serviks sebaiknya dengan terapi kombinasi untuk mendapatkan respon terapi yang lebih baik.


(16)

CERVICAL CANCER IN RSUP H ADAM MALIK MEDAN

2008-2012: THERAPEUTIC MODALITIES AND PATIENT OUTCOME

CHARACTERISTICS

Sahil MF, Edianto D, Putri RE

Magister Kedokteran Klinik – Departement of Obstetri dan Ginekologi Medical Faculty – Universitas Sumatera Utara

Medan, Indonesia, Juli 2013

ABSTRACT

Objective : To determine the risk factors, characteristics and outcomes of patients with cervical cancer at the Department of Obstetrics and Gynecology FK.USU - Dr. H. Adam Malik Medan.

Methods : The study design was an observational study with cross-sectional design (cross-sectional), performed at the Department of Obstetrics and Gynecology RSUP.H. Adam Malik Medan, began in January 2008 - December 2012.

Result : Most cases of cervical cancer found in women> 40 years, with parity ≥ 4, low socio-economic conditions, generally, they have a history of vaginal discharge with histopathology result is squamous cell. Mostly found in stage IIIB and IIB, and is rarely found in earlier stages of disease, most measuring > 4 cm in tumor size and generally metastases does not occur. Most treatment of cervical cancer cases is chemoradiation, while the external pelvic radiotherapy is the most widely used. 5-year life survival of cervical cancer in stage I and II is greater than in stage III and IV as well as cases without lymph node involvement.

Conclusion : To provide a higher life survival and provide a better therapeutic response, we should conduct cervical cancer case finding early. The handling of cases of cervical cancer with combination therapy should be able gain a better therapeutic response.


(17)

KANKER SERVIKS RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

2008-2012: KARAKTERISTIK MODALITAS TERAPI

DAN LUARAN PASIEN

Sahil MF, Edianto D, Putri RE

Magister Kedokteran Klinik – Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara

Medan, Indonesia, Juli 2013

ABSTRAK

Tujuan penelitian : Untuk Mengetahui profil faktor risiko, karakteristik dan luaran pasien kanker serviks di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK.USU – RSUP. H. Adam Malik Medan.

Desain penelitian : Rancangan penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong lintang (cross sectional), yang dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP.H. Adam Malik Medan, dimulai pada Januari 2008 – Desember 2012.

Hasil : Sebagian besar kasus dijumpai pada wanita >40 tahun, dengan paritas ≥4, kondisi sosial ekonomi rendah, umumnya mempunyai riwayat keputihan dan gambaran histopatologi umumnya skuamous sel. Sebagian besar ditemukan pada stadium IIIB dan IIB, sebagian besar berukuran >4 cm dan umumnya tidak terjadi metastase. Penanganan terbanyak dengan kemoradiasi, sedangkan jenis radioterapi yang paling banyak digunakan adalah eksternal pelvik radioterapi. Stadium I dan II memberikan harapan hidup dalam 5 tahun lebih besar dari pada stadium III dan IV demikian juga kasus tanpa keterlibatan kelenjar getah bening.


(18)

Kesimpulan : Untuk memberikan harapan hidup lebih tinggi dan memberikan respon terapi lebih baik, sebaiknya melakukan penemuan kasus kanker serviks secara dini. Penanganan terhadap kasus kanker serviks sebaiknya dengan terapi kombinasi untuk mendapatkan respon terapi yang lebih baik.


(19)

CERVICAL CANCER IN RSUP H ADAM MALIK MEDAN

2008-2012: THERAPEUTIC MODALITIES AND PATIENT OUTCOME

CHARACTERISTICS

Sahil MF, Edianto D, Putri RE

Magister Kedokteran Klinik – Departement of Obstetri dan Ginekologi Medical Faculty – Universitas Sumatera Utara

Medan, Indonesia, Juli 2013

ABSTRACT

Objective : To determine the risk factors, characteristics and outcomes of patients with cervical cancer at the Department of Obstetrics and Gynecology FK.USU - Dr. H. Adam Malik Medan.

Methods : The study design was an observational study with cross-sectional design (cross-sectional), performed at the Department of Obstetrics and Gynecology RSUP.H. Adam Malik Medan, began in January 2008 - December 2012.

Result : Most cases of cervical cancer found in women> 40 years, with parity ≥ 4, low socio-economic conditions, generally, they have a history of vaginal discharge with histopathology result is squamous cell. Mostly found in stage IIIB and IIB, and is rarely found in earlier stages of disease, most measuring > 4 cm in tumor size and generally metastases does not occur. Most treatment of cervical cancer cases is chemoradiation, while the external pelvic radiotherapy is the most widely used. 5-year life survival of cervical cancer in stage I and II is greater than in stage III and IV as well as cases without lymph node involvement.

Conclusion : To provide a higher life survival and provide a better therapeutic response, we should conduct cervical cancer case finding early. The handling of cases of cervical cancer with combination therapy should be able gain a better therapeutic response.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara

keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada

wanita setelah kanker payudara dan merupakan penyebab utama kematian

akibat kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks terus menerus

menjadi masalah kesehatan publik pada wanita di seluruh dunia, khususnya

di negara berkembang seperti Indonesia. Sebagian besar penderita kanker

serviks uteri datang berobat pada stadium lanjut, karena pada stadium awal

penyakit ini tidak menimbulkan gejala.Data dari 13 pusat patologi di Indonesia

menunjukkan bahwa kanker serviks berada di urutan pertama di antara

semua kanker (23,43% dari 10 kanker utama pada pria dan 31,0% dari 10

kanker utama pada wanita).1,2 Data dari berbagai rumah sakit pendidikan

pada tahun 2007 menunjukkan bahwa kanker serviks adalah keganasan

ginekologi tersering diikuti oleh kanker ovarium, uterus, vulva, dan vagina.

Pada tahun 2000 diperkirakan 370.000 kasus dari sekitar 470.600

kasus baru kanker serviks dari seluruh dunia diderita oleh perempuan di

negara-negara berkembang. Dari jumlah tersebut, lebih dari separuh berasal

dari negara-negara Asia, termasuk Indonesia. Kanker serviks juga menjadi 3


(21)

penyebab kematian 233.400 perempuan di dunia setiap tahunnya, yang 80

persennya berasal dari negara-negara berkembang.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kematian akibat kanker

serviks sebetulnya amat sederhana dan efektif. Jika saja lesi prakanker

serviks dapat diidentifikasi dan ditatalaksana dengan tepat, lesi ini tidak akan

berkembang menjadi kanker serviks. Angka harapan hidup lima tahun

perempuan dengan lesi prakanker mendekati seratus persen bila

ditatalaksana dengan tepat.

4,5

Dengan diperkenalkannya skrining regular dengan Pap smear, angka

kejadian dan mortalitas kanker serviks masing-masing menurun menjadi

70-80% dan 90% pada kebanyakan negara berkembang. 6,7

8,9

Namun masih

banyak halangan untuk membuat Pap smear menjadi metode dasar program

skrining di negara berkembang seperti Indonesia, khususnya keterbatasan

ahli patologi yang sangat penting untuk diagnosa.10 Hanya terdapat 292

orang ahli patologi (data dari IAPI 2010) yang harus melayani populasi

Indonesia yang berjumlah 237 juta jiwa (Badan Pusat Statistik Republik

Indonesia 2010).

Beberapa faktor risiko yang merupakan predisposisi terjadinya kanker

serviks dari berbagai penelitian menyebutkan bahwa menikah pada usia

kurang dari 16 tahun, memiliki pasangan seksual lebih dari satu, keputihan

kronis, higiene genital yang buruk, merokok, dan status sosio-ekonomi yang

rendah menunjukkan risiko yang lebih besar daripada wanita yang tidak

memiliki faktor-faktor risiko tersebut. Sehingga faktor-faktor risiko tersebut 11,12


(22)

dapat dikaitkan dengan progresifitas penyakit, stadium penyakit, luaran, dan

respon terapi.

Karsinoma serviks merupakan penyakit di mana sel-sel serviks

menjadiabnormal dan tumbuh tak terkendali. Penyebab tersering dari

karsinoma serviksialah infeksi darihuman papilloma virus (HPV). 13,14

Terapi untuk karsinoma serviks antara lain operasi, radiasi,

dankemoterapi. Terapi radiasi dapat dilakukan dengan cara radiasi

eksterna danbrachytherapy. Bila menggunakan radiasi eksterna, sinar radiasi

difokuskan padadaerah panggul dari sumber di luar tubuh.Pada daerah

panggul terdapat organ-organ selain uterus seperti kandung kemih, ureter

bagian ke tiga, kolon sigmoiddan rektum.Efek dari radiasi pada ureter

dapat menimbulkan striktur ataupenyempitan yang bisa menimbulkan

gangguan fungsi ginjal.

14,15

Kemoterapi merupakan bentuk pengobatan kanker dengan

menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat

proliferasi sel-sel kanker. The National Cancer Institute

merekomendasikanbahwa kemoterapi dengan cisplatin dipertimbangkan

untuk semua wanita yangmenerima terapi radiasi untuk karsinoma

serviks.Salah satu efek cisplatin ialahnefrotoksisitas yaitu dapat

menyebabkan kerusakan pada ginjal. Mekanisme darinefrotoksisitas cisplatin

ialah penimbunan cisplatin di sel ginjal, biotransformasidari cisplatin di ginjal,

dan apoptosis sel ginjal oleh cisplatin. 15,16


(23)

Untuk kasus karsinomaserviks stadium lanjut (stadium IIB

sampaistadium IVA), radioterapi diberikan secarakombinasi yaitu eksternal

dan intrakaviter, sedang pada karsinoma serviks stadiumIVB dimana sudah

terjadi metastasis jauhbiasanya hanya diberikani kemoterapi ataukombinasi

dengan radioterapi lokal.Kemoterapi sering digunakan bersamaan dengan

terapi radiasi.StadiumIIB, III, IV, dan karsinoma serviks berulang biasanya

dilakukan terapi kombinasiradiasi eksterna atau interna dan kemoterapi.

Beberapa penelitian telah dilakukanmengenai efek dari kemoradiasi pada

pasien karsinoma serviks.

Kanker serviks yang telah diterapi dievaluasi selama 3 bulan untuk

melihat respon terapiyang diharapkan berupa clinical complete response.Beberapa faktor risiko terkait dengan kejadian kanker serviks dan luaran pasien yang mengalami remisi atau tidak.Selain ituluaran histopatologi

dan stadium serta ketahanan hidup 5 tahun juga harus diteliti untuk

mengevaluasi strategi penanganan optimal yang telah dilakukan pada

penderita kanker serviks. 18,19

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang hendak dikaji adalah:

1. Bagaimana profil faktor risiko penderita kanker serviks yang meliputi

usiamenikah pertama kali, jumlah pasangan seksual, riwayat keputihan


(24)

kanker serviks di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK.USU –

RSUP. H. Adam Malik Medan?

2. Bagaimana karakteristik stadium kanker serviks, luaran histopatologi,

jenis penatalaksanaan serta luaran pasien di Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK.USU – RSUP. H. Adam Malik Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui profil faktor risiko, karakteristik dan luaran pasien kanker

serviks di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK.USU – RSUP. H.

Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui profil faktor risiko penderita kanker serviks yang meliputi usia

menikah pertama kali, jumlah pasangan seksual, riwayat keputihan kronis,

riwayat merokok dan status sosio-ekonomi terhadap kejadian kanker

serviks di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK.USU – RSUP. H. Adam

Malik Medan.

2. Mengetahui gambaran stadium kanker serviks, luaran histopatologi, jenis

penatalaksanaan serta luaran pasien di Departemen Obstetri dan


(25)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti ilmiah mengenai

profil penderita kanker serviks, gambaran penatalaksanaan kanker

serviks, dan luaran pasien yang telah di terapi di Departemen Obstetri

dan Ginekologi FK.USU – RSUP. H. Adam Malik Medan


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kanker serviks adalah kanker primer dari serviks (kanalis servikalis

atau porsio). Perjalanan penyakit karsinoma sel kuamosa serviks merupakan

salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan dimulai dari proses

karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga

tumbuh menjadi kanker invasif. Lebih dari 20 tahun penelitian proses

karsinogenesis karsinoma sel skuamosa serviks diteliti dan diamati, sehingga

diketemukan proses yang terjadi akibat pengaruh faktor karsinogen dan faktor

serviks sendiri. Virus human papilloma virus (HPV) menjadi perhatian yang diteliti secara molekular dan proteomik. Infeksi virus HPV merupakan faktor

risiko masuknya karsinogen E6 dan E7, kedua protein tersebut merupakan

karsinogen kanker serviks uterus.15

2.1. Etiologi

Dalam beberapa tahun terakhir, biologi molekular memberikan

keterangan hubungan antara infeksi persisten dengan genotip HPV risiko

tinggi dan kanker serviks.Infeksi HPV terdeteksi pada 99,7% kanker serviks,

sehingga infeksi HPV merupakan infeksi yang sangat penting pada

perjalanan penyakit kanker serviks uterus. Pada penelitian kasus-kontrol,

prevalensi infeksi HPV pada kanker serviks jenis karsinoma sel skuamosa


(27)

HPV pada kanker serviks jenis adenokarsinoma dijumpai sejumlah

85,7-100% (metaanalisis 9 negara). Pada penelitian kasus-kontrol juga dijumpai

adanya infeksi HPV pada lesi prakanker dan kanker invasif. Kejadian infeksi

HPV risiko tinggi dijumpai sejumlah 80% pada NIS II, 90% pada NIS III dan

sejumlah 98% pada karsinoma serviks invasif.

Hubungan sebab akibat ini menjanjikan pencegahan kanker serviks

global dengan menggunakan baik pencegahan primer melalui vaksinasi HPV

pada wanita muda maupun pencegahan sekunder dengan menskrining

langsung HPV karsinogenik pada wanita yang lebih tua. Dua vaksin HPV

yang telah disetujui oleh FDA adalah Gardasil (quadrivalent) dan Cervarix

(bivalent).

15,20,21

Berbagai faktor dianggap sebagai kofaktor (faktor yang menyertai)

terjadinya kanker serviks antara lain multiparitas, merokok, kontrasepsi

hormonal, penyakit hubungan seksual, dan faktor nutrisi. Pada berbagai

penelitian disebutkan bahwa, menikah pada usia kurang dari 16 tahun,

memiliki pasangan seksual lebih dari satu, keputihan kronis, hygiene genital

yang buruk dan status sosio-ekonomi yang rendah juga menunjukkan risiko

yang lebih besar untuk terjadinya kanker serviks daripada wanita yang tidak

memiliki faktor-faktor risiko tersebut. Sehingga faktor-faktor risiko tersebut

dapat dikaitkan dengan progresifitas penyakit, stadium penyakit, luaran dan

respon terapi. 20

13-15

Selama ini telah dikenal lebih dari 200 tipe HPV, diantaranya ada yang

berisiko rendah seperti tipe 6 dan 11 yang berkaitan dengan kondiloma dan


(28)

displasia ringan. Sedangkan tipe risiko tinggi seperti tipe 16, 18, 31, 33, dan

35 dihubungkan dengan displasia ringan dan karsinoma insitu. Tipe HPV

yang benar-benar karsinogenik untuk manusia dan berkaitan erat dengan

timbulnya kanker serviks adalah tipe 16 dan 18.

Hasil pemeriksaan sitologi eksploratif dari ekto dan endo-serviks yang

positif tidak boleh dianggap diagnosis pasti. Diagnosis harus dapat dipastikan

dengan pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diperoleh dengan

melakukan biopsi.

15

13,15

2.2. Lesi Prakanker Serviks

Istilah lesi prakanker leher rahim (displasia serviks) telah dikenal luas

di seluruh dunia.Lesi prakanker disebut juga neoplasia intraepitelial serviks

(cervical intraepithelial neoplasia).Keadaan ini merupakan awal dari perubahan menuju karsinoma leher rahim.Infeksi Human Papilloma Virus

persisten dapat berkembang menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS).

Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV resiko-tinggi

dan 80% akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS dan

HPV akan hilang dalam waktu 6-8 bulan.

Dalam hal ini respons antibody terhadap HPV risiko-tinggi yang

berperan.Dua puluh persen sisanya berkembang menjadi NIS dan sebagian

besar yaitu 80% virus menghilang kemudian lesi juga menghilang.Maka, yang

berperan adalah cytotoxic T-cell.Sebanyak 20% dari yang terinfeksi virus tidak menghilang dan terjadi infeksi yang persisten. NIS akan bertahan atau


(29)

NIS 1 akan berkembang menjadi NIS 3, dan pada akhirnya sebagiannya lagi

menjadi kanker invasif. HPV risiko rendah tidak berkembang menjadi NIS 3

atau kanker invasif, tetapi bisa menjadi NIS 1 dan beberapa menjadi NIS 2.

Terdapat hubungan yang kuat antara derajat NIS dengan infeksi

HPV.Pada NIS I atau LSIL infeksi yang dijumpai umumnya infeksi HPV tipe 6

atau 11.Kedua HPV ini tidak menyebabkan progresifitas ke derajat yang lebih

tinggi.Pada HSIL terdapat hubungan yang kuat dengan infeksi HPV 16 dan

18, kedua tipe ini merupakan tipe yang mempunyai onkoprotein. Infeksi ini

menyebabkan perubahan lesi pada NIS II tanpa melalui NIS I. Dengan

demikian terdapat dua alur perjalanan penyakit pada lesi prakanker.

13

Sejak diperkenalkannya tes Papanicolaou (Pap) pada tahun 1950,

skrining sitologi serviks telah dihubungkan dengan penurunan signifikan

insidensi dan mortalitas kanker serviks skuamosa invasif (Saslow,

2002).Setiap tahun, sekitar 7% wanita di Amerika Serikat yang menajlani

skrining ini memiliki hasil sitologi abnormal yang memerlukan respon klinik

(Jones, 2000). Dengan demikian, bagian ginekologi sering melibatkan

diagnosa dan penatalaksanaan penyakit preinvasif lower genital tract (LGT). 15

22

2.3. Gambaran Klinis

Adapun stadium kanker serviks berdasarkan FIGO tahun 2008


(30)

Kanker noninvasive, kanker dini ini kecil dan hanya terbatas pada permukaan

serviks. Stadium 0

Kanker hanya terbatas pada serviks Stadium I

Ia : Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis secara

mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara mikroskopik

kedalamannya 3 – 5 mm dari epitel basah dan memanjang tidak

lebih dari 7 mm.

Ia1 : kedalaman lesi ≤3 mm, luas ≤7 mm

Ib : Lesi invasif > 5 mm, bagian atas lesi < 4 cm dan > 4 cm. Ia2 : kedalaman lesi 3-5 mm, luas ≤7 mm

Ib1 : dimensi terbesar lesi ≤4 cm Ib2 : dimensi terbesar lesi >4 cm

Kanker pada stadium ini termasuk serviks dan uterus, namun belum

menyebar ke dinding pelvis atau bagian bawah vagina. Stadium II

IIa : Penyebaran hanya ke 2/3 proksimal vagina, parametrium masih

bebas dari infiltrat tumor

IIa1 : dimensi terbesar lesi ≤4 cm

IIb : Penyebaran hanya ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum

sampai dinding

IIa2 : dimensi terbesar lesi >4 cm


(31)

Kanker pada stadium ini telah menyebar dari serviks dan uterus ke dinding

pelvis atau bagian bawah vagina. Stadium III

IIIa : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau ke parametrium sampai

dinding panggul

IIIb : Penyebaran sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah

bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul atau proses

pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal /

hidronefrosis.

Pada stadium ini kanker telah menyebar ke organ terdekat , seperti kandung

kemih atau rectum, atau telah menyebar ke daerah lain di dalam tubuh,

seperti paru-paru, hati atau tulang. Stadium IV

IVa : Telah bermetastasis ke organ sekitar

IVb : Telah bermetastasis jauh.14,15

Walaupun telah terjadi invasi tumor ke dalam stroma, kanker serviks

masih mungkin tidak menimbulkan gejala.Keputihan merupakan gejala yang

paling sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan

berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian,


(32)

senggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma

serviks (75-80%).

Tanda yang lebih klasik adalah perdarahan bercak yang berulang, atau

perdarahan bercak setelah bersetubuh atau membersihkan vagina. Dengan

makin tumbuhnya penyakit, tanda menjadi semakin jelas. Perdarahan

menjadi semakin banyak, lebih sering, dan berlangsung lebih lama. Namun,

terkadang keadaan ini diartikan penderita sebagai perdarahan yang sering

dan banyak. Juga dapat dijumpai sekret vagina yang berbau terutama

dengan massa nekrosis lanjut. Nekrosis terjadi karena pertumbuhan tumor

yang cepat tidak diimbangi dengan pertumbuhan pembuluh darah

(

15,20

angiogenesis) agar mendapat aliran darah yang cukup. Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak sedap dan reaksi peradangan non spesifik.

Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin

lama akan lebih sering terjadi, juga di luar sanggama (perdarahan spontan).

Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II

atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.pada wanita usia lanjut

yang sudah tidak melayani suami secara seksual, atau janda yang sudah mati

haid (menopause) bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang

meminta pertolongan. Perdarahan spontan saat berdefekasi terjadi akibat

tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka

datang ke dokter.

15

Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu

dicurigai adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang 15,22


(33)

khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia akan menyertai

sebagai akibat dari perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat

infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk

dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen

vagina yang sempit dan dinding sklerotik yang meradang. Gejala lain yang

dapat timbul adalah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh.

Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat

perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF= Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang

menyebabkan obstruksi total.15,22

2.4. Penatalaksanaan Kanker Serviks

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah

dipastikansecara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang

matang oleh timyang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan

lanjutan.Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien kanker serviks,

tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga

cara yaitu: histerektomi, radiasi, dan kemoterapi.2,3

2.4.1 Histerektomi

Pembedahan adalah cara lama yang hingga saat ini masih digunakan

dalam menangani penderita kanker. Namun demikian cara pembedahan tidak


(34)

penyembuhan misalnya pada penderita yang mengalami metastase, resiko

operasi lebih besar daripada kankernya dan penderita yang cacat pasca

bedah. Pada umumnya pembedahan dilakukan pada penderita-penderita

dengan tumor primer yang masih dini atau pengobatan paliatif dekompresif.

Akan tetapi diluar keganasan hematologi untuk semua penderita kanker

seyogyanya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli bedah sebelum

melakukan tindakan lebih lanjut.

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan

untukmengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).

Pada penatalaksanaan kanker serviks biasanya dilakukan histerektomi radikal

pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). 4,5

2

2.4.2. Radiasi

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks

sertamematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks

stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan

dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan

kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya

dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap

mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar

seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis


(35)

sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang

diberikan secara selektif pada stadium IV A.

Radioterapi umumnya dilakukan apabila secara lokal-regional

pembedahan tidak menjamin penyembuhan atau bilamana pembedahan

radikal akan mengganggu struktur serta fungsi dari organ yang bersangkutan.

Berhasil tidaknya radiasi yang akan diberikan tergantung dari banyak faktor

antara lain sensitivitas tumor terhadap radiasi, efek samping yang timbul,

pengalaman dari radioterapist serta penderita yang kooperatif. Seperti

halnya pembedahan, radiasipun bisa bersifat kuratif ataupun paliatif misalnya

pada penderita-penderita metastase tulang atau sindroma vena cava

superior.

23

23

2.4.3. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat

melalui infus, tablet, atau intramuskuler.Obat kemoterapi digunakan utamanya

untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan

pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiag

nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan

atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain,

pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh,

ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi

diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama


(36)

akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup

yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit

metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan

keuntungan yang memuaskan.23

2.4.4. Adjuvan Kemoradiasi

Terapi utama kanker serviks meliputi operasi dan radiasi karena

kanker serviks merupakan kankerginekologik yang kurang sensitif terhadap

kemoterapi. Pada kanker serviks stadium IIB-IVA, FIGO merekomendasikan

terapi baku yaitu radiasi eksterna dan brachyterapy, konkomitan dengan

kemoterapi yang dikenal dengan sebutan kemoradiasi.Interaksi antara

kemoterapi dan radiasi mempunyai banyak postulat, aktivitas tersebut akan

berpengaruh terhadap populasi sel tumor yang berbeda-beda. Penurunan

populasi sel tumor setelah radiasi disebabkan karena efek kemoterapi,

kelompok sel tumor yang berpindah dari fase G pada siklus sel menuju fase

yang respons terhadap terapi akan meningkat, oksigenasi tumor yang

meningkat selama radiasi akan meningkatkan aktivitas sitostatika dan radiasi

sendiri akan mengecilkan massa tumor. Kemoradiasi akan berefek langsung

pada sitotok-sisitas sel tumor, sinkronisasi sel tumor, serta menghambat

perbaikan sel tumor pada keadaan sublethal karena radiasi. Tujuan

kemoterapi sesudah kemora-diasi adalah untuk mematikan mikrometastase


(37)

Secara teori mekanisme biologi dari kemoradiasi merupakan gabungan

antara aktivitas sitostatika dan radiasi, yang bekerja pada fase siklus sel yang

berbeda serta sub populasi sel tumor yang berbeda pula. Fraksinasi radiasi

akan menurunkan repopu-lasi sel tumor, meningkatkan pengumpulan kembali

sel tumor dari fase G0 ke fase siklus sel yang respons terhadap terapi, serta

menghambat perbaikan sel yang sublethal karena kerusakan radiasi.

Cisplatin bersama hydoxyurea dan fluorouracil merupakan kemoterapi

yang bersifat meningkatkan radiosensitivitas. Pada beberapa penelitian

dikatakan bahwa keadaan anemia akan memberikan respons terapi yang

kurang optimal dan akan mengurangi survival pada wanita yang menjalani

radioterapi atau kemoradiasi. Selain itu, perlu dipertimbangkan bahwa

cisplatin bersifat nefrotoksik dan mempunyai mekanisme aktivitas

radiosensitisasi dengan menghambat perbaikan sel tumor yang subletal,

kemampuan mematikan sel tumor yang rusak karena radiasi serta sensitisasi

sel yang hipoksia.

20

Setelah menjalani terapi primer kanker serviks baik operasi maupun

radiasi ternyata 40% penderita masih memiliki residual tumor, metastasis

jauh, dan atau relaps. Inilah salah satu hal yang mendorong para ahli untuk

mencari modalitas terapi lain yaitu pemberian kemoterapi pada kanker serviks

dan karena kanker serviks kurang sensitif terhadap kemoterapi maka mereka

para ahli berusaha menemukan rejimen yang efektif. 20


(38)

2.5. Evaluasi Respon Terapi

Response Evaluation Criteria in Solid Tumors (RECIST) digunakan

untuk mengukur efek kemoterapi pada pasien dan sekarang digunakan pada

seluruh uji klinis. Dokumentasi dasar dari lesi “target” dan “nontarget”

sebelum penatalaksanaan pada uji klinis masih mendasar. Seluruh lesi yang

terukur hingga maksimum 5 lesi per organ dan total 10 lesi, representasi

seluruh organ yang terlibat, harus diidentifikasi sebagai lesi target dan dicatat

dan diukur pada garis dasarnya. Lesi target harus dipilih berdasarkan

ukurannya (lesi dengan diameter terpanjang) dan kesesuaiannya untuk

pengukuran ulang yang akurat (baik secara klinis atau dengan teknik

pencitraan).20

Tabel 2.1.Definisi Respon Terapi Kriteria RECIST Definisi Respon RECIST

Complete response (CR)

Ketiadaan seluruh lesi target

Partial response (PR)

Setidaknya pengurangan 30% jumlah diameter terpanjang lesi target (LD) terhadap pengukuran awal jumlah diameter terpanjang.

Progressive disease (PD)

Setidaknya peningkatan 20% jumlah diameter terpanjang lesi target, dibandingkan jumlah terkecil diameter terpanjang yang tercatat sejak terapi dimulai atau munculnya satu atau lebih lesi baru.

Stable disease Tidak cukup pengurangan besar massa untuk dikualifikasikan pada PR ataupun peningkatan besar


(39)

(SD) massa untuk dikualifikasikan pada PD, dibandingkan jumlah terkecil diameter terpanjang sejak terapi dimulai.

Jumlah diameter terpanjang (longest diameter-LD) pada seluruh lesi target dihitung dan dilaporkan sebagai jumlah dasar LD. Jumlah dasar LD

digunakan sebagai referensi untuk mengkarakteristikkan respon tumor

objektif. Seluruh lesi lain (atau tempat penyakit) diidentifikasikan sebagai lesi

non target. Dan juga dicatat sebagai garis dasar. Pengukuran lesi ini tidak

diperlukan, tetapi keberadaan atau ketiadaan masing-masing harus dicatat


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini merupakan penelitianobservasional

dengan desain potong lintang (cross sectional). Analisis antar variabel dilakukan dengan metode analisis univariat dan bivariat.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi

RSUP.H. Adam Malik Medan.Waktu penelitian dimulai padaJanuari 2008 –

Desember 2012.

3.3. Subyek Penelitian

a. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah populasi semua pasienkanker serviks yang

berobat di poli rawat jalan onkologi-ginekologi dan yang dirawat di

Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik Medan selama

periode Januari 2008 sampai Desember 2012.

b. Kriteria Penerimaan

Kriteria penerimaan yaitu adalah pasienkanker serviks yang telah


(41)

c. Kriteria Penolakan

Kriteria penolakan yaitu pasien kanker serviks tanpa hasil

histopatologi, atau hasil histopatologinya tidak bisa diperiksa ulang.

3.4. Variabel Penelitian

3.5. Batasan Operasional

Usia kontak seksual pertama kali

Adalah: Usia pertama kali subyek melakukan hubungan seksual

dengan pasangan (dalam satuan tahun)

Skala ukur: Skala ratio/variabel numerik

Jumlah pasangan seksual

Adalah: Jumlah pasangan seksual pria

Skala ukur: Skala ratio/variabel numeric • Riwayat Keputihan Kronis

Adalah: Riwayat keputihan lama yang berulang dan berbau (riwayat

ada/tidak ada)

Variabel Independen

1. Usia menikah pertama 2. Jumlah pasangan seksual 3. Keputihan

4. Jenis Histopatologi 5. Ukuran tumor 6. Stadium penyakit

7. Jenis penatalaksanaan

a. Radikal Histerektomi b. Kemoradiasi

Variabel Dependen

Kanker serviks • Keterlibatan KGB • Respon terapi


(42)

Skala Ukur: Skala nominal/variabel kategorik

Riwayat merokok

Adalah: Riwayat merokok (ada/tidak ada)

Skala ukur: Skala nominal/variabel kategorik

Jenis histopatologi

Adalah: jenis histopatologi yaitu sel squamous, adenocarcinoma,

endometrioid, dan jenis lainnya

Skala ukur: skala nominal/variabel kategorik

Stadium kanker serviks

Adalah: Stadium berdasarkan FIGO (2008)

Skala ukur: skala nominal/variabel kategorik

Stadium Dini

Adalah: Stadium kanker serviks IA sampai IIA berdasarkan FIGO

(2008)

Skala ukur: skala nominal/variabel kategorik

Stadium Lanjut

Adalah: Stadium kanker serviks IIB sampai IVB berdasarkan FIGO

(2008)

Skala ukur: skala nominal/variabel kategorik

Jenis Penatalaksanaan

Adalah: Penatalaksanaan berupa operasi radikal histerektomi dengan

atau tanpa adjuvan kemoradiasi, kemoradiasi saja atau radiasi saja.


(43)

Respon Terapi

Adalah: evaluasi respon kanker serviks yang telah diterapi kemoradiasi

atau radiasi komplit, berdasarkan kriteria RECIST

Skala ukur: skala nominal/variabel kategorik

Kekambuhan (Relaps)

Adalah: timbulnya kembali penyakit kanker serviks setelah menerima

terapi inisial komplit dan dinyatakan sembuh sebelumnya, dalam

jangka waktu yang dinyatakan dalam satuan bulan.

o Kekambuhan lokal : kekambuhan pada serviks

o Kekambuhan regional : kekambuhan pada organ pelvis

o Kekambuhan jauh : kekambuhan di luar rongga pelvis Skala ukur: skala nominal/variabel kategorik

Interval Bebas Penyakit

Adalah: jangka waktu sejak dilakukannya terapi primer kanker serviks

hingga terjadi kekambuhan.

Skala ukur: skala ratio/variabel numerik

Penyebab kematian

Adalah: keterangan mengenai kematian penderita kanker serviks yang

diperoleh dari data rekam medis ataupun melalui keterangan keluarga


(44)

3.6. Cara Kerja

• Seluruh data pasien kanker serviks diperoleh dari daftar registrasi rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan. Kemudian dari data

tersebut diperoleh nomor rekam medis dan status pasien.

• Dari status rekam medis diperoleh keterangan identitas, alamat dan nomor telepon yang dapat dihubungi, serta diperoleh data karakteristik

pasien, stadium penyakit, jenis histopatologi dan penatalaksanaan

pasien.i

• Untuk menilai kondisi akhir pasien, peneliti menghubungi alamat/nomor telepon yang diperoleh dari data identitas pasien dan menganjurkan

pasien untuk kembali kontrol ke poliklinik onkologi ginekologi RSUP H.

Adam Malik Medan atau peneliti mengunjungi pasien yang berdomisili

di Medan.

• Data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan SPSS v.17 untuk pengolahan data univariat dan bivariat.


(45)

3.7.Alur Penelitian

Data Sekunder

(Faktor Risiko, Histopatologi, Stadium)

Respon Terapi

Radikal Histerektomi Kemoradiasi


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan meneliti

data-data yang diperoleh dari rekam medik penderita kanker serviks di RSUP H.

Adam Malik Medan sejak Januari 2008 hingga Desember 2013.Dalam kurun

waktu tersebut, dijumpai 461 kasus kanker serviks dalam berbagai stadium.

4.1 KarakteristikPenderita Kanker Serviks

Gambaran karakteristik kasus berdasarkan umur, paritas, usia coitus

pertama, jumlah pasangan, pekerjaan suami, riwayat keputihan, gambaran

histopatologi dan stadium kanker serviks ditunjukkan pada tabel berikut ini.

TABEL 4.1 KarakteristikPenderita Kanker Serviks

KARAKTERISTIK JUMLAH

N %

Umur (Tahun)

• ≤20 0 0

• 21-30 12 2,6

• 31-40 62 13,4

• 41-50 182 39,5

• 51-60 155 33,6

• >60 50 10,8


(47)

KARAKTERISTIK JUMLAH

N %

Paritas

• 0 22 4,8

• 1-3 182 39,5

• ≥4 257 55,7

Total 461 100

Usia Coitus Pertama

• ≤16 tahun 76 16,5

• >16 tahun 385 83,5

Total 461 100

Jumlah Pasangan Seksual (Suami)

• 1 420 91,1

• >1 41 8,9

Total 461 100

Pekerjaan Suami

• Wiraswasta 226 49,0

• PNS/TNI-POLRI 51 11,1

• Petani 78 16,9

• Supir 55 11,9

• Lain-lain 51 11,1

Total 461 100

Riwayat Keputihan

• Positif 383 83,1

• Negatif 78 16,9


(48)

Histopatologi

• Skuamous 387 83,9

• Adenocarsinoma 68 14,8

• Adenoskuamous 5 1,1

• Clear cell 1 0,2

Total 461 100

Stadium

• IA1 1 0,2

• IA2 0 0

• IB1 47 10,2

• IB2 18 3,9

• IIA1 11 2,4

• IIA2 10 2,2

• IIB 119 25,8

• IIIA 10 2,2

• IIIB 218 47,3

• IVA 9 2,0

• IVB 14 3,0

• Unstage 4 0,8

Total 461 100

Berdasarkan karakteristik umur, sebagian besar kasus kanker serviks adalah

pada kelompok umur 41-50 tahun (39,5%), urutan kedua diikuti dengan

kelompok umur 51-60 tahun (33,6%) dan yang paling rendah kasusnya

adalah pada kelompok umur 21-30 tahun (2,6%). Hal ini menunjukkan bahwa


(49)

usia.Di Amerika Serikat usia rata-rata penderita kanker serviks adalah 51,4

tahun, dengan insiden usia-spesifik yang berimbang antara dua kelompok

umur yaitu 30-34 tahun (21,2 per 100.000 wanita) dan 80-84 tahun (14 per

100.000 wanita).

Berdasarkan paritas maka umumnya kasus kanker serviks adalah dengan

paritas ≥4 (55,7%) serta dengan usia coitus pertama umumnya >16 tahun (83,5%). Sedangkan jumlah pasangan kasus-kasus kanker serviks adalah

umumnya satu (91,1%). 24

Deacon(2000) meneliti faktor resiko yang paling menonjol pada kasus infeksi

HPV positif adalah pasangan seksual lebih dari 6 orang, dan usia coitus

pertama dibawah 16 tahun.25 Beberapa penelitian kasus-kontrol juga

menemukan peningkatan risiko kanker serviks pada paritas tinggi. Wanita

dengan paritas 7 atau lebih berisiko terkena kanker serviks sebanyak 4 kali

lipat dan wanita dengan paritas 1 atau 2 berisiko terkena kanker serviks

sebanyak 2 kali lipat dibanding nulipara.

Ditinjau dari adanya riwayat keputihan maka umumnya kasus-kasus kanker

serviks pernah mempunyai riwayat keputihan (83,1%). Sedangkan gambaran

hasil pemeriksaan histopatologi kanker serviks adalah umumnya jenis

skuamous (83,9%) dan yang paling rendah adalah jenis clear cell (0,2%) dan

adenoskuamous (1,1%). Banyak kepustakaan yang menulis sekitar 85-90%

kanker serviks berjenis karsinoma sel skuamous, selebihnya dari jenis 26


(50)

histologi yang lain. Dengan demikian, kebanyakan data klinik dan

epidemiologik dilaporkan dari jenis sel skuamosa ini.

Dari jumlah seluruh kasus yaitu 461 kasus, 218 kasus (47,3%) diantaranya

merupakan stadium IIIB, menggambarkan kasus yang datang ke RSUP H.

Adam Malik Medan terbanyak sudah berada pada stadium lanjut. 14

Empat kasus kanker serviks yang tidak dapat ditentukan stadiumnya adalah

pasien pasca operasi yang dilakukan sebelum pasien masuk ke RSUP H.

Adam Malik, dan menyertakan hasil pemeriksaan histopatologi yang

menunjukkan keganasan serviks.Dua kasus diantaranya adalah pasca

operasi atas indikasi mioma uteri dan dilakukan total abdominal histerektomi.

Satu kasus telah dilakukan operasi total vaginal histerektomi atas indikasi

prolapsus uteri, dan satu kasus adalah pasca operasi pengangkatan rahim

atas indikasi kanker serviks stadium dini di rumah sakit luar.

4.2. Sebaran Jenis Histopatologi

Pada keseluruhan 461 kasus diperoleh data mengenai jenis histopatologi sel

kanker.Pada tabel berikut ini diperlihatkan berbagai sebarannya.

TABEL 4.2Sebaran Jenis Histopatologi Berdasarkan Stadium

Stadium (FIGO 2008)

JENIS HISTOPATOLOGI Skuamous

cell

Adeno carsinoma

Adeno squamous

Clear cell

Total

N(%) N(%) N(%) N(%)


(51)

• Lanjut 318(68,9) 48(10,4) 4(0,9) 1(0,2)

Total 387(83,9) 68(14,8) 5(1,1) 1(0,2) 461(100)

Tabel 4.2 menunjukkan tabulasi silang massa kanker serviks berdasarkan

jenis histopatologi. Jenis histopatologi skuamous sel paling banyak dijumpai

pada stadiumlanjut (68,9%), kemudian diikuti dengan stadium dini (14,9%).

Untuk jenis Adenocarcinoma paling banyak dijumpai pada stadium lanjut

(10,4%), kemudian diikuti dengan stadium dini (4,3%). Sedangkan untuk jenis

Adenoskuamous carcinoma juga paling banyak dijumpai pada stadium lanjut

(0,9%), dan jenis clear cell dijumpai satu kasus pada stadium lanjut.

4.3.Penatalaksanaan Kanker Serviks di RSUP H. Adam Malik Medan

Kasus kanker serviks diterapi dengan tindakan operasi pada stadium dini, dan

pemberian kemoradiasi atau radiasi saja pada stadium lanjut.Namun dalam

pelaksanaannya, perlu kedisiplinan pasien sendiri agar dapat mengikuti

rangkaian terapi yang diberikan.Berikut ini digambarkan profil


(52)

Tabel 4.3.Terapi Primer yang Dilakukan

PENANGANAN

JUMLAH

N %

• Radikal Histerektomi 35 7,6

• Radikal Histerektomi +Adjuvant 23 5 • Kemoradiasi eksternal+brachyterapi 47 10,2 • Kemoradiasi eksternal + box 28 6,1 • Radiasi eksternal+ Brachiterapi 15 3,3

• Radiasi eksternal+ box 7 1,5

• Radiasi eksternal 18 3,9

• Kemoradiasi eksternal 119 25,8

• Paliatif 8 2,1

• Tanpa terapi 161 34,9

Total 461 100

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar penanganan

terhadap kanker seviks di RSUP H. Adam Malik adalah kemoradiasi eksternal

(25,8%), disebabkan kasus-kasus kanker serviks di RSUP H. Adam Malik


(53)

kasus yang tidak diterapi (34,9%) disebabkan oleh pasien memilih terapi

alternatif, menolak diberi terapi, tempat tinggal yang jauh, masalah

administrasi, sarana/alat radiasi yang sedang rusak saat pasien akan diterapi,

ingin diterapi di RS lain, ataupun meninggal sebelum diberi terapi.

Sebanyak 58 kasus stadium dini dilakukan radikal histerektomi, 40 kasus

diantaranya (8,4%) dilanjutkan dengan adjuvant kemoradiasi eksternal.

Delapan kasus diantara 23 kasus stadium lanjut dengan metastase

mendapatkan terapi radiasi paliatif, sedangkan 15 kasus tidak dapat diberikan

terapi radiasi paliatif karena kondisi pasien yang buruk dan keluarga ingin

membawa pasien pulang.

Tabel 4.4.Distribusi Kasus Dengan Terapi Radiasi

JENIS RADIOTERAPI

JUMLAH

N %

• External pelvic radiotherapy +

intracavitary irradiation 67 25,3 • External pelvic radiotherapy 120 45,3 • Radiasi eksternal/internal tidak selesai 78 29,4

Total 265 100

Kasus kanker serviks stadium lanjut penanganan utamanya adalah radiasi,

baik dengan atau tanpa kemoterapi.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

diantara jumlah total 461 kasus kanker serviks, pada 265 kasus diberikan


(54)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk radioterapi yang paling banyak

dilakukan adalah jenis external pelvic radiotherapy (45,3%) serta external

pelvic radiotherapy + intracavitary irradiation (25,3%). Sebanyak 78 kasus

(29,4%) tidak menyelesaikan rangkaian terapi radiasi karena kontraindikasi

radiasi, keadaan umum memburuk dan meninggal, dan tidak kembali kontrol

ke poliklinik (loss follow up).

4.4. Follow up

Kondisi terakhir pasien kasus kanker serviks dalam 5 tahun terakhir

ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 4.5.Distribusi Kondisi Akhir Pasien Kanker Serviks

Kondisi JUMLAH

N %

• Hidup tanpa keterangan penyakit 9 1,6 • Hidup tanpa penyakit 72 15,6 • Hidup dengan penyakit 38 8,2

• Meninggal 47 10,2

• Lost follow up 295 63,9

Total 461 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar kasus kanker

serviks tidak dapat dilakukan follow up (63,9%) karena tidak melakukan

konsultasi ulang dan tidak dapat dihubungi. Dari kasus yang dapat di follow


(55)

keluarga pada saat dihubungi, tanpa keterangan jelas mengenai kondisi

penyakitnya.Sebagian besar kasus meninggal dunia dalam kurun waktu 5

tahun terakhir berjumlah 47 kasus (10,2%), yang hidup dengan penyakit

kanker serviks sebanyak 38 kasus (8,2%), sedangkan yang hidup tanpa ada

bukti penyakit secara klinis sebanyak 72 kasus (15,6%) yang diketahui pada

saat kontrol ke poliklinik onkologi ginekologi RSHAM dan dari hasil kunjungan

atau pada saat dihubungi.

Berikut ini diterangkan mengenai gambaran follow up kasus yang diterapi

dengan tindakan operasi dan kemoradiasi lengkap.

Tabel 4.6.Follow Up Pasien Dengan Terapi Primer Operasi

Survival (bulan)

JUMLAH

N %

• Tidak kontrol 34 58,6

• ≤ 3 18 31,0

• 4-6 2 3,4

• 7-9 0 0

• 10-12 1 1,7

• 13-15 1 1,7

• 16-18 0 0

• 19-21 0 0

• 22-24 1 1,7

• 25-27 0 0

• 28-30 0 0


(56)

• 34-36 0 0

• 37-39 0 0

• 40-42 0 0

• 43-45 0 0

• 46-48 1 1,7

Total 58 100

Sebanyak 58 kasus stadium dini dilakukan tindakan operasi. Diantara seluruh

kasus tersebut, sejumlah 34 kasus (58,6%) tidak kembali kontrol untuk

evalusi respon terapi. Sebanyak 18 kasus (31,0%) kembali kontrol dalam

jangka waktu hingga 3 bulan. Ada satu kasus yang melakukan kontrol rutin


(57)

Tabel 4.7. Follow Up Pasien Dengan Terapi Primer Kemoradiasi Dan Radiasi

Survival (bulan)

JUMLAH

N %

• Tidak kontrol 104 44,6

• ≤ 3 83 34,3

• 4-6 20 8,2

• 7-9 11 4,5

• 10-12 4 1,6

• 13-15 3 1,2

• 16-18 5 2,0

• 19-21 1 0,4

• 22-24 4 1,6

• 25-27 0 0

• 28-30 0 0

• 31-33 0 0

• 34-36 1 0,4

• 37-39 1 0,4

• 40-42 1 0,4

Total 242 100

Tabel diatas memperlihatkan follow-up kasus kanker serviks stadium lanjut

yang diterapi dengan kemoradiasi, maupun radiasi saja.Jumlah seluruh kasus

yang mendapat terapi primer kemoradiasi dan radiasi saja berjumlah 242

kasus(tabel 4.3.).Sebanyak 108 (44,6%) kasus tidak melakukan kontrol rutin

seperti yang diharuskan, sehingga respon terapi kemoradiasi tidak dapat


(58)

tidak bebas penyakit dan meninggal, diantaranya 83 kasus terbanyak (34,3%)

dapat diikuti dalam jangka waktu hingga 3 bulan. Hanya sedikit kasus yang

rutin kontrol dalam jangka waktu lebih dari 24 bulan.

4.5. Evaluasi Respon Terapi Radiasidan Kekambuhan

Hasil evaluasi penatalaksanaan terhadap kasus kanker serviks berdasarkan

kriteria respon terapi RECIST dan progresivitas penyakit dilakukan pada 99

kasus yang mendapatkan rangkaian terapi primer kemoradiasi dan

radiasilengkap dan kembali kontrol untuk dievaluasi respon terapinya, serta 2

kasus yang diketahui mengalami kekambuhan. Penjabarannya dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.8. Evaluasi Respon Terapi Radiasi

Radiasi

Respon Terapi Total

Complete Partial Stable Progressive N(%)

N(%) N(%) N(%) N(%)

Stadium

• IIB 29(29,3) 7(7,1) 1(1,0) 4(4,0) 38(38,4)

• IIIA 1(1,0) 0 0 0 1(1,0)

• IIIB 38(38,4) 10(10,1) 4(4,0) 5(5,0) 56(56,6)

• IVA 0 0 0 0 0

• IVB 0 0 0 0 0


(59)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa respon terapi sebagian besar kasus

tidak diketahui karena belum mencapai rangkaian terapi yang cukup adekuat

ataupun tidak lengkap. Hal ini dapat dijelaskan karena setelah menjalani

terapi radiasi lengkap, pasien tidak kembali untuk konsultasi ulang (kontrol),

atau melanjutkan konsultasi ulang di luar RS H. Adam Malik Medan, sehingga

tidak diperoleh keterangan pada rekam medis. Maka evaluasi respon terapi

didapatkan pada 99 kasus.

Dari data yang diperoleh, yang memberikan Complete response yaitu 68

kasus (68,7%), Partial response 17 kasus(16,2%) dan Stable response 5

kasus (5,1%), dan yang menjadi progresif yaitu 9 kasus (9,1%). Stadium IIIB

merupakan yang terbanyak memberikan respon terapi komplit yaitu 38 kasus

(38,4%), diikuti kelompok stadium IIB. Begitu juga untuk respon terapi partial,

stable, atau progresif.Hanya satu kasus yang memberi respon terapi partial

dari stadium IIIA.

Tabel 4.9. Kejadian Kekambuhan (Relaps)

RELAPS JUMLAH

N %

• Lokal 1 1,2

• Regional 0 0

• Distance 1 1,2

• Negatif 66 97,6


(60)

Kejadian relaps atau kekambuhan dievaluasi pada 68 kasus yang diterapi

radiasi dengan respon terapi komplit, didapati 2 kasus kekambuhan yang

dialami masing-masing setelah lama bebas penyakit 3 bulan (kekambuhan

jauh/distance) dan 36 bulan (kekambuhan lokal).

4.6. Penyebab Kematian

Diantara seluruh kasus yang dapat diikuti, 47 kasus tercatat sudah

meninggal.Penyebab kematian kasus-kasus tersebut dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 4.10.Penyebab Kematian

PENYEBAB KEMATIAN

JUMLAH

N %

Gagal ginjal 22 46,8

Perdarahan 4 8,5

Metastase 4 8,5

Gagal paru 10 21,3

Tidak diketahui 7 14,9

Total 47 100

Penyebab kematian dari kasus-kasus kanker serviks yang tercatat adalah 22


(61)

karena gagal paru/gagal napas (21,3%). Sebanyak 7 kasus (14,9%) tidak

diperoleh keterangan penyebab kematiannya.

4.7. Distribusi Interval Bebas Penyakit Penderita Kanker Serviks

Pada tabel berikut dapat dilihat diantara seluruh kasusyang berjumlah 461

kasus, yang diterapi dengan pembedahan maupun kemoradiasi berjumlah

283 kasus (tabel 4.3).Sebanyak 34 kasus dengan terapi primer radikal

histerektomidan 108 kasus dengan terapi primer kemoradiasi tidak kembali

kontrol. 36 kasus diketahui tidak bebas penyakit atau meninggal pada saat

kontrol.Maka jumlah kasus yang dievaluasi interval bebas penyakitnya adalah

105 kasus.

Tabel 4.11.Hubungan Interval Bebas Penyakitdengan Stadium Penderita Kanker Serviks

Stadium ≤6 bln N(%)

7-12 bln N(%)

13-24 bln N(%)

>24 bln N(%)

Total N(%)

P value

Std I 15(65,2) 3(13,0) 2(8,7) 3(13,0) 23(100) 0,512 Std II 22(59,5) 5(13,5) 7(18,9) 3(8,1) 37(100)

Std III 31(73,8) 6(14,3) 5(11,9) 0 42(100) Std IV 2(66,7) 1(33,3) 0 0 3(100) Total 70(66,7) 15(14,3) 14(13,3) 6(5,7) 105(100)

Keseluruhan kasus yang ditemukan memiliki interval bebas penyakit adalah

105 kasus. Sebaran menurut stadium menunjukkan stadium III, yang


(62)

Adam Malik Medan, memiliki interval bebas penyakit dibawah atau hingga 6

bulan yaitu 31 kasus (73,8%),namun tidak ada satupun yang mencapai lama

interval bebas penyakit lebih dari 24 bulan.Pada stadium IV, kasus dengan

interval bebas penyakit tidak satupun lebih dari 12 bulan.

Faktor ini tidak memiliki hubungan bermakna dengan interval bebas penyakit

(p>0,05).

Data dari Badan Kanker Nasional Amerika menunjukkan angka ketahanan

hidup 5 tahun pasien kanker serviks yang semakin kecil pada stadium yang

semakin lanjut.27

Tabel4.12. Hubungan Ukuran Tumor Dengan Interval Bebas Penyakit Kanker Serviks.

Ukuran Tumor

≤6 blnN(%)

7-12 blnN(%)

13-24 blnN(%)

>24 blnN(%)

TotalN(%) P value

≤ 4 29(63,0) 8(17,4) 7(15,2) 2(4,3) 46(100) 0,753 ˃ 4 41(69,5) 7(11,8) 7(11,9) 4(6,8) 59(100)


(63)

Tabel diatas menunjukkan bahwa kanker serviks berukuran tumor ≤4 cm memiliki interval bebas penyakit terbanyak dibawah 6 bulan yaitu 29 kasus

(63%), begitu juga 41 kasus (69,5%) kanker serviks dengan ukuran tumor

>4cm terbanyak memiliki interval bebas penyakit dibawah 6 bulan. Tidak

ditemukan hubungan bermakna pada faktor ini (p>0,05).

Studi bedah patologis prospektiftahun 1990 oleh Gynecological Oncology

Group (GOG) mendapatkan angka interval bebas penyakit 3 tahun pada

ukuran tumor kecil sebesar 94,6%, sedangkan tumor primer berukuran ≥3 cm mempunyai interval bebas penyakit 3 tahun 68,4%.28

Tabel 4.13. Hubungan Keterlibatan KGB Dengan Interval Bebas Penyakit.

KGB ≤6 bln N(%)

7-12 bln

N(%)

13-24 bln

N(%)

>24 bln

N(%)

Total

N(%)

P value

Negative 55(52,4) 12(11,4) 13(12,4) 5(4,8) 85(81) 0,665

Positif 15(14,3) 3(2,9) 1(1,0) 1(1,0) 20(19,0)

Total 70(66,7) 15(14,3) 14(13,3) 6(5,7) 105(100)

Pada 105 kasus,yang mencapai interval bebas penyakit dibawah 6 bulan,

hingga diatas 24 bulan adalah lebih banyak kasus tanpa keterlibatan KGB.


(64)

Pada penelitian Grigiene dkk didapatkan angka interval bebas penyakit 3

tahun sebesar 78,8% pada pasien tanpa keterlibatan KGB, sedangkan pada

pasien dengan keterlibatan KGB interval bebas penyakitnya 76,2% dan 62%

untuk KGB berukuran 1-10 mm dan >10 mm.29

Tabel 4.14.Hubungan Jenis Histopatologi Dengan Interval Bebas Penyakit. Histo Patologi ≤6 blnN(%) 7-12 blnN(%) 13-24 bln N(%) >24 blnN( %) TotalN( %) P value

Squamosa 58(55,2) 12(11,4) 11(10,5) 4(3,8) 85(81,0) 0,397 AdenoCa 9(8,6) 2(1,9) 2(1,9) 2(1,9) 15(14,3)

Adenosqua mosa

3(2,9) 1(1,0) 0(0) 0(0) 4(3,8)

Clear cell 0(0) 0(0) 1(1,0) 0(0) 1(1,0) Total 70(66,7) 15(14,3) 14(13,3) 6(5,7) 105(100)

Pada tabel diatas, diantara tipe sel skuamous terbanyak memiliki lama

interval bebas penyakit dibawah 6 bulan.Tipe sel adenoskuamous tidak ada

yang mencapai interval bebas penyakit diatas 12 bulan.1 kasus dengan tipe

clear cell memiliki interval bebas penyakit 13-24 bulan.

Faktor ini tidak memiliki hubungan bermakna secara statistik dengan interval


(65)

Menurut penelitian Zaino dkk, derajat histologi kurang bermanfaat namun

kedalaman invasi dan invasi vaskular merupakan prediktor penting dalam

prognosa kanker serviks.30

4.8. Hubungan Berbagai Faktor Dengan Keterlibatan KGB Pada Pasien

Dengan Terapi Primer Operasi

Keterlibatan KGB dievaluasi pada 58 kasus yang dilakukan radikal

histerektomi.Berikut ini dijabarkan hubungan berbagai faktor dengan

keterlibatan KGB pada 58 kasus tersebut.

Tabel 4.15. Hubungan Ukuran Tumor dengan Keterlibatan KGB

Radikal Histerektomi

KGB (-) N(%)

(+) N(%)

Total N(%)

P value Ukuran

tumor

≤4 35(60,3) 9(20,5) 44(75,9) 0,350 >4 9(15,5) 5(8,6) 14(24,1)

Total 44(75,9) 14(24,1) 58(100)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dalam kelompok 58 kasus yang

dilakukan radikal histerektomimenunjukkan keterlibatan KGB pada ukuran


(66)

statistik menggunakan Chi-square test didapati bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna dari faktor ukuran tumor terhadap keterlibatan KGB (p>0,05).

Piver dkk menemukan bahwa pada stadium IB dengan tumor berukuran <4

cm didapati keterlibatan KGB sebesar 21,1%, sedangkan kasus dengan

besar tumor >4 cm didapati keterlibatan KGB sebesar 35,2%.31

Tabel 4.16. Hubungan Stadium dengan Keterlibatan KGB

Radikal Histerektomi

KGB (-) N(%)

(+) N(%)

Total N(%)

P value

Stadium IA 0 0 0 0.013

IB 43(74,1) 12(20,7) 55(94,8) IIA 1(1,7) 2(3,4) 3(5,2) Total 44(75,9) 14(24,1) 58(100)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dalam kelompok kasus yang

dilakukan radikal histerektomi umumnya menunjukkan keterlibatan KGB pada

stadium IB (20,7%) dan IIA (3,4%). Dari analisis bivariat dengan uji statistik

menggunakan Chi-square test didapati bahwa ada hubungan yang bermakna

dari faktor stadiumterhadap keterlibatan KGB (p<0,05).

Dalam penelitian Piver dkk, kanker serviks stadium I memiliki keterlibatan

KGB sebesar 15,4%, sedangkan kanker serviks stadium II memiliki


(67)

Tabel 4.17. Hubungan Jenis Histopatologi dengan Keterlibatan KGB

Radikal Histerektomi

KGB (-) N(%)

(+) N(%)

Total N(%)

P value Histopatologi Skuamous 28(48,3) 11(28,2) 39(67,2) 0,835

Adenocarsinoma 15(25,9) 3(5,2) 18(31) Adenoskuamous 1(1,7) 0 1(1,7)

Clear cell 0 0 0

total 44(75,9) 14(24,1) 58(100)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dalam kelompok kasus yang

dilakukan radikal histerektomi yaitu 58 kasus, 11 kasus (28,2) menunjukkan

adanya keterlibatan KGBpelvis pada jenis histopatologi skuamous sel,dan

jenis histopatologi adenokarsinoma yang menunjukkan keterlibatan KGB

sebanyak 3 kasus (5,2%). Namun dari analisa statistik didapati bahwa tidak

ada hubungan yang bermakna dari faktor jenis histopatologi terhadap


(68)

Namun dari penelitian Drescher dkk, diperlihatkan bahwa pasien dengan

adenokarsinoma ditemukan memiliki insiden keterlibatan KGB paraaorta yang

lebih besar pada kelompok tipe sel adenokarsinoma daripada kelompok tipe


(69)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.

1. Karakteristik kasus kanker serviks adalah sebagian besar dijumpai

pada wanita >40 tahun, dengan paritas ≥4, umumnya mempunyai riwayat keputihan dan gambaran histopatologi umumnya skuamous

sel.

2. Berdasarkan aspek klinis, kanker serviks sebagian besar tidak

melibatkan kelenjar getah bening, sebagian besar ditemukan pada

stadium IIIB dan IIB serta jarang ditemukan pada stadium yang lebih

dini, sebagian besar berukuran >4 cm dan umumnya tidak terjadi

metastase.

3. Penanganan terhadap kasus kanker serviks lebih banyak dengan

kemoradiasi, sedangkan jenis radioterapi yang paling banyak

digunakan adalah eksternal pelvik radioterapi. Jenis kemoterapi yang

paling banyak digunakan adalah Single drug CT with Platinum

analogue. Penyebab kematian terbesar adalah karena gagal ginjal dan

gagal paru.

4. Kanker serviks stadium I dan II memberikan harapan hidup dalam 5

tahun lebih besar dari pada stadium III dan IV demikian juga kasus


(70)

5. Pada kelompok terapi radikal histerektomi umumnya tidak

melibatkankelenjar getah bening.

SARAN

1. Sebaiknya melakukan penemuan kasus kanker serviks secara dini

dengan cara skrining karena memberikan harapan hidup lebih tinggi

dan memberikan respon terapi lebih baik.

2. Penanganan terhadap kasus kanker serviks sebaiknya dengan terapi

kombinasi untuk mendapatkan respon terapi yang lebih baik.

3. Diperlukan penyuluhan atau pemberian informasi mengenai

pentingnya melakukan kontrol rutin dalam penatalaksanaan kanker

serviks agar didapatkan prognosa yang lebih baik dalam penanganan


(71)

DAFTAR PUSTAKA

1. International Agency for Research on Cancer. Globocan 2008 fast stats [Internet] Lyon, France: International Agency for Research on Cancer; 2010. [cited 2012 Jun 11]. Available from:

2.

Ministry of Health of the Republic of Indonesia; Indonesian Pathology Association; The Indonesian Cancer Foundation. Histopathological data of cancer in Indonesia 2006.

3.

Jakarta: Ministry of Health of the Republic of Indonesia; 2006.

Aziz MF. Gynecological cancer in Indonesia. J Gynecol Oncol. 2009;20

4. World Health Organization. Cervical cancer screening in develoing countries: Report of a WHO Consultation. Geneva: WHO, 2002: 3-59.

:8–10.

5. Franco EL, Franco ED, Ferenczy A. Cervical cancer: epidemiology, prevention and the role of human papillomavirus infection. CMAJ 2001; 164(7): 1017-25.

6. PAHO. Early detection: Trends in cervical cancer mortality in the Americas. Bulletin of the Pan American Health Organization 1996; 30(4).

7. Kiviat N. Natural history of cervical neoplasia: Overview and update. Am J Obstet Gynecol 1996; 175(4): 1099-104.

8. Anttila A, Nieminen P, Hakama M. Cervical cytology as a screening test. In: Prendiville W, Davies P, editors. HPV handbook. London: Taylor&Francis; 2004. pp. 11-23.

9. Sasieni P, Castanon A, Cuzick J. Effectiveness of cervical screening with age: population based case-control study of prospectively recorded data. BMJ. 2009;339:b2968.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.

1. Karakteristik kasus kanker serviks adalah sebagian besar dijumpai

pada wanita >40 tahun, dengan paritas ≥4, umumnya mempunyai riwayat keputihan dan gambaran histopatologi umumnya skuamous

sel.

2. Berdasarkan aspek klinis, kanker serviks sebagian besar tidak

melibatkan kelenjar getah bening, sebagian besar ditemukan pada

stadium IIIB dan IIB serta jarang ditemukan pada stadium yang lebih

dini, sebagian besar berukuran >4 cm dan umumnya tidak terjadi

metastase.

3. Penanganan terhadap kasus kanker serviks lebih banyak dengan

kemoradiasi, sedangkan jenis radioterapi yang paling banyak

digunakan adalah eksternal pelvik radioterapi. Jenis kemoterapi yang

paling banyak digunakan adalah Single drug CT with Platinum

analogue. Penyebab kematian terbesar adalah karena gagal ginjal dan

gagal paru.

4. Kanker serviks stadium I dan II memberikan harapan hidup dalam 5

tahun lebih besar dari pada stadium III dan IV demikian juga kasus


(2)

5. Pada kelompok terapi radikal histerektomi umumnya tidak

melibatkankelenjar getah bening.

SARAN

1. Sebaiknya melakukan penemuan kasus kanker serviks secara dini

dengan cara skrining karena memberikan harapan hidup lebih tinggi

dan memberikan respon terapi lebih baik.

2. Penanganan terhadap kasus kanker serviks sebaiknya dengan terapi

kombinasi untuk mendapatkan respon terapi yang lebih baik.

3. Diperlukan penyuluhan atau pemberian informasi mengenai

pentingnya melakukan kontrol rutin dalam penatalaksanaan kanker

serviks agar didapatkan prognosa yang lebih baik dalam penanganan


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. International Agency for Research on Cancer. Globocan 2008 fast stats [Internet] Lyon, France: International Agency for Research on Cancer; 2010. [cited 2012 Jun 11]. Available from:

2.

Ministry of Health of the Republic of Indonesia; Indonesian Pathology Association; The Indonesian Cancer Foundation. Histopathological data of cancer in Indonesia 2006.

3.

Jakarta: Ministry of Health of the Republic of Indonesia; 2006.

Aziz MF. Gynecological cancer in Indonesia. J Gynecol Oncol. 2009;20

4. World Health Organization. Cervical cancer screening in develoing countries: Report of a WHO Consultation. Geneva: WHO, 2002: 3-59.

:8–10.

5. Franco EL, Franco ED, Ferenczy A. Cervical cancer: epidemiology, prevention and the role of human papillomavirus infection. CMAJ 2001; 164(7): 1017-25.

6. PAHO. Early detection: Trends in cervical cancer mortality in the Americas. Bulletin of the Pan American Health Organization 1996; 30(4).

7. Kiviat N. Natural history of cervical neoplasia: Overview and update. Am J Obstet Gynecol 1996; 175(4): 1099-104.

8. Anttila A, Nieminen P, Hakama M. Cervical cytology as a screening test. In: Prendiville W, Davies P, editors. HPV handbook. London: Taylor&Francis; 2004. pp. 11-23.

9. Sasieni P, Castanon A, Cuzick J. Effectiveness of cervical screening with age: population based case-control study of prospectively recorded data. BMJ. 2009;339:b2968.


(4)

10. Nuranna L, et al. Cervical cancer prevention program in Jakarta, Indonesia: See and Treat model in developing country. J Gynecl Oncol. 2012; 23(3):147-152.

11. Association of Pathology Indonesia (IAPI) [Internet] Jakarta, Indonesia: IAPI; c2010. [cited 2012 Jun 11]. Available at 12.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Budan Pusat Statistik [Internet] Jakarta, Indonesia: Budan Pusat Statistik Republik Indonesia; c2009. [cited 2012 Jun 11]. Available at

13. Rasjidi I. Manual Prakanker Serviks, Sagung Seto, Jakarta, 2008.

14. Edianto D. Kanker Serviks. Dalam Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2006.

15. Andrijono. Kanker Serviks, Ed. 3, Divisi Onkologi Dept Obgyn FK UI, Jakarta, 2010.

16. Radiotherapy. Available at:

http://www.cancerlinksusa.com/radiation/info.htm.

17. Azis F, Kampono N, Sjamsudin S, Djakarta M. Manual Prekanker dan Kanker Serviks uterus. Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. Edisi pertama. 1985.

18. Abdominal Irradiation. Managing Possible Side Effects During

Radiation Treatment. Available at: http://www.cancerlinksusa.com/radiation/info.htm.

19. Heintz AP. Practical Procedures for the Gynaecological Oncologist. Elsevier Science B.V. 2000

20. Cervical Cancer. Dalam Berek and Haecker, Gynecologic Oncology, 5th edition. Lippincott Williams Publisher,2010.

21. Bernal M, et al. Human Papilloma Virus (HPV) infection and intraepithelial neoplasia and invasive cancer of the uterine cervix: a case-control study in Zaragoza, Spain. Infectious Agents and Cancer 2008;3:3-8.


(5)

22. Cunningham G, et al. Preinvasive lesions of the lower genital tract. In: William’s Gynecology, McGraw-Hill, 2008.

23. Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2006 : 324-395.

24. Data were provided by the Office for National Statistics on request, October 2011. Similar data can be found here:

25. Deacon JM, Evans CD, Yule R, et al. J Cancer 2000; 83:1565-1572.

26. Schorge JO, et al. Cervical Cancer. In: William’s Gynecology, McGraw-Hill, 2008.

27. Cervical Cancer. American Cancer Society, 2013. Available at:

28. Delgado G, Bundy B, Zaino R, Sevin B, Creasman W T, Major

F.Prospective surgical–pathological study of disease-free interval in patientswith stage Ib squamous cell carcinoma of the cervix: a GynaecologicOncology Group study. Gynecol Oncol 1990; 38:352-7.

29. Grigiene R, et al. The value of prognostic factors for uterine cervical cancer patients treated with irradiation alone. BMC Cancer 2007,7 30. Zaino RJ, Ward S, Delgado G, et al.: Histopathologic predictors of the

behavior of surgically treated stage IB squamous cell carcinoma of the cervix. A Gynecologic Oncology Group study. Cancer 69 (7): 1750-8, 1992.

:234


(6)

32. Drescher CW, et al. Comparison of The Pattern of Metastatic Spread of squamous cell cancer and adenocarcinoma of the uterine cerviks. Gynecologic Oncology (1989)33:340-343.