BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada umumnya kinerja perusahaan dinilai dari tingkat perolehan laba yang maksimal. Dengan memperoleh laba yang maksimal, perusahaan dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya, bertumbuh serta berkembang dalam persaingan usaha yang ketat. Namun, untuk mempertahankan kelangsungan
hidup, perusahaan harus memiliki strategi yang terintegrasi dengan baik dan sesuai dengan karakter perusahaan. Manajemen perusahaan juga dituntut untuk
dapat mengelola aktiva atau modalnya secara efektif dan efisien. Perusahaan yang mampu memilih strategi dengan tepat serta mampu mengelolanya akan dapat
mempertahankan dan mengungguli persaingan dalam pertumbuhan dan perolehan laba serta mampu bertahan dalam siklus kehidupan bisnis dalam jangka waktu
yang panjang. Bagi perusahaan ukuran keberhasilan belum cukup hanya dilihat dari
besarnya laba yang diperoleh. Masalah rentabilitas adalah lebih penting daripada masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa
perusahaan itu telah dapat bekerja secara efisien. Efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang
menghasilkan laba tersebut, atau dengan kata lain ialah menghitung rentabilitasnya Riyanto,2001:37. Rentabilitas merupakan perbandingan antara
laba yang dihasilkan perusahaan dengan aktiva yang digunakan untuk
menghasilkan laba tersebut. Rentabilitas yang tinggi menunjukkan efisiensi perusahaan dalam menjalankan operasinya, ini berarti bahwa perusahaan memiliki
kemampuan yang besar dalam menghasilkan laba. Rasio rentabilitas atau disebut juga profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba
melalui semua kemampuan dan sumber yang ada Harahap,2010:304. Salah satu jenis rasio rentabilitas adalah ROI Return on Investment yang menunjukkan
hasil return atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan Kasmir,2009:202.
Dalam menjalankan aktivitas operasinya, pengelolaan modal kerja yang baik pada perusahaan akan terlihat melalui rentabilitasnya yang berguna untuk
menetapkan kinerja perusahaan yang profit oriented . Modal kerja merupakan dana yang tertanam dalam aktiva lancar perusahaan yang digunakan untuk
membiayai operasional rutin misalnya membeli bahan baku atau barang dagangan, membayar upah buruh dan gaji karyawan, dan biaya lainnya.
Pengelolaan modal kerja mempengaruhi posisi keuangan perusahaan sehingga diperlukan keseimbangan dalam hal penyediaan dan penggunaannya. Modal kerja
yang berlebihan menunjukkan adanya dana menganggur idle fund, dimana dana yang tersedia tidak dipergunakan secara efektif, sebaliknya kekurangan modal
kerja akan menimbulkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh laba karena perusahaan kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan.
Efektivitas modal kerja dapat dinilai dengan menggunakan rasio perputaran modal kerja Working Capital Turnover. Rasio ini menunjukkan
hubungan antara modal kerja dengan penjualan dan menunjukkan banyaknya
penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja. Semakin tinggi perputaran modal kerja menunjukkan semakin efektif penggunaan
modal kerja yang nantinya berdampak pada peningkatan rentabilitas. Di samping itu perusahaan memerlukan sejumlah aktiva usaha untuk
menghasilkan volume penjualan yang ingin dicapai, yang harus dioperasikan secara efisien. Untuk mengukur pendayagunaan aktiva usaha dalam menghasilkan
penjualan dapat dinilai dengan rasio Total Asset Turnover TATO. Dengan jumlah total aktiva tertentu, diharapkan dapat meningkatkan penjualan yang
akhirnya dapat mempercepat Total Asset Turnover. TATO yang rendah menunjukkan perusahaan tidak menghasilkan cukup banyak volume bisnis.
Perusahaan sebaiknya melakuka langkah-langkah untuk meningkatkan penjualan, menjual beberapa asset, atau kombinasi dari keduanya Brigham dan
Houston,2009:100. Dana yang dioperasikan perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya dapat
diperoleh dari internal maupun eksternal perusahaan. Sumber internal adalah dana yang berasal dari dalam perusahaan, dimana pemenuhan kebutuhan modal diambil
dari dana yang dihasilkan oleh perusahaan sendiri. Namun, seiring dengan perkembangan ekonomi serta tuntutan persaingan usaha, dana yang berasal dari
dalam perusahaan tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu perusahaan berusaha mencari tambahan dana yang berasal dari sumber
eksternal yaitu dana yang berasal dari luar perusahaan dengan cara meminjam kepada kreditur berupa utang atau melalui penerbitan saham.
Utang merupakan modal yang berasal dari luar perusahaan yang digunakan untuk membiayai kegiatan perusahaan dimana pada saatnya harus
dibayar kembali. Brigham dan Houston 2009:1010 menyatakan, jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih
besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari pemilik modal akan diperbesar, atau diungkit leveraged. Perolehan dana yang berasal dari
utang harus dapat dikelola dengan baik karena penggunaan utang mempunyai konsekuensi yang tinggi berupa kewajiban finansial dalam hal membayar
angsuran pokok dan angsuran bunga. Utang yang terlalu besar akan menyebabkan tingginya beban yang berakibat pada penurunan laba dan pada akhirnya akan
berdampak pada tingkat rentabilitas perusahaan. Untuk menilai sejauh mana perusahaan mengelola utangnya adalah dengan
menggunakan rasio utang Debt to total asset. Rasio utang merupakan perbandingan total utang dengan total aktiva perusahaan atau dengan kata lain
menunjukkan sejauh mana aktiva yang dimiliki perusahaan didanai dengan utang. Semakin tinggi Debt to Asset Ratio DAR, semakin besar risiko keuangan Horne
dan Wachowicz,2005;210. Manajemen perusahaan harus dapat membuat kebijakan yang tepat dalam mengambil keputusan pendanaan untuk memperoleh
aktiva yang digunakannya dalam beroperasi agar dapat menghasilkan laba yang maksimal.
Penelitian ini dilakukan pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang menjual
produknya yang dimulai dengan proses produksi yang tidak terputus nilai dari
pembelian bahan baku dilanjutkan dengan proses pengolahan bahan baku serta menjadi produk yang siap dijual dilakukan sendiri oleh perusahaan tersebut.
Pemilihan pada kelompok industri manufaktur ini didasarkan pada alasan bahwa industri manufaktur merupakan kelompok emiten yang terbesar dibandingkan
kelompok industri yang lain, sehingga dengan asumsi semakin besar objek yang diamati maka akan semakin akurat hasil penelitian.
Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh dari situs www.depdag.go,id, peningkatan ekspor non migas periode Januari-September 2010, terutama
didorong oleh industri manufaktur.
Gambar 1.1 Ekspor Non Migas Periode Januari-September 2010 Sumber : www.depdag.go.id
Gambar 1.1 di atas menunjukkan bahwa ekspor produk manufaktur
mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 34,2 setelah pada tahun 2009
mengalami kontraksi sebesar 25,5. Hal ini terkait dengan pulihnya perekonomian dunia dari krisis global yg terlihat dari adanya peningkatan
Jan-Sep 2010 Jan-Sep 2009
68,9
Pertumbuhan 100 Nilai Ekspor Juta USD
51,3 19,4
13,6
3,1 3,6
-11,4 15,7
25,9 42,0
-25,5 34,2
permintaan produk ekspor manufaktur Indonesia. Meningkatnya ekspor manufaktur tersebut didorong oleh menguatnya kinerja ekspor beberapa produk
yang naik signifikan, yaitu produk karet, otomotif, serta alas kaki. Kinerja industri manufaktur yang mengalami peningkatan ini menunjukkan kebijakan manajemen
perusahaan dalam mengelola aktiva dan pendanaan perusahaan untuk meningkatkan volume penjualan.
Dalam laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indoesia tahun 2009 terlihat adanya nilai tertinggi dan terendah dari Working
Capital Turn Over WCTO, Total Assets Turn Over TATO, dan Debt to Assets Ratio DAR, serta nilai ROI yang terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.1 Data Perputaran Modal Kerja, TATO, DAR, dan ROI pada beberapa
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Tahun 2009 Keterangan
Perusahaan WCTO TATO DAR
ROI
Nilai WCTO tertinggi
terendah Pan Brothers Tex Tbk
PBRX 443,41
1,94 54,38
4,06 Nipress Tbk
NIPS -219,72
0,89 51,98
1,17 Nilai TATO
tertinggi terendah
Tembaga Mulia Semanan Tbk TBMS
128,73 2,73
47,95 5,40
Surya Intrindo Makmur Tbk SIMM
19,26 0,07
144,91 -13,75
Nilai DAR tertinggi
terendah Jakarta Kyoei Steel Works
JKSW 2,07
0,76 240,98
2,48 Duta Pertiwi Nusantara Tbk
DPNS 1,16
0,65 5,00
Nilai RoI tertinggi
terendah Mulia Industrindo Tbk
MLIA -0,62
0,98 126,22
44,53 Aneka Kemasindo Utama Tbk
AKKU -0,25
0,08 24,33
-17,43 Sumber: www.idx.co.id, diakses tanggal 29 November 2010 dimodifikasi
Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa tingginya perputaran modal kerja WCTO tidak selalu meningkatkan nilai Return on Investment ROI. Hal ini
berbeda dengan pendapat yang dikemukakan Horne dan Wachowicz 2005:16 bahwa pengelolaan yang efisien terhadap aktiva lancar dan pendanaan
pendukungnya modal kerja dapat memaksimalkan tingkat laba. Demikian juga terjadi pada perputaran total aktiva, perusahaan dengan TATO yang rendah justru
memiliki RoI yang tinggi. Fenomena ini berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Brigham dan Houston 2009:100, Horne dan Wachowicz 2005:222 yang
menyatakan bahwa rasio perputaran aktiva yang tinggi menunujukkan tingginya volume bisnis dalam menghasilkan penjualan, yang mengarah pada peningkatan
laba perusahaan. Dengan demikian, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji lebih
lanjut fenomena yang ada. Adapun judul penelitian yang dilakukan adalah
“Analisis Hubungan Efektivitas Modal Kerja, Perputaran Total Aktiva, dan Rasio Utang Terhadap Rentabilitas Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa
Efek Indonesia”.
B. Perumusan Masalah