jeruk yang masih berproduksi pada tahun 2009-2010. Hasil estimasi parameter fungsi produksi stokastik frontier bentuk fungsi translog antar ukuran usahatani di
zona dataran tinggi adalah seperti tercantum pada Tabel 67. Tabel 67. Estimasi Parameter dan t Rasio dari Model Fungsi Produksi Stokastik
Frontier dengan Menggunakan MLE
Variabel Para
meter Ukuran 1 Ha
Ukuran ≥ 1 Ha
Estimasi t-rasio
Estimasi t-rasio
Model Stochastic Frontier: Intersep
0.452 0.447
0.989 0.307
JPP 2.643
1
2.844 2.465
2.979 UTP
0.075
2
0.177 0.233
1.422 Kompos
1.481
3
1.490 0.741
1.494 Tenaga kerja
0.771
4
1.590 0.322
0.421 0.5 JPP
2
-0.904
5
-2.952 -0.625
-3.802 0.5UTP
2
0.662
6
1.685 0.141
1.707 0.5Kompos
2
-0.172
7
-0.607 -0.314
-1.591 0.5Tenaga kerja
2
-0.071
8
-0.221 0.026
0.174 JPP UTP
0.892
9
2.129 0.409
0.667 JPP Kompos
0.177
10
1.021 0.047
0.463 JPP Tenaga kerja
0.330
11
1.480 0.071
0.626 UTPKompos
0.455
12
1.474 0.318
1.771 UTPTenaga Kerja
-0.193
13
-1.548 -0.337
-1.737 KomposTenaga kerja
0.073
14
0.379 -0.007
-0.058 Bibit dummy
0.510
15
1.652 0.809 3.864
Elastisitas Produksi Parsial:
JPP 2.53
1.34 UTP
5.72 1.64
Kompos 3.26
1.02 Tenaga kerja
1.55 1.56
Return to Scale: 13.07
5.55 Parameter Varians:
σ
2
0.184 4.877
0.809 0.905
0.999 226.840 0.972
31.230 Log-Likelihood
-29.63 -22.78
LR 21.82
39.05 Responden orang
74 106
Luas Lahan JKS ha 0.76
1.19 Sumber: Data Primer, 2010 diolah; Lampiran 14 dan 15.
Keterangan: : nyata pada α = 5; : nyata pada α = 10; : nyata pada α =
15; JPP: Jumlah pohon produktif ; UTP:Umur tanaman produktif
Perlu dicatat bahwa semua responden penelitian di zona dataran rendah memiliki luas lahan usahatani jeruk keprok SoE kurang dari 1 ha. Dengan kondisi
tersebut, maka zona dataran rendah tidak dimasukkan di dalam analisis antar ukuran usahatani seperti yang dilakukan pada zona dataran tinggi. Ukuran
usahatani menentukan efisiensi Bizimana dan Ferrer, 2004. Ukuran usahatani sebesar satu ha dijadikan patokan dengan pertimbangan bahwa kebun jeruk
keprok yang didaftar untuk diregistrasi dan yang berhak mendapatkan sertifikasi kebun dari Pemerintah Pusat atau Daerah adalah kebun jeruk yang berukuran
minimal 1 ha pers.com dengan staf Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2010. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan ukuran usahatani yang mana yang
memberikan nilai efisiensi teknis yang lebih tinggi, pada basis penggunaan teknologi produksi yang sudah dipraktekkan oleh petani contoh di daerah
penelitian. Di zona dataran tinggi, dengan rata-rata ukuran usahatani sebesar 0.76 ha
per petani pada ukuran usahatani lebih kecil dari 1 ha terdapat gangguan inefisiensi yang sangat signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya nilai gamma
yang sangat besar 0.99 dengan nilai rasio generalized-likelihood LR dari fungsi produksi stokastik frontier lebih besar dari nilai tabel distribusi χ
2
Chi Square. Nilai rasio secara statistik nyata pada
α = 5 untuk semua basis analisis, baik pada ukuran usahatani kecil maupun luas. Artinya, semua fungsi produksi
stokastik frontier untuk daerah penelitian tersebut dapat menerangkan keberadaan efisiensi dan inefisiensi teknis petani di dalam proses produksi jeruk keprok SoE
di daerah dataran tinggi di kabupaten Timor Tengah Selatan. Dengan kata lain, inefisiensi merupakan masalah utama di dalam usahatani jeruk keprok.
Tanda dan besaran dari parameter yang diestimasi dari fungsi produksi stokastik frontier pada model fungsi translog adalah sesuai dengan yang
diharapkan. Nilai koefisien estimasi dari semua variabel adalah positif. Koefisien yang bernilai positif menunjukkan adanya hubungan yang positif antara faktor-
faktor produksi teknis tersebut dengan jumlah produksi jeruk keprok SoE di daerah penelitian. Peningkatan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut akan
meningkatkan produksi jeruk keprok SoE pada berbagai ukuran usahatani. Dari Tabel 67, untuk ukuran usahatani yang lebih kecil dari satu hektar
diketahui bahwa variabel-variabel yang nyata berpengaruh terhadap produksi batas frontier petani responden adalah variabel jumlah pohon produktif, kompos,
tenaga kerja keluarga dan penggunaan bibit okulasi. Sedangkan variabel umur tanaman produktif ditemukan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jeruk
petani responden. Sedangkan untuk ukuran usahatani yang ≥ 1 ha, semua variabel
berpengaruh nyata pada produksi jeruk keprok SoE, kecuali tenaga kerja. Pengaruh jumlah pohon produktif terhadap produksi JKS adalah positif,
elastis dan nyata. Peningkatan jumlah pohon produktif akan memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi kepada petani pengelola kebun jeruk keprok tersebut.
Estimasi elastisitas produksi parameter dugaan pada fungsi produksi stokastik frontier model fungsi translog tersebut menunjukkan bahwa pada
ukursan usahatani ≥ 1 ha, pengaruh dari umur tanaman produktif lebih besar
elastis dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya. Peningkatan umur
tanaman produktif sebesar 10 akan memberikan peningkatan produksi jeruk keprok sebesar 16.4 untuk ukuran usahatani yang lebih luas. Hal ini
mengindikasikan bahwa petani sangat diharapkan untuk tetap meningkatkan
perawatan tanaman produktif jeruk pada usahatani mereka agar umur ekonomis tanaman tetap bertambah sejalan dengan pertambahan umur tanaman tersebut.
Dari data diketahui bahwa tanaman produktif milik petani responden masih pada kondisi umur teknis yang produktif yakni 14 tahun. Hasil analisis fungsi kuadrat
umur menunjukkan bahwa tanaman jeruk keprok SoE pada daerah dataran tinggi pada kedua ukuran usahatani itu berpengaruh positif dan nyata. Hal ini
mengindikasikan bahwa tanaman JKS yang dimiliki petani belum saatnya diremajakan karena belum mencapai umur teknis dan produksi maksimum.yang
dibutuhkan petani adalah perawatan tanaman produktif yang intensif agar lebih produktif dan efisien. Kurangnya perawatan tanaman produktif dapat diketahui
dari interaksi umur tanaman produktif dengan tenaga kerja petani yang berpengaruh negatif dan nyata pada produksi JKS.
Hasil perhitungan elastisitas parsial produksi tersebut juga menunjukkan bahwa kompos dan tenaga kerja memberikan efek yang besar elastis terhadap
produksi JKS. Kenyataan menunjukkan bahwa usahatani jeruk keprok daerah lahan kering di Timor Barat masih merupakan usahatani organik, maka
peningkatan jumlah dan kualitas kompos adalah hal yang sangat penting. Pertanian organik merupakan salah satu cara menghadapi tekanan globalisasi di
bidang hortikultura, yang lebih mementingkan produktivitas yang tinggi dengan teknologi modern benih transgenik, pupuk kimia, obat hama yang semuanya
hasil rekayasa kimia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia; tanpa memperhatikan kondisi agroekologi setempat dan
keberlanjutan pertanian itu sendiri Winangun, 2005. Namun, tuntutan ini sulit untuk dipenuhi petani kecil dan tradisional yang memiliki masalah modal usaha.
Tenaga kerja hanya memberikan efek yang berarti dan paling elastis pada usahatani kecil. Perlu diingat bahwa tingkat pendidikan petani JKS yang rata-rata
Sekolah Dasar dan kemampuan investasi petani yang rendah telah menyebabkan petani hanya mampu mengelola usahatani kecil lebih baik dibandingkan dengan
usahatani yang lebih besar. Tenaga kerja upahan yang seharusnya lebih profesional tidak digunakan petani responden karena kekurangan biaya usahatani.
Hal ini diduga telah menghasilkan analisis pengaruh tenaga kerja keluarga yang tidak nyata pada produksi JKS untuk ukuran usahatani
≥ 1 ha. Jumlah elastisitas faktor-faktor produksi JKS pada kedua ukuran
usahatani di daerah dataran tinggi adalah 1 increasing return to scale. Hal ini mengindikasikan bahwa petani saat ini sedang meningkatkan produksinya, yang
dalam jangka panjang mereka dapat menunrunkan biaya produksi per unit output dari usahatani JKS daerah lahan kering pada dataran tinggi. Petani masih sangat
rasional jika mempunyai keinginan untuk menambah jumah penggunaan faktor- faktor produksi yang sudah ada pada usahatani jeruk keprok SoE mereka.
Pada usahatani dengan ukuran kecil 1 ha dan besar ≥ 1 ha, respons
produksi terhadap semua faktor produksi yang digunakan adalah elastis. Faktor- faktor produksi tersebut merupakan faktor-faktor produksi yang penting untuk
diperhatikan pada usahatani kecil dan tradisional, terutama tenaga kerja. Hasil ini sangat sesuai dengan hasil penelitian Wollni 2007, Dhehibi et al. 2007 dan
Binswanger dan Sillers 1983. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja merupakan faktor produksi utama padat karya di dalam
usahatani kecil; sedangkan usahatani besar membutuhkan modal yang lebih besar padat modal dibandingkan dengan tenaga kerja.
Selain itu, pada usahatani kecil kurang dari 1 ha sebaiknya kegiatan usahatani lebih difokuskan untuk meningkatkan penggunaan tenaga kerja keluarga
agar pengelolaan kebun jeruk semakin intensif dan menarik minat petani. Pengelolaan kebun jeruk secara intensif mungkin dapat meningkatkan nilai
ekonomi jeruk pada ukuran usahatani kecil, sehingga semakin menarik minat petani untuk secara serius memperhatikan dan memelihara tanaman jeruk keprok
SoE di masa datang. Dengan strategi ini, petani dapat mengalokasikan tenaga kerja keluarga yang lebih banyak di dalam pemeliharaan tanaman jeruk mereka.
6.4. Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE 6.4.1. Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE
Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan fungsi produksi stokastik frontier model fungsi translog melalui pendekatan dari sisi input. Sebaran efisiensi
teknis hasil estimasi MLE dari model yang digunakan ditampilkan pada Tabel 68. Hasil penelitian terdahulu Kumbakar, 2001; Bakhsh, 2006; Ball, 1985;
Boshrabadi et al., 2006; Dhehibi et al., 2007a dan 2007b; Lambarraa, 2007; Vedenov et al., 2007; Wollni, 2007 menunjukkan bahwa nilai indeks efisiensi
hasil analisis dikategorikan cukup efisien jika lebih besar dari 0.70. Dengan menelusuri sebaran nilai efisiensi teknis per individu petani responden, ditemukan
bahwa pada dataran tinggi terdapat 50 dari total petani responden yang sudah efisien atau secara konsisten telah mencapai tingkat efisiensi lebih besar dari 70;
dengan rentangan minimum 0.21 hingga 0.95. Sedangkan jumlah responden petani yang nilai efisiensinya berada di bawah 0.70 adalah sebanyak 50 juga. Di
sini terlihat bahwa separuh dari jumlah petani jeruk keprpk SoE menderita permasalahan inefisiensi teknis di dalam produksi jeruk keproknya.
Tabel 68. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Responden Berdasarkan Zona Efisiensi Teknis
Datarn Tinggi Dataran Rendah
Jumlah Jumlah
ET ≤ β0
0.00 0.00
20 ET ≤ γ0
14 7.78
3 1.67
30 ET ≤ 40
14 7.78
15 8.33
40 ET ≤ 50
18 10.00
34 18.89
50 ET ≤ 60
18 10.00
28 15.56
60 ET ≤ 70
26 14.44
42 23.33
70 ET ≤ 80
39 21.67
40 22.22
80 ET ≤ 90
42 23.33
18 10.00
ET 90 9
5.00 0.00
Mean efficiency 0.65
0.607 Min
0.21 0.268
Max 0.95
0.885
Petani yang efisien 70 50
32.2
Sumber: Data Primer, 2010 diolah. Bila dibandingkan antar zona, maka jumlah petani yang cukup efisien di
daerah dataran tinggi lebih banyak 50 bila dibandingkan dengan daerah dataran rendah 32.2. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar 68
para petani jeruk di daerah dataran rendah menderita permasalahan inefisiensi di dalam berusahatani jeruk keprok mereka. Hanya 5 petani di daerah dataran
tinggi yang memiliki nilai efisiensi teknis ≥ 90. Petani di daerah dataran rendah
belum ada 0 yang memiliki tingkat efisiensi teknis ≥ 90.
Rentangan nilai efisiensi teknis petani jeruk keprok SoE di daerah dataran tinggi 0.21 hingga 0.95; dengan nilai rata-rata sebesar 0.65. Sedangkan
nilai rata-rata efisiensi teknis untuk zona dataran rendah adalah 0.61 dengan nilai terendah 0.27 dan nilai tertinggi 0.89 Gambar 44. Hal ini menyarankan bahwa
baik pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah masih terdapat peluang yang besar 40 untuk meningkatkan efisiensi teknis produksi jeruk keprok
SoE dengan menggunakan teknologi dan sumberdaya yang sudah ada. Petani responden masih memilikki kesempatan untuk memperoleh hasil potensial yang
lebih tinggi hingga mencapai hasil maksimal seperti yang diperoleh petani paling efisien secara teknis. Dalam jangka pendek, petani JKS di daerah penelitian
berpeluang untuk meningkatkan produksi dengan menerapkan keterampilan dan teknik budidaya yang digunakan oleh petani yang paling efisien.
Sumber: Tabel 68. Gambar 44. Rata-Rata Luas Usahatani dan Mean Efisiensi Antar Zona
Pengembangan Usahatani Jeruk Keprok SoE. Sebaran efisiensi teknis berdasarkan pada zona dataran tinggi dan dataran
rendah pengembangan usahatani JKS di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 45 berikut ini. Dari Gambar diketahui bahwa jumlah petani di zona
dataran tinggi yang sudah menjalankan usahatani JKS secara efisien dengan tingkat efisiensi lebih besar dari 70 lebih banyak dibandingkan dengan zona
dataran rendah. Perbedaan ini erat kaitannya dengan perbedaan penggunaan
0,00 0,20
0,40 0,60
0,80 1,00
Dataran Tinggi Dataran Rendah
0.65 0.61
0.92
0.41
M e
an E
fi isi
e nsi
Zona
Mean Efisiensi Luas Ha
faktor-faktor produksi, inefisiensi kemampuan manajerial petani, idle capacity dan kondisi lingkungan fisik dan non fisik kebijakan pada kedua daerah tersebut.
Sumber: Tabel 68.
Gambar 45. Sebaran Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Pada Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Dataran Rendah
Perbandingan nilai rata-rata efisiensi teknis antar ukuran usahatani di daerah penelitian tercantum pada Tabel 69. Dengan menelusuri sebaran nilai
efisiensi teknis per individu petani responden antar ukuran usahatani Tabel 69, Gambar 46, ditemukan bahwa jumlah petani yang cukup efisien dengan nilai
rata-rata efisiensi 70 di zona dataran tinggi dengan ukuran usahatani ≥ 1 ha
adalah lebih banyak 43 bila dibandingkan dengan ukuran usahatani jeruk keprok yang lebih kecil dari satu ha 4. Hal ini mengindikasikan bahwa
gangguan inefisiensi pada usahatani JKS yang lebih luas lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran usahatani jeruk keprok SoE yang lebih kecil. Hal ini
juga dapat dilihat pada nilai gamma seperti yang sudah dibahas pada sub bagian sebelumnya.
0,0 5,0
10,0 15,0
20,0 25,0
ET ≤ β0 20 ET
≤ γ0 30 ET
≤ 40 40 ET
≤ 50 50 ET
≤ 60 60 ET
≤ 70 70 ET
≤ 80 80 ET
≤ 90 ET 90
0.0 7.8
7.8 10.0
10.0 14.4
21.7 23.3
5.0 0.0
1.7 8.3
18.9 15.6
23.3 22.2
10.0
0.0
Ju m
lah Re
spo nde
n
Sebaran Nilai Efisiensi Teknis
Dataran Tinggi Dataran Rendah
Tabel 69. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Contoh Berdasarkan Ukuran Usahatani Pada Daerah Dataran Tinggi
Efisiensi Teknis Dataran Tinggi
1 Ha ≥ 1 Ha
Jumlah Jumlah
ET ≤ β0
3 1.67
0.00 20 ET
≤ γ0 15
8.33 5
2.78 30 ET
≤ 40 12
6.67 2
1.11 40 ET
≤ 50 19
10.56 8
4.44 50 ET
≤ 60 10
5.56 5
2.78 60 ET
≤ 70 8
4.44 9
5.00 70 ET
≤ 80 0.00
19 10.56
80 ET ≤ 90
3 1.67
39 21.67
ET 90 4
2.22 19
10.56 Mean efficiency
0.460 0.165
0.999 0.750
Min 0.238
Max 0.955
Petani yang efisien 70 3.9
42.8
Sumber: Data Perimer, 2010 diolah.
Sumber: Tabel 69. Gambar 46. Sebaran Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Antar Ukuran
Usahatani di Daerah Dataran Tinggi
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
ET ≤ β0 20 ET
≤ γ0 30 ET
≤ 40 40 ET
≤ 50 50 ET
≤ 60 60 ET
≤ 70 70 ET
≤ 80 80 ET
≤ 90 ET 90
1.67 8.33
6.67 10.56
5.56 4.44
0.00 1.67
2.22 0.00
2.78 1.11
4.44 2.78
5.00 10.56
21.67
10.56
Ju m
lah Re
spo nde
n
Sebaran Nilai Efisiensi Teknis
ukuran Usahatani 1 Ha Ukuran Usahatani = 1 Ha
Perbandingan antar ukuran usahatani menunjukkan bahwa hampir seluruh 96 petani dengan ukuran usahatani kecil 1 ha menderita
permasalahan inefisiensi di dalam usahatani jeruk keprok SoE mereka. Tabel 69 tersebut juga membuktikan bahwa hanya 2.2 petani jeruk beroperasi di atas
tingkat efisiensi 90 pada ukuran usahatani kecil sementara 11 untuk ukuran usahatani yang lebih besar
≥ 1 ha. Tabel 69 dan Gambar 47 menunjukkan bahwa nilai rata-rata efisiensi
teknis untuk ukuran usahatani ≥ 1 ha di zona dataran tinggi lebih besar 0.75 bila
dibandingkan dengan ukuran usahatani yang lebih kecil dari satu hektar 0.46. Hal ini menunjukkan bahwa semakin luas ukuran usahatani jeruk keprok SoE,
maka tingkat efisiensinya semakin tinggi. Dengan demikian diharapkan bahwa petani dapat mampu meningkatkan ukuran usahataninya menjadi minimal satu ha
per petani jeruk keprok SoE.
Sumber: Tabel 69. Gambar 47. Rata-Rata Luas Usahatani dan Mean Efisiensi Antar Ukuran
Usahatani Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Tinggi
0,2 0,4
0,6 0,8
1 1,2
1 Ha ≥ 1 Ha
0.46 0.75
0.76 1.19
M e
an Efi
si e
n si
d an
Lu as
H a
Ukuran Usahatani
Mean Efisiensi Luas Ha
Tingkat pencapaian efisiensi teknis usahatani JKS berdasarkan kelompok umur tanaman produktif baik berbasiskan zona agroklimat maupun ukuran
usahatani tercantum pada Tabel 70. Tabel 70. Rata-Rata Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usahatani Jeruk Keprok
SoE Berdasarkan Kelompok Umur Tanaman Produktif pada Zona Agroklimat dan Ukuran Usahatani yang Berbeda
Kelompok Umur Tanaman Produktif
Tahun Zona Agroklimat
Ukuran Usahatani Dataran
Tinggi Dataran
Rendah 1 Ha
≥ 1 Ha
5 - ≤ 10 tahun:
Produktivitas kgHa 469.1
124.8 511.7
405.0 Efisiensi Teknis
0.61 0.60
0.41 0.75
Sebaran Efisiensi Teknis 0.21ET
≤0.93 0.33ET≤0.87 0.24ET≤0.79 0.45ET≤0.93 5.0
20.5 4.1
5.7
10 - ≤ 15 Tahun:
Produktivitas kgHa 482.2
176.9 597.3
461.8 Efisiensi Teknis
0.67 0.61
0.53 0.80
Sebaran Efisiensi Teknis 0.23ET
≤0.95 0.27ET≤0.89 0.17ET≤0.99 0.24ET≤0.96 57.0
73.9 56.8
57.5
15 - ≤ 20 tahun:
Produktivitas kgHa 489.0
210.1 551.9
441.0 Efisiensi Teknis
0.69 0.61
0.44 0.79
Sebaran Efisiensi Teknis 0.23ET
≤0.93 0.45ET≤0.78 0.28ET≤0.94 0.25ET≤0.95 37.0
5.6 39.1
35.8
20 Tahun :
Produktivitas kgHa 255.0
0.0 0.0
255.0 Efisiensi Teknis
0.64 0.0
0.0 0.66
Sebaran Efisiensi Teknis 0.0
0.0 0.0
0.0 0.6
0.0 0.0
0.9
Sumber: Hasil Estimasi Fungsi Produksi dan Inefisiensi Data Primer Tahun 2010, diolah.
Keterangan: : Persentase terhadap total sampel Dari Tabel 70 diketahui bahwa umur tanaman produktivitas yang berbeda
menunjukkan tingkat pencapaian rata-rata produktivitas dan efisiensi teknis, baik pada basis zona agroklimat maupun ukuran usahatani, berbeda. Tingkat
pencapaian efisiensi teknis pada kelompok umur tanaman produktif 15 - ≤ β0
tahun tergolong tinggi untuk daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Sedangkan tingkat pencapaian efisiensi teknis tergolong tinggi untuk kelompok umur
tanaman produktif 10 - ≤ 15 tahun pada ukuran usahatani 1 ha dan ≥ 1 ha.
Kelompok umur tanaman produktif 5 - ≤ 10 tahun dan ≥ β0 tahun menunjukkan
tingkat efisiensi teknis yang rendah untuk semua unit analisis dataran tinggi, dataran rendah, ukuran usahatani 1 ha dan
≥ 1 ha. Namun, sebagian besar petani responden memiliki kelompok umur tanaman 10 -
≤ 15 tahun. Pada kelompok umur tersebut, sistem usahatani JKS belum efisien secara teknis,
kecuali untuk skala operasi usahatani yang ≥ 1 ha. Rentangan efisiensi teknis antar
usahatani di dalam kelompok umur tanaman produktif yang sama sangat besar. Sebagai contoh, untuk kelompok umur tanaman produktif 15 -
≤ β0 tahun pada daerah dataran tinggi, sebaran efisiensi teknisnya mulai dari usahatani yang sangat
tidak efisien dengan nilai ET sebesar 0.23 sampai dengan yang sangat efisien secara teknis dengan nilai ET sebesar 0.93. Walaupun, jenis input produksi yang
digunakan sama, namun karena metode produksi yang petani terapkan pada usahatani mereka berbeda, maka tingkat efisiensi teknisnya juga berbeda.
Perbedaan tersebut merupakan cerminan adanya perbedaan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis petani yang berbeda.
Tingkat efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE adalah lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu pada tanaman-
tanaman tahunan. Sebagai contoh adalah penelitian dari Dhehibi et al. 2007 pada Jeruk 0.68 di Tunisia; Vedenov et al. 2007 pada Kopi 0.87 di Mexico;
Wollni 2007 pada kopi 0.81 di Costa Rica, Trewin et al. 1995 pada padi di Indonesia 0.87, Sukiyono 2005 pada cabe di Indonesia 0.74, Morinaga
2006 pada jeruk 0.7, dan Hazarika dan Subramanian 1999 pada teh 0.88 di India. Namun, tingkat efisiensi teknis hasil penelitian dari Lambarraa et al. 2007
pada jeruk 0.64 di Spain dan Bravo-Ureta et al. 1990 pada kapas 0.58 adalah lebih kecil dari hasil penelitian ini, khususnya pada daerah dataran tinggi 0.65 di
Timor Barat. Jika petani jeruk keprok SoE berusaha untuk meningkatkan luas usahataninya pada level lebih besar dari satu ha, maka tingkat efisiensi teknisnya
mungkin dapat menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian- penelitian tersebut di atas. Untuk penelitian-penelitian efisiensi teknis dengan
pendekatan stokastik frontier yang sudah dilakukan di Indonesia, telah dicatat bahwa tingkat efisiensi teknis untuk kacang-kacangan 0.63 oleh Squires 1991
adalah lebih rendah dari hasil penelitian ini. Sedangkan hasil penelitian pada tanaman padi di Indonesia memberikan nilai efisiensi teknis yang lebih tinggi
yakni Squires dan Tabor 1991 sebesar 0.70; Roche 1994 sebesar 0.82 dan Trewin et al. 1995 sebesar 0.87 dan Daryanto 2000 sebesar 0.77 untuk padi
dengan sistem teknologi irigasi.
6.4.2. Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Dataran Rendah
Dua zona, dataran tinggi dan dataran rendah, dijadikan fokus dengan alasan untuk memperhitungkan heterogenitas daerah dalam hal sistem produksi,
kondisi agroekologi, tingkat persaingan usaha dan kelembagaan petani Wollni, 2007 yang dapat mempengaruhi tingkat efisiensi usahatani. Selain itu, kebijakan
pengembangan jeruk keprok SoE di TTS sejak sepuluh tahun terakhir ditujukan pada daerah spesifik dataran tinggi dan dataran rendah. Kedua zona tersebut
merupakan kawasan sentra pengembangan jeruk keprok SoE Kabupaten TTS di Provinsi NTT. Pertanyaan yang hendak dijawab adalah zona manakah yang dapat
memberikan tingkat efisiensi yang tinggi dan faktor-faktor apa saja yang
menentukan performansi efisiensi seperti itu, serta bagaimana memperbaiki efisiensi dan kapabilitas petaninya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani responden dianalisis secara simultan dengan menggunakan model efek inefisiensi teknis dari
fungsi produksi stokastik frontier. Ringkasan statistik dari variabel-variabel yang digunakan di dalam model frontier produksi JKS adalah seperti yang sudah
tercantum pada Tabel 64 di atas. Hasil estimasi model efek inefisiensi teknis dicantumkan pada Tabel 71.
Tabel 71. Estimasi Parameter dan t Rasio dari Model Efek Inefisiensi Teknis Produksi Stokastik Frontier Berdasarkan Zona Agroklimat
Variabel Parameter
Zona Agroklimat
Dataran Tinggi Dataran Rendah
Estimasi t rasio
Estimasi t rasio
Model Efek Inefisiensi
Intersep δ 0.260
0.576 0.187
0.107 Pendidikan δ
1
0.295 1.015
0.060 0.348
Pengalaman δ
2
-0.402 -1.590
-0.352 -1.650
Kontak dengan Petugas Pertanian Lapangan
δ
3
-0.218 -1.600
0.168 0.829
Umur Petani δ
4
-0.115 -0.124
-0.018 -0.021
Kuadrat umur petani δ
5
-0.229 -0.358
0.037 0.081
Sumber pendapatan lain δ
6
-0.264 -1.550
0.326 0.899
Metode penjualan δ
7
-0.310 -1.520
0.033 0.243
Keanggotaan kelompok tani δ
8
-0.468 -1.962
0.039 0.261
Sumber: Data Primer, 2010 diolah. Keterangan:
: nyata pada α = 5; : nyata pada α = 10; : nyata pada α = 15
Tanda dan besaran koefisien hasil estimasi di dalam model inefisiensi teknis seperti tercantum pada tabel tersebut ada yang sesuai dan ada yang tidak
sesuai seperti yang diharapkan. Koefisien estimasi yang negatif menunjukkan efek yang positif pada efisiensi teknis. Penambahan penggunaan faktor tersebut
akan meningkatkan efisiensi teknis jeruk keprok SoE. Sedangkan variabel- variabel dengan koefisien estimasi di dalam model inefisiensi yang positif
menunjukkan bahwa penambahan penggunaan faktor tersebut akan mengurangi efisiensi teknis jeruk keprok.
Pada daerah dataran tinggi, hasil pendugaan model efek inefisiensi teknis pad Tabel 71 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam
menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi petani responden pada α
= 5; α = 10; dan α = 15; adalah pengalaman berusahatani jeruk, kontak dengan petugas pertanian lapangan, sumber pendapatan lain, metode penjualan
dan keanggotaan kelompok tani. Sedangkan pendidikan dan umur petani tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis. Pada daerah dataran rendah, semua
variabel tidak berpengaruh nyata, kecuali pengalaman petani responden.
Pendidikan formal .
Diharapkan bahwa pendidikan memiliki pengaruh yang positif terhadap kemampuan manajerial petani dan dengan demikian juga
terhadap efisiensi. Fenomena ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani menentukan kemampuan mereka untuk menerapkan tehnologi
yang ada, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin baik kemampuan mereka untuk berproduksi secara efisien Jamison dan Lau, 1982.
Pendidikan membantu petani untuk menggunakan informasi secara efisien. Petani dengan pendidikan yang lebih tinggi memperoleh informasi lebih banyak dan
berkemampuan untuk menggunakan input-input usahatani secara produktif. Tabel 71 menunjukkan bahwa faktor lamanya pendidikan formal petani
berhubungan negatif dan tidak nyata efeknya terhadap efisiensi teknis produksi usahatani jeruk keprok SoE pada semua zona agroklimat. Hal ini
mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan formal petani tidak merupakan faktor penting di dalam usahatani jeruk keprok SoE. Dapat juga dikatakan bahwa petani
dengan pendidikan yang lebih tinggi kurang tertarik pada usahatani jeruk keprok SoE. Faktor pendidikan dianggap konstan, tidak berpengaruh apa-apa terhadap
efisiensi. Rata-rata lama pendidikan formal petani contoh adalah 7 tahun atau setara dengan kelas satu Sekolah Menengah Pertama, dengan rentangan dari yang
tidak tamat Sekolah Dasar 3 tahun sampai dengan yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas 16 tahun. Tingkat pendidikan yang masih rendah dan yang
bukan merupakan pendidikan kejuruan di duga merupakan faktor-faktor penting yang telah menyebabkan tidak nyatanya pengaruh variabel ini terhadap efisiensi
produksi JKS. Pemerintah perlu untuk menggagas pendidikan kejuruan dengan fokus komoditas unggulan lokal sebagai penggerak ekonomi daerah.
Dampak peningkatan pendidikan terhadap efisiensi produksi jeruk keprok SoE masih belum nyata. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil
penelitian dari Dhehibi et al. 2007a dan Silva Stefanou 2007, di mana pendidikan formal berpengaruh positif dan nyata terhadap efisiensi teknis jeruk di
Tunisia. Hasil yang sama juga telah didapat oleh Utama 2003 pada usahatani padi sawah di Indonesia, Wilson et al. 1998 di pada usahatani kentang UK dan
Villano dan Fleming 2006 pada usahatani padi di Filipina. Sedangkan hasil penelitian dari Wollni 2007 pada kopi di Costa Rica; Ogundari dan Ojo 2006
pada ubi kayu, Ogundari et al. 2006 pada jagung di Nigeria dan Bakhsh et al. 2006 pada kentang di Pakistan menunjukkan bahwa pendidikan formal
berhubungan negatif dan tidak nyata terhadap efisiensi teknis sama halnya dengan hasil penelitian efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE ini.
Pengalaman usahatani .
Petani dengan pengalaman berusahatani yang lebih lama diharapkan bisa lebih terampil di dalam mengelola usahatani jeruk
yang akan berdampak positif terhadap efisiensi usaha. Hubungan inefisiensi teknis dengan pengalaman usahatani petani contoh adalah negatif. Pada zona dataran
tinggi dan dataran rendah, pengalaman petani berpengaruh positif dan nyata pada α = 10 dan 15 terhadap efisiensi teknis. Seperti yang diharapkan bahwa
efisiensi teknis meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman petani pada usahatani jeruk keprok SoE.
Kondisi tanda dan besaran nilai koefisien hasil estimasi model efek inefisiensi teknis tersebut menunjukkan bahwa semakin berpengalaman petani,
maka semakin efisien dalam berproduksi dan dalam menggunakan input-input produksi. Dengan kata lain, semakin berpengalaman petani, maka akan semakin
meningkatkan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang ditemukan oleh Admassie 1999, Daryanto 2000, Siregar
1987 dan Ajibefun et al. 2002. Hasil penelitian Wollni 2007 juga menunjukkan penagalman petani berhubungan positif dan nyata pada tingkat
efisiensi teknis pada kopi di Costa Rica. Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengalaman adalah faktor yang signifikan dan penting di
dalam upaya peningkatan efisiensi teknis usahatani petani.
Kontak dengan Petugas Petanian Lapangan KPPL .
Kontak dengan penyuluh dan petugas pertanian lapangan lainnya, dapat dilakukan dua arah,
petani mengunjungi penyuluh atau sebaliknya. Keberadaan petugas penyuluh dan intensitas pertemuan dengan para penyuluh yang dilakukan akan mempengaruhi
tingkat produktivitas tanaman jeruk. Semakin intensif penyuluhan yang dilakukan
maka petani jeruk akan semakin memahami tehnik budidaya, panen atau pasca panen yang baik dan petani diharapkan menghasilkan jeruk dengan tingkat
produktivitas tinggi dan berproduksi lebih efisien berdampak positif. Pada daerah dataran tinggi, harapan tersebut sesuai dengan hasil
penelitian ini, di mana koefisien estimasi untuk variabel KPPL adalah positif dan berpengaruh nyata pada α = 15 terhadap efisiensi teknis usahatani jeruk keprok
SoE. Sedangkan pada daerah dataran rendah, KPPL berhubungan negatif dan tidak nyata terhadap efisiensi teknis. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai suatu
cerminan rendahnya frekuensi kontak petugas pertanian di lapangan dengan petani, dan atau sebaliknya. Tabel 64 di atas menunjukkan bahwa rata-rata kontak
petugas pertanian lapangan dengan petani adalah 0.78 untuk daerah dataran tinggi dan 0.64 untuk daerah dataran rendah. Indikator rendahnya pengetahuan teknis
budidaya dan pascapanen petani jeruk kerpok SoE merupakan salah satu bukti dari rendahnya kontak petugas dengan petani dan atau petani dengan petugas
pertanian lapangan baik Penyuluh Pertanian Lapngan maupun Petugas Pengamat Hama tanaman jeruk keprok SoE.
Hasil penelitian Wollni 2007 pada kopi dan Bakhsh et al. 2006 pada kentang adalah sejalan dengan hasil penelitian jeruk keprok SoE khususnya pada
daerah dataran tinggi, di mana kontak dengan petugas pertanian lapangan berhubungan positif dan nyata pada tingkat efisiensi usahatani.
Pada daerah dataran rendah, KPPL adalah negatif dan tidak nyata terhadap efisiensi teknis. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa Pemerintah
Daerah, dalam hal ini, petugas pertanian lapangan belum serius mengawasi usahatani jeruk keprok SoE. Selain itu, petugas pertanian lapangan yang
ditempatkan di sentra-sentra pengembangan jeruk keprok SoE adalah bukan petugas yang memiliki spesifikasi di bidang usahatani jeruk. PPL yang ada di
desa-desa contoh adalah petugas yang memiliki latar belakang pendidikan pertanian dan peternakan secara umum. Selain itu, jumlah Petugas belum
seimbang dengan luas wilayah kerja mereka seperti yang sudah di bahas pada Bab II disertasi ini tentang kelembagaan usahatani.
Umur petani . Variabel ini akan merefleksikan struktur tenaga kerja
keluarga petani pengelola usahatani jeruk dan tingkat produktivitas mereka. Masalah keengganan pemuda untuk bertani yang dialami oleh hampir semua
daerah di NTT, bahkan di Indonesia, merupakan hal penting untuk diperhatikan dalam pembangunan pertanian daerah lahan kering. Umur petani menjadi faktor
penting dalam kaitannya dengan efisiensi produksi karena persoalan regenerasi pengelola dan produktivitas tenaga kerja usahatani jeruk keprok. Secara alamiah,
semakin tua seorang pekerja, maka kemampuan kerjanya semakin menurun dan berdampak negatif terhadap efisiensi. Jika generasi muda enggan bertani, maka
pengelolaan usahatani akan didominasi oleh tenaga kerja non produktif. Hal ini akan berdampak negatif pada tingkat efisiensi usahatani jeruk.
Hasil penelitian ini menemukan hal yang terbalik dengan anggapan bahwa semakin tua seorang petani kemampuan kerjanya semakin menurun dan
berdampak negatif terhadap efisiensi. Semua tanda nilai koefisien estimasi model efek inefisiensi teknis adalah positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap
efisiensi baik pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah. Keadaan ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Semakin bertambah umur petani, maka
pengalaman dan keterampilannya semakin tinggi tetapi semakin lemah dalam
berusaha. Sedangkan petani yang lebih muda, mungkin kurang berpengalaman dan memiliki keterampilan yang rendah, tetapi mereka pada umumnya lebih
tertarik pada inovasi baru. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa petani yang sudah banyak memiliki pengalaman dan keterampilan berusahatani, lebih
produktif bila dibandingkan dengan petani muda yang baru memulai usahatani jeruk keprok SoE. Nilai positif pada koefisien umur petani itu juga dapat
dijadikan sebagai indikator bahwa petani responden masih berbada pada umur produktif rata-rata umur petani 48 tahun Tabel 64, dimana mereka masih
memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan berdampak pada tingginya produktivitas. Produktivitas usahatani yang tinggi akan memberikan tingkat
efisiensi yang tinggi pula. Hasil penelitian yang sejalan dengan penemuan pada penelitian ini adalah
Bakhsh et al. 2006 pada kentang di Pakistan dan Erwidodo 1992a dan 1992b pada padi sawah di Indonesia. Sedangkan hasil penelitian dari Dhehibi et al.
2007a dan 2007b keduanya pada jeruk; Wollni 2007 pada kopi; dan Ogundari et al. 2006 pada jagung menunjukkan bahwa umur petani berhubungan
negatif dengan tingkat efisiensi. Hal ini mengindikasikan bahwa petani semakin tua, maka kemampuan kerjanya semakin menurun sehingga akan menurunkan
tingkat efisiensi teknis usahataninya, faktor-faktor lainnya tetap.
Sumber pendapatan lain . Petani yang memiliki sumber pendapatan lain
diluar usahatani jeruk cenderung tidak berproduksi secara efisien berpengaruh negatif karena mereka tidak begitu takut akan resiko kegagalan produksi atau
karena kekurangan tenaga kerja untuk mengelola kebun dengan baik sehingga menyebabkan inefisiensi. Tetapi jika pendapatan yang diperoleh dari luar
usahatani tersebut dipakai untuk membeli input-input produksi, sehingga produksi meningkat, maka pengaruhnya terhadap efisiensi adalah positif. Pengaruh positif
ini juga dapat diakibatkan oleh adanya informasi yang lebih baik yang didapat selama petani tersebut berkeja di luar usahataninya. Sebaliknya petani yang tidak
memiliki sumber pendapatan lain, akan berupaya untuk mengelola usahataninya sebaik mungkin karena kegagalan dalam berproduksi akan membuat mereka
tidak memiliki pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon efisiensi teknis terhadap
sumber pendapatan di luar usahatani jeruk keprok SoE adalah positif dan berpengaruh nyata terhadap efisiensi
pada α = 15 khusunya di zona dataran tinggi. Semakin besar pendapatan yang diperoleh dari sumber di luar usahatani
jeruk terutama dari usahatani ternak dan jagung, maka usahatani jeruk semakin efisien. Hal ini membuktikan bahwa pendapatan yang diperoleh dari sumber lain
itu dimanfaatkan petani untuk meningkatkan efisiensi usahatani jeruk mereka. Perlu diketahui bahwa usahatani jeruk didaerah dataran tinggi memang cukup
menarik minat petani karena memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar di waktu yang lalu musim produksi tahun 2000-2003: hasil penelitian Adar et al.,
2003. Hasil penelitian Wollni 2007 menunjukkan bahwa sumber pendapatan lain memberikan efek yang positif dan nyata terhadap efisiensi teknis usahatani
kopi di Costa Rica. Hasil estimasi model efek inefisiensi teknis di zona dataran rendah
menemukan bahwa tanda dan besaran koefisien dugaannya adalah negatif dan berpengaruh tidak nyata terhadap efisiensi teknis. Fenomena ini menjelaskan
bahwa dengan adanya sumber pendapatan di luar usahatani jeruk keprok SoE
telah menyebabkan menurunnya efisiensi teknis produksi usahatani jeruk keprok SoE. Pengaruh negatif ini menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh dari
luar usahatani tidak digunakan untuk meningkatkan produksi jeruk keprok SoE. Selain itu, kegiatan mencari pendapatan di luar usahatani telah mengurangi tenaga
kerja keluarga yang sedianya digunakan untuk kegiatan usahatani jeruk keprok SoE. Akibatnya, usahatani jeruk keprok SoE tidak dirawat secara intensif dan
selanjutnya menyebabkan rendahnya produksi dan efisiensi teknis. Fenomena tersebut dapat juga mengindikasikan bahwa usahatani JKS merupakan usahatani
sampingan, kurang menarik dan memotivasi petani karena nilai ekonominya masih rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan rendahnya pendapatan yang
diterima petani dataran rendah dari usahatani jeruk keproknya. Dengan demikian, maka dapatlah dikatakan bahwa usahatani jeruk keprok Soe sebaiknya tidak perlu
dilakukan di daerah dataran rendah.
Metode penjualan . Penjualan jeruk keprok SoE dilakukan petani dengan
beberapa metode yakni penjualan per kg saat panen, penjualan di muka sebelum musim panen tiba baik per kg maupun borongan, dan penjualan borongan per
pohon atau borongan per kebun pada saat panen penjelasan secara detail sudah diberikan pada Bab V. Pada penjualan dengan sistem ijon dan borongan
seringkali petani tidak memanen sendiri jeruknya dengan tidak mempraktekkan teknik panen yang benar dan pedagang pemberi ijon atau pembeli borongan sering
meninggalkan sisa buah jeruk yang berkualitas rendah di pohon sampai musim berbunga jeruk lewat. Hal-hal ini mengurangi tingkat produktivitas dan efisiensi
jeruk pada musim panen tahun berikutnya berpengaruh negatif terhadap efisiensi. Sistem penjualan per kg pada saat panen akan meningkatkan
keuntungan petani karena harganya lebih tinggi dibandingkan dengan sistem penjualan lainnya. Petani termotivasi untuk membeli input-input produksi yang
dapat berpengaruh positif terhadap efisiensi. Sistem penjualan individu yang sering dipraktekkan oleh petani di TTS dapat mengurangi keuntungan petani
karena mereka sering mendapatkan harga yang lebih rendah pada saat panen raya tiba.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode penjualan per kg pada saat panen berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis
produksi jeruk kerpok SoE khusus zona dataran tinggi. Peningkatan praktek penjualan per kg pada saat panen dapat meningkatkan efisiensi produksi jeruk
keprok SoE. Petani yang memiliki kebun jeruk yang agak luas merasa mempunyai biaya rendah per pohon dan perbedaan penjualan dengan metode per pohon dan
per kg juga besar. Sehingga petani dengan jumlah pohon jeruk yang lebih banyak seperti petani pada daerah dataran tinggi ini cenderung menjual jeruk mereka
dengan metode penjualan per kg pada saat panen. Selain itu, harga jual dengan metode per kg pada saat panen lebih tinggi dibandingkan dengan metode lainnya.
Di Zona dataran rendah, respon efisiensi terhadap variabel ini relatif kecil, negatif dan tidak nyata. Penjualan per kg pada saat panen berhubungan
negatif dan tidak nyata dengan efisiensi produksi. Jadi, metode penjualan JKS di daerah dataran rendah dianggap konstan atau tidak memberikan pengaruh apa-apa
terhadap efisiensi. Petani dapat melakukan penjualan secara ijon, borongan atau per kg pada saat panen. Petani dengan jumlah kepemilikan pohon produktif yang
sedikit cenderung menjual JKS mereka dengan sistem ijon dan borongan. Hal ini memberikan kemudahan kepada petani karena mereka tidak direpotkan dengan
biaya pemasaran dan resiko pasar lainnya. Namun, sistem ijon dan borongan ini sering menyebabkan keterlambatan panen pembeli biasanya memanen sendiri.
Buah yang tersisa pada pohon JKS menghambat pembungaan sehingga menghilangkan kesempatan pohon tersebut untuk berproduksi pada tahun
berikutnya. Produksi berkurang, maka efisiensi produksi juga menurun.
Keikutsertaan dalam kelompok tani . Petani yang tergabung dalam
kelompok tani akan lebih cepat mendapatkan informasi-informasi yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas jeruk dan atau informasi pasar dibandingkan
dengan petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Diharapkan pula bahwa petani yang menjadi anggota kelompok tani memiliki akses yang lebih mudah
terhadap berbagai sumberdaya yang dibutuhkan di dalam pengelolaan usahatani jeruk. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi usaha berpengaruh positif.
Pada daerah dataran tinggi, nilai koefisien estimasi keanggotaan kelompok tani bertanda positif dan sesuai dengan yang diharapkan. Variabel
keanggotaan kelompok tani di zona dataran tinggi berpengaruh nyata pada α = 5
terhadap efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE. Keiikutsertaan petani di dalam kelompok tani dapat meningkatkan efisiensi produksi jeruk keprok SoE.
Ketiadaan pengaruh dari variabel keanggotaan kelompok tani terhadap efisiensi teknis terutama di dataran rendah lebih banyak dikaitkan dengan lemahnya
keberadaan kelompok tani sebagai suatu lembaga penunjang peningkatan produksi usahatani jeruk keprok. Kelompok tani bukan merupakan faktor penting
bagi petani daerah dataran rendah. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar 52 petani responden daerah dataran rendah tergabung di dalam
kelompok tani. Namun, kegiatan kelompok tani-kelompok tani di daerah
penelitian tidak fokus pada kegiatan usahatani jeruk keprok saja, tetapi pada berbagai kegiatan pertanian dan proyek pembangunan desa secara umum.
Kelompok tani didirikan dalam rangka untuk memenuhi persyaratan mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah atau LSM. Kelompok tani masih lemah dan perlu
diberdayakan ke arah peningkatan efisiensi produksi JKS.
6.4.3. Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Ukuran Usahatani di Daerah Dataran Tinggi
Ukuran usahatani secara khusus dibedakan karena hal itu dapat merefleksikan kekayaan harta rumahtangga petani yang dapat memberikan
pendapatan rutin kepada mereka. Besar-kecilnya ukuran usahatani mempengaruhi tingkat efisiensi Wollni, 2007. Hal ini dapat dikaitkan dengan kemampuan
petani untuk mengakses tenaga kerja, modal usaha dan input usahatani lainnya. Hal-hal tersebut akan menentukan ukuran usahatani yang dapat memberikan
tingkat efisiensi yang tinggi dibandingkan dengan ukuran usahatani lainnya Binswanger dan Sillers, 1983; Kalirajan dan Shand, 1985, 1986 dan 1989; dan
Kurniawan, 2008. Di dalam penelitian ini, ukuran usahatani yang dipakai adalah 1 ha dan
≥ 1 ha. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 41 responden petani
jeruk keprok SoE di daerah dataran tinggi memiliki luas usahatani 1 ha. Pertanyaannya adalah apakah luasan usahatani seperti itu sudah memberikan
efisiensi yang tinggi atau tidak, dan faktor-faktor apa saja yang menjadi determinan-determinannya. Hasil pendugaan parameter dari model efek
inefisiensi teknis fungsi produksi stokastik frotnier antar ukuran usahatani di zona dataran tinggi adalah seperti yang tercantum pada Tabel 72.
Tabel 72. Estimasi Parameter dan t Rasio dari Model Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stokastik Frontier dengan Menggunakan MLE
Parameter Ukuran Usahatani Dataran Tinggi
1 ha ≥ 1 ha
Estimasi t-rasio
Estimasi t-rasio
Model Efek Inefisiensi:
Intersep
δ 3.869
0.949 1.831
0.502
Pendidikan formal
δ
1
0.309 0.997
0.295 0.531
Pengalaman usahatani
δ
2
0.453 0.367
-0.428 -1.560
Kontak Petugas Pertanian
δ
3
0.142 0.615
-0.501 -1.842
Umur petani
δ
4
-0.179 -0.196
0.444 0.363
Kuadrat umur petani δ
5
-0.356 -0.638
0.887 0.515
sumber pendapatan lain
δ
6
0.277 0.144
-0.602 -1.470
Metode penjualan JKS
δ
7
-0.365 -2.230
-0.375 -1.490
Keanggotaan kelompok tani
δ
8
-0.499 -1.636
-1.683 -1.904
Sumber: Data Primer, 2010 diolah.
Keterangan: : nyata pada α = 5; : nyata pada α = 10; : nyata pada α = 15
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa untuk ukuran usahatani yang kecil, faktor-faktor seperti pendidikan, pengalaman usahatani, kontak dengan petugas
petanian lapangan dan sumber pendapatan lain berhubungan negatif dan tidak nyata dengan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE. Faktor umur petani
memiliki hubungan yang positif dan tidak nyata terhadap efisiensi teknis. Sedangkan faktor metode penjualan dan keanggotaan kelompok tani berpengaruh
positif dan nyata pada α = 5 dan 10 terhadap efisiensi teknis produksi JKS. Pada ukuran usahatani yang lebih besar
≥ 1 ha, semua faktor-faktor inefisiensi teknis berpengaruh nyata secara positif terhadap efisiensi teknis,
kecuali faktor pendidikan dan umur petani. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan efisiensi
teknis produksi jeruk keprok SoE. Pendidikan dan umur petani memberikan efek negatif dan tidak nyata terhadap efisiensi produksi jeruk keprok SoE. Hal ini
mengindikasikan bahwa faktor pendidikan dan umur tidak merupakan faktor- faktor penting di dalam usahatani jeruk keprok SoE di Provinsi NTT.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa pengalaman petani, kontak dengan petugas pertanian lapangan, sumber pendapatan lain, metode penjualan
dan keanggotaan kelompok tani merupakan faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh di dalam usahatani jeruk keprok berukuran
besar. Upaya peningkatan keterampilan petani terkait faktor-faktor tersebut mungkin dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pelatihan, magang dan
percontohan di tingkat usahatani. Penerapan metode-metode tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan informasi bagi petani dalam
pengelolaan kebun jeruk sehat dan bermutu Departemen Pertanian, 2008c. Dengan memperhatikan tanda dan besaran dari variabel kontak dengan
pertugas pertanian, perlu dicatat bahwa Pemerintah Daerah seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dan petani belum serius memperhatikan pengeloaan
usahatani jeruk keprok SoE, terutama untuk ukuran usahatani kecil. Kebijakan pengembangan jeruk keprok SoE yang dilakukan pemerintah pada lima tahun
terakhir ini dan selanjutnya, lebih difokuskan pada usahatani jeruk keprok dengan ukuran usahatani minimal satu hektar. Persyaratan luasan minimal ini ditujukan
dalam rangka pemberian sertifikasi kebun jeruk yang memenuhi standar kualitas yang sudah ditetapkan di dalam Good Agricultural Practices GAP kebun buah
di Indonesia Departemen Pertanian, 2008c dan 2009c dan Standard Operational Procedure SOP jeruk keprok SoE Departemen Pertanian, 2006 dan Dinas
Pertanian, 2010b. Harapannya adalah semakin besar ukuran usahatani jeruk keprok SoE, tingkat efisiensi teknisnya semakin besar.
VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya produktivitas usahatani jeruk keprok SoE disebabkan oleh penggunaan input-
input produksi seperti jumlah pohon produktif, kompos, tenaga kerja dan bibit okulasi yang tidak memenuhi standar teknis budidaya yang baik Good
Agricultural Prcatices-GAP dan Standard Operational Procedure-SOP; ukuran usahatani kecil; tingkat penguasaan teknologi yang rendah serta
tingkat inefisiensi yang tinggi. 2. Baik pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah, petani belum mampu
mengelola usahatani jeruk keprok SoE secara efisien. Hal ini berarti sebagian besar petani pada kedua zona agroklimat tersebut masih beroperasi di bawah
produktivitas yang seharusnya. Jadi, perbedaan zona agroklimat tidak berpengaruh pada efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE. Namun,
perbedaan zona agroklimat dan ukuran usahatani berpengaruh pada produktivitas jeruk keprok SoE. Produktivitas rendah karena zona agroklimat
dan ukuran usahatani yang berbeda. Semakin besar ukuran usahatani, maka tingkat produktivitas semakin tinggi. Selain itu, semakin besar ukuran
usahatani jeruk keprok SoE, maka tingkat efisiensinya semakin tinggi. Usahatani jeruk keprok SoE yang berlahan kecil adalah tidak efisien secara
teknis. Pada daerah dataran tinggi dengan lahan usahatani yang besar menunjukkan tingkat pencapaian efisiensi teknis yang tinggi dan sudah