Keragaan usahatani dan efisiensi produksi jeruk keprok soe berdasarkan zona agroklimat di Provinsi Nusa Tenggara Timur

(1)

JERUK KEPROK SOE BERDASARKAN ZONA

AGROKLIMAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

DAMIANUS ADAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

disertasi saya yang berjudul “KERAGAAN USAHATANI DAN EFISIENSI

PRODUKSI JERUK KEPROK SOE BERDASARKAN ZONA

AGROKLIMAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR” merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2011

NRP. H361060011 Damianus Adar


(3)

DAMIANUS ADAR.

Farm Performance and

Production

Efficiency of Keprok SoE Mandarin Based on Agroclimatic Zone

in East Nusa Tenggara Province

(Arief Daryanto as a Chairman,

Kuntjoro and Nunung Kusnadi as Members of the Advisory

Committee).

Keprok SoE mandarin is a high economic value commodity. It is expected that the commodity is a driven commodity for dryland farmers’ economy in East Nusa Tenggara Province. However, the mandarin production and its productivity are low due to improper input used, agroclimatic factors, farm size, low managerial skill and capability of farmers. This research investigates farm level productivity and technical efficiency, and their determinants in a sample of 360 high- and low-land keprok SoE mandarin producing farms in 12 villages in six sub districts of South Central Timor district in East Nusa Tenggara Province. This study used a Translog functional form using technical inefficiency effect model of stochastic production function approach, simultaneously applied to cross sectional data. Results indicate that keprok SoE mandarin farmer’s income, productivity and technical efficiency are low. Factors affecting productivity of mandarin in highland area are number of productive tree, compost and vegetative seed. While factors determining productivity in lowland area are age of tree, family labour and vegetative seed. Mean technical efficiency in the highland area, 65%, is greater than lowland area, 61%. This suggests that keprok SoE mandarin farmers may increase the productivity by as much as 35% in highland and 39% in lowland through more efficient use of production inputs. Smaller farm size of < 1 ha indicates lower technical efficiency level than bigger farm size of ≥ 1 ha in highland area. Furthermore, in highland area, estimated coefficients in the technical inefficiency effect model indicate positive effect and significant on the technical efficiency of experience, contacted with agricultural field officer, farmer age, other sources of income, selling method and farmer group. While, education factor gives negative effect on technical efficiency. All factors determining efficiency level in lowland producing farms give negative effects and are not significant, except for experience factor. Based on these findings, it can be said that agroclimatic zones do not affect technical efficiency, but they affect productivity performance. It is suggested that by improving factors such as input used, farmer knowledge and managerial skills, farm size, postharvest technology and marketing, development strategies and agroecological factors; the productivity and technical efficiency of keprok SoE mandarin in high- and low-land areas should be increased.

Keywords: Productivity, technical efficiency, stochastic frontier production function, keprok SoE mandarin, agroclimatic zone, farm size.


(4)

Keprok SoE Berdasarkan Zona Agroklimat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Arief Daryanto sebagai Ketua, Kuntjoro dan Nunung Kusnadi sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Jeruk keprok SoE merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Masyarakat daerah lahan kering di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengharapkan bahwa jeruk kerpok SoE dapat menjadi penggerak ekonomi petani. Namun kenyataan menunjukkan bahwa produksi dan produktivitas tanaman ini adalah masih rendah. Produktivitas jeruk keprok di NTT adalah hanya 6 kg per pohon, masih berada di bawah produktivitas rata-rata Indonesia sebesar 95 kg per pohon; sedangkan produktivitas potensialnya sebesar 250 kg per pohon atau 69 ton/ha. Diasumsikan bahwa permasalahan rendahnya produktivitas jeruk keprok diduga karena rendahnya penggunaan input produksi, belum efisiennya proses produksi, kondisi lingkungan yang kurang mendukung dan kurang memadainnya kemampuan petani untuk mengelola usahatani jeruk keprok. Hal-hal ini mendorong perlu adanya kebutuhan analisis (1) bagaimana meningkatkan produktivitas usahatani jeruk keprok SoE, (2) bagaimana meningkatkan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE, dan (3) upaya-upaya apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi teknis jeruk keprok SoE, pada zona agroklimat (daerah dataran tinggi dan dataran rendah) dan ukuran usahatani (kecil dan besar). Penelitian ini telah menginvestigasi keragaan usahatani dan faktor-faktor penentu produktivitas dan efisiensi teknis produksi usahatani jeruk keprok SoE dengan menggunakan 360 petani contoh dari dua belas desa di enam kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data yang digunakan adalah data cross section. Analisis data untuk masing-masing zona dan ukuran usahatani yang digunakan adalah pendekatan fungsi produksi stokastik frontier model efek inefisiensi teknis model translog.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik khas yang menonjol dari usahatani jeruk keprok SoE daerah lahan kering di Timor Tengah Selatan adalah usahatani kecil (kurang dari satu hektar) dengan jumlah kepemilikan tanaman yang sangat sedikit, umur tanaman sangat beragam, sistem pengelolaannya yang tradisional dan tidak mengikuti petunjuk teknis yang benar. Hal ini sangat berbeda dengan usahatani jeruk keprok di daerah atau negara lain di mana pola pengelolaanya sudah modern, umur tanaman yang seragam dan sistem perkebunan (plantation).

Produksi dan pendapatan petani jeruk keprok SoE masih rendah. Di pihak lain, peluang peningkatan pendapatan petani jeruk (terhadap pendapatan potensialnya) adalah masih sangat besar. Tingkat pendapatan petani jeruk keprok SoE pada daerah dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah dataran rendah. Rendahnya pendapatan petani lebih disebabkan oleh rendahnya jumlah produksi dan tanaman produktif jeruk keprok SoE. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jeruk keprok SoE pada daerah datarn tinggi adalah jumlah pohon produktif, kompos dan penggunaan bibit okulasi. Sedangkan pada daerah dataran rendah, produksi jeruk kerpok SoE dipengaruhi oleh umur tanaman


(5)

usahatani kecil. Pada ukuran usahatani yang lebih luas, semua faktor produksi berpengaruh pada produksi jeruk keprok SoE, kecuali tenaga kerja keluarga. Baik pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah, umur tanaman produktif, sebagai ciri khas fungsi produksi tanaman tahunan, merupakan input produksi yang paling penting.

Tingkat pencapaian efisiensi teknis baik pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah masih tergolong rendah dan berada di bawah kondisi yang efisien. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perbedaan kondisi efisiensi tersebut adalah perbedaan penggunaan input produksi, kondisi agroklimat, kemampuan manajerial petani jeruk dan skala operasi usahatani. Sedangkan, kondisi daerah dataran rendah yang ekstrim kering telah memberikan tingkat produksi yang rendah dan hanya petani yang berpengalaman saja yang dapat mengelola usahatani jeruknya. Pada daerah dataran tinggi, kemampuan manajerial petani seperti pengalaman, pengalokasian sumber penadapatan lainnya, pemilihan metode penjualan dan keanggotaan kelompok tani telah berkontribusi terhadap tingkat efisiensi teknis yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah dataran rendah. Dari hasil analisis diketahui bahwa zona agroklimat tidak berpengaruh pada efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE. Namun, zona agroklimat berpengaruh pada produktivitas usahatani jeruk keprok SoE. Pada daerah dataran tinggi, skala operasi yang lebih besar dari atau minimal satu hektar adalah ukuran usahatani yang cukup efisien bila dibandingkan ukuran usahatani yang kurang dari satu hektar. Hal ini lebih menggairahkan semangat petani untuk mengelola usahataninya secara efisien. Model efek inefisiensi teknis menyarankan bahwa variabel-variabel pengalaman, kontak dengan petugas pertanian lapangan, sumber pendapatan lain, metode penjualan dan keanggotaan kelompok tani merupakan faktor-faktor penting yang mampu mereduksi inefisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE daerah lahan kering dataran tinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan skala operasi minimal satu hektar.

Peningkatan produktivitas dan efisiensi produksi jeruk keprok SoE perlu dilakukan dengan peningkatan skala operasi usahatani ke ukuran minimal satu hektar, perbaikan kemampuan manajerial petani (faktor-faktor inefisiensi), panen dan pascapanen, perbaikan lingkungan fisik dan penggunaan input-input produksi yang sesuai dengan standar teknisnya serta penggunaan pendekatan pengembangan usahatani yang terpadu dan terintegrasi seperti (1) pendekatan kawasan agribisnis jeruk keprok SoE, (2) penataan manajemen rantai pasokan (supply chain management), (3) penerapan budidaya pertanian yang baik (GAP/SOP), (4) fasilitasi investasi tanpa agunan, dan (5) pengembangan kelembagaan usaha terkait agribisnis jeruk keprok SoE.


(6)

©Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

JERUK KEPROK SOE BERDASARKAN ZONA

AGROKLIMAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

DAMIANUS ADAR

DISERTASI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup:

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Heny K. Daryanto, MEc

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka:

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian Prof. (Riset) Dr. Ir. I Wayan Rusastra, MS

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor


(9)

Nama : Damianus Adar

NRP : H361060011

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc

Prof. Dr. Ir. Kuntjoro

Anggota Anggota

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(10)

Disertasi ini kupersembahkan untuk:

Ayah dan Ibu tercinta (Alm) yang dari kejauhan di dunia seberang selalu memberikan doa yang tidak pernah hentinya demi keberhasilan studi saya ini. Terima kasih banyak ayah....ibu...., atas segalanya yang tercurahkan kepadaku sampai dengan detik ini. Mohon maaf atas salah dan khilafku. Semoga kamu ayah dan ibu selalu berbahagia dalam kerajaan-Nya. Isteriku, Theresia Urung Astiaty, atas kesabaran, pengorbanan dan pengertiannya selama studi saya ini. Anak-anakku, Angela, Sofia, Edward, Maria dan Martha...papa minta maaf karena selama ini papa tak dapat memberikan waktu yang penuh bagi kehidupan kamu. Demikian juga Cucuku Adityio. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan berkat dan rahmat-Nya untuk kamu semua. Kakak-kakak saya, Mikhael, Blasius, Paulina, Nicholaus, Chatarina (alm), Cornelis, Gaspar (alm), Wihelmina, Dorothea atas dukungan, bantuan dan doa demi kesuksesan studi ini.


(11)

DAFTAR TABEL ……… xix

DAFTAR GAMBAR ………... xxiv

DAFTAR LAMPIRAN ……….... xxvii

I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 9

1.3. Tujuan Penelitian ………. 21

1.4. Kegunaan Penelitian ……… 22

1.5. Novelties ……….. 25

1.6. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ……….. 26

II. TINJAUAN PUSTAKA ..………. 31

2.1. Keragaan Jeruk di Indonesia ... 31

2.2. Keragaan Usahatani Jeruk Keprok di Provinsi Nusa Tenggara Timur ………... 44

2.3. Kondisi Geografis dan Produksi Pertanian di Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 58

2.3.1. Kondisi Geografis Kabupaten Timor Tengah Selatan .. 58

2.3.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 58

2.3.1.2. Topografi dan Kelerengan Wilayah ... 60

2.3.1.3. Jenis Tanah dan Geologi ... 62

2.3.1.4. Penggunaan Lahan dan Kondisi Agroklimat Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 63

2.3.2. Kondisi Produksi Pertanian Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 68

2.3.2.1. Subsektor Tanaman Pangan ... 68

2.3.2.2. Subsektor Tanaman Hortikultura ... 71

2.3.2.3. Subsektor Perkebunan ... 83


(12)

xvi

2.3.3. Komoditas Pertanian Unggulan Kabupaten Timor

Tengah Selatan ... 90

2.3.4. Peluang Investasi Beberapa Komoditas Peertanian Unggulan Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 92

2.3.5. Kelembagaan Usahatani ... 94

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 98

2.4.1. Penelitian Efisiensi dengan Stokastik Frontier ... 99

2.4.2. Penelitian Jeruk Keprok SoE ... 110

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 115

3.1. Kerangka Teori ………... 115

3.1.1. Teori Produksi ………... 115

3.1.2. Pengertian Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomis .... 119

3.1.3. Pengukuran Efisiensi Produksi ... 123

3.1.4. Fungsi Produksi Stokastik Frontier ... 130

3.1.4.1. Model Produksi Stokastik Frontier ... 130

3.1.4.2. Bentuk Fungsi Untuk Model Produksi Stokastik Frontier ………...……. 135

3.1.4.3. Pengukuran Efisiensi Teknis Model Produksi Stokastik Frontier …..………….... 138

3.1.4.4. Model Efek Inefisiensi Teknis Produksi Stokastik Frontier ...………... 141

3.1.4.5. Pengujian Hipotesis ………... 146

3.1.4.6. Elastisitas Produksi ………...…….. 148

3.2. Kerangka Pemikiran Analisis Efisiensi Jeruk Keprok SoE ... 148

3.2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 148

3.2.2. Hipotesis ... 160

IV. METODE PENELITIAN ... 161

4.1. Penentuan Lokasi Penelitian dan Metode Pengambilan Contoh 161 4.2. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data ... 166


(13)

xvii

Stokastik Frontier ... 169

4.3.3. Spesifikasi Model untuk Analisis Inefisiensi Teknis .... 173

4.3.4. Elastisitas Produksi Jeruk Keprok SoE ... 175

4.3.5. Pengujian Hipotesis ………... 176

4.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ... 178

V. KERAGAAN USAHATANI JERUK KEPROK SOE ... 187

5.1. Karakteristik Responden ... 187

5.2. Penggunaan Input Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 191

5.2.1. Lahan dan Pola Penggunaannya …... 191

5.2.2. Bibit dan Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE …... 193

5.2.3. Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga …... 201

5.3. Pemeliharaan Tanaman ... 203

5.4. Kegiatan Panen dan Pascapanen ... 207

5.5. Sistem Pemasaran Jeruk Keprok SoE ... 210

5.5.1. Pola Pemasaran Jeruk Keprok SoE …………... 210

5.5.2. Efisiensi Pemasaran Jeruk Keprok SoE …... 218

5.5.3. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Efisiensi Pemasaran Jeruk Keprok SoE di Daerah Penelitian ... 223

5.5.4. Teknologi dan Strategi Pemasaran Jeruk Keprok SoE .. 227

5.6. Produksi dan Produktivitas Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 244

5.7. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 249

VI. ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI JERUK KEPROK SOE DAERAH LAHAN KERING ... 257

6.1. Analisis Perbedaan Sistem Produksi antar Zona Agroklimat dan Ukuran Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 257

6.2. Pengujian Hipotesis dan Penentuan Model Fungsi Produksi Stokastik Frontier Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 259

6.3. Model Empiris Fungsi Produksi Stokastik Frontier Jeruk Keprok SoE ... 261


(14)

xviii

6.3.2. Analisis Fungsi Produksi Stokastik Frontier Antar Ukuran Usahatani pada Daerah Dataran Tinggi

Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 278

6.4. Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE ... 284

6.4.1. Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE ……... 284

6.4.2. Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Dataran Rendah ... 292

6.4.3. Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Ukuran Usahatani Daerah Dataran Tinggi ... 304

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ………….. 307

7.1. Kesimpulan ... 307

7.2. Rekomendasi Kebijakan …………... 309

DAFTAR PUSTAKA ………... 313


(15)

xix

1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jeruk di Indonesia, Tahun 2002-2008 ……….……….... 32 2. Produksi Buah-Buahan Menurut Jenis Tanaman, Tahun 2006-2008 …... 33 3. Tanaman Menghasilkan, Luas Panen, Hasil per Hektar, Hasil per Pohon

dan Produksi Buah-Buahan di Indonesia, Tahun 2006 ………. 34 4. Varietas Jeruk Unggul yang telah Dilepas Pemerintah Indonesia …….... 36 5. Komposisi Produksi Jeruk Indonesia, Tahun 2001, 2006 dan 2008 …... 36 6. Nilai dan Volume Ekspor - Impor Buah-Buahan Indonesia, Tahun 2006. 37 7. Sasaran Produksi Jeruk untuk Memenuhi Kebutuhan dalam Negeri,

Ekspor dan Pemenuhan Bahan Industri Pengolahan, Tahun 2010-2025 ..

40 8. Nilai Produk Domestik Bruto Buah-Buahan, Tahun 2005 ………... 42 9. Produksi Jeruk Menurut Provinsi di Indonesia, Tahun 2007-2008 ……... 44 10. Luas Lahan Pengembangan Baru Jeruk di Beberapa Provinsi di

Indonesia ………... 45 11. Produksi Buah-Buahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun

2005-2008 ………... 47 12. Luas Panen Buah-Buahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun

2005-2008 …..…... 49 13. Perkembangan Luas Panen Buah-Buahan di Provinsi Nusa Tenggara

Timur, Tahun 2005-2008 ... 51 14. Luas Tanam dan Produksi Komoditi Buah-Buahan di Nusa Tenggara

Timur, 2004-2008 ... 52 15. Keadaan Luas Panen Jeruk Keprok di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

Tahun 2002-2008 ... 54 16. Keadaan Produksi Jeruk Keprok di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

Tahun 2002-2008 …... 55 17. Kesenjangan antara Produktivitas Aktual dan Potensial Jeruk Keprok di


(16)

xx

19. Sebaran Kondisi Agroklimat di Kabupaten Timor Tengah Selatan,

Tahun 2008 ……… 66

20. Perkembangan Luas Panen Tanaman Pangan, Tahun 2005-2007 ……… 69 21. Perkembangan ProduksiTanaman Pangan, Tahun 2005-2007 ………….. 69 22. Perkembangan Luas Panen Tanaman Sayuran di Kabupaten Timor

Tengah Selatan, 2003-2007 ... 71 23. Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran di Kabupaten Timor Tengah

Selatan, tahun 2003-2007 ... 73 24. Luas Panen dan Produksi Komoditi Biofarmaka di Kabupaten Timor

Tengah Selatan, Tahun 2008 ………... 74 25. Luas Panen dan Produksi Buah-Buahan di Kabupaten Timor Tengah

Selatan, Tahun 2002-2008 ………... 77 26. Keadaan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jeruk Keprok SoE di

Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2002-2008………... 78 27. Sebaran Populasi Tanaman Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor

Tengah Selatan, Tahun 2008 ………... 79 28. Rata-Rata Jumlah Tanaman, Luas Panen dan Produksi Jeruk Keprok

SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2004-2008 ………….. 81 29. Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Timor Tengah

Selatan, Tahun 2007 ... 83

30. Produksi Perikanan Menurut Subsektor, Tahun 2007 ………... 87 31. Luas Kawasan Hutan Menurut Pola Tata Guna, Tahun 2007 …………... 88 32. Produksi Hasil Hutan Menurut Jenisnya Tahun 2005-2007 ………. 89

33. Rangking dan Sentra Produksi KPJu Unggulan per Sektor Usaha di Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 90 34. Potensi dan Peluang Investasi Komoditas Pertanian Unggulan

Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2009-2013 ...……….... 93 35. Lembaga yang Terlibat di dalam Kegiatan Pertanian Unggulan di


(17)

xxi

37. Beberapa Studi Frontier pada Tanaman Tahunan ... 103

38. Beberapa Karakteristik dari Empat Metode Pengukuran Efisiensi ... 129

39. Sebaran Responden Penelitian ……….. 166

40. Karakteristik Responden di Daerah Penelitian ……….. 188

41. Rata-Rata Kepemilikan Lahan Petani Responden Jeruk Keprok SoE ….. 192

42. Penangkar Benih Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2009 ... 194

43. Rata-Rata Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE Petani Responden.. 197

44. Rata-Rata Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE Petani Responden Berdasarkan Umur Tanaman …………... 199

45. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Petani Responden ………. 201

46. Kegiatan Pemeliharaan Tanaman Jeruk Keprok SoE ………... 205

47 Masa Panen Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 208

48. Kegiatan Panen Jeruk Keprok SoE di Daerah Penelitian ...…………... 208

49. Kegiatan Pascapanen Jeruk Keprok SoE ……….. 209

50. Tingkat Efisiensi, Margin dan Profit Pemasaran Jeruk Keprok SoE Petani di Daerah Penelitian ………... 219

51. Pengkelasan Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Berat, Diameter dan Jumlah Buah per Kg ... 229

52. Sistem Penjualan Jeruk Keprok SoE: Berdasarkan Jumlah Responden ... 233

53. Rata-Rata Harga Jual Jeruk Keprok SoE di Tingkat Petani Berdasarkan Sistem Penjualan dan Kelas Mutu ………... 239

54. Persentase Banyaknya Petani Berdasarkan Tempat Penjualan Jeruk Keprok SoE ………... 243

55. Rata-Rata Jumlah Produksi Jeruk Keprok SoE Petani Responden di Desa-Desa Contoh: Berdasarkan Umur Tanaman ……… 246


(18)

xxii

57. Rata-Rata Jumlah Penjualan Jeruk Keprok SoE: Berdasarkan Sistem Penjualan dan Kelas Mutu ………. 249 58. Rata-Rata Penerimaan Petani Berdasarkan Sistem Penjualan dan Kelas

Mutu Jeruk Keprok SoE ……… 251 59. Biaya Usahatani Jeruk Keprok SoE di Daerah Penelitian Per

Hektar………... 254 60. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Jeruk Keprok SoE di

Daerah Penelitian ……….. 255 61. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Dummy Zona Agroklimat

Dataran Tinggi dan Rendah pada Usahatani Jeruk Keprok SoE Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2010 ... 258 62. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Dummy Ukuran Usahatani pada

Usahatani Jeruk Keprok SoE Daerah Dataran Tinggi di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2010... 259 63. Pengujian Hipotesis untuk Parameter-Parameter Fungsi Produksi

Stokastik Frontier Translog Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 261 64. Ringkasan Statistik dari Variabel-Variabel yang Digunakan di dalam

Model Stokastik Frontier Produksi Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Tinggi dan Rendah di Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 263 65. Estimasi Parameter dan t Rasio Model Fungsi Produksi Stokastik

FrontierMenggunakan MLE di Dataran Tinggi dan Rendah .………... 265 66 Ringkasan Statistik dari Variabel-Variabel yang Digunakan di dalam

Model Stokastik Frontier Produksi Jeruk Keprok SoE di Timor Tengah Selatan Antar Ukuran Usahatani ... 278 67. Estimasi Parameter dan t Rasio dari Model Fungsi Produksi Stokastik

Frontierdengan Menggunakan MLE ………... 279 68. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Responden Berdasarkan Zona ………... 285 69. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Contoh Berdasarkan Ukuran Usahatani

pada Daerah Dataran Tinggi ... 288 70. Rata-Rata Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usahatani Jeruk Keprok


(19)

xxiii

Produksi Stokastik FrontierBerdasarkan Zona Agroklimat .………….... 293 72. Estimasi Parameter dan t Rasio dari Model Efek Inefisiensi Teknis


(20)

xxiv

1. Luas Panen dan Produksi Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2002-2009 ………... 11 2. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Jeruk di Indonesia,

Tahun 1995-2008 ………... 32 3. Volume Impor Jeruk Indonesia, Tahun 1997-2008 ………. 38 4. Volume Ekspor Jeruk Indonesia, Tahun 1997-2007 ………... 39 5. Total Produksi Buah-Buahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

Tahun 2005-2008 ... 48 6. Persentase Produksi Terhadap Total Produksi Buah-Buahan di

Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2005-2008 ………... 48 7. Total Luas Panen Buah-Buahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

Tahun 2005-2008 ... 50 8. Trend Total Produksi dan Luas Panen Buah-Buahan di Nusa

Tenggara Timur, Tahun 2005-2008 ... 50 9. Total Luas Panen Jeruk Keprok per Kabupaten di Nusa Tenggara

Timur, Tahun 2002-2008 ………... 55 10. Total Produksi Jeruk Keprok per Kabupaten di Nusa Tenggara

Timur, Tahun 2002-2008 ………... 56 11. Tren Total Luas Panen dan Produksi Jeruk Keprok di Nusa

Tenggara Timur, Tahun 2002-2008 ………... 57 12. Persentase Luas Wilayah Kecamatan Terhadap Luas Daerah

Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2008 ………... 59 13. Tingkat Kekritisan Lahan dan Penyebaran Daerah Prioritas

Penghijauan dan Konservasi Tanah dan Air, Tahun 2009-2013 ... 61 14. Persentase Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Timor Tengah

Selatan, Tahun 2008 ... 64 15. Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Bulanan Di Kabupaten Timor

Tengah Selatan, Tahun 2008 ... 66 16. Rata-Rata Curah Hujan dan Hari Hujan Bulanan, Tahun


(21)

2003-xxv

Pangan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (Rata-Rata Produksi

dan Luas Lahan, Tahun 2005-2007) ... 70

18. Rata-Rata Luas Panen dan Persentase Terhadap Total Luas Panen Sayuran di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2003-2007 ... 72

19. Rata-Rata Produksi dan Persentase Terhadap Produksi Total Tanaman Sayuran di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2003-2007 ... 73

20. Rangking Luas Panen dan Produksi Berdasarkan Jenis Tanaman Biofarmaka di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2007 ... 74

21. Rata-Rata Luas Panen Jeruk Keprok SoE per Kecamatan, Tahun 2004-2008 ………... 82

22. Rata-Rata Produksi Jeruk Keprok SoE per Kecamatan, Tahun 2004-2008 ………... 82

23. Rangking Luas Panen dan Produksi Beberapa Jenis Tanaman Perkebunan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2007 ... 84

24. Jumlah Ternak dan Persentase Terhadap Total di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2007 ... 85

25. Kuadran Posisi KPJu Unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2008 ... 92

26. Peta Sebaran Lembaga Swadaya Masyarakat yang Fokus pada Pengembangan Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2002-2009 ………... 95

27. Pengukuran Efisiensi Farrell 1957 ... 122

28. Fungsi Produksi Stokastik Frontier ... 134

29. Kerangka Pemikiran Penelitian Produksi dan Efisiensi Jeruk Keprok SoE ………... 158

30. Peta Lokasi Penelitian: Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 162

31. Peta Lokasi Kecamatan-Kecamatan dan Desa-Desa Contoh ... 162

32. Bagan Pengambilan Sampel Penelitian ... 165


(22)

xxvi

Umur Tanaman ... 199 35. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Contoh ……. 202 36. Rantai Pemasaran Jeruk Keprok SoE, Tahun 2010 ……….. 213 37. Tingkat Efisiensi Pemasaran Jeruk Keprok SoE Antar Zona

Agroklimat ………... 220 38. Jeruk Keprok SoE, Produk Unggulan Nasional, Spesifik Lokasi

Kabupaten Timor Tengah Serlatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur 229 39. Personal Selling : Memotivasi Pelanggan dengan Cara

Memajangkan Produk Di Pinggir Jalan Raya ……….. 241 40. Persentase Petani Berdasarkan Tempat Penjualan Jeruk Keprok

SoE …………... 243 41. Perbedaan Harga Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Tempat

Penjualan ………... 244 42. Rata-Rata Produksi Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Umur

Tanaman ………... 246 43. Rata-Rata Produktivitas Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Umur

Tanaman ……... 247 44. Rata-Rata Luas Usahatani dan Mean Efisiensi Antar Zona

Pengembangan Usahatani Jeruk Keprok SoE ………... 286 45. Sebaran Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE pada Zona

Agroklimat Dataran Tinggi dan Rendah ………... 287 46. Sebaran Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Antar

Ukuran Usahatani di Dataran Tinggi ...…………... 288 47. Rata-Rata Luas Usahatani dan Mean Efisiensi Antar Ukuran


(23)

xxvii

1. Jumlah Tanaman, Luas Panen dan Produksi Jeruk Keprok SoE per Kecamatan di Kabuapten Timor Tengah Selatan Tahun 2004-2008... 328 2. Penelitian Terdahulu dengan Metode Stokastik Frontier di Bidang

Pertanian, Berdasarkan Jenis Komoditas dan Tahun Penelitian ... 331 3. Perhitungan Efisiensi Pemasaran Jeruk Keprok SoE ... 335 4. Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE Berdasarkan

Umur Tanaman di Zona Dataran Tinggi... 336 5. Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE Berdasarkan

Umur Tanaman di Zona Dataran Rendah ... 337 6. Jumlah Produksi Berdasarkan Umur Tanaman Produktif di Zona

Dataran Tinggi ... 338 7. Jumlah Produksi Berdasarkan Umur Tanaman Produktif di Zona

Dataran Rendah ... 339 8. Jumlah Pohon, Produksi dan Produktivitas Jeruk Keprok SoE di

Desa-Desa Contoh Berdasarkan Umur Tanaman ... 340 9. Prosedur Pengolahan Data dengan Menggunakan Software Frontier

4.1c ... 353 10. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Dummy Zona Agroklimat

Dataran Tinggi dan Rendah pada Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 355 11. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Dummy Ukuran Usahatani

pada Usahatani Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Tinggi ... 356 12. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dan Inefisiensi Teknis Usahatani

Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Tinggi ... 357 13. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dan Inefisiensi Teknis Usahatani

Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Rendah ... 361 14. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dan Inefisiensi Teknis pada Ukuran

Usahatani< 1 Ha di Daerah Dataran Tinggi ... 362 15. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dan Inefisiensi Teknis pada Ukuran


(24)

1.1. Latar Belakang

Jeruk adalah komoditas yang bernilai ekonomi tinggi (high economic value commodity) dan merupakan salah satu buah yang cukup banyak digemari masyarakat pada berbagai kalangan. Rasa dan kemudahan cara menyajikan dan mengkonsumsi jeruk, harga buah yang relatif murah, daya simpan buah yang cukup lama serta kandungan gizi yang tinggi mendorong minat masyarakat untuk mengkonsumsi buah ini cukup tinggi.

Pada tahun 2007, dengan total produksi jeruk 2 565 543ton (Departemen Pertanian, 2008a), Indonesia telah masuk di jajaran 10 besar produsen jeruk dunia (posisi ke sembilan). Produksi jeruk Indonesia pada tahun 2008 meningkat menjadi 2 625 884 ton dan memposisikan Indonesia menjadi Negara produsen terbesar ke enam di dunia setelah Brazil, USA, Mexico, India dan China (FAO, 2010). Pada tahun yang sama, untuk kelompok jeruk keprok Indonesia berada pada posisi kedua setelah China. Hampir 97.3% pertanaman jeruk yang ada di Indonesia merupakan jeruk Siam dan keprok dengan produktivitas yang rendah dan mutu buah yang tidak seragam. Musim panen yang relatif bersamaan pada bulan Mei, Juni dan Juli seringkali mengakibatkan harga rendah dan sangat merugikan petani.

Pengembangan komoditas jeruk menyebar di seluruh wilayah di Indonesia. Sifat tanaman jeruk yang relatif cepat berbuah, potensi produksi dan produktivitas yang cukup tinggi, daya adaptasi yang luas, serapan pasar yang cukup tinggi serta dukungan informasi dan teknologi perjerukan yang lebih maju yang ditawarkan pemerintah adalah merupakan beberapa pertimbangan para


(25)

petani maupun pekebun buah untuk memilih jeruk sebagai tanaman yang diusahakan. Nilai ekonomis jeruk tercermin dari tingkat kesejahteraan petani jeruk dan keluarganya yang relatif baik. Komoditas jeruk dapat tumbuh dan diusahakan petani di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan varietas/spesies komersial yang berbeda, dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat pada berbagai golongan pendapatan.

Badan Internasional, Food and Agricultural Organisation (FAO), menunjukkan bahwa konsumsi buah-buahan Indonesia hanya sebesar 34.06 kg (2007) dan 40.09 kg (2008) per kapita per tahun; jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan Jepang dan AS yang masing-masing 120 kg dan 75 kg per kapita per tahun. FAO merekomendasikan konsumsi buah-buahan sebanyak 65.75 kg per kapita per tahun (Departemen Pertanian, 2008b). Pada tahun 2003, konsumsi jeruk dalam negeri baru mencapai 2.9 kg per kapita per tahun. Sedangkan tahun 2005 adalah sebesar 3.5 kg per kapita per tahun. Angka-angka ini masih berada di bawah rata-rata konsumsi jeruk di negara-negara berkembang yaitu sekitar 6.9 kg per kapita per tahun, sedangkan pada negara maju dapat mencapai 32.6 kg per kapita per tahun (Departemen Pertanian, 2007). Diperkirakan, kecenderungan konsumsi jeruk dalam negeri akan meningkat sebesar 10% setiap tahun. Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan gaya hidup penduduk yang lebih mementingkan konsumsi buah-buahan bermutu. Sampai dengan tahun 2006, peningkatan kebutuhan konsumsi jeruk dalam negeri tidak dapat diimbangi dengan produksi domestik. Hal ini telah menyebabkan banjirnya jeruk impor masuk ke Indonesia. Walaupun data yang diperoleh berfluktuasi, impor buah jeruk Indonesia terus meningkat. Pada tahun


(26)

2001 jumlah impor jeruk segar sebesar 77 855 ton; pada tahun 2004 telah mencapai 95 744 ton; tahun 2006 berjumlah 96 584 ton dan pada tahun 2008 berjumlah 143 600 ton (Departemen Pertanian, 2008b dan FAO, 2010). Namun demikian, jeruk Indonesia juga telah mampu menembus pasar luar negeri (ekspor) meskipun dalam volume yang relatif kecil. Volume ekspor jeruk Indonesia lebih banyak berupa produk jeruk segar. Pada tahun 2003, volume ekspor jeruk Indonesia mencapai 1 158 ton dan pada tahun 2006 menurun menjadi 470.76 ton. Hal ini tidak sejalan dengan meningkatnya luas panen dan produksi jeruk Indonesia selama kurun waktu 2003-2006 sebesar masing-masing 17.90% dan 22.40%.

Potensi ekonomi jeruk secara nasional patut diperhitungkan sebagai salah satu sumber pendapatan asli. Kontribusi jeruk terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian pada tahun 2003 mencapai Rp. 2 339 milyar (atau lebih dari 2.3 trilyun rupiah). Sedangkan pada tahun 2006 sebesar Rp. 6 129.08 milyar (atau lebih dari 6.1 trilyun rupiah) (Departemen Pertanian, 2008b).

Produksi jeruk di Indonesia didominasi oleh jenis jeruk siam (60.6%), disusul jeruk keprok (36.7%), jeruk besar (pamelo) (1.7%), jeruk manis (1.0%) dan grape fruit (0.14%) (Departemen Pertanian, 2009a). Jeruk keprok (Citrus reticulata Blanco) dipahami berasal dari daratan China bagian Tenggara sehingga orang Eropa menyebutnya jeruk mandarin. Penyebarannya ke beberapa negara di Eropa diduga melalui jalur perdagangan dengan China pada masa lalu; sedangkan jeruk keprok di Indonesia diduga dibawa oleh orang Eropa selama masa penjajahan. Jeruk Keprok merupakan salah satu jeruk harapan yang nantinya mampu menggantikan pasar jeruk-jeruk impor (substitusi jeruk impor), seperti


(27)

jeruk Keprok varietas Grabag, Tawangmangu, Batu 55, Garut, SoE, serta varietas introduksi seperti jeruk Freemont, Sunkist, Murcott dan Chokun.

Jeruk keprok telah diketahui secara luas oleh masyarakat Indonesia dan merupakan jenis buah-buahan yang tergolong sedikit lebih mahal. Produksi jeruk keprok di Indonesia berlokasi di berbagai daerah. Kebanyakan jeruk keprok domestik yang ada di pasar-pasar di Indonesia diidentifikasi dengan “label daerah”. Setiap daerah pada umumnya membudidayakan satu komoditi spesial yang sesuai dengan kondisi iklim (angin, curah hujan dan suhu udara) dan kondisi daerah yang bersangkutan. Komoditas tersebut berhubungan dengan daerah itu. Sebagai contoh, keprok madura di pulau Madura, keprok Batu, keprok Tawangmangu, keprok Garut, keprok Berasitepu di daerah Brastagi, Sipirok dari Padang, keprok Siompu dari Sulawesi Tengah, keprok SoE di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan daerah lainnya di Indonesia (Departemen Pertanian, 2009b).

Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu dari antara sembilan provinsi daerah sentra pengembangan jeruk keprok di Indonesia. Di antara berbagai jenis buah-buahan yang diproduksi oleh para petani di provinsi NTT, dari segi luas panen selama tahun 2004 hingga 2008, jeruk keprok menduduki tempat ketiga setelah pisang dan Alpukat. Sedangkan dari segi jumlah produksi selama periode tersebut, jeruk ini menempati urutan keempat setelah pisang, mangga dan alpukat (Dinas Pertanian, 2010a).

Dari 20 Kabupaten/Kota daerah pengembangan jeruk keprok di NTT, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menyumbang sebesar 23% terhadap total produksi jeruk keprok di NTT dan merupakan daerah prioritas pertama dengan


(28)

konsentrasi pengembangan jeruk varietas keprok SoE. Jeruk Keprok SoE merupakan satu-satunya varietas yang dikembangkan di daerah TTS dan sejak tahun 1998 telah dijadikan sebagai komoditas andalan baik tingkat Provinsi NTT maupun Kabupaten TTS.

Hasil pengakajian Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi NTT menunjukkan bahwa secara agroekologi (keadaan iklim dan tanah), jeruk keprok SoE layak untuk dikembangkan di TTS. Data produksi jeruk keprok SoE di TTS menunjukkan tren yang meningkat dari tahun ke tahun, namun data luas lahan berfluktuatif. Pada tahun 2005, luas panen jeruk keprok SoE adalah 1 445 ha dan meningkat menjadi 2 218 ha pada tahun 2006, tetapi menurun menjadi 1 218 ha pada tahun 2009. Pemerintah kabupaten merencanakan untuk meningkatkan luas panen sebesar 7 050 ha sampai dengan tahun 2013. Dari segi produktivitas, pada tahun 2004, produktivitas jeruk ini hanya 2.2 ton per hektar, tahun 2005 meningkat menjadi 2.7 ton dan tahun 2006 sebesar 3.5 ton per hektar (Dinas Pertanian, 2007a). Pada tahun 2009, produktivitas jeruk keprok SoE meningkat menjadi 4.5 ton per hektar (Dinas Pertanian, 2010a), tetapi masih berada di bawah produksi nasional 26.2 ton per hektar (BPS, 2010c). Sedangkan secara potensial, produktivitas jeruk keprok adalah sebesar 69 ton per hektar.

Jeruk keprok SoE bukan saja telah menjadi primadona petani di NTT tetapi juga bagi konsumen lainnya di Indonesia yang direfleksikan oleh hasil survei konsumen di Surabaya dan Denpasar (Mason et al., 2002 dan Adar et al., 2005). Keprok SoE memiliki warna campuran kuning keemasan dengan warna hijau (beberapa mendekati 100% kuning-keemasan), rasanya manis, tekstur lembut, mudah dikupas dan kadar air cukup. Karakteristik-karakteristik tersebut,


(29)

telah membuat jeruk keprok SoE memiliki kualitas yang tidak tertandingi di Indonesia (menjuarai perlombaan buah tingkat nasional dengan predikat pertama selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 2003, 2004 dan 2005).

Dalam era otonomi daerah setiap wilayah dituntut untuk mampu mengembangkan potensi yang dimiliki, termasuk memilih jenis komoditas yang akan dikembangkan di daerah tersebut. Di Kabupaten TTS komoditas jeruk keprok SoE merupakan komoditas unggulan daerah yang dapat diharapkan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah dan petani. Kontribusi dari jeruk keprok SoE terhadap pendapatan rumah tangga petani jeruk adalah sebesar 60-75% (Adar et al., 2005). Jeruk ini dibudidayakan hampir di setiap pekarangan rumahtangga petani di TTS. Bahkan di beberapa kecamatan sentra pengembangannya seperti di kecamatan Mollo Utara, Fatumnasi dan Mollo Selatan, komoditas ini merupakan sumber utama pendapatan tunai petani. Hasil penelitian Milla et al. (2002) menunjukkan bahwa dari segi ekonomi, jeruk keprok SoE sangat layak untuk dikembangkan. Secara sosial, komoditas ini sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat TTS secara turun temurun dan sudah lama diusahakan oleh mereka sejak tahun 1930-an. Jeruk keprok SoE merupakan salah satu sarana yang penting dalam kehidupan sosial masyarakat.

Dukungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah provinsi NTT dan Kabupaten TTS terhadap komoditas ini sangat tinggi. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai proyek pengembangan komoditas ini, baik yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun melalui bantuan luar negeri. Jeruk keprok SoE sudah dipromosikan dengan sangat baik oleh Pemerintah Provinsi NTT dan dibudidayakan secara luas di beberapa kecamatan di kabupaten Timor


(30)

Tengah Selatan (SoE adalah ibu kota Kabupaten TTS). Balai Benih Induk (BBI) milik Pemerintah Provinsi NTT didirikan secara khusus untuk menyediakan bibit jeruk keprok SoE secara eksklusif kepada petani di dataran tinggi dan di dataran rendah. Hal ini didukung pula dengan adanya larangan dari pemerintah terhadap masuknya bibit jeruk lain dari luar daerah NTT.

Pemerintah Daerah NTT bekerjasama dengan Pemerintah Jepang melalui Pemerintah Pusat, telah melaksanakan proyek pengembangan produksi dan pasca panen jeruk keprok SoE sejak tahun 1998-2002 yang disebut dengan proyek OECF (Overseas Economic Corporation Fund). Dalam kenyataannya, pelaksanaan dan keberhasilan berbagai upaya tersebut pada usahatani jeruk keprok SoE di kabupaten ini masih rendah. Hasil penelitian Adar et al. (2005) menunjukkan bahwa produktivitas jeruk keprok SoE adalah 42 kg per pohon. Tingkat produktivitas ini masih dikategorikan lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil uji coba lapangan di Balai Benih Induk milik Pemerintah Provinsi NTT yang berlokasi di Oebubuk TTS pada tahun 2002 dan hasil penelitian Ditjen Bina Produksi Hortikultura sebesar 50-250 kg/pohon/musim (Departemen Pertanian, 2003).

Pengentasan kemiskinan bagi petani dan usahatani hortikultura khususnya jeruk keprok SoE merupakan prioritas penelitian di Kabupaten TTS. Selain tinggkat produktivitas jeruk keprok SoE per pohon yang masih rendah (Dinas Pertanian, 2007c), dilaporkan juga bahwa masih terdapat ketidak-cukupan permintaan pasar untuk varietas yang dihasilkan di TTS ini. Besarnya kontribusi jeruk keprok SoE terhadap pendapatan petani jeruk, layaknya secara agroekologi dan finansial untuk dikembangkan dan seriusnya perhatian pemerintah terhadap


(31)

jeruk keprok ini merupakan indikator bahwa komoditas ini sangat penting dan perlu diperhitungkan sebagai salah satu sumber perekonomian daerah NTT pada umumnya dan Kabupaten Timor Tengah Selatan secara khusus.

Permasalahan rendahnya produksi, produktivitas dan kualitas jeruk keprok SoE diduga karena belum efisiennya proses produksi dan kurang memadainnya kemampuan petani untuk mengelola usahatani jeruk keprok. Hal-hal ini mendorong perlu adanya kebutuhan akan analisis efisiensi teknis produksi untuk membantu memformulasikan kebijakan pengembangan jeruk keprok SoE terutama dalam hal peningkatan kemampuan pengelola usahatani dan penghapusan kendala peningkatan produktivitasnya. Efisiensi merupakan suatu hal yang penting bagi pertumbuhan produktivitas dan stabilisasi produksi jeruk keprok SoE. Gambaran sejauhmana tingkat efisiensi teknis produksi usahatani jeruk keprok SoE akan sangat membantu untuk mengambil keputusan apakah memperbaiki efisiensi, ataukah mengembangkan teknologi baru untuk meningkatkan produktivitas jeruk keprok SoE di NTT.

Dengan studi kasus pada jeruk keprok SoE di Kabupaten TTS di Pulau Timor bagian barat, penelitian ini merupakan suatu usaha penghimpunan data pelengkap bagi Pemerintah Indonesia umumnya dan NTT khususnya di bidang pembangunan hortikultura di daerah lahan kering. Sembilan puluh delapan persen (98%) (Adar et al., 2005) segmen pasar jeruk keprok SoE adalah di pulau Timor, NTT dan sisanya (2%) dipasarkan di luar NTT. Kajian terhadap efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE spesifik daerah lahan kering dapat membantu memperluas peluang peningkatan produktivitas, perbaikan kualitas dan pendapatan petani serta pengembangan pemasaran produk ini di masa datang.


(32)

Dengan demikian, upaya peningkatan produksi, mutu dan daya saing produk merupakan kegiatan prioritas yang perlu didukung dengan upaya peningkatan kemampuan petani untuk mengelola usahatani dan mengembangkan pasar dan promosi. Kegiatan-kegiatan tersebut akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi regional, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan petani/pelaku usaha jeruk keprok SoE.

1.2. Perumusan Masalah

Permintaan akan komoditas-komoditas bernilai ekonomi tinggi (high economic value commodities) seperti, untuk menyebutkan salah satunya, jeruk di Indonesia senantiasa meningkat. Hal ini sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan dan selera atau gaya hidup masyarakat dan berkembangnya industri pengolahan bahan makanan/minuman dalam negeri. Permasalahan umum usaha perjerukan di Indonesia diwarnai dengan tidak terpenuhinya permintaan untuk konsumsi, bahan baku industri pengolahan dan ekspor. Hal ini dikarenakan masih rendahnya produktivitas jeruk dalam negeri. Dari segi kualitas dan kontinuitas pasokan yang sesuai dengan persyaratan pasar, baik domestik maupun eskpor, belum memenuhi persyaratan yang memadai. Persoalan ini secara umum disebabkan oleh: (1) sistem usahatani jeruk masih bersifat tradisional, belum banyak menggunakan teknologi (produksi, panen dan pasca panen) anjuran, (2) luas areal panen jeruk yang masih kecil dibandingkan dengan luas areal yang masih tersedia (3) lemahnya permodalan dan kelembagaan petani (4) masa panen yang seragam (bersifat musiman), (5) ketersediaan benih/bibit jeruk yang belum mencukupi, dan (6) dukungan pemerintah yang


(33)

belum memadai terutama dalam hal alokasi pendanaan, kemitraan, penyediaan infrastruktur (perbenihan, pengairan, jalan usahatani), pasar dan promosi.

Arah pengembangan jeruk pada masa yang akan datang (Supriyanto, 2006 dan Departemen Pertanian, 2008d)) adalah untuk (1) mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, (2) memenuhi bahan baku industri dalam negeri, (3) mensubstitusi impor, dan (4) mengisi peluang pasar ekspor. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pemerintah melakukan revitalisasi daerah sentra produksi jeruk keprok yang sudah ada dan membangun areal pengembangan baru untuk jeruk keprok. Salah satu daerah sentra pengembangan jeruk keprok di Idonesia yang mendapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah Pusat dan Daerah adalah Provinsi NTT dengan fokus jeruk keprok SoE.

Jeruk keprok ini diharapkan dapat menjadi faktor penggerak ekonomi petani di daerah-daerah pengembangannya. Jeruk keprok SoE merupakan sumber pendapatan tunai utama (60-75% berkontribusi terhadap pendapatan rumahtangga) bagi para petani jeruk di daerah sentra pengembangannya di Kabupaten TTS. Dari berbagai jenis buah-buahan yang diusahakan oleh petani, dari segi luas lahan garapan jeruk merupakan terbesar ketiga setelah mangga dan pisang. Sedangkan dari segi produksi, jeruk keprok menempati urutan pertama, namun produktivitasnya masih rendah yakni 4.5 ton/ha (Dinas Pertanian, 2010a). Tren luas panen (ha) dan produksi (ton) jeruk keprok SoE di kabupaten TTS adalah seperti tercantum pada Gambar 1.

Seperti terlihat pada gambar bahwa meningkatnya luas panen (14%) dan produksi jeruk keprok (84%) selama tahun 2002-2009 menggambarkan pentingnya komoditas ini di dalam kehidupan ekonomi petani. Semakin luasnya


(34)

areal tanaman jeruk di Kabupaten TTS menjadi indikasi bahwa sebagian besar petani jeruk di sana masih menggantungkan perekonomiannya pada usahatani komoditas ini.

Sumber: Dinas Pertanian, 2010a.

Gambar 1. Luas Panen dan Produksi Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2002-2009

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial, jeruk keprok SoE layak untuk dikembangkan di bagian selatan dan utara Kabupaten TTS. Jeruk keprok SoE telah menjuarai lomba buah unggulan tingkat nasional selama tiga tahun berturut-turut yakni tahun 2003-2005. Sedangkan hasil kajian agroekologi (Dinas Pertanian, 2007a) merekomendasikan bahwa jeruk keprok SoE layak untuk dikembangkan baik untuk dataran tinggi maupun untuk dataran rendah, dengan modifikasi genetik sesuai petunjuk teknis. Oleh karena itu, berbagai upaya pembangunan telah dilakukan baik oleh pemerintah, LSM maupun pelaku usaha/bisnis terkait. Untuk menggairahkan kembali semangat petani jeruk keprok di daerah TTS, pemerintah daerah melakukan program rehabilitasi jeruk keprok


(35)

sejak tahun 2000. Program ini ditujukan untuk (1) mengembalikan kemampuan produksi jeruk keprok SoE dan meningkatkan produktivitas lahan kering, (2) meningkatkan kesempatan kerja dan berusahatani, (3) meningkatkan pendapatan petani, dan 4) mengembalikan potensi komoditas unggulan lokal. Untuk mencapai target yang telah dicanangkan itu, maka pemerintah daerah telah merencanakan perluasan areal sebesar 7 050 ha untuk pengembangan usahatani jeruk keprok SoE sampai dengan tahun 2013 (Bappeda, 2010).

Semakin besarnya luas panen menunjukkan bahwa sebagian besar petani jeruk menggantungkan perekonomian mereka pada komoditas ini. Namun di sisi lain, produktivitas jeruk keprok SoE adalah masih rendah dan kuantitas pasokan ke pasar masih sedikit. Hal ini erat kaitannya dengan adanya pengaruh faktor-faktor eksternal (iklim, serangan organisme pengganggu tanaman, harga, infrastruktur) dan rendahnya kemampuan manajerial petani jeruk keprok di dalam pengalokasian sumberdaya yang mereka miliki. Atas dasar inilah pokok sentral permasalahan penelitian ini adalah untuk mendalami secara empiris kondisi produksi usahatani (on farm research) jeruk keprok SoE. Tujuannya adalah agar dapat ditentukan strategi peningkatan kapasitas manajerial petani dan pengembangan usahatani jeruk ini di masa depan, apakah berbasiskan pada efisiensi (dengan teknologi yang sudah ada) atau perubahan teknologi (introduksi teknologi baru).

Proses produksi yang benar dengan berpatokan pada aspek penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien dan optimal dalam rangka mencapai kemampuan produksi yang best practice menjadi hal penting dalam pengembangan usaha menuju usaha yang efisien. Sering ditemukan bahwa banyak


(36)

petani jeruk keprok tidak mampu mengalokasikan inputnya secara efisien sehingga tidak mencapai kondisi yang best practice dan mengakibatkan rendahnya produktivitas. Berkaitan dengan hal ini, maka persoalan pertama yang akan dikaji di dalam penelitian ini adalah mengapa produksi dan produktivitas jeruk keprok SoE rendah, baik pada basis ukuran usahatani (farm size) maupun zona-zona agroklimat yang berbeda.

Ukuran usahatani adalah sangat penting di dalam menentukan efisiensi khususnya yang berkaitan dengan kemampuan manajerial pengelola usahatani untuk mengadopsi teknologi dan sumberdaya lainnya untuk menghasilkan produksi yang efisien. Persoalannya adalah petani jeruk keprok SoE di daerah TTS memiliki ukuran usahatani yang kecil dan terpencar-pencar, tidak merupakan suatu hamparan yang kompak.

Sedangkan faktor-faktor agroklimat (suhu, curah hujan, angin, kelembaban) sangat penting di dalam isu-isu yang berkaitan dengan sistem pertanian yang berkelanjutan, produktivitas dan efisiensi produksi. Kondisi agroklimat yang kurang mendukung usahatani jeruk keprok SoE merupakan suatu variabel penting bagi efisiensi. Di daerah sentra pengembangan jeruk keprok di TTS, jumlah bulan kering diantara 7-8 bulan dalam setahun yang dimulai sejak bulan April. Musim berbunga jeruk keprok adalah bulan Agustus setiap tahun, di mana merupakan puncak kekeringan dan angin kencang di daerah TTS, baik pada dataran tinggi maupun dataran rendah. Akibatnya, bunga jeruk berguguran dan produktivitas per pohon pasti rendah. Sejauh ini belum ada modifikasi teknologi agronomis yang mensiasati kondisi agroklimat tersebut. Kondisi ini diperparah dengan sistem usahatani lahan kering tanpa pengarian yang memadai.


(37)

Permasalahan kedua yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang menentukan produktivitas jeruk keprok SoE, pada basis skala usahatani dan zona agroklimat di daerah lahan kering. Persoalan produktivitas menjadi hal penting dalam rangka memformulasikan kebijakan pengembangan usahatani jeruk keprok SoE. Pemahaman akan perbedaan faktor-faktor penentu produksi baik antara skala maupun zona agroklimat yang berbeda akan memudahkan pengambil kebijakan untuk meningkatkan produktivitas. Produksi aktual akan bervariasi antar petani sebagai akibat dari adanya variasi sistem produksi, kondisi alam, manajemen usaha, ketersediaan dan aplikasi faktor-faktor produksi dan kualitas tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi tersebut.

Teknologi budidaya adalah primitif. Rendahnya adopsi teknologi yang dianjurkan seperti pupuk, obat-obatan dan bibit yang berkualitas merupakan faktor pengaruh rendahnya produktivitas usahatani jeruk keprok. Selain itu, petani kurang memperhatikan perawatan tanaman jeruk. Banyak jeruk yang sudah tua dengan ranting-rantingnya yang sudah berkering turut memperburuk tingkat produktivitas lahan jeruk. Sistem tanam campur (seperti jeruk dan ubi-ubian) telah merusak akar tanaman jeruk, akibatnya akar jeruk gampang terserang penyakit. Penjarangan buah juga hampir tidak pernah dilakukan petani. Hal ini telah menyebabkan buah jeruk yang dipanen sangat bervariasi dalam hal ukuran dan tingkat kematangan.

Teknologi panen dan pasca panen kurang memadai. Ini berakibat pada tingkat produktivitas yang rendah dan kehilangan hasil produk sampai dengan 40 persen (Adar et al., 2005). Dengan dipraktekkannya sistem penjualan borongan


(38)

per pohon atau per kebun, maka frekuensi panen jeruk sangat tergantung pada kemauan pembeli. Sering terjadi bahwa panen jeruk dilakukan dua atau tiga kali. Terkadang pembeli borongan sering meninggalkan buah jeruk yang berukuran kecil pada pohon bahkan sampai dengan musim berbunga tiba. Akibatnya proses pembungaan terhambat dan jeruk tidak serempak berbunga. Hal ini akan berpengaruh pada tingkat produksi tahun berikutnya. Untuk jeruk, sekitar 95 persen para petani tidak menggunakan teknologi pemasaran/pembungkusan yang benar. Grading, labeling dan perlakuan produk lainnya sebelum/selama/sesudah penjualan belum dilakukan. Sedangkan teknik/perlakuan pasca panen yang terdapat pada tingkat para pedagang sangat terbatas dan belum berkembang. Demikian juga industri pengolahan baik industri rumah tangga maupun industri berskala menengah ataupun besar belum tersedia. Standar keamanan produk (food safety) yang merupakan persyaratan mutu yang dikehendaki konsumen belum dijalankan baik oleh petani maupun pedagang.

Pembiayaan usahatani juga merupakan salah satu permasalahan terkait dengan pengelolaan usahatani jeruk keprok SoE. Rumahtangga petani pada umumnya kekurangan modal untuk mengelola usahatani mereka sebelum jeruk keprok SoE dipanen. Pengalaman-pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa kredit-kredit untuk petani kebanyakan tidak berhasil karena para petani memperlakukan kredit sebagai hibah dan tidak memiliki harapan untuk mengembalikan kredit tersebut. Pengkajian akan sebab-sebab terbentuknya kondisi ini sangat penting. Kekurangan biaya juga menghambat para petani untuk menginvestasikan pada input-input produksi dan pemasaran yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produksi dan menjaga konsistensi kualitas


(39)

produk, yang kesemuanya merupakan basis untuk membangun hubungan yang berkelanjutan dengan para konsumen. Petani sering kekurangan uang tunai pada saat buah jeruk masih hijau (belum siap dipanen). Untuk menutupi berbagai kebutuhan uang tunai seperti untuk biaya pendidikan, kesehatan dan kebutuhan konsumsi, petani sering melakukan sistem penjualan jeruk per pohon atau per kg sebelum musim panen tiba (forward sale). Metode penjualan ini sangat merugikan petani karena harga jeruk sangat rendah bila dibandingkan dengan harga jual pada saat panen. Persoalan kekurangan modal tunai petani ini merupakan hal penting untuk disimak lebih lanjut melalui penelitian ini.

Permasalahan infrastruktur seperti jalan dan transportasi yang kurang mendukung efisiensi usahatani jeruk juga merupakan hal yang penting untuk dikaji. Hal ini sangat terkait dengan besar-kecilnya biaya produksi dan pemasaran hasil jeruk. Harga-harga faktor produksi yang tidak dapat dijangkau oleh petani selain karena mereka kekurangan modal, juga karena tingginya biaya pengangkutan sampai ke tingkat usahatani. Secara geografis, daerah TTS berkarakteristik berbukit dan bergunung, dan infrastrukturnya kurang memadai. Konsekuensinya adalah biaya transportasi tinggi khususnya yang berkaitan dengan distribusi produk-produk dari tingkat usahatani dan distribusi input-input ke usahatani. Teknik kontainer dingin di bidang hortikultura tidak tersedia. Penggangkutan jeruk dengan menggunakan kendaraan umum yang tidak menjamin kualitas jeruk di pasar. Persoalan-persoalan itu dapat berdampak buruk pada tingkat efisiensi usahatani jeruk keprok.

Dengan melakukan analisis pada faktor-faktor produksi tersebut di atas (baik faktor internal maupun eksternal), maka akan terjawab pula permasalahan


(40)

penelitian ketiga yakni apakah produksi jeruk keprok SoE baik pada basis zona agroklimat maupun ukuran usahatani sudah efisien atau belum.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi performansi usahatani jeruk keprok SoE di TTS adalah faktor sosial ekonomi petani. Usahatani jeruk keprok SoE sudah lama dipraktekkan oleh petani di daerah TTS, namun masih dikelola secara sederhana sehingga produktivitasnya masih rendah yakni hanya sebesar 42 kg/pohon (Adar et al., 2004) dan 16 kg per pohon pada tahun 2008 (BPS, 2009b). Hal ini diduga karena adanya inefisiensi di dalam penggunaan sumberdaya usahatani dan rendahnya kemampuan manjerial petani. Dengan demikian, permasalahan keempat yang akan dikaji di dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang menentukan efisiensi produksi dan bagaimana keterkaitan antar faktor-faktor tersebut pada sistem usahatani jeruk keprok SoE dan zona agroklimat di daerah lahan kering. Pemahaman atas sumber-sumber inefisiensi menjadi aspek penting dalam rangka mengembangkan usahatani jeruk di masa depan.

Tingkat keterampilan manajerial petani sangat tergantung kepada variabel tingkat pendidikan (formal dan non formal), umur dan pengalaman berusahatani. Petani belum memiliki pengetahuan dan keterampilan produksi dan pengolahan jeruk yang memadai. Masalah keengganan pemuda untuk bertani yang dialami oleh hampir semua daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan hal penting untuk diperhatikan dalam pembangunan pertanian daerah lahan kering. Umur petani menjadi faktor penting dalam kaitannya dengan efisiensi produksi karena persoalan regenerasi pengelola dan produktivitas tenaga kerja usahatani jeruk keprok.


(41)

Walaupun kontribusi jeruk keprok terhadap pendapatan rumahtangga petani cukup tinggi (60-75%) namun secara magnitut petani jeruk masih menerima pendapatan yang rendah karena produksi yang rendah. Pendapatan di luar usahatani jeruk juga merupakan hal yang berpengaruh pada inefisiensi. Sistem penjualan jeruk yang didominasi oleh penjualan borongan per pohon pada saat panen sebesar 79 persen (Adar et al., 2004) dan sistem penjualan lainnya seperti sistem ijon, borongan per kebun dan penjualan per kilogram merupakan beberapa variabel yang menentukan efisien-tidaknya sistem usahatani jeruk keprok SoE. Mayoritas petani melakukan penjualan secara individu. Hal ini menyebabkan lemahnya posisi tawar mereka di dalam melakukan penjualan jeruk keprok. Akibat selanjutnya adalah harga yang diterima petani jauh lebih rendah (34%) dibandingkan dengan yang diterima pedagang (66%) (Adar et al., 2005). Pola pemasaran kontrak (contract farming) juga belum dipraktekkan petani di Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Yang sangat penting adalah para pelaku usahatani jeruk keprok SoE berskala kecil, berketerampilan manajerial yang belum memadai, lemahnya kelembagaan petani dan berkekurangan teknologi dan strategi agribisnis yang sistematik untuk produk mereka. Hal ini termasuk kekurangan informasi pasar seperti data pada tingkat harga pada berbagai level pemasaran, daya beli konsumen, pola konsumsi, tingkat pertumbuhan pasar dan preferensi pasar untuk produk-produk mereka (Wei et al., 2002; Woods et al., 2002 dan Adar et al., 2005). Penentuan harga jeruk didominasi oleh para pedagang baik di pedagang desa, kecamatan maupun pedagang kabupaten atau provinsi. Petani juga tidak memiliki tempat penjualan jeruk yang khusus di pasar. Ketersediaan informasi


(42)

pasar untuk para petani merupakan faktor-faktor penarik bagi mereka untuk bisa mengerti bahwa pengelolaan pada tingkat usahatani dan pasca panen merupakan kesuksesan di pasar. Salah satu sarana untuk memperoleh informasi pasar adalah melalui mitra, misalnya dengan membuat langganan dengan pedagang atau mitra bisnis lainnya. Namun hal ini sulit dilakukan karena kendala sosial seperti perbedaan pendidikan, status sosial dan ekonomi di antara petani dan pedagang.

Masalah-masalah tersebut di atas menyebar hampir merata pada semua rumah tangga petani di mana 78% dari total penduduk TTS adalah petani. Sejak tahun 1997 sampai tahun 2009, daerah ini termasuk di dalam program pengentasan kemiskinan nasional. Program ini berfokus pada perbaikan produksi pertanian. Target-targetnya adalah peningkatan produksi dan nilai tambah komoditi pertanian sehingga dapat berkompetisi secara efisien baik di pasar regional, nasional maupu n internasional. Nilai tambah dari komoditi hortikultura merupakan hal yang sangat penting mengingat kondisi geografis NTT yang berbukit/bergunung dan biaya transportasi yang tinggi.

Analisis terhadap efisiensi produksi merupakan suatu faktor penting terhadap pertumbuhan produktivitas, penguatan kapasitas/kemampuan manajerial dan kelembagaan petani serta stabilisasi produksi jeruk keprok SoE khususnya di dalam pengembangan ekonomi rumahtangga petani. Berkaitan dengan hal-hal ini, maka permasalahan kelima yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah upaya-upaya apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE di masa datang dan untuk mengembangkan model produksi stokastik frontier yang khas tanaman tahunan dengan pendekatan fungsi produksi stochastic frontier dan data cross section.


(43)

Pemahaman terhadap sejauhmana kondisi efisien-tidaknya produksi jeruk keprok SoE dapat membantu petani untuk memutuskan apakah mereka perlu memperbaiki efisiensi produksi atau mengembangkan teknologi baru untuk meningkatkan produktivitasnya.

Walaupun sudah banyak studi efisiensi yang dilakukan oleh para peneliti di bidang pertanian, namun lebih banyak ditujukan pada tanaman semusim atau produk peternakan dengan menggunakan data panel dan pendekatan primal, dan masih sangat sedikit analisis yang dilakukan terhadap tingkat efisiensi jeruk (salah satu tanaman tahunan), dan lebih khusus lagi di daerah dengan karakteristik khas lahan kering. Estimasi yang menggambarkan tingkat efisiensi teknis produksi tanaman tahunan, antar skala usahatani dan antar zona agroklimat dengan data cross-section dan pendekatan fungsi produksi stokastik frontier, mungkin dapat melengkapi literatur produksi stokastik frontier dan membantu para petani kecil dan stakeholders terkait lainnya di NTT untuk meningkatkan produktivitas, kapasitas, memperkuat kelembagaan petani, memperluas jangkauan pemasaran dan meningkatkan pendapatan rumah tangga mereka di masa datang.

Daerah dataran tinggi (dengan ketinggian tempat berada pada > 500 m dpl dan jumlah bulan kering ≤ 7 bulan setahun) dan dataran rendah (dengan ketinggian tempat berada pada ≤ 500 m dpl dan jumlah bulan kering > 7 bulan setahun) memiliki karaketeristik usahatani yang khas. Hal ini membutuhkan pendekatan pembangunan pertanian yang spesifik pula. Namun kenyataanya, pola pendekatan pengembangan usahatani jeruk keprok SoE adalah sama untuk kedua daerah dengan karakteristik yang berbeda tersebut. Sejauh pengetahuan peneliti dan hasil studi pustaka terdahulu menunjukkan bahwa sistem pengembangan jeruk


(44)

keprok SoE kurang memperhatikan kecocokan dan kekhasan zona agroklimat masing-masing. Yang pasti, faktor-faktor yang menentukan tinggi-rendahnya produksi dan efisiensi jeruk keprok SoE pada masing-masing zona tersebut adalah berbeda. Hasil penelitian yang berbasiskan pada masing-masing zona pengembangan jeruk keprok ini dapat merekomendasikan pendekatan pembangunannya yang khas zona di masa datang.

Dari gambaran yang telah diuraikan di atas, secara ringkas dirumuskan beberapa permasalahan pokok studi yakni untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa adanya kesenjangan (gap) pada tataran empiris khususnya kesenjangan produktivitas aktual dan potensial usahatani JKS, fenomena penurunan luas areal panen usahatani JKS, pilihan wilayah pengemabngan usahatani JKS yang menghasilkan produktivitas dan efisiensi produksi yang tinggi, dan pada tataran teori efisiensi berbasiskan tanaman tahunan. Secara detail permasalahan-permasalahan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana meningkatkan produktivitas usahatani jeruk keprok SoE, baik pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah?

2. Bagaimana meningkatkan efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE, baik pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah?

3. Upaya-upaya apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE, baik pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang sudah diuraikan di atas, secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari faktor-faktor penentu


(45)

produktivitas dan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE berdasarkan zona agroklimat (dataran tinggi dan rendah) dan ukuran usahatani (kecil dan besar) dengan pendekatan fungsi produksi stokastik frontier dan data cross section di daerah lahan kering di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor penentu produktivitas usahatani jeruk keprok SoE berdasarkan zona agroklimat dan ukuran usahatani.

2. Menelaah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi dan inefisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE berdasarkan zona agroklimat dan ukuran usahatani.

3. Merumuskan upaya-upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE berdasarkan zona agroklimat dan ukuran usahatani.

1.4. Kegunaan Penelitian

Usahatani jeruk keprok SoE memiliki kesempatan yang cukup luas untuk meningkatkan produktivitasnya melalui penyediaan input usahatani dan teknologi serta strategi pascapanen yang lebih baik yang bisa menjamin kualitas jeruk keprok SoE yang tinggi. Usahatani di Provinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai potensi jeruk keprok SoE yang cukup besar tetapi keragaannya masih jauh dari standar yang memuaskan terutama di dalam hal produktivtas, efisiensi, dan pengembangan teknologi produksinya. Dengan ditelaahnya tingkat produktivitas dan efisiensi produksi usahatani lahan kering, maka lahan potensial yang masih cukup tersedia di Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk


(46)

pengembangan jeruk keprok SoE dapat didayagunakan sebagai sumber pendapatan yang dapat menjamin kesejahteraan hidup petani lahan kering.

Penelitian ini akan memberikan kegunaan langsung bagi para petani di daerah lahan kering, pelaku usaha dan instansi terkait dengan usahatani jeruk keprok SoE di Provinsi NTT. Diharapkan bahwa hasil pengkajian terhadap tingkat produktivitas dan efisiensi produksi serta faktor-faktor penentunya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengelola usahatani jeruk sehingga lebih efisien, produktif dan berdayasaing. Diantisipasikan pula bahwa dengan menelaah beberapa penyebab dari masalah-masalah pertanian lahan kering di TTS dan dengan adanya pengertian yang lebih baik tentang kebutuhan-kebutuhan teknologi produksi dan pascapanen jeruk di daerah lahan kering, maka penelitian ini akan merupakan sumber informasi yang sangat berharga bagi agenda penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan yang diprogramkan pemerintah.

Bagi para pengambil keputusan kebijakan di bidang pembangunan pertanian, hasil studi ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang berharga. Identifikasi terhadap berbagai faktor pengaruh, terutama sumber-sumber produktivitas dan efisiensi teknis produksi dapat dijadikan bahan masukan maupun rekomendasi bagi penentu kebijakan dalam merencanakan dan mengembangkan jeruk keprok SoE di waktu mendatang, pada basis zona agroklimat dan ukuran usahatani. Rekomendasi telah diarahkan seberapa besar tingkat produksi dan efisiensi serta teknologi pascapanen yang perlu diperbaiki dalam rangka meningkatkan produktivitas usahatani jeruk keprok SoE bagi petani di daerah lahan kering pada karakteristik zona-zona agroklimat spesifik lahan


(47)

kering dan ukuran-ukuran usahatani tertentu, serta strategi apa yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan petani/pelaku usaha jeruk kerpok SoE di Kabupaten TTS. Informasi yang serupa bisa saja diaplikasikan di kabupaten lain di NTT terutama untuk pengembangan jeruk keprok varietas lain seperti jeruk keprok Ende di Kabupaten Ende dan keprok Manggarai di Kabupaten Manggarai (keduanya di pulau Flores) dan jeruk keprok Sumba di pulau Sumba.

Dengan adanya perbaikan tingkat produktivitas dan efisiensi produksi usahatani jeruk keprok SoE diharapkan bahwa suplai jeruk produksi dalam negeri khususnya varietas keprok dapat meningkat sehingga jumlah impor dapat dikurangi dalam tataran skala tertentu. Dalam jangka panjang, perbaikan tingkat produktivitas dan efisiensi usahatani dapat menstabilkan pendapatan petani dan meningkatkan produktivitas lahan kering dan bahkan dapat dijadikan sebagai sumber bagi pertumbuhan ekonomi regional, penyediaan lapangan kerja dan sumber devisa negara Indonesia. Di masa datang, kedekatan secara geografis dengan negara Timor Leste dan Australia merupakan suatu potensi pasar ekspor yang besar bagi jeruk keprok di NTT.

Hasil pengkajian ini, kiranya juga dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bidang penelitian produktivitas dan efisiensi produksi terhadap satu atau beberapa teori ekonomi produksi di bidang hortikultura terutama tanaman tahunan, khususnya komoditas jeruk keprok di daerah lahan kering. Untuk mengisi dan menambah kekayaan literatur efisiensi produksi tanaman tahunan, penelitian ini mungkin berkontribusi terhadap pengembangan model fungsi produksi stokastik frontier untuk analisis produktivitas dan efisiensi teknis dengan


(48)

pendekatan fungsi produksi dan data cross-section, antar ukuran usahatani dan zona agroklimat. Bagi kalangan akademisi seperti mahasiswa, dosen dan peneliti, informasi dari hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi kegiatan penelitian lanjutan secara lebih mendalam dalam pengembangan metodologi pengkajian efisiensi (terutama efisiensi ekonomi) maupun pengembangan produktivitas komoditas jeruk keprok SoE.

1.5. Novelties

Penelitian efisiensi yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu di bidang pertanian sudah banyak, namun lebih ditujukan pada tanaman semusim atau produk peternakan dengan menggunakan data panel dan pendekatan primal, dan masih sangat sedikit analisis yang dilakukan terhadap tingkat produktivitas dan efisiensi jeruk (salah satu tanaman tahunan), dan lebih khusus lagi di daerah dengan karakteristik khas daerah lahan kering. Penelitian tentang jeruk keprok SoE sudah pernah dilakukan terutama dari sudut pandang kelayakan finansial dan pemasarannya. Sedangkan penelitian efisiensi teknis jeruk keprok SoE, sampai penelitian ini dilakukan, belum pernah diadakan. Dari tataran teoritis dan metodologis, estimasi yang menggambarkan tingkat efisiensi teknis antar zona agroklimat dan antar ukuran usahatani lahan kering dengan data cross-section dan pendekatan fungsi produksi stokastik frontier model khas tanaman tahunan merupakan novelties dari penelitian ini. Selain itu, dari tataran empiris, strategi-strategi yang diformulasikan di dalam penelitian ini yang ditujukan untuk meningkatkan produksi, produktivitas, efisiensi dan kemampuan petani untuk mengelola usahatani jeruk keprok SoE di daerah lahan kering juga merupakan konsep perbaikan yang telah direkomendasikan untuk dapat dipergunakan di


(49)

dalam pengembangan usahatani jeruk keprok SoE di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini juga akan merekomendasikan zona agroklimat dan ukuran usahatani mana yang lebih sesuai untuk mengembangkan jeruk keprok SoE. Pendekatan pengembangan jeruk keprok SoE dengan fokus pada zona agroklimat dan ukuran usahatani yang memberikan tingkat produktivitas dan efisiensi produksi yang lebih baik dari zona dan ukuran usahatani lainnya dapat sangat bermanfaat bagi upaya peningkatan pendapatan petani jeruk keprok di masa datang.

1.6. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya difokuskan pada aspek (teknologi) produksi di tingkat petani dengan pendekatan fungsi produksi frontier, dengan bentuk fungsi translog untuk menganalisis faktor-faktor penentu produksi dan efisiensi teknis pada dua zona agroklimat dan dua ukuran usahatani jeruk keprok SoE di daerah lahan kering. Aspek lain di luar produksi, seperti teknologi panen, pascapanen, pemasaran dan kebijakan-kebijakan terkait dengan manajemen produksi dielaborasi dengan mewawancarai informan kunci untuk memperoleh informasi yang mendukung hasil dan pembahasan hasil penelitian keragaan usahatani dan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE ini.

Keterbatasan-keterbatasan penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini tidak menganalisis nilai ekonomi dari diversifikasi tanaman. Dalam kenyataannya, rumahtangga petani di daerah penelitian mengusahakan berbabai jenis tanaman di kebun mereka, dalam rangka ketahanan pangan (self insurance mechanism).


(1)

Lampiran 12. Lanjutan

7 1 0.82734113E+00 8 1 0.84654932E+00 9 1 0.85268631E+00 10 1 0.87993906E+00 11 1 0.62369365E+00 12 1 0.64344458E+00 13 1 0.67175203E+00 14 1 0.46479649E+00 15 1 0.91291236E+00 16 1 0.79251509E+00 17 1 0.79662632E+00 18 1 0.90804514E+00 19 1 0.41490323E+00 20 1 0.82758755E+00 21 1 0.88189737E+00 22 1 0.55632129E+00 23 1 0.88238050E+00 24 1 0.37024328E+00 25 1 0.82136145E+00 26 1 0.47900487E+00 27 1 0.77003873E+00 28 1 0.70041767E+00 29 1 0.61700957E+00 30 1 0.55543807E+00 31 1 0.59635089E+00 32 1 0.68694619E+00 33 1 0.88124361E+00 34 1 0.53457823E+00 35 1 0.86798459E+00 36 1 0.87569398E+00 37 1 0.88048332E+00 38 1 0.83101478E+00 39 1 0.63289134E+00 40 1 0.73174127E+00 41 1 0.92966191E+00 42 1 0.62337070E+00 43 1 0.47149983E+00 44 1 0.52766387E+00 45 1 0.44100802E+00 46 1 0.64566031E+00 47 1 0.77162929E+00 48 1 0.78756995E+00 49 1 0.78059837E+00 50 1 0.94722399E+00 51 1 0.76617052E+00 52 1 0.77873511E+00 53 1 0.83995820E+00 54 1 0.87118354E+00 55 1 0.89552506E+00 56 1 0.86662525E+00 57 1 0.42825751E+00 58 1 0.73197414E+00 59 1 0.79606424E+00 60 1 0.51811516E+00 61 1 0.70375283E+00 62 1 0.73505353E+00 63 1 0.61392980E+00 64 1 0.62248320E+00 65 1 0.31043703E+00 66 1 0.69544365E+00 67 1 0.63798104E+00 68 1 0.41222605E+00


(2)

Lampiran 12. Lanjutan

69 1 0.70287511E+00 70 1 0.70086934E+00 71 1 0.63110913E+00 72 1 0.43443640E+00 73 1 0.76510634E+00 74 1 0.60267578E+00 75 1 0.79474438E+00 76 1 0.69587721E+00 77 1 0.46028449E+00 78 1 0.52011723E+00 79 1 0.87707870E+00 80 1 0.71301783E+00 81 1 0.93161758E+00 82 1 0.93195841E+00 83 1 0.28597998E+00 84 1 0.88360435E+00 85 1 0.70480589E+00 86 1 0.51403306E+00 87 1 0.63155571E+00 88 1 0.90446120E+00 89 1 0.85137276E+00 90 1 0.58901035E+00 91 1 0.49677437E+00 92 1 0.29789525E+00 93 1 0.78967567E+00 94 1 0.85404099E+00 95 1 0.80459327E+00 96 1 0.75799756E+00 97 1 0.84211132E+00 98 1 0.85925600E+00 99 1 0.52564501E+00 100 1 0.59147926E+00 101 1 0.63525924E+00 102 1 0.79661024E+00 103 1 0.72528096E+00 104 1 0.85272968E+00 105 1 0.74532573E+00 106 1 0.76242695E+00 107 1 0.87554506E+00 108 1 0.88759823E+00 109 1 0.60521063E+00 110 1 0.79446664E+00 111 1 0.86300523E+00 112 1 0.89598280E+00 113 1 0.36009879E+00 114 1 0.90709632E+00 115 1 0.81031981E+00 116 1 0.76125398E+00 117 1 0.73411821E+00 118 1 0.83111340E+00 119 1 0.84206452E+00 120 1 0.82483116E+00 121 1 0.61515546E+00 122 1 0.44812163E+00 123 1 0.39715529E+00 124 1 0.66998061E+00 125 1 0.80498803E+00 126 1 0.68743274E+00 127 1 0.89909052E+00 128 1 0.81669016E+00 129 1 0.84625654E+00


(3)

Lampiran 12. Lanjutan

131 1 0.27674041E+00 132 1 0.46070368E+00 133 1 0.76540496E+00 134 1 0.24980813E+00 135 1 0.46352622E+00 136 1 0.33453611E+00 137 1 0.74344312E+00 138 1 0.46649932E+00 139 1 0.47445083E+00 140 1 0.64495990E+00 141 1 0.81076132E+00 142 1 0.59138527E+00 143 1 0.27801976E+00 144 1 0.57937473E+00 145 1 0.75894999E+00 146 1 0.23426711E+00 147 1 0.76391512E+00 148 1 0.72485173E+00 149 1 0.82905563E+00 150 1 0.77751595E+00 151 1 0.28558339E+00 152 1 0.62889751E+00 153 1 0.25377942E+00 154 1 0.67466943E+00 155 1 0.31570435E+00 156 1 0.34900083E+00 157 1 0.33301370E+00 158 1 0.63980777E+00 159 1 0.39090304E+00 160 1 0.48606473E+00 161 1 0.36135577E+00 162 1 0.45900372E+00 163 1 0.21045963E+00 164 1 0.22563444E+00 165 1 0.28296604E+00 166 1 0.47654435E+00 167 1 0.37579715E+00 168 1 0.30556948E+00 169 1 0.59931441E+00 170 1 0.50207174E+00 171 1 0.33354253E+00 172 1 0.79831585E+00 173 1 0.39695914E+00 174 1 0.23369176E+00 175 1 0.27307128E+00 176 1 0.52168293E+00 177 1 0.73260300E+00 178 1 0.78008779E+00 179 1 0.82467841E+00 180 1 0.27887367E+00


(4)

Lampiran 13.

Hasil Estimasi Fungsi Produksi dan Inefisiensi Teknis

Usahatani Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Rendah

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)

instruction file = terminal data file = zona bb.dta

Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993) The model is a production function

The dependent variable is logged

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio beta 0 0.57297922E+01 0.57012208E+01 0.10050115E+01 beta 1 0.71379629E+00 0.90786030E+00 0.78624025E+00 beta 2 0.30084365E+01 0.16791860E+01 0.17914587E+01 beta 3 0.96624098E-01 0.27474661E+00 0.35168440E+00 beta 4 0.17604050E+01 0.10859670E+01 0.16210480E+01 beta 5 0.71172205E-01 0.16379596E+00 0.43451747E+00 beta 6 0.16152988E+01 0.82838503E+00 0.19499372E+01 beta 7 0.11410630E+00 0.34884489E-01 0.32709752E+01 beta 8 -0.18749232E+00 0.38300690E-01 -0.48952726E+01 beta 9 0.12427816E+00 0.34944480E+00 0.35564456E+00 beta10 0.14406979E+00 0.30926082E-01 0.46585207E+01 beta11 0.14580153E+00 0.10294514E+00 0.14163032E+01 beta12 0.08546708E+00 0.05222231E+00 0.16366009E+01 beta13 -0.10666011E+00 0.05084360E+00 -0.20978068E+01 beta14 0.86091513E-01 0.47582887E-01 0.18092957E+01 beta15 0.19819563E+00 0.99709778E-01 0.19857640E+01 delta 0 0.18705126E+00 0.17448120E+01 0.10720425E+00 delta 1 0.60106341E-01 0.17273749E+00 0.34796351E+00 delta 2 -0.35154121E-01 0.21211216E+00 -0.16573371E+01 delta 3 0.16763670E+00 0.20213528E+00 0.82932925E+00 delta 4 -0.18366857E-01 0.90368442E+00 -0.20324415E-01 delta 5 0.37927260E-01 0.46939231E+00 0.80800770E-01 delta 6 0.32547146E+00 0.36202426E+00 0.89903219E+00 delta 7 0.33220195E-01 0.13664184E+00 0.24311875E+00 delta 8 0.38961388E-01 0.14957784E+00 0.26047567E+00 sigma-squared 0.27005058E+00 0.86547676E-01 0.31202523E+01 gamma 0.69633303E+00 0.18985665E+00 0.36676778E+01

log likelihood function = -0.10850274E+03

LR test of the one-sided error = 0.22033237E+02 with number of restrictions = 10

[note that this statistic has a mixed chi-square distribution] number of iterations = 44

(maximum number of iterations set at : 100) number of cross-sections = 180

number of time periods = 1 total number of observations = 180

thus there are: 0 obsns not in the panel


(5)

Lampiran 14. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dan Inefisiensi Teknis Pada

Ukuran Usahatani < 1 Ha di Daerah dataran Tinggi

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)

instruction file = terminal

data file = zona12.DTA

Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)

The model is a production function

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.45159061E+00 0.10086403E+01 0.44772215E+00

beta 1 0.26431821E+01 0.92931168E+00 0.28442364E+01

beta 2 0.75171154E-01 0.42371818E+00 0.17740838E+00

beta 3 0.14809791E+01 0.99175858E+00 0.14932859E+01

beta 4 0.77032589E+00 0.48596416E+01 0.15851496E+01

beta 5 -0.90365738E+00 0.30608516E+00 -0.29523071E+01

beta 6 0.66266719E+00 0.39316513E+00 0.16854679E+01

beta 7 -0.17227097E+00 0.28355467E+00 -0.60754059E+00

beta 8 -0.71021493E-01 0.31995959E+00 -0.22197020E+00

beta 9 0.89263962E+00 0.41918382E+00 0.21294701E+01

beta10 0.17747904E+00 0.17377769E+00 0.10212993E+01

beta11 0.33067721E+00 0.22310603E+00 0.14821527E+01

beta12 0.45531005E+00 0.26056393E+00 0.17474025E+01

beta13 -0.19372151E+00 0.12517559E+00 -0.15475979E+01

beta14 0.73467011E-01 0.19399433E+00 0.37870701E+00

beta15 0.50992918E+00 0.30864256E+00 0.16521673E+01

delta 0 0.38689818E+01 0.40748317E+01 0.94948261E+00

delta 1 0.30925725E+00 0.31025150E+00 0.99679535E+00

delta 2 0.45320985E-02 0.12333253E-01 0.36746985E+00

delta 3 0.14232405E+00 0.23111891E+00 0.61580443E+00

delta 4 -0.17884872E+00 0.91021334E+00 -0.19649099E+00

delta 5 -0.35755822E+00 0.56033635E+00 -0.63811356E+00

delta 6 0.27719743E-01 0.19237260E+00 0.14409403E+00

delta 7 -0.36477551E+00 0.16355314E+00 -0.22303180E+01

delta 8 -0.49962034E+00 0.30538327E+00 -0.16360436E+01

sigma-squared 0.18422043E+00 0.37771271E-01 0.48772630E+01

gamma 0.99999999E+00 0.44084802E-02 0.22683554E+03

log likelihood function = -0.29630012E+02

LR test of the one-sided error = 0.21818000E+02

with number of restrictions = 10

[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]

number of iterations = 35

maximum number of iterations set at : 100)

number of cross-sections = 74

number of time periods = 1

total number of observations = 74

thus there are: 0 obsns not in the panel

Mean efficiency = 0.46071729E+00


(6)

Lampiran 15. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dan Inefisiensi Teknis Pada

Ukuran Usahatani

1 Ha di Daerah dataran Tinggi

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)

instruction file = terminal

data file = zona13.dta

Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)

The model is a production function

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.98863077E+00 0.32176534E+01 0.30725210E+00

beta 1 0.24654136E+01 0.82752237E+00 0.29792712E+01

beta 2 0.23251431E+00 0.16336991E+00 0.14232428E+01

beta 3 0.74112702E+00 0.49719657E+00 0.14906117E+01

beta 4 0.32213147E+00 0.76595172E+00 0.42056367E+00

beta 5 -0.62487001E+00 0.16434603E+00 -0.38021606E+01

beta 6 0.14143694E+00 0.08283381E+00 0.17074784E+01

beta 7 -0.31426880E+00 0.19716870E+00 -0.15939081E+01

beta 8 0.26207628E-01 0.15025359E+00 0.17442264E+00

beta 9 0.40928042E+00 0.61358383E+00 0.66703265E+00

beta10 0.46919978E-01 0.10132963E+00 0.46304303E+00

beta11 0.70770239E-01 0.11299874E+00 0.62629228E+00

beta12 0.31834238E+00 0.17973163E+00 0.17712096E+01

beta13 -0.33742051E+00 0.19420458E+00 -0.17374489E+01

beta14 0.65700353E-02 0.11309975E+00 0.58090625E-01

beta15 0.80917459E+00 0.20911637E+00 0.38694942E+01

delta 0 0.18314135E+01 0.36491961E+01 0.50186752E+00

delta 1 0.29506665E+00 0.55681229E+00 0.52992123E+00

delta 2 -0.42757736E-01 0.72475236E+00 -0.15560987E+01

delta 3 -0.50112727E+01 0.27202962E+00 -0.18421807E+01

delta 4 0.44397995E+00 0.12215071E+01 0.36346899E+00

delta 5 0.88689282E+00 0.17203021E+01 0.51554481E+00

delta 6 -0.60158783E+00 0.40750539E+00 -0.14772811E+01

delta 7 -0.37560437E+00 0.25095703E+00 -0.14966880E+01

delta 8 -0.16363356E+01 0.85901085E+00 -0.19049068E+01

sigma-squared 0.80903600E+00 0.89405447E+00 0.90490683E+00

gamma 0.97219827E+00 0.31134299E-01 0.31225956E+02

log likelihood function = -0.22784726E+02

LR test of the one-sided error = 0.39049504E+02

with number of restrictions = 10

[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]

number of iterations = 51

(maximum number of iterations set at : 100)

number of cross-sections = 106

number of time periods = 1

total number of observations = 106