2.2 Kitin
Kitin merupakan senyawa homopolisakarida tidak bercabang yang terdiri dari N- asetilglukosamin. Monomer-monomer dari N-asetilglukosamin dihubungkan oleh
ikatan -1,4 glikosida. Kitin yang terdapat pada organisme tertentu umumnya berikatan dengan polimer lainnya seperti glukan dan protein. Kitin mengalami
biodegradasi melalui mekanisme dengan melibatkan enzim kompleks Patil et al., 2000.
Berdasarkan susunan N-asetilglukosamin, kitin dapat dibedakan menjadi α-kitin antiparalel, -kitin paralel, dan -kitin antiparalel-paralel. α-kitin
memiliki susunan N-asetilglukosamin yang lebih rapat dan banyak ditemukan di alam, terdapat di kutikula anthropoda dan fung
i. -kitin memiliki susunan N- asetilglukosamin yang rapat dan banyak ditemukan di atom. -kitin merupakan
gabungan dari α-kitin dan -kitin dan banyak ditemukan pada kumbang Ptinus
tectus dan Rhychaneus fagi Svitil et al., 1997. Kitin merupakan biopolimer yang paling banyak ditemukan di alam dan
terdistribusi di lingkungan biosfer setelah selulosa. Senyawa ini terdapat pada eksoskeleton serangga, fungi, yeast, alga, serta golongan udang-udangan seperti
kepiting, udang kecil, dan lobster Bhattacharya et al., 2007. Pada hewan, kitin merupakan struktur rigid yang terdapat pada eksoskeleton. Hal ini disebabkan
pada rantai polimer N-asetilglukosamin terdapat ikatan hidrogen antar molekul membentuk mikrofibril yang menghasilkan struktur yang stabil dan rigid, tidak
larut dalam air sehingga dapat mengkristal Shaikh Deshpande, 1993. Meskipun sumber kitin bermacam-macam, namun secara komersial kitin
dieksplorasi dari cangkang udang-udangan Arbia et al., 2013. Kitinase merupakan enzim yang aktif mendegradasi polimer kitin menjadi
kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin. Berdasarkan cara kerjanya dalam mendegradasi substrat, kitinase dikelompokkan menjadi dua yaitu:
endokitinase dan eksokitinase. Endokitinase mendegradasi kitin secara acak dari bagian dalam menghasilkan kitooligomer. Sedangkan eksokitinase mendegradasi
kitin secara berurutan dari ujung nonreduksi menghasilkan kitobiosa sebagai produk akhir dan -N-asetilheksosaminidase yang mendegradasi kitin secara
berurutan dari ujung nonreduksi menghasilkan N-asetilglukosamin Patil et al.,
2000. Kemampuan kitinase, aktivitas pH, dan stabilitas yang luas dalam mendegradasi koloid kitin secara efisien membuat industri enzim menjadi
signifikan untuk aplikasi bioteknologi, terutama dalam produksi kitobiosa dan N- asetil D-glukosamin Anuradha Revathi, 2013.
Enzim pendegradasi kitin semakin berkembang sejak diketahui bahwa enzim ini mampu mengubah limbah pengolahan udang menjadi produk yang
memiliki nilai tambah yang besar seperti oligomer kitin dan kitosan yang memiliki aktivitas biologi Chasanah et al., 2012. Enzim kitinase menarik untuk
diisolasi karena memiliki beberapa manfaat diantaranya sebagai agen biokontrol melawan jamur dan nematoda yang menyebabkan penyakit tanaman,
pendegradasi kitin dalam ekosistem Cohen et al., 1998, produksi protein tunggal, biopestisida, pengestimasi biomassa jamur, pengendalian nyamuk,
produksi kitooligosakarida, penentu morfogenenis jamur dan serangga Patil et al., 2000, pembuatan krim antijamur, dan bioteknologi isolasi protoplas Dahiya
et al., 2006. Peranan enzim kitinase yang sangat prospektif terhadap kehidupan
masyarakat banyak mendorong ilmuwan dan peneliti melakukan eksplorasi mikroorganisme
kitinolitik. Mikroorganisme
kitinolitik merupakan
mikroorganisme yang mampu mendegradasi kitin dengan enzim kitinase. Mikroorganisme ini dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti rizosfer, filosfer,
tanah atau dari lingkungan air seperti laut, danau, kolam atau limbah udang dan sebagainya Chernin et al., 1997; Svitil el al., 1997; Gohel et al., 2006; Yogiara,
2004; Anindyaputri, 2010; Das et al., 2010; Herdyastuti et al., 2012; Anuradha Revathi, 2013; Haggag Hasan, 2013. Selain lingkungan mesofil,
mikroorganisme kitinolitik juga telah berhasil diisolasi dari lingkungan termofilik seperti sumber air panas Rochima, 2006; Ardani dkk., 2012; Hamid et al., 2013.
2.3 Bakteri Kitinolitik