Karyotipe Kromosom Kantong Semar (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) dengan Menggunakan Metode Pencet (Squash)

(1)

KARYOTIPE KROMOSOM KANTONG SEMAR (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) DENGAN MENGGUNAKAN

METODE PENCET (SQUASH)

SKRIPSI

SIMLAH WATHI 050805034

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KARYOTIPE KROMOSOM KANTONG SEMAR (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) DENGAN MENGGUNAKAN

METODE PENCET (SQUASH)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SIMLAH WATHI 050805034

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

PERSETUJUAN

Judul : KARYOTIPE KROMOSOM KANTONG SEMAR (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica

Danser.) DENGAN MENGGUNAKAN METODE

PENCET (SQUASH)

Kategori : SKRIPSI Nama : SIMLAH WATHI

Nomor Induk Mahasiswa : 050805034

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Maret 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 pembimbing 1

Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc Dra. Elimasni, M.Si

NIP. 196212 111998 031001 NIP. 196505 241991 032001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Dwi Suryanto. M.Sc NIP. 196404 091994 031003


(4)

PERNYATAAN

KARYOTIPE KROMOSOM KANTONG SEMAR (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) DENGAN MENGGUNAKAN

METODE PENCET (SQUASH)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2010

SIMLAH WATHI 050805034


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan limpahan berkat dan kasihnya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul: “Karyotipe Kromosom Kantong Semar (Nepenthes

reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) dengan Menggunakan Metode Pencet (Squash)”. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Ibu Dra.

Elimasni, M.Sc dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan panduan dan kepercayaan kepada saya dalam penyempurnaan skripsi ini, demikian juga kepada Ibu Dra. Nunuk Priyani, M.Sc dan Bapak Dr. Syafruddin Illyas, M.BioMed selaku dosen penguji yang telah memberikan bantuan, masukan serta saran demi penyempurnaan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto dan Ibu Dra. Nunuk Priyani M,Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Biologi, Bapak Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku Kepala Laboratorium Genetika FMIPA USU, Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si selaku penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama pendidikan dan perkuliahan. Ucapan terima kasih juga saya tujukan kepada Bapak dan Ibu dosen di Departemen Biologi FMIPA USU yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat selama masa perkuliahan, serta Ibu Roslina Ginting, Bang Erwin, Ibu Nurhasni Muluk dan Bapak Sukirmanto selaku pegawai di Departemen Biologi, FMIPA, USU.

Skripsi ini saya persembahkan untuk keluarga tercinta khususnya kedua orang tua saya yang paling saya sayangi W. Tayale Segeren dan T. Raje Kumari, serta saudara saudariku Nilendra, S.Kom, Emalita, Rosita Dewi, Prema, dan Nares Kumar yang telah memberikan bantuan dengan meminjamkan laptop demi mempercepat penulisan skripsi ini, serta kakekku Saminathan yang selalu memberikan dukungan dan semangat bagi penulis, terima kasih banyak atas doa, kasih sayang serta dukungan moral dan material. Terkhusus kepada Sanjaya Kumar, S.Kom sahabat istimewa yang senantiasa memberikan doa, perhatian, semangat serta kasih sayangnya. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan asisten di Laboratorium Genetika Bang Franhot Nainggolan S.Si, kak Maria, Kalista, Ruth, Delni, Siti, Riris, Julita, Hilda, desmina, Tetty, terkhusus Santi giant sahabatku mulai dari pendaftaran perkuliahan hingga akhir perkuliahan, terima kasih atas dukungan serta dorongan dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Tak lupa rekan-rekan stambuk 2005 yang menjadi teman seperjuangan Rico, Wulan, Susi, Nikmah, Widya, Toberni, Rebecca, Irfan, Kabul, Sarah L.P, Susanti, Eric, Yanti, Seneng, Dwi, Andini, Nalverta, Patimah, Fitria, Rosida, Valentina, Misran, Taripar, Erna, Erni, Sidahin, Andi, Putri, Rahmad, Diana, Fifi, Efendi, Mustika, Gustin, Dini, Elfrida, Maysarah, Ummi, Juned, Nia, dan Winda. Adik-adikku di Biologi Farid, Affan, dan Ncai terima kasih atas foto kromosomnya di BFS.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.


(6)

ABSTRAK

Penelitian tentang ”Karyotipe Kromosom Kantong Semar (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) dengan Menggunakan Metode Pencet (Squash)”, telah dilakukan pada bulan April sampai Oktober 2009 di Laboratorium Genetika Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Analisis karyotipe kromosom dilakukan terhadap ujung akar dari kantong semar (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.), dengan menggunakan metode pencet dan pewarnaan acetocarmin. Hasil penelitian menunjukkan jumlah kedua kromosom ini adalah 78 (2n) atau 39 (n). Nepenthes reinwardtiana Miq memiliki 3 tipe kromosom yaitu: 29 metasentris, 9 submetasentris, dan 1 akrosentris. Sedangkan Nepenthes tobaica Danser memiliki 3 tipe kromosom yaitu: 27 metasentris, 10 submetasentris, dan 2 telosentris. Kromosom yang terpanjang adalah kromosom 1 dengan tipe submetasentris, berukuran 1,34 µm pada Nepenthes reinwardtiana Miq dan kromosom 1 dengan tipe metasentris, berukuran 1,27 µm pada Nepenthes tobaica Danser. Kromosom yang terpendek dengan tipe metasentris adalah kromosom 39 dengan ukuran 0,40 µm pada Nepenthes reinwardtiana Miq dan 0,30 µm pada Nepenthes tobaica Danser. Pada Nepenthes reinwardtiana Miq nilai persentase panjang relatif lengan kromosom (%PR) yang terbesar adalah kromosom 1 sebesar 3,97% , dan %PR yang terkecil adalah kromosom 39 dengan nilai 1,01%. Sedangkan untuk indeks sentromer (%IS) yang terbesar adalah kromosom 27 sebesar 50% dan nilai %IS terkecil terdapat pada kromosom 3 dengan nilai 24,3%. Pada Nepenthes tobaica Danser nilai persentase panjang relatif lengan kromosom (%PR) yang terbesar adalah kromosom 1 sebesar 4,33%, dan %PR yang terkecil adalah kromosom 39 sebesar 0,91%. Sedangkan untuk nilai indeks sentromer (%IS) yang terbesar adalah kromosom 1 sebesar 49,1% dan nilai indeks sentromer terkecil terdapat pada kromosom 19 dengan nilai 22,5%.


(7)

THE KARYOTYPE OF KANTONG SEMAR (Nepenthes reinwardtiana Miq. AND Nepenthes tobaica Danser.) BY USING SQUASH METHOD

ABSTRACT

The research of ”The Karyotype of Kantong Semar (Nepenthes reinwardtiana Miq. and Nepenthes tobaica Danser.) By Using Squash Method”, has been conducted from April to Oktober 2009 at Laboratory of Genetics, Biology Department of Mathematics and Natural Sciences Faculty, University of Sumatera Utara, Medan. Karyotype analysis has been done from root tip of Nepenthes reinwardtiana Miq and N. tobaica Danser using squash method and acetocarmin staining. The result showed that, both of the spesies had same number of chromosomes, those are 78 (2n) or 39 (n). Nepenthes reinwardtiana Miq had 3 types of chromosomes, which are grouped into: 29 metacentric, 9 submetacentric, and 1 acrocentric, while Nepenthes tobaica Danser had 3 types of chromosomes, which are grouped into: 27 metacentric, 10 submetacentric and 2 telocentric. The largest size of the submetacentric chromosome Nepenthes reinwardtiana Miq was chromosome number 1 (1.34 µm) and the metacentric chromosome Nepenthes tobaica Danser was chromosome number 1 (1.27 µm). The smallest size of the metacentric chromosome Nepenthes reinwardtiana Miq was number 39 (0.40 µm) and 0.30 µm for Nepenthes tobaica Danser. For Nepenthes reinwardtiana Miq, the highest percentage Relative Length (%RL) was chromosome number 1 (3.97%) while the smallest one was chromosome 39 (1.01%). The highest percentage Centromer Indeks (%CI) was chromosome 27 (50%) and the smallest was chromosome 3 (24.3%). For Nepenthes tobaica Danser, the highest percentage Relative Length (%RL) was chromosome number 1 (4.33%) and the smallest was chromosome 39 (0.91%). The highest percentage Centromer Indeks (%CI) was chromosome 1 (49.1%), and the smallest was chromosome number 19 (22.5%).


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Hipotesis 4

1.5 Manfaat 4

BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Tumbuhan Kantong Semar (Nepenthes spp.) 5 2.2 Habitat Nepenthes spp. 7

2.3 Faktor Fisik Lingkungan 10

2.4 Kromosom dan Karyotipe 12

2.5 Metode Pencet (Squash) dan Pewarnaan 14

BAB 3 Bahan dan Metode 3.1 Waktu dan Tempat 16

3.2 Bahan Penelitian 16

3.3 Metode Penelitian 16

3.4 Pengambilan Sampel 16

3.5 Pembuatan Preparat Dengan Metode Pencet 17

3.6 Proses Pemotretan Kromosom 17

3.7 Penghitungan Jumlah Kromosom 17

3.8 Pengukuran, Penghitungan dan Penyusunan Kromosom 18

3.9 Analisis Data 18

BAB 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Foto Preparat Nepenthes reinwardtiana 19


(9)

4.3 Hasil Pengukuran Kromosom Nepenthes reinwardtiana 22

4.4 Hasil Penghitungan % PR dan % IS N. Reinwardtiana 24

4.5 Karyotipe Nepenthes reinwardtiana 25

4.6 Hasil Foto Preparat Nepenthes tobaica 26

4.7 Penghitungan Jumlah Kromosom Nepenthes tobaica 27

4.8 Hasil Pengukuran Kromosom Nepenthes tobaica 29

4.9 Hasil Penghitungan (%PR) da (%IS) Nepenthes tobaica 30

4.10 Karyotipe Kromosom Nepenthes tobaica 32

4.11 Perbandingan Karyotipe Nepenthes tobaica 33

BAB 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 35 5.2 Saran 36 Daftar Pustaka 37


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.3 Tipe dan Panjang Lengan Kromosom Nepenthes reinwardtiana 22 Tabel 4.4 Persentase Panjang relatif (%PR) dan Indeks Sentromer (%IS)

Kromosom Nepenthes reinwardtiana 24 Tabel 4.8 Tipe dan Panjang Lengan Kromosom Nepenthes tobaica 29 Tabel 4.9 Persentase Panjang relatif (%PR) dan Indeks Sentromer (%IS)


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Sel radiks Nepenthes reinwardtiana dengan perbesaran 1000x 19 Gambar 4.2.1 Gambar sel akar N. reinwardtiana dengan teknik kroping

Photoshop CS2 20 Gambar 4.2.2 Rentangan kromosom N. reinwardtiana pada metafase dengan

perbesaran 1500x 21 Gambar 4.5 Karyotipe kromosom N. reinwardtiana 26 Gambar 4.6 Sel radiks Nepenthes tobaica dengan perbesaran 1000x 27 Gambar 4.7.1 Gambar sel akar N. tobaica dengan teknik kroping

Photoshop CS2 27 Gambar 4.7.2 Rentangan kromosom N. tobaica pada metafase dengan

perbesaran 1500x 28 Gambar 4.10 Karyotipe kromosom N. tobaica 32


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Komposisi Bahan 40 Lampiran 2 Contoh perhitungan persentase panjang relatif lengan (%PR)


(13)

ABSTRAK

Penelitian tentang ”Karyotipe Kromosom Kantong Semar (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) dengan Menggunakan Metode Pencet (Squash)”, telah dilakukan pada bulan April sampai Oktober 2009 di Laboratorium Genetika Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Analisis karyotipe kromosom dilakukan terhadap ujung akar dari kantong semar (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.), dengan menggunakan metode pencet dan pewarnaan acetocarmin. Hasil penelitian menunjukkan jumlah kedua kromosom ini adalah 78 (2n) atau 39 (n). Nepenthes reinwardtiana Miq memiliki 3 tipe kromosom yaitu: 29 metasentris, 9 submetasentris, dan 1 akrosentris. Sedangkan Nepenthes tobaica Danser memiliki 3 tipe kromosom yaitu: 27 metasentris, 10 submetasentris, dan 2 telosentris. Kromosom yang terpanjang adalah kromosom 1 dengan tipe submetasentris, berukuran 1,34 µm pada Nepenthes reinwardtiana Miq dan kromosom 1 dengan tipe metasentris, berukuran 1,27 µm pada Nepenthes tobaica Danser. Kromosom yang terpendek dengan tipe metasentris adalah kromosom 39 dengan ukuran 0,40 µm pada Nepenthes reinwardtiana Miq dan 0,30 µm pada Nepenthes tobaica Danser. Pada Nepenthes reinwardtiana Miq nilai persentase panjang relatif lengan kromosom (%PR) yang terbesar adalah kromosom 1 sebesar 3,97% , dan %PR yang terkecil adalah kromosom 39 dengan nilai 1,01%. Sedangkan untuk indeks sentromer (%IS) yang terbesar adalah kromosom 27 sebesar 50% dan nilai %IS terkecil terdapat pada kromosom 3 dengan nilai 24,3%. Pada Nepenthes tobaica Danser nilai persentase panjang relatif lengan kromosom (%PR) yang terbesar adalah kromosom 1 sebesar 4,33%, dan %PR yang terkecil adalah kromosom 39 sebesar 0,91%. Sedangkan untuk nilai indeks sentromer (%IS) yang terbesar adalah kromosom 1 sebesar 49,1% dan nilai indeks sentromer terkecil terdapat pada kromosom 19 dengan nilai 22,5%.


(14)

THE KARYOTYPE OF KANTONG SEMAR (Nepenthes reinwardtiana Miq. AND Nepenthes tobaica Danser.) BY USING SQUASH METHOD

ABSTRACT

The research of ”The Karyotype of Kantong Semar (Nepenthes reinwardtiana Miq. and Nepenthes tobaica Danser.) By Using Squash Method”, has been conducted from April to Oktober 2009 at Laboratory of Genetics, Biology Department of Mathematics and Natural Sciences Faculty, University of Sumatera Utara, Medan. Karyotype analysis has been done from root tip of Nepenthes reinwardtiana Miq and N. tobaica Danser using squash method and acetocarmin staining. The result showed that, both of the spesies had same number of chromosomes, those are 78 (2n) or 39 (n). Nepenthes reinwardtiana Miq had 3 types of chromosomes, which are grouped into: 29 metacentric, 9 submetacentric, and 1 acrocentric, while Nepenthes tobaica Danser had 3 types of chromosomes, which are grouped into: 27 metacentric, 10 submetacentric and 2 telocentric. The largest size of the submetacentric chromosome Nepenthes reinwardtiana Miq was chromosome number 1 (1.34 µm) and the metacentric chromosome Nepenthes tobaica Danser was chromosome number 1 (1.27 µm). The smallest size of the metacentric chromosome Nepenthes reinwardtiana Miq was number 39 (0.40 µm) and 0.30 µm for Nepenthes tobaica Danser. For Nepenthes reinwardtiana Miq, the highest percentage Relative Length (%RL) was chromosome number 1 (3.97%) while the smallest one was chromosome 39 (1.01%). The highest percentage Centromer Indeks (%CI) was chromosome 27 (50%) and the smallest was chromosome 3 (24.3%). For Nepenthes tobaica Danser, the highest percentage Relative Length (%RL) was chromosome number 1 (4.33%) and the smallest was chromosome 39 (0.91%). The highest percentage Centromer Indeks (%CI) was chromosome 1 (49.1%), and the smallest was chromosome number 19 (22.5%).


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman hias dapat digolongkan menjadi tanaman hias bunga dan tanaman hias daun. Tanaman hias daun merupakan tanaman dengan daun yang menarik. Jumlah tanaman hias daun tidak dapat dihitung secara pasti karena makin banyak tumbuhan liar yang kini digolongkan menjadi tanaman hias (Prihmantoro, 1997). Tanaman hias daun dipilih karena penampilan aneka ragam daunnya yang berwarna-warni. Mulai dari yang berwarna tunggal merah, hijau, kuning, oranye, perak, warna kombinasi, warna strip-strip, warna zebra, warna bintik-bintik dan warna totol-totol merah-ungu. Tanaman hias daun berasal dari alam terbuka, di alam terbuka itu tanaman mendapatkan latihan terus menerus secara alami. Tanaman tersebut terlindung dari terpaan terik matahari, sebab tanaman tersebut tumbuh di bawah pepohonan besar. Tanaman hias ini sengaja dicoba dan dilatih untuk hidup di lingkungan baru dengan cara memberi penyinaran yang terbatas (Sudarmono, 1997).

Nepenthes dikenal sebagai tanaman hias unik, banyak di antara para hobis

dan kolektor tanaman hias mencoba untuk memiliki dan mengembangkannya. Bentuk kantong dan corak warna Nepenthes memiliki nilai seni yang unik dan artistik, apabila dikembangkan Nepenthes mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi sebagai tanaman hias pot, pekarangan, pengisi rangkaian vas bunga, tanaman hias dalam botol hasil pengembangan kultur jaringan. Pecinta tanaman hias menggunakan batang

Nepenthes sebagai tali pengikat, sangkar burung, dan pagar. Akar dan cairan kantong


(16)

Kemampuan menangkap serangga pada Nepenthes disebabkan oleh adanya organ berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya. Organ itu disebut pitcher atau kantong. Kemampuannya yang unik dan asalnya yang dari negara tropis itu menjadikan Nepenthes sebagai tanaman hias pilihan yang eksotis di Jepang, Eropa, Amerika dan Australia. Tetapi, di Indonesia tanaman ini belum banyak dikenal dan dimanfaatkan. Selain kemampuannya dalam menjebak serangga, keunikan lain dari tanaman ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna kantongnya sangat menarik (Rischer, 2001).

Sebagai upaya untuk peningkatan kualitas Nepenthes perlu diketahui terlebih dahulu kromosom dan karyotipenya. Karyotipe adalah pengaturan kromosom secara standar berdasarkan panjang, jumlah serta bentuk kromosom dari sel-sel somatis suatu individu (Suryo, 2003). Menurut Russell (1992), karyotipe adalah satu set lengkap kromosom sel yang berada pada tahap metafase. Sebuah karyotipe merupakan kromosom pada fase metafase yang tersusun secara khusus, berpasangan, menurut skala tangan kromosom dan posisi sentromer (Merten & Hammersmith, 2001).

Jumlah kromosom dalam setiap sel somatik adalah sama bagi semua anggota suatu spesies tertentu. Jumlah diploid dari suatu spesies tidak menyatakan hubungan langsung terhadap posisi spesies dalam klasifikasi filogenetis. Struktur kromosom dapat dilihat sangat jelas pada fase-fase tertentu pada waktu pembelahan nukleus pada saat mereka bergulung. Setiap kromosom dalam genom biasanya dapat dibedakan satu dengan yang lainnya oleh beberapa kriteria, termasuk panjang relatif kromosom, posisi suatu struktur yang disebut sentromer yang membagi kromosom dalam dua tangan yang panjangnya berbeda-beda, kehadiran dan posisi bidang (area) yang membesar disebut kromomer, adanya perpanjangan halus pada terminal dari material kromatin yang disebut satelit dan sebagainya. Suatu kromosom dengan sentromer median (metasentris) akan mempunyai tangan-tangan dengan ukuran yang kira-kira sama. Kromosom yang submetasentris atau akrosentris mempunyai tangan-tangan yang jelas ukurannya tidak sama. Jika sentromer suatu kromosom berada di dekat atau dekat sekali dengan salah satu ujung kromosom, disebut telosentris. Setiap kromosom dari genom (dengan pengecualian kromosom-kromosom seks) diberi nomor secara berurutan menurut panjangnya, dimulai pertama kali dengan kromosom yang paling panjang (Stansfield, 1991).


(17)

Karyotipe memiliki peranan yang penting dalam pengamatan sifat keturunan, dengan melihat karyotipe dapat dicari hubungannya dengan anatomi, morfologi ataupun fisiologi suatu individu (Yatim, 1983). Pada sebuah karyotipe, kromosom disusun dan dinomori dengan ukuran dari yang terbesar sampai terkecil. Berdasarkan susunan inilah dapat ditentukan perubahan kromosom yang mungkin terjadi akibat kesalahan genetis atau mutasi (Lewin, 1995).

Salah satu cara yang digunakan untuk analisis kromosom tumbuhan adalah dengan metode pencet. Metode pencet merupakan salah satu metode untuk mendapatkan sediaan dengan cara memencet suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan, sehingga didapat suatu sediaan yang tipis yang dapat diamati di bawah mikroskop (Suntoro, 1983).

1.2Permasalahan

Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser. memiliki bentuk dan

struktur yang berbeda terutama dari warna kantongnya, meskipun berasal dari genus yang sama, namun karakter kedua tanaman ini berbeda, maka perlu dilakukan penelitian tentang karyotipe kromosom kantong semar (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) dengan menggunakan metode pencet (squash).

1.3Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karyotipe kromosom kantong semar (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) dengan menggunakan metode pencet (squash) serta membandingkan karyotipe keduanya.


(18)

1.4Hipotesis

Terdapat perbedaan karyotipe kromosom kantong semar (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) dengan menggunakan metode pencet (squash).

1.5Manfaat

Dengan didapatkannya karyotipe kromosom kantong semar (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) diharapkan dapat membuka peluang penelitian yang mengarah pada pendayagunaan potensi genetik tanaman tersebut sehingga dapat meningkatkan nilai ekonominya.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Kantong Semar (Nepenthes spp.)

Kantong semar dikenal sebagai tumbuhan yang unik dan merupakan bentuk tumbuhan berbunga yang tidak umum dijumpai. Tumbuhan tersebut sebenarnya tidak memiliki bunga yang memikat, tetapi variasi warna dan bentuk dari kantong-kantong yang dimilikinya, menjadikan kantong semar memiliki keindahan yang khas. Kantong bernektar tersebut secara ekologis berfungsi sebagai perangkap serangga, beberapa reptil dan hewan kecil lainnya (Hernawati, 2001). Hewan yang terperangkap kemudian diproses secara kimiawi oleh mikroorganisme dekomposer yang mendiami cairan di dalam kantong. Proses dekomposisi tersebut menyediakan beberapa nutrisi penting yang mungkin tidak tersedia dan tidak dapat diperoleh secara optimal oleh

Nepenthes spp. dari lingkungannya (Frazier, 2000).

Nepenthes spp. tergolong dalam ‘carnivorous plant’ atau tumbuhan

pemangsa, namun sering juga disebut dengan ‘insectivorous plant’ atau tumbuhan pemangsa serangga. Tumbuhan ini memiliki kantong unik yang berfungsi sebagai sumber hara seperti nitrat dan fosfat. Aktivitas enzim proteolase sangat dipengaruhi oleh pH (keasaman) cairan kantong dan setiap jenis Nepenthes memiliki nilai pH yang berbeda. Umumnya pH di bawah 4. Nepenthes hidup di tanah yang miskin unsur hara menjadikan Nepenthes mengembangkan kantongnya sebagai alat untuk memenuhi kekurangan suplai nutrisi dari tanah. Sulurnya dapat mencapai permukaan tanah atau menggantung pada cabang-cabang ranting pohon sehingga berfungsi sebagai pipa penyalur nutrisi dan air. Perbanyakan Nepenthes dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu stek batang, biji dan memisahkan anakan (Mansur, 2006).


(20)

Kantong semar tergolong ke dalam tumbuhan liana (merambat), berumah dua, serta bunga jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda. Tumbuhan ini hidup di tanah (terestrial), ada juga yang menempel pada batang atau ranting pohon lain sebagai epifit. Keunikan dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran dan corak warna kantongnya. Sebenarnya kantong tersebut adalah ujung daun yang berubah bentuk dan fungsinya menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya.

Nepenthes mengeluarkan enzim yang disebut dengan protease. Enzim ini dikeluarkan

oleh kelenjar yang ada pada dinding kantong. Dengan bantuan enzim yang disebut dengan nepenthesin, protein serangga atau binatang lain diuraikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana (Mansur, 2006).

Nepenthes termasuk ke dalam famili Nepenthaceae yang monogenerik, yaitu

famili yang hanya memiliki satu genus (Keng, 1969). Famili tersebut merupakan satu dari tiga famili tumbuhan berbunga yang ketiga-tiganya dikenal sebagai tumbuhan pemangsa (Core, 1962). Morfologi kantong Nepenthes adalah kunci utama dalam determinasi jenis-jenis tumbuhan tersebut. Namun untuk beberapa jenis, karakteristik-karakteristik akar dan daun juga sangat penting untuk diperhatikan dalam menentukan jenis Nepenthes spp. (Lauffenburger & Arthur, 2000).

Kantong Nepenthes yang dindingnya penuh bercak merah kekuningan

menarik perhatian serangga untuk mendekat. Semut atau lalat yang mendekat akan tertarik pada aroma manis yang menyengat. Aroma itu berasal dari deretan kelenjar pada bibir lubang kantong, karena bibir lubang kantong licin serangga pun terpeleset jatuh ke dasar kantong. Di dalam kantong terdapat cairan asam (pH<4), sehingga dapat membunuh serangga. Selanjutnya deretan kelenjar di dinding kantong mengeluarkan enzim protease yang disebut juga dengan nepenthesin. Dengan bantuan enzim pemecah protein itu, protein dari bangkai serangga atau hewan lain yang terjebak dalam cairan kantong tersebut diuraikan menjadi nitrogen, fosfor, kalium, dan garam mineral. Setelah serangga ini lisis maka zat sederhana kemudian diserap oleh tanaman ini. Kantong Nepenthes bukan bunga, melainkan daun yang berubah fungsi menjadi alat untuk memperoleh nutrisi dari serangga yang terperangkap, sedangkan


(21)

yang mirip daun sebenarnya adalah tangkai daun yang melebar, dan tetap berfungsi sebagai dapur untuk fotosintesis (Mansur, 2006).

Menurut Jones & Luchsinger (1998), klasifikasi lengkap Nepenthes spp. berdasarkan sistem klasifikasi tumbuhan berbunga adalah sebagai berikut:

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subclass : Dilleniidae Ordo : Nepenthales Family : Nepenthaceae Genus : Nepenthes Jenis : Nepenthes spp.

2.2 Habitat Nepenthes spp.

Nepenthes spp. hidup di tempat-tempat terbuka atau agak terlindung di habitat yang

miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi. Nepenthes bisa hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut, hutan kerangas, gunung kapur, dan padang savana. Jenis Nepenthes dibagi menjadi tiga kelompok yaitu Nepenthes dataran rendah, Nepenthes dataran menengah (dengan ketinggian 500-1000 m diatas permukaan laut) dan Nepenthes dataran tinggi. Karakter dan sifat Nepenthes spp. berbeda pada tiap jenisnya (Azwar, 2006). Contoh Nepenthes dataran tinggi diantaranya yaitu N. burbidgeae, N. lowii, N. rajah, N. villosa, N.fusca,

N. sanguinea, N. diatas, N. densiflora, N. dubia, N. ephippiata. Jenis-jenis tersebut

adalah penghuni daerah pegunungan berketinggian lebih dari 1000 m di atas permukan air laut. Kisaran suhu malam hari yang dibutuhkan yaitu 20–12ºC. Sedangkan kisaran suhu siang hari antara 25–30ºC. Contoh Nepenthes dataran rendah diantaranya yaitu N. alata, N. eymae, N. khasiana, N. mirabilis, N. ventricosa, N.

ampullaria, N. bicalcarata, N. gracilis, N. maxima, N. reinwardtiana dan N. tobaica.

Jenis-jenis ini tumbuh subur di dataran berketinggian 0–500 m di atas permukaan air laut. Nepenthes dataran rendah biasanya bersifat epifit menempel di batang


(22)

pepohonan. Namun ada juga yang hidup secara terestrial di atas tanah bercampur serasah dedaunan. Suhu harian yang dibutuhkan berkisar antara 22–34º C dan kelembaban udara yang diinginkan yaitu 70–95%. Sedangkan contoh Nepenthes dataran menengah yaitu N. raflesiana, N. adnata, N. clipeata, dan N. mapuluensis (Sutoyo, 2007).

Selain berfungsi sebagai tanaman hias kantong semar juga dapat digunakan sebagai obat tradisional. Cairan dalam kantong muda yang masih menutup dapat digunakan sebagai obat mata, batuk dan mengobati kulit yang terbakar. Selain itu, perasan daun atau akarnya dapat digunakan sebagai astringen (larutan penyegar) serta rebusan akarnya sebagai obat sakit perut atau disentri, obat batuk dan demam. Beberapa jenis kantong semar memiliki batang yang cukup liat sehingga tidak jarang penduduk lokal pun menggunakannya sebagai tali pengikat, sangkar burung dan pagar seperti halnya rotan dan bambu. Selain itu kantongnya digunakan juga untuk membungkus ketupat (Mansur, 2006).

Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser. termasuk

jenis Nepenthes dataran rendah. Perbedaan di antara keduanya terlihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 di bawah ini:


(23)

Nepenthes reinwardtiana Miq. (Gambar 1) pada bagian kantong bawah membulat.

Memiliki dua spot mata di dalam dinding bagian belakang, penutup kantong bagian bawah bundar hingga elips. Ukuran kantongnya berkisar antara 15-20 cm. Habitatnya hutan rawa gambut dan hutan kerangas. Sedangkan kantongnya berwarna hijau atau merah maron (merah bata) (Mansur, 2006).

Gambar 2. Morfologi Kantong Nepenthes tobaica Danser. (Julianti, 2008).

Nepenthes tobaica Danser. (Gambar 2) pada bagian kantong bawah berbentuk oval,

memiliki dua spot mata pada dinding bagian atas, mulut kantongnya berbentuk oval, penutup kantong bagian bawah agak bundar. Ukuran kantongnya berkisar antara 20-25 cm. Habitatnya hutan pegunungan. Sedangkan kantongnya berwarna kuning kehijau-hijauan (Mansur, 2006).

Tumbuhan Nepenthes spp. merupakan herba atau semak, epifit hingga liana tahunan. Perawakan anakan roset, sedangkan dewasa selalu memanjat dan jarang tegak. Akar tunjang kadang berimpang dan sering tidak berimpang. Batang umumnya panjang memanjat mencapai 20 m dan kadang berdiri tegak, bulat, bersegi atau bersayap. Daun umumnya lanset dengan modifikasi ujung daun berupa tendril dan kantong (ascidium) menyerupai piala, kendi, ataupun periuk berpenutup orbikular,


(24)

pertulangan umumnya sejajar dan melengkung atau kadang menyirip, duduk tersebar, berseling dan melekat setengah memeluk batang. Kantong bernektar, pada roset (lower pitcher) memiliki sayap yang berambut, tetapi tidak pada kantong atas (upper pitcher), bentuk dan komposisi warna antara kedua jenis kantong jauh berbeda. Bunga jantan dan betina terpisah, masing-masing pada tumbuhan yang berbeda (dioecious), keduanya majemuk, regularis, tandan ataupun malai, terminal ataupun aksilar. Buah kapsul (fusiform), berlokus, memiliki banyak biji (Lauffenburger & Arthur, 2000).

Tumbuhan dewasa Nepenthes spp. tumbuh memanjat pada tumbuhan lain.

Anakan dan tumbuhan yang belum dewasa daunnya tersusun dalam bentuk roset akar yang dilengkapi dengan tendril pada setiap ujungnya. Sebagian besar daun dalam roset membentuk kantong yang membulat dan lonjong dengan dua sayap yang terletak di depan tabung. Setelah dua sampai tiga tahun pertumbuhannya relatif lambat, tumbuhan mulai masuk pada tahap memanjat. Internodus batang memiliki jarak yang lebih panjang dari pada internodus pada roset (Clarke, 2001).

Contoh dari jenis Nepenthes spp. yang liar maupun yang telah dibudidayakan sebagai tanaman hias adalah sebagai berikut: Nepenthes mirabilis, N.

reinwardtiana, N. rafflesiana, N. xhookeriana, N. ampullaria, N. gracilis, N. truncata, N. bellii, N. khasiana, N. ventricosa, N. ventrata, N. adrianii, N. veitchii dan N. northiana (Julianti, 2008).

2.3Faktor Fisik Lingkungan

Menurut Mansur (2006) menyatakan bahwa adapun faktor-faktor fisik lingkungan yang diperlukan agar tanaman Nepenthes spp. tumbuh dengan baik adalah sebagai berikut:

1. Suhu

Nepenthes dataran rendah umumnya hidup pada kisaran suhu 20-35oC, sedangkan jenis dataran tinggi pada suhu 10-30oC. Ada beberapa jenis

Nepenthes dataran tinggi yang menghendaki suhu rendah hingga 4oC, untuk dapat tumbuh dengan baik.


(25)

2. Kelembaban

Kelembaban udara yang tinggi (di atas 70%) merupakan syarat penting bagi

Nepenthes untuk tumbuh baik dan membentuk kantong. Jika kelembaban

terlalu rendah, dipastikan Nepenthes tidak akan membentuk kantong dan tumbuhan ini tidak akan tumbuh dengan baik. Kelembaban tinggi bisa dihasilkan dengan cara menyiram tanaman setiap hari, media tanam dapat menyimpan banyak air, namun tidak perlu terlalu banyak air. Di samping itu, memelihara tanaman dekat dengan sumber atau genangan air dapat membantu agar kelembaban udara tetap tinggi. Intensitas penyiraman tergantung dari keadaan cuaca harian dan posisi tanaman Nepenthes ditempatkan. Penyiraman dapat dilakukan 2-3 hari sekali pada tanaman yang ditempatkan di dalam ruangan (indoor). Untuk tanaman yang ditempatkan di luar ruangan (outdoor) yang tidak beratap, sebaiknya disiram sehari sekali pada pagi atau sore hari jika tidak ada hujan. Meskipun Nepenthes toleran terhadap air yang mengandung larutan garam-garam mineral (seperti air leding, air sungai dan air sumur), air hujan akan sangat ideal untuk menyiram Nepenthes. Selain tidak mengandung larutan garam mineral, umumnya air hujan bersifat asam. Air yang mengandung garam mineral diketahui dapat menurunkan kualitas media tanam sehingga berpengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan kantong semar.

3. Sinar Matahari

Tingkat kebutuhan Nepenthes akan intensitas cahaya tergantung dari masing-masing jenisnya. Ada jenis-jenis yang menghendaki sinar matahari secara langsung dan ada juga yang butuh sinar matahari secara tidak langsung. Meskipun intensitas cahaya yang dibutuhkan berbeda untuk setiap jenisnya, tetapi penggunaan paranet dengan intensitas cahaya 50% yang diterima tanaman, umumnya sangat baik untuk semua jenis Nepenthes dataran rendah yang ditanam di luar ruangan.


(26)

2.4Kromosom dan Karyotipe

Bagian terkecil dari tubuh makhluk hidup dinamakan sel. Di dalam inti sel dari kebanyakan mahkluk terdapat kromosom, yaitu benda-benda halus berbentuk batang panjang atau pendek yang lurus atau bengkok. Kromosom adalah pembawa bahan keturunan yang mudah menyerap zat warna. Salah satu bagian kromosom dinamakan sentromer, yaitu bagian yang membagi kromosom menjadi dua lengan. Satu set kromosom haploid dari suatu spesies dinamakan genom. Jumlah kromosom yang dimiliki berbagai macam mahkluk hidup tidak sama dan pada umumnya tidak berubah selama hidupnya (Suryo, 1991).

Menurut Prassad (1998), menyatakan ada dua gambaran kromosom set dari suatu spesies yaitu karyogram merupakan fotomikrograf kromosom dari gambaran tunggal sel somatis metafase yang dipotong dan disusun pada bagian homolog berdasarkan ukurannya. Idiogram merupakan grafik gambaran dari karyotipe. Secara umum, idiogram merupakan sediaan yang memperlihatkan komplemen kromosom haploid dari suatu spesies, idiogram ini adalah ukuran dari kromosom somatis metafase. Kromosom digambarkan seperti sosis dengan garis yang mengitari tepinya, meskipun mirip sosis namun mempunyai membran yang menutupinya. Kromosom memiliki area yang luas yang tersusun dari serat-serat yang menggulung yang terlihat seperti jari-jari lingkaran, yang dapat dideteksi saat kromosom dalam keadaan padat ketika pembelahan mitosis dan meiosis (Lloyd, 1992).

Menurut Suryo (1995), kromosom dapat dibedakan berdasarkan letak sentromernya, yaitu:

1. Kromosom metasentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer di tengah, sehingga kromosom dibagi atas dua lengan sama panjang. Biasanya kromosom membengkok di tempat sentromer sehingga kromosom berbentuk huruf V.

2. Kromosom submetasentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer tidak di tengah, sehingga kedua lengan kromosom tidak sama panjang. Bila kromosom ini membengkok di tempat sentromer, maka kromosom berbentuk huruf J. Lengan yang pendek biasanya diberi simbol p, sedangkan lengan panjang q.


(27)

3. Kromosom akrosentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer di salah satu ujungnya, sehingga kedua lengan tidak sama panjang. Biasanya kromosom ini lurus, tidak membengkok.

4. Kromosom telosentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer di salah satu ujungnya, sehingga kromosom tetap lurus dan tidak terbagi atas dua lengan. Kromosom ini tidak dijumpai pada manusia, dan sangat langka pada tumbuh-tumbuhan. Pada hewan ada kalanya dapat ditemukan kromosom telosentris ini.

Pada umumnya jumlah kromosom berkisar antara 12 sampai 50 buah atau 6 sampai 25 pasang kromosom homolog dalam keadaan diploid. Keadaan ekstrim dijumpai pada cacing kuda (Ascaris megalocephala) yang hanya mempunyai sepasang kromosom saja, sedangkan pada paku (Ophioglossum petiolatum) terdapat 510 pasang kromosom homolog (Suryo, 1995).

Pada tingkat metafase dalam proses pembelahan sel dapat difoto kromosom suatu organisme. Pada fase ini kromosom berada pada bidang ekuator, dan jika sayatan tepat melewati bidang ekuator, maka dapat dibuat sediaan yang mengandung kromosom yang terdapat dalam sel. Kromosom disusun dan dikelompokkan berdasarkan panjang dan bentuknya. Pada saat metafase kromosom berada dalam pemadatan maksimum dan paling mudah diwarnai. Saat itu pula kromosom dalam keadaan ganda, masing-masing terdiri dari 2 kromatid yang sentromernya masih satu. Karena itu dalam gambar-gambar kromosom, biasanya diperlihatkan setiap kromosom itu memiliki lengan yang selalu ganda (Yatim, 1983).

Jumlah kromosom dalam sel sudah tertentu, di dalam sel dari jenis organisme yang sama jumlah kromosom pada umumnya konstan, tetapi antarjenis jumlah kromosom sangat bervariasi. Ada organisme yang hanya memiliki satu pasang atau dua kromosom, ada pula yang memiliki ratusan kromosom. Kromosom yang berpasangan akan memiliki pola garis yang sama, tetapi tidak jarang ditemukan pada hewan yang kromosom berpasangannya memiliki pola garis berbeda (Irawan, 2008).


(28)

2.5Metode Pencet (Squash) dan Pewarnaan

Metode pencet merupakan salah satu metode untuk mendapatkan sediaan dengan cara memencet suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan, sehingga didapat suatu sediaan yang tipis yang dapat diamati di bawah mikroskop. Dalam pembuatan sediaan diusahakan agar supaya sel terpisah satu sama lain, tetapi tidak kehilangan bentuk aslinya dan tersebar dalam suatu lapisan di atas suatu gelas benda (Suntoro, 1983).

Menurut Moro et al., (2000), untuk mendapatkan preparat kromosom yang

baik, perlu diperhatikan proses pemotongan akar, penghambatan mitosis, waktu pengambilan akar dan analisa pewarnaan. Waktu yang baik untuk memotong akar adalah antara jam 11-12 siang ketika sel-sel tersebut pada tahap metafase. Penghambatan mitosis saat metafase mungkin sangat efektif dilakukan dengan menggunakan 8-hydroxiquinole (0,03% selama 5 jam) atau dengan air dingin (0o C selama 18-20 jam).

Metode pencet biasanya menggunakan larutan fiksatif asam asetat 45%. Menurut Subowo (1995), dengan perlakuan fiksasi membuat sel dapat lebih ditembus oleh zat warna dan dapat menstabilkan kedudukan molekul-molekul yang membentuk struktur sel. Menurut Suntoro (1983), menyatakan fiksatif umumnya mempunyai kemampuan untuk mengubah indeks bias bagian-bagian sel, sehingga bagian-bagian dalam sel tersebut mudah terlihat di bawah mikroskop dan memiliki kemampuan membuat jaringan mudah menyerap zat warna.

Kromosom akan lebih mudah dilihat apabila digunakan teknik pewarnaan khusus selama nukleus membelah. Ini disebabkan karena pada saat itu kromosom mengadakan kontraksi sehingga menjadi lebih tebal, lagi pula dapat menghisap zat warna lebih baik daripada kromosom yang terdapat di dalam suatu inti yang sedang istirahat (Suryo, 2003). Pewarnaan yang digunakan berupa acetocarmin (yang merupakan campuran dari carmin dan asam asetat). Carmin merupakan zat warna alam, zat warna ini diperoleh dari jenis insekta golongan Hemiptera yang disebut


(29)

Sedangkan asam asetat merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau yang tajam. Asam asetat ini memiliki fungsi untuk mencegah pengerasan dan mengeraskan kromosom (Suntoro, 1983).


(30)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2009 sampai oktober 2009 di Laboratorium Genetika, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2Bahan Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan sebagai percobaan adalah akar kantong semar yang telah dewasa (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) yang di ambil dari Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh terdapat di Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatra Utara. Sedangkan media tanaman yang digunakan adalah sekam bakar dan kompos dengan perbandingan 1:1.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis secara deskriptif.

3.4 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah akar Nepenthes tobaica Danser. dan akar Nepenthes


(31)

Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatra Utara. Kemudian dibawa ke Laboratorium Genetika, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Di laboratorium sampel ditumbuhkan pada media sekam bakar dan kompos, disiram setiap dua kali sehari.

3.5 Pembuatan Preparat Dengan Metode Pencet (Squash)

Ujung akar kantong semar dipotong sepanjang ± 0,5 cm, kemudian dimasukkan dalam larutan asam asetat 45% dengan komposisi seperti pada lampiran 1 halaman 45, yang berfungsi sebagai fiksatif dan disimpan dalam lemari pendingin selama 30 menit. Bahan akar dicuci dengan aquadest sebanyak 3 kali, dihidrolisis dengan menggunakan HCl 1N yang terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 50o C selama 1 menit, lalu dicuci dengan aquadest sebanyak 3 kali. Ujung akar tersebut direndam dalam pewarna acetocarmin dengan komposisi seperti pada lampiran 1 halaman 45, selama 1 jam. Bahan diletakkan pada gelas objek dan diberi gliserin 1 tetes, lalu ditutup dengan gelas penutup dan dipencet sampai akar hancur (Merten & Hammersmith, 1995).

3.6 Proses Pemotretan Kromosom

Preparat dilihat di bawah mikroskop cahaya, dari mulai perbesaran yang kecil sampai yang besar untuk melihat sel yang mempunyai kromosom yang jelas. Setelah didapatkan sel yang mempunyai kromosom yang jelas difoto dengan perbesaran 1000X menggunakan kamera digital.

3.7Penghitungan Jumlah Kromosom

Foto perbesaran 1000X ditransfer ke program Photoshop CS 2, dipilih satu sel yang mempunyai kromosom yang jelas dan di crop. Sel yang telah di crop diperbesar 50% dengan menggunakan program Photoshop CS 2. sel diberi intensitas warna untuk


(32)

memperjelas kromosom. Rentangan kromosom metafase diberi warna ungu dengan latar warna hitam. Kemudian dihitung jumlah kromosomnya (Zhu et al., 1996).

3.8Pengukuran, Penghitungan dan Penyusunan Kromosom

Dari masing-masing kromosom diukur panjang keseluruhan kromosomnya, lengan panjang dan lengan pendek. Berdasarkan panjang kromosom tersebut, selanjutnya dihitung persentase panjang relatif (%PR) dan persentase indeks sentromer (%IS) dengan menggunakan rumus Zhang (1996), yaitu:

% 100

% x

haploid kromosom

set Panjang

Q P

PR 

% 100 % x

Q P

P IS

Keterangan: P = kromosom lengan pendek Q = kromosom lengan panjang

Kemudian kromosom disusun berdasarkan panjang dan posisi sentromer, sehingga diperoleh karyotipe.

3.9 Analisis Data

Karyotipe dari kantong semar (Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser.) dianalisis secara deskriptif.


(33)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Foto Preparat Kantong Semar (Nepenthes reinwardtiana Miq.) dengan

Menggunakan Metode Pencet (Squash)

Hasil pengamatan radiks kantong semar (Nepenthes reinwardtiana Miq.) dengan menggunakan metode pencet (squash) dan pewarnaan acetocarmin, dengan perbesaran 1000x, diperoleh hasil seperti pada Gambar 4.1 berikut ini:

Gambar 4.1 Sel Radiks Nepenthes reinwardtiana Miq. dengan perbesaran 1000x; a.Dinding Sel, b. Kromosom, c. Nukleus, = 13 µm.

Dari Gambar 4.1 di atas terlihat kromosom berukuran sangat kecil seperti bintik-bintik berwarna gelap. Keadaan tersebut sesuai dengan pendapat Stansfield (1991), yang menyatakan bahwa bila dilakukan pengamatan di bawah mikroskop cahaya, maka kromosom-kromosom tampak hanya sebagai butiran-butiran kromosom yang halus. Kromosom menjadi terlihat terangkai karena menggulung, memendek dan menebal karena adanya penambahan matriks-matriks protein pada proses metafase berlangsung kromosom kelihatan seperti badan gelap dalam sel.

a b c


(34)

Pada tahap metafase kromosom-kromosom lebih berkondensasi, lebih tebal dan lebih pendek dibandingkan dengan keadaan pada tahapan-tahapan lainnya (Sutrian, 1991). Pada fase inilah paling mudah untuk menghitung banyaknya kromosom atau mempelajari morfologinya, karena kromosom-kromosom tersebar di bidang tengah dari sel (Suryo, 1995).

4.2Penghitungan Jumlah Kromosom Kantong Semar (Nepenthes reinwardtiana Miq.)

Hasil foto sel dari Gambar 4.2.1a dilakukan pengkropan dari satu sel dan diperbesar sebanyak 50% seperti tampak pada Gambar 4.2.1b. Selanjutnya diperjelas dengan teknik program Photoshop CS 2, dengan prosedur-prosedur yang telah disebutkan pada metode penelitian. Hasil teknik program Photoshop CS 2 diperoleh rentangan kromosom yang lebih jelas, yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.1b berikut:

a b

Gambar 4.2.1 Gambar sel akar Nepenthes reinwardtiana Miq. dengan teknik kroping Photoshop CS 2; a. Foto nukleus perbesaran 1000x nukleus, = 13 µm), b. Foto nukleus dengan teknik kroping Photoshop CS 2 dan dengan perbesaran 1500x

Hasil pengkropan satu nukleus diperjelas dengan menggunakan program Photoshop CS 2 dan dilakukan penghitungan jumlah kromosom, maka didapat jumlah kromosom kantong semar (Nepenthes reinwardtiana Miq.) adalah sebanyak 78 (2n) buah seperti pada Gambar 4.2.2 di bawah ini:


(35)

Gambar 4.2.2 Rentangan kromosom Nepenthes reinwardtiana Miq. dengan perbesaran 1500x

Berdasarkan Gambar 4.2.2 di atas, dapat dilihat bahwa sentromer berwarna lebih cerah dibandingkan dengan warna lengan kromosom dan ditandai dengan lekukan ke arah dalam. Hal ini sesuai dengan Suryo (1995), dalam preparat mikroskopis, sentromer biasanya tampak sebagai lekukan ke arah dalam dan warnanya lebih terang dibandingkan dengan warna lengan kromosom. Menurut Crowder (1990) menyatakan bahwa sentromer disebut kinetokhore atau tempat melekatnya benang-benang gelendong atau spindel (spindle fiber), yang berfungsi untuk menggerakkan kromosom selama mitosis.

Menurut Kondo (2002), jumlah kromosom dari dua jenis tanaman kantong semar atau sering disebut dengan tanaman karnivora yaitu Nepenthes rafflesiana dan

Nepenthes thorelii adalah 78 kromosom pada sel somatik. Menurut Sutrian (1992),

menyatakan bahwa jumlah kromosom pada tumbuhan umumnya kurang dari 100, yang paling sedikit ditemukan pada Crepis yaitu 6 kromosom. Namun pada beberapa jenis tumbuh-tumbuhan tertentu, misalnya pada tumbuhan Kalanchoe dan Bryophllum memiliki jumlah kromosom yang sangat banyak, yaitu sekitar 500 kromosom.


(36)

4.3Hasil Pengukuran Kromosom Nepenthes reinwardtiana Miq.

Masing-masing kromosom yang tampak diukur panjang lengan dan sentromernya lalu ditentukan tipe kromosomnya, yang ditunjukkan pada Tabel 4.3 di bawah ini:

Tabel 4.3 Tipe dan Panjang Lengan Kromosom Nepenthes reinwardtiana Miq.

Kromosom Haploid (n) Tipe Kromosom Lengan Panjang (q) (µm) Lengan Pendek (p) (µm) Sentromer (µm) Panjang Kromosom (µm)

1 Submetasentris 0,87 0,38 0,09 1,34

2 Metasentris 0,67 0,58 0,09 1,34

3 Akrosentris 0,87 0,28 0,08 1,23

4 Metasentris 0,58 0,52 0,08 1,18

5 Metasentris 0,52 0,48 0,09 1,09

6 Submetasentris 0,62 0,38 0,08 1,08

7 Metasentris 0,48 0,45 0,09 1,02

8 Metasentris 0,48 0,45 0,08 1,01

9 Metasentris 0,48 0,43 0,09 1,0

10 Metasentris 0,48 0,43 0,09 1,0

11 Submetasentris 0,53 0,35 0,09 0,97

12 Submetasentris 0,58 0,29 0,09 0,96

13 Submetasentris 0,58 0,29 0,09 0,96

14 Metasentris 0,41 0,37 0,09 0,87

15 Submetasentris 0,53 0,22 0,09 0,84

16 Submetasentris 0,43 0,28 0,08 0,79

17 Metasentris 0,38 0,33 0,08 0,79

18 Metasentris 0,38 0,29 0,09 0,76

19 Metasentris 0,37 0,31 0,08 0,76

20 Metasentris 0,37 0,31 0,09 0,76

21 Submetasentris 0,41 0,24 0,09 0,74

22 Metasentris 0,35 0,29 0,09 0,73

23 Submetasentris 0,40 0,19 0,09 0,68

24 Metasentris 0,32 0,28 0,08 0,68

25 Metasentris 0,30 0,29 0,09 0,68

26 Metasentris 0,30 0,28 0,09 0,67

27 Metasentris 0,29 0,29 0,09 0,67

28 Metasentris 0,29 0,28 0,08 0,65

29 Metasentris 0,32 0,24 0,09 0,65

30 Metasentris 0,28 0,26 0,09 0,63

31 Metasentris 0,30 0,23 0,08 0,61

32 Metasentris 0,29 0,24 0,08 0,61

33 Metasentris 0,28 0,24 0,09 0,61

34 Metasentris 0,29 0,19 0,09 0,57

35 Metasentris 0,24 0,24 0,08 0,56

36 Metasentris 0,28 0,19 0,09 0,56

37 Metasentris 0,23 0,19 0,09 0,51

38 Metasentris 0,22 0,15 0,08 0,45

39 Metasentris 0,18 0,14 0,08 0,40

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa Nepenthes reinwardtiana Miq. memiliki 3 tipe kromosom yaitu 29 metasentris, 9 submetasentris dan 1 akrosentris. Kromosom 1,


(37)

6, 11, 12, 13, 15, 16, 21 dan 23 merupakan kromosom submetasentris. Kromosom 2, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 14, 17, 18, 19, 20, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38 dan 39 merupakan kromosom metasentris. Sementara kromosom 3 merupakan kromosom akrosentris. Menurut Lewis (2003), kromosom dibagi menjadi 4 jenis yaitu kromosom metasentris, jika sentromer membagi dua lengan yang sama panjang. Kromosom submetasentris, jika sentromer membagi dua lengan yang tidak sama panjang. Kromosom akrosentris ialah kromosom yang terbagi menjadi dua lengan, yang satu panjang dan lengan yang lain sangat pendek. Sedangkan kromosom telosentris ialah kromosom yang hanya terdiri atas satu lengan, memiliki sentromer di salah satu ujungnya, sehingga kromosom tetap lurus.

Menurut Suryo (1995), tidak semua tipe kromosom dimiliki oleh suatu spesies. Contohnya tanaman Callisia fragrans (2n=12) memiliki 6 kromosom metasentris dan 6 kromosom akrosentris. Tanaman Oxalis dispar (2n=12) memiliki 2 kromosom metasentris, 2 kromosom akrosentris dan 8 kromosom telosentris. Tanaman bawang merah diploid 2n=16, dikelompokkan menjadi 3 macam kromosom yaitu 4 pasang kromosom metasentris, 3 pasang kromosom submetasentris dan 1 pasang kromosom telosentris (Sulistyaningsih, 2004). Menurut Siregar (2005), bahwa Salak sidempuan memiliki 14 pasang kromosom yaitu: 3 kromosom metasentris, 4 submetasentris, 3 akrosentris, dan 4 telosentris. Sedangkan Terong belanda memiliki 12 pasang kromosom yaitu: 3 kromosom submetasentris dan 9 kromosom metasentris.

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat kromosom yang terpanjang adalah kromosom 1 dengan ukuran 1,34 µm, dan yang terpendek adalah kromosom 39 dengan ukuran panjang 0,40 µm. Menurut Sutrian (1992), ukuran dan besar kromosom ternyata sangat bervariasi yaitu antara 0,1 µm sampai 30 µm. Tanaman Spirodela memiliki ukuran panjang kromosom sekitar 0,2 µm, Aloe memiliki ukuran panjang kromosom sekitar 17 µm, sementara Drosophyllum memiliki ukuran panjang kromosom sekitar 25 µm.


(38)

4.4 Hasil Penghitungan Persentase Panjang Relatif (%PR) dan Indeks Sentromer (%IS) Nepenthes reinwardtiana Miq.

Setelah diukur panjang masing-masing lengan kromosom dan sentromer, selanjutnya dari setiap kromosom dihitung panjang relatif (%PR) dan persentase indeks sentromer (%IS). Pengukuran panjang masing-masing lengan dan panjang sentromer adalah untuk memperoleh data karyotipe yang lebih akurat, dan dapat ditampilkan dalam bentuk idiogram. Hasil perhitungan persentase panjang relatif (%PR) dan persentase indeks sentromer (%IS) dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4 Persentase Panjang Relatif (%PR) dan Indeks Sentromer (%IS) Kromosom

Nepenthes reinwardtiana Miq.

Kromosom haploid (n) %PR %IS

1 3,97 30,4

2 3,97 46,4

3 3,66 24,3

4 3,50 47,2

5 3,18 48 38 48,3 48,3 47,2 47,2 39,7 33,3 33,3 47,4 29,3 39,4 46,4 43,2 45,5 45,5 36,9 45,3 32,2 46,6 49,1 48,2 50 49,1 42,8 48,1 43,3 45,2 46,1 39,5 50 40,4 45,2 40,5 43,7 6 3,18 7 2,96 8 2,96 9 2,89 10 2,89 11 2,80 12 2,76 13 2,76 14 2,48 15 2,38 16 2,26 17 2,26 18 2,13 19 2,16 20 2,16 21 2,06 22 2,03 23 1,87 24 1,91 25 1,87 26 1,84 27 1,84 28 1,81 29 1,78 30 1,71 31 1,68 32 1,68 33 1,65 34 1,52 35 1,52 36 1,49 37 1,33 38 1,17 39 1,01


(39)

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa persentase panjang relatif (%PR) yang terbesar adalah pada kromosom 1 sebesar 3,97 %, dan persentase panjang relatif yang terkecil adalah pada kromosom 39 dengan nilai 1,01 %, sedangkan untuk nilai indeks sentomer (%IS) yang terbesar adalah pada kromosom 27 sebesar 50 % dan nilai indeks sentromer terkecil terdapat pada kromosom 3 dengan nilai 24,3 %. Menurut Zhang (1996), bahwa karyotipe didasarkan atas perhitungan persentase panjang relatif (%PR) dan persentase indeks sentromer (%IS).

Menurut Pai (1987) menyatakan bahwa berbagai kromosom mempunyai sentromer pada lokasi-lokasi yang berbeda di sepanjang kromosom, dan dengan mengenali karakteristik ini serta perbedaan panjangnya, maka kita bisa membedakan satu kromosom dengan kromosom yang lainnya.

4.5 Karyotipe Kromosom Nepenthes reinwardtiana Miq.

Dengan diperolehnya jumlah dan ukuran tiap-tiap kromosom dari Nepenthes

reinwardtiana Miq. maka dapat dibuat susunan karyotipenya. Menurut Boschman et al. (1992) dalam Vrana et al. (2002), karyotipe telah terbukti sebagai suatu pendeteksi

adanya kesalahan kromosom dari segi jumlah maupun strukturnya. Ketika membuat pemetaan kromosom atau karyotipe maka kromosom dicocokkan dalam pasangan yang homolog, selalu dari ukuran yang terbesar sampai ukuran yang terkecil berdasarkan posisi sentromer. Berdasarkan susunan inilah dapat ditentukan perubahan kromosom yang mungkin terjadi akibat kesalahan genetis atau mutasi (Lewin, 1995).


(40)

Gambar 4.5 Karyotipe kromosom Nepenthes reinwardtiana Miq. diurutkan berdasarkan panjang kromosom

4.6 Foto Preparat Nepenthes tobaica Danser. dengan Menggunakan Metode

Pencet (Squash).

Hasil pengamatan radiks kantong semar (Nepenthes tobaica Danser.) dengan menggunakan metode pencet (squash) dan pewarnaan acetocarmin, dengan perbesaran 1000x, maka didapat hasil seperi pada Gambar 4.6 yang ditunjukkan berikut ini:


(41)

Gambar 4.6 Sel Radiks Nepenthes tobaica Danser. dengan

Perbesaran 1000x; a. Dinding Sel, b. Kromosom, c. Nukleus, =17 µm

4.7 Penghitungan Jumlah Kromosom Nepenthes tobaica Danser.

Hasil foto dari Gambar 4.7.1a dilakukan pengkropan dari satu sel dan diperbesar sebanyak 50% seperti tampak pada Gambar 4.7.1b Kemudian dengan teknik Photoshop CS 2 diperoleh rentangan kromosom yang lebih jelas, yang ditunjukkan pada Gambar 4.7.1b berikut:

a b

Gambar 4.7.1 Gambar sel akar Nepenthes tobaica Danser. dengan teknik kroping Photoshop CS 2; a. Foto nukleus perbesaran 1000x µm; nukleus,

= 17 µm; b. Foto nukleus dengan teknik kroping Photoshop CS 2 dan dengan perbesaran 1500x

a b


(42)

Hasil pengkropan satu nukleus diperjelas dengan menggunakan Photoshop CS 2 dan dilakukan penghitungan jumlah kromosom. Dari rentangan kromosom pada Gambar 4.7.2 maka dapat dihitung jumlah kromosom pada Nepenthes tobaica Danser. yaitu 78 (2n), hal ini sesuai dengan pernyataan Kondo (2002) yang menyatakan bahwa jumlah kromosom dari kantong semar adalah 2n=48.

Gambar 4.7.2 Rentangan kromosom Nepenthes tobaica Danser. dengan perbesaran 1500x

Menurut Yatim (1983), pada suatu spesies banyak kromosom itu tertentu, ada spesies yang memiliki kromosom banyak sekali, ada yang sedikit sekali. Sedangkan menurut Solomon et al. (1996), sebagian besar tumbuhan dan hewan memiliki jumlah kromosom antara 10-50 buah.


(43)

4.8Hasil Pengukuran Kromosom Nepenthes tobaica Danser.

Masing-masing kromosom yang tampak diukur panjang lengan dan sentromernya lalu ditentukan tipe kromosomnya, yang ditunjukkan pada Tabel 4.8 di bawah ini:

Tabel 4.8 Tipe dan Panjang Lengan Kromosom Nepenthes tobaica Danser.

Kromosom Haploid (n) Tipe Kromosom Lengan Panjang (q) (µm) Lengan Pendek (p) (µm) Sentromer (µm) Panjang Kromosom (µm)

1 Metasentris 0,60 0,58 0,09 1,27

2 Metasentris 0,51 0,48 0,09 1,08

3 Metasentris 0,50 0,48 0,09 1,07

4 Submetasentris 0,67 0,29 0,09 1,05

5 Submetasentris 0,61 0,32 0,08 1,01

6 Metasentris 0,48 0,42 0,08 0,98

7 Metasentris 0,46 0,43 0,08 0,97

8 Submetasentris 0,43 0,38 0,09 0,90

9 Submetasentris 0,43 0,32 0,09 0,84

10 Submetasentris 0,44 0,29 0,09 0,82

11 Submetasentris 0,43 0,29 0,09 0,81

12 Metasentris 0,38 0,35 0,08 0,81

13 Submetasentris 0,48 0,22 0,09 0,79

14 Metasentris 0,38 0,33 0,08 0,79

15 Metasentris 0,36 0,34 0,09 0,79

16 Metasentris 0,38 0,30 0,09 0,77

17 Metasentris 0,36 0,33 0,08 0,77

18 Metasentris 0,35 0,31 0,08 0,74

19 Submetasentris 0,48 0,14 0,08 0,70

20 Metasentris 0,35 0,29 0,08 0,67

21 Metasentris 0,30 0,28 0,09 0,67

22 Metasentris 0,30 0,27 0,09 0,66

23 Metasentris 0,29 0,25 0,09 0,63

24 Metasentris 0,28 0,26 0,08 0,62

25 Metasentris 0,29 0,24 0,08 0,61

26 Metasentris 0,24 0,22 0,09 0,55

27 Metasentris 0,24 0,19 0,09 0,52

28 Metasentris 0,24 0,19 0,09 0,52

29 Submetasentris 0,27 0,14 0,09 0,50

30 Metasentris 0,22 0,19 0,08 0,49

31 Metasentris 0,20 0,19 0,09 0,48

32 Metasentris 0,20 0,19 0,09 0,48

33 Metasentris 0,22 0,17 0,08 0,47

34 Submetasentris 0,29 0,09 0,08 0,46

35 Metasentris 0,19 0,17 0,09 0,45

36 Metasentris 0,21 0,15 0,08 0,44

37 Telosentis 0,32 - 0,05 0,37

38 Telosentris 0,29 - 0,05 0,34

39 Metasentris 0,16 0,09 0,05 0,30

Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa Nepenthes tobaica Danser. memiliki 3 tipe kromosom yaitu 27 metasentris, 10 submetasentris dan 2 telosentris. Kromosom 4, 5, 8, 9, 10, 11, 13, 19, 29 dan 34 merupakan kromosom submetasentris. Kromosom 37


(44)

dan 38 merupakan kromosom telosentris. Sementara kromosom 1, 2, 3, 6, 7, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 35, 36 dan 39 merupakan kromosom metasentris. Kromosom yang terpanjang adalah kromosom 1 dengan ukuran panjang 1,27 µm, dan yang terpendek adalah kromosom 39 dengan ukuran panjang 0,30 µm.

Menurut Nath (1997), batasan panjang kromosom metafase pada pembelahan mitosis pada hewan dan tumbuhan secara umum antara 0,5 µm dan 32 µm dan diameter 0,2 µm dan 3,0 µm. Sedangkan kromosom raksasa ditemukan pada

Diptera, dengan panjang kromosom 300 µm dengan diameter 10 µm.

4.9Hasil Penghitungan Persentase Panjang Relatif (%PR) dan Indeks Sentromer (%IS) Kromosom Nepenthes tobaica Danser.

Setelah diukur panjang masing-masing lengan kromosom dan sentromer, selanjutnya dari setiap kromosom dihitung panjang relatif (%PR) dan persentase indeks sentromer (%IS). Pengukuran panjang masing-masing lengan dan panjang sentromer adalah untuk memperoleh data karyotipe yang lebih akurat, dan dapat ditampilkan dalam bentuk idiogram. Idiogram merupakan grafik gambaran dari karyotipe. Secara umum, idiogram merupakan sediaan yang memperlihatkan komplemen kromosom haploid dari satu spesies, yang mana idiogram merupakan ukuran dari kromosom somatis metafase (Prasad, 1998). Hasil perhitungan persentase panjang relatif (%PR) dan persentase indeks sentromer (%IS) dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut ini:


(45)

Tabel 4.9 Persentase Panjang Relatif (%PR) dan Indeks Sentromer (%IS) Kromosom

Nepenthes tobaica Danser.

Kromosom haploid (n) %PR %IS

1 4,33 49,1

2 3,64 48,4

3 3,60 48,9

4 3,53 30,2

5 3,42 34,4

6 3,31 46,6

7 3,27 48,3

8 2,97 46,9

9 2,75 42,6

10 2,68 39,7 11 2,64 40,2 12 2,68 47,9 13 2,57 31,4 14 2,61 46,4 15 2,57 48,5 16 2,50 44,1 17 2,53 47,8 18 2,42 46,9 19 2,28 22,5 20 2,16 49,1 21 2,13 48,2 22 2,09 47,3 23 1,98 46,2 24 1,98 48,1 25 1,94 45,2 26 1,69 47,8 27 1,58 44,1 28 1,58 44,1 29 1,50 34,1 30 1,50 46,3 31 1,43 48,7 32 1,43 48,7 33 1,43 43,5 34 1,39 23,5 35 1,32 47,2 36 1,32 41,6 37 1,17 - 38 1,06 - 39 0,91 36

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa persentase panjang relatif (%PR) yang terbesar adalah pada kromosom 1 sebesar 4,33 %, dan persentase panjang relatif yang terkecil adalah pada kromosom 39 dengan nilai 0,91 %, sedangkan untuk nilai indeks sentomer (%IS) yang terbesar adalah pada kromosom 1 sebesar 49,1 % dan nilai indeks sentromer (%IS) terkecil terdapat pada kromosom 19 dengan nilai 22,5 %.


(46)

4.10 Karyotipe Kromosom Nepenthes tobaica Danser.

Setelah didapat jumlah kromosom, tipe, dan panjang lengan, maka dapat diurutkan kromosom berdasarkan panjangnya, mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil. Menurut Rusell (1992), karyotipe adalah satu set lengkap kromosom sel yang berada pada tahap metafase. Ada dua gambaran kromosom set dari suatu spesies yaitu karyogram merupakan fotomikrograf kromosom dari gambaran tunggal sel somatis metafase yang dipotong dan disusun pada bagian homolog berdasarkan ukurannya. Idiogram merupakan grafik gambaran dari karyotipe. Secara umum, idiogram merupakan sediaan yang memperlihatkan komplemen kromosom haploid dari suatu spesies, yang mana idiogram merupakan ukuran dari kromosom somatis metafase (Prasad, 1998). Urutan kromosom dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut:

Gambar 4.10 Karyotipe kromosom Nepenthes tobaica Danser diurutkan berdasarkan panjang kromosom


(47)

4.11 Perbandingan Karyotipe Kromosom Nepenthes reinwardtiana Miq. dengan Nepenthes tobaica Danser.

No Perbedaan Nepenthes reinwardtiana Nepenthes tobaica

1 Jumlah kromosom 39 pasang 39 pasang 2 Tipe kromosom 3 tipe 3 tipe 3 Kromosom terpanjang 1,34µm 1,27µm 4 5 6 7 8 Kromosom terpendek % PR terbesar % PR terkecil %IS terbesar %IS terkecil 0,40µm 3,97% 1,01% 50% 24,3% 0,30µm 4,33% 0,91% 49,1% 22,5%

Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser. memiliki jumlah

kromosom 78 (2n). Kedua tanaman ini termasuk ke dalam satu genus yaitu Nepenthes. Menurut Prasad (1998), bahwa pada tanaman umumnya terdapat variasi ukuran kromosom yang berbeda pada genus dari famili yang sama. Makin dekat hubungan kekerabatan (kedudukan sistematik) makhluk hidup, makin mendekati jumlah kromosomnya. Menurut Sarma & Tanden (1994) menyatakan bahwa pada suatu spesies banyak kromosom tertentu, ada spesies yang memiliki kromosom banyak sekali, ada yang sedikit sekali. Pada umumnya jumlah kromosom suatu organisme yang terbesar adalah 12 sampai 50 atau 6 sampai 25 pasang kromosom homolog pada keadaan haploid.

Namun karyotipe kromosom Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes

tobaica Danser. juga memiliki perbedaan dari segi ukuran dan tipe kromosom yang

dimiliki. Nepenthes reinwardtiana Miq. memiliki 3 tipe kromosom, yaitu metasentris, submetasentris dan akrosentris sedangkan Nepenthes tobaica Danser. memiliki 3 tipe kromosom, yaitu metasentris, submetasentris dan telosentris. Menurut Supriharti et al., (2007), mengemukakan bahwa terong belanda (Solanum tuberosum Cav.) memiliki kromosom 12 pasang yang hanya mempunyai dua tipe kromosom yaitu submetasentris dan metasentris. Hal ini sesuai dengan pernyataan Russell (1992), walaupun hubungan kekerabatan suatu organisme sangat dekat, namun terdapat perbedaan karyotipenya.


(48)

Menurut Yatim (1983), karyotipe memiliki peranan penting dalam pengamatan sifat keturunan, dengan melihat karyotipe dapat dicari hubungannya dengan anatomi, morfologi atau fisiologi suatu individu. Pada sebuah karyotipe, kromosom disusun dan dinomori dengan ukuran dari yang terbesar sampai terkecil. Berdasarkan susunan inilah dapat ditentukan perubahan kromosom yang mungkin terjadi akibat kesalahan genetis atau mutasi (Lewin, 1995).


(49)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan:

1. Kromosom Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser. yang dianalisis dengan menggunakan metode pencet (squash) berjumlah 78 (n) atau 39 (2n) dimana, kromosom Nepenthes reinwardtiana Miq. terdiri dari 3 tipe kromosom yaitu metasentris, submetasentris dan akrosentris sedangkan kromosom Nepenthes tobaica Danser. terdiri dari 3 tipe kromosom yaitu metasentris, submetasentris, dan telosentris.

2. Persentase panjang relatif (%PR) yang terbesar Nepenthes reinwardtiana adalah pada kromosom 1 sebesar 3,97 %, dan persentase panjang relatif yang terkecil adalah pada kromosom 39 dengan nilai 1,01 %, sedangkan untuk nilai indeks sentomer (%IS) yang terbesar adalah pada kromosom 27 sebesar 50 % dan nilai indeks sentromer terkecil terdapat pada kromosom 3 dengan nilai 24,3 %.

3. Persentase panjang relatif (%PR) yang terbesar Nepenthes tobaica adalah pada kromosom 1 sebesar 4,33 %, dan persentase panjang relatif yang terkecil adalah pada kromosom 39 dengan nilai 0,91 %, sedangkan untuk nilai indeks sentomer (%IS) yang terbesar adalah pada kromosom 1 sebesar 49,1 % dan nilai indeks sentromer (%IS) terkecil terdapat pada kromosom 19 dengan nilai 22,5 %.

4. Kromosom yang terpanjang pada Nepenthes reinwardtiana adalah kromosom 1 dengan ukuran 1,34 µm, dan yang terpendek adalah kromosom 39 dengan ukuran panjang 0,40 µm sedangkan kromosom yang terpanjang pada


(50)

Nepenthes tobaica adalah kromosom 1 dengan ukuran panjang 1,27 µm, dan

yang terpendek adalah kromosom 39 dengan ukuran panjang 0,30 µm.

5.2 Saran

Untuk melihat perbedaan lebih jelas tentang karyotipe Nepenthes reinwardtiana dan

Nepenthes tobaica perlu kiranya dilakukan analisis karyotipe lebih lanjut dengan

menggunakan metode ”banding” seperti metode banding C, N, O, G dan R.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, F. 2002. Kantung Semar (Nepenthes spp.) di Hutan Sumatra, Tanaman Unik

yang Semakin Langka. http: // www.LIPI.go.id

Clarke, C. 2001. Nepenthes of Sumatra and Peninnsular Malaysia. Kota Kinabalu,

Sabah, Malaysia: Natural Publication (Borneo). 11 (5): 2-6

Core, L., E. 1962. Plant Taxonomy. 3rd printing. USA: Prentice-Hall, Inc,. hal : 324-325.

Crowder, L. V. 1990. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal : 4

Supriharti, D., Elimasni & E, Sabri. 2007. Identifikasi Karyotipe Terung Belanda (Solanum tuberosum Cav.) Kultivar Berastagi Sumatera Utara. Sumatran

Journal of Biology. 2 (1): 7-11

Frazier, K. C. 2000. The Enduring Controversis Concerning the Process of Protein Digestion in Nepenthes (Nepenthaceae). International Carnivorous Plant

Society (ICPS) – Sciences Article. 29 (2): 56-61

Hernawati, 2001. A Preminilary Research to Conserve Nepenthes spp. In West Sumatra. Final Report Nepenthes Project 2001. Padang: Supported by BP

Conservation. Nepenthes Team. 8 (2): 152-156

Irawan, B. 2008. Genetika Molekuler. Cetakan I. Surabaya: Airlangga University Press. hal : 214

Jones, S., B. & A., E. Luchsinger. 1998. Plant systematics. 2rd Edition. New York: Mc Graw-Hill, Inc., hal : 477

Julianti, A. 2008. Sinar Ultraviolet Pada Tanaman http:// arxGorhRuCoJ/kompas-cetak/jateng/. htm sinar ultraviolet pada tanaman.id

Keng, H. 1969. Orders and Families of Malayan Seed Plants. Hongkong: University of Malaya Press. hal : 104-105

Kondo, K. 1969. Chromosome Numbers of Carnivorous Plants. Bulletin of the Torrey


(52)

Lauffenburger, A. & Arthur W. 2000. The Nepenthaceae of the Netherlands Indiens. http://www.omnistera. Com/botany/cp/ pictures/nepenthes/densering/dans 10. Lewin, B. 1995. Karyotyping Activity. Egland: Oxford University Press. hal : 782 Lewis, R. 1995. Human Genetics Concepts and Application. 5th Edition. New York:

The McGraw-Hill Companies, Inc. hal : 238

Lloyd, J. R. 2003. Giemsa and Chromosomes. London: Dimension of Science Mac Millan Education. Ltd. hal : 66

Mansur, M. 2006. Nepenthes, Kantung Semar yang Unik. Jakarta: Penerbit Swadaya. hal : 23-26

Merten, R. T & Hammersmith, R. L. 2001. Genetic Laboratory Investigation. Tenth Edition. New Jersey: Englewood Cliffs. hal : 102

Moro, M. R., A. S. Silva, J & J. S. Geraldo. 2000. International Symposium on Ornamental Palms & Other Monocots from the Tropics. ISHS Acta

Horticultura 486 (II). http:// www.acthort. Org/books/486/486-33.htm

Nath, R. 1997. Principles of Cytogenetic, Evolution Molecular Biology Plant

Breeding, Genetic Engineering Biotechnology & Biostatistic. India: Kalyani

Publishers. hal : 60

Pai, A. C. 1992. Dasar-dasar Genetika. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga. hal : 277

Prassad, G. 1998. Introduction to Cytogenetics. Kududabhiram Das. hal : 95 Prihmantoro, 1997. Tanaman Hias Daun. Cetakan 1. Jakarta: Penebar Swadaya.

hal : 31

Rischer, H. 2001. A Nepenthes Introductions. Dalam www. Schwaben. 31 (2). De/home/schmid/nepenthes /nepintro. Htm Nerz & Rischer

Russell, P.J. 1992. Genetics. Third Edition. New York: Harper Collins Publishers. hal : 7

Sarma, N. P & Tanden, S. L. 1994. Banding Techniques and Plant Chromosome.


(53)

Siregar, M. 2005. Karyotipe Kromosom Salak Sidempuan (Salacca sumatrana Reinw

var. Sidempuan) dari Desa Sibakua Tapanuli Selatan dengan Menggunakan Metode Pencet (Squash). Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara

Solomon, E. P., Berg, L. R., Martin, D. W & Villee, C. 1996. Biology. Fourth Edition. America: Saunders Collage Publishing. Page : 220

Stansfield, W. D. 1991. Genetika. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga. hal : 337-339

Subowo. 1995. Biologi Sel. Bandung: Angkasa. hal : 129

Sudarmono, A. S. 1997. Mengenal dan Merawat Tanaman Hias Ruangan. Cetakan 7. Yogyakarta: Kanisius. hal : 5, 16

Sulistyaningsih, E. 2004. Fertilitas Tanaman Bawang Merah (Allium cepa L.) Double Haploid. Ilmu Pertanian. 11 (1): 4-9.

Suntoro, S. H. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. hal : 14 Suryo, H. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal : 57

______2003. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal : 13 Sutoyo, E., 2007. Jenis Kantung Semar Liarhttp://www kebonkembang.com/panduan-

dan-tip-rubrik- idPekanbaru, Riau, Indonesia.

Sutrian, Y. 1992. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan (Tentang Sel dan Jaringan). Edisi Revisi, Jakarta: PT. Rineka Cipta. hal : 91

Vrana, J., Marie, K & Hana, S. 2000. Flow Sorting of Mitotic Chromosomes in Common Wheat (Triticum aestivum L.) Genetics. Vol 156: 2033-2041.

http://www.genetics.org/cgi/content/abstract/156.

Yatim, W. 1983. Genetika. Edisi Ketiga. Bandung: Tarsito. hal : 24

Zhang, Q. 1996. Cytogenetic and Molecular Analysis of Channel Fish Genom. Baton Rouge, Lousiana: Lousiana State University.

Zhu, T. Shi, L. D, J. J & P. Keim. 1996. Soybean Chromosome Painting: a Strategy For Somatic Cytogenesis. Journal of Heredity. 87 (4): 308-313


(54)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi Bahan Komposisi asam asetat 45%

Asam Asetat glasial 45 ml

Aquadest 55 ml

Komposisi pewarna acetocarmin

Carmin 1 g


(55)

Lampiran 2. Contoh perhitungan persentase panjang relatif lengan (%PR) dan persentase indeks sentromer (%IS).

% 100 % x haploid kromosom set Panjang Q P

PR  % 100 % x Q P P IS  

Keterangan: P = kromosom lengan pendek Q = kromosom lengan panjang

Untuk Kromosom 1 Pada Nepenthes reinwardtiana Miq

% 97 , 3 100 41 , 31 87 , 0 38 , 0 %    x PR % 4 , 30 100 87 , 0 38 , 0 38 , 0 %    x IS


(1)

Nepenthes tobaica adalah kromosom 1 dengan ukuran panjang 1,27 µm, dan yang terpendek adalah kromosom 39 dengan ukuran panjang 0,30 µm.

5.2 Saran

Untuk melihat perbedaan lebih jelas tentang karyotipe Nepenthes reinwardtiana dan Nepenthes tobaica perlu kiranya dilakukan analisis karyotipe lebih lanjut dengan menggunakan metode ”banding” seperti metode banding C, N, O, G dan R.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, F. 2002. Kantung Semar (Nepenthes spp.) di Hutan Sumatra, Tanaman Unik yang Semakin Langka. http: // www.LIPI.go.id

Clarke, C. 2001. Nepenthes of Sumatra and Peninnsular Malaysia. Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia: Natural Publication (Borneo). 11 (5): 2-6

Core, L., E. 1962. Plant Taxonomy. 3rd printing. USA: Prentice-Hall, Inc,. hal : 324-325.

Crowder, L. V. 1990. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal : 4

Supriharti, D., Elimasni & E, Sabri. 2007. Identifikasi Karyotipe Terung Belanda (Solanum tuberosum Cav.) Kultivar Berastagi Sumatera Utara. Sumatran Journal of Biology. 2 (1): 7-11

Frazier, K. C. 2000. The Enduring Controversis Concerning the Process of Protein Digestion in Nepenthes (Nepenthaceae). International Carnivorous Plant Society (ICPS) – Sciences Article. 29 (2): 56-61

Hernawati, 2001. A Preminilary Research to Conserve Nepenthes spp. In West Sumatra. Final Report Nepenthes Project 2001. Padang: Supported by BP Conservation. Nepenthes Team. 8 (2): 152-156

Irawan, B. 2008. Genetika Molekuler. Cetakan I. Surabaya: Airlangga University Press. hal : 214

Jones, S., B. & A., E. Luchsinger. 1998. Plant systematics. 2rd Edition. New York: Mc Graw-Hill, Inc., hal : 477

Julianti, A. 2008. Sinar Ultraviolet Pada Tanaman http:// arxGorhRuCoJ/kompas-cetak/jateng/. htm sinar ultraviolet pada tanaman.id

Keng, H. 1969. Orders and Families of Malayan Seed Plants. Hongkong: University of Malaya Press. hal : 104-105

Kondo, K. 1969. Chromosome Numbers of Carnivorous Plants. Bulletin of the Torrey Botanical Club. 96 (3): 322-328


(3)

Lauffenburger, A. & Arthur W. 2000. The Nepenthaceae of the Netherlands Indiens. http://www.omnistera. Com/botany/cp/ pictures/nepenthes/densering/dans 10. Lewin, B. 1995. Karyotyping Activity. Egland: Oxford University Press. hal : 782 Lewis, R. 1995. Human Genetics Concepts and Application. 5th Edition. New York:

The McGraw-Hill Companies, Inc. hal : 238

Lloyd, J. R. 2003. Giemsa and Chromosomes. London: Dimension of Science Mac Millan Education. Ltd. hal : 66

Mansur, M. 2006. Nepenthes, Kantung Semar yang Unik. Jakarta: Penerbit Swadaya. hal : 23-26

Merten, R. T & Hammersmith, R. L. 2001. Genetic Laboratory Investigation. Tenth Edition. New Jersey: Englewood Cliffs. hal : 102

Moro, M. R., A. S. Silva, J & J. S. Geraldo. 2000. International Symposium on Ornamental Palms & Other Monocots from the Tropics. ISHS Acta Horticultura 486 (II). http:// www.acthort. Org/books/486/486-33.htm

Nath, R. 1997. Principles of Cytogenetic, Evolution Molecular Biology Plant Breeding, Genetic Engineering Biotechnology & Biostatistic. India: Kalyani Publishers. hal : 60

Pai, A. C. 1992. Dasar-dasar Genetika. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga. hal : 277

Prassad, G. 1998. Introduction to Cytogenetics. Kududabhiram Das. hal : 95 Prihmantoro, 1997. Tanaman Hias Daun. Cetakan 1. Jakarta: Penebar Swadaya.

hal : 31

Rischer, H. 2001. A Nepenthes Introductions. Dalam www. Schwaben. 31 (2). De/home/schmid/nepenthes /nepintro. Htm Nerz & Rischer

Russell, P.J. 1992. Genetics. Third Edition. New York: Harper Collins Publishers. hal : 7

Sarma, N. P & Tanden, S. L. 1994. Banding Techniques and Plant Chromosome. Current science. 43: 635-637


(4)

Siregar, M. 2005. Karyotipe Kromosom Salak Sidempuan (Salacca sumatrana Reinw var. Sidempuan) dari Desa Sibakua Tapanuli Selatan dengan Menggunakan Metode Pencet (Squash). Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara

Solomon, E. P., Berg, L. R., Martin, D. W & Villee, C. 1996. Biology. Fourth Edition. America: Saunders Collage Publishing. Page : 220

Stansfield, W. D. 1991. Genetika. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga. hal : 337-339

Subowo. 1995. Biologi Sel. Bandung: Angkasa. hal : 129

Sudarmono, A. S. 1997. Mengenal dan Merawat Tanaman Hias Ruangan. Cetakan 7. Yogyakarta: Kanisius. hal : 5, 16

Sulistyaningsih, E. 2004. Fertilitas Tanaman Bawang Merah (Allium cepa L.) Double Haploid. Ilmu Pertanian. 11 (1): 4-9.

Suntoro, S. H. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. hal : 14 Suryo, H. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal : 57 ______2003. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal : 13 Sutoyo, E., 2007. Jenis Kantung Semar Liarhttp://www kebonkembang.com/panduan-

dan-tip-rubrik- idPekanbaru, Riau, Indonesia.

Sutrian, Y. 1992. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan (Tentang Sel dan Jaringan). Edisi Revisi, Jakarta: PT. Rineka Cipta. hal : 91

Vrana, J., Marie, K & Hana, S. 2000. Flow Sorting of Mitotic Chromosomes in Common Wheat (Triticum aestivum L.) Genetics. Vol 156: 2033-2041. http://www.genetics.org/cgi/content/abstract/156.

Yatim, W. 1983. Genetika. Edisi Ketiga. Bandung: Tarsito. hal : 24

Zhang, Q. 1996. Cytogenetic and Molecular Analysis of Channel Fish Genom. Baton Rouge, Lousiana: Lousiana State University.

Zhu, T. Shi, L. D, J. J & P. Keim. 1996. Soybean Chromosome Painting: a Strategy For Somatic Cytogenesis. Journal of Heredity. 87 (4): 308-313


(5)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi Bahan

Komposisi asam asetat 45%

Asam Asetat glasial 45 ml

Aquadest 55 ml

Komposisi pewarna acetocarmin

Carmin 1 g


(6)

Lampiran 2. Contoh perhitungan persentase panjang relatif lengan (%PR) dan persentase indeks sentromer (%IS).

% 100 % x haploid kromosom set Panjang Q P

PR 

% 100 % x Q P P IS  

Keterangan: P = kromosom lengan pendek Q = kromosom lengan panjang

Untuk Kromosom 1 Pada Nepenthes reinwardtiana Miq

% 97 , 3 100 41 , 31 87 , 0 38 , 0 %    x PR % 4 , 30 100 87 , 0 38 , 0 38 , 0 %    x IS