Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan Dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Terhadap Belanja Daerah Dengan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebagai Variabel Moderating Pada Propinsi Sumatera Utara

(1)

 

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA

PERIMBANGAN DAN LAIN-LAIN PENDAPATAN

DAERAH YANG SAH TERHADAP BELANJA

DAERAH DENGAN KINERJA KEUANGAN

PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI

VARIABEL MODERATING PADA

PROPINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

DESI ARAMANA

097017077/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

 

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA

PERIMBANGAN DAN LAIN-LAIN PENDAPATAN

DAERAH YANG SAH TERHADAP BELANJA

DAERAH DENGAN KINERJA KEUANGAN

PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI

VARIABEL MODERATING PADA

PROPINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DESI ARAMANA

097017077/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

 

Judul Tesis : PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN DAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH TERHADAP BELANJA DAERAH DENGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PROPINSI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Desi Aramana Nomor Pokok : 097017077 Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Drs. Erwin Abubakar, MBA, Ak)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

 

Telah diuji pada Tanggal : 8 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA Anggota : 1. Drs. Erwin Abubakar, MBA, Ak

2. Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak 3. Drs. Iskandar Muda, M.Si, Ak 4. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak


(5)

 

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul “Pengaruh Pendapadatan Asli Daerah, Dana Perimbangan Dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Terhadap Belanja Daerah Dengan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebagai Variabel Moderating Pada Propinsi Sumatera Utara”

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juni 2011

Yang membuat pernyataan,

(Desi Aramana)


(6)

 

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN DAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH TERHADAP BELANJA

DAERAH DENGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PROPINSI

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Pendapadatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah terhadap Belanja Daerah dan menguji pengaruh Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah sebagai variabel moderating terhadap hubungan antara Pendapadatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah dengan Belanja Daerah.

Populasi penelitian ini adalah sebanyak 33 Kabupaten/Kota (25 Kabupaten dan 8 Kota) pada Propinsi Sumatera Utara. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 Kabupaten/Kota (18 Kabupaten dan 7 Kota) yang ditentukan dengan metode purposive sampling. Kriteria yang digunakan dalam penentuan sampel yaitu Kabupaten/Kota yang mempublikasikan laporan realisasi APBD secara konsisten dari tahun 2007-2009. Metode analisis yang digunakan yaitu regresi linier berganda dan uji residual dengan menggunakan SPSS versi 16.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah. Dan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah bukan merupakan variabel moderating.

Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah, Belanja Daerah, Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah


(7)

 

THE INFLUENCES OF LOCAL REVENUE, INTERGOVERNMENTAL TRANSFER AND OTHER REVENUE TO LOCAL GOVERNMENT

EXPENDITURE WITH LOCAL GOVERNMENT FINANCIAL PERFORMANCE AS A MODERATING VARIABLE IN

PROVINCE SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The research is aiming to test the influences of Local Revenue, Intergovernmental Transfer, and Other Revenue to Local Government Expenditure and to test the influences of Local Government Financial Performance as a moderating variable the relation between Local Revenue, Intergovernmental Transfer, and Other Revenue with Local Government Expenditure.

The population is 33 Regency/city (25 Regency and 8 City) in Province Sumatera Utara. The sample used in this research is 25 Regency/City (18 Regency and 7 City) which is determined by purposive sampling methods. Using the Criteria in sample is Regency/City which publishes realization report APBD consistently from year 2007 to 2009. The method of analyze used is Multiple Regression Analysis (MRA) and residual test with using SPSS version 16.

The result shows that Local Revenue, Intergovernmental Transfer, Other Revenue significantly influences the Local Government Expenditure. And the result also shows that Financial Performance Local Government is not a moderating variable.

Keywords: Local Revenue, Intergovernmental Transfer, Other Revenue, Local Government Expenditure, Local Government Financial Performance


(8)

 

RIWAYAT HIDUP

1. NAMA : DESI ARAMANA

2. TEMPAT/TGL LAHIR : LAWE SIGALA-GALA/13 DES’ 1985

3. AGAMA : ISLAM

4. ORANG TUA

a. AYAH : (Alm) AMIN.T

b. IBU : RAMLAH SAID

5. ALAMAT : DESA SUKAJAYA KEC. LAWE SIGALA - GALA KAB. ACEH TENGGARA.

6. PENDIDIKAN

a. SD : MIN ACEH TENGGARA

b. SMP : MTsN ACEH TENGGARA

c. SMU : SMK TELKOM SHANDY PUTRA MEDAN

d. S1 : UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA


(9)

 

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya serta kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat beiring salam atas junjungan Nabi Muhammad SAW yang insya Allah memberikan safaat kepada penulis dan seluruh umatnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa segala yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H.,M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister di Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA. CPA, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang juga selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan di sela-sela kesibukannya dari awal penulisan hingga selesainya penulisan tesis ini.

4. Bapak Drs. Erwin Abubakar, MBA. Ak, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan dan mengarahkan penulis di sela-sela kesibukannya dari awal penulisan hingga selesainya penulisan tesis ini.


(10)

 

5. Ibu Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak, Bapak Drs. Iskandar Muda, M.Si, Ak, dan Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Magister Ilmu Akuntansi atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan, dan seluruh staf administrasi Program Magister Ilmu Akuntansi.

7. Ibunda dan (Alm) Ayahanda tercinta, yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan moril maupun materil serta bantuan yang tak ternilai dalam bentuk apapun juga, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan tesis ini.

8. Kakak dan Adik-adikku tersayang, yang telah memberi dukungan dan motivasi yang tak pernah henti.

9. Teman-teman di Program Magister Ilmu Akuntansi, yang penuh dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan dalam memberi sumbangan pikiran selama perkuliahan.

Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya bagi kita semua, dan apa yang penulis lakukan ini mendapatkan ridho-Nya serta berguna bagi penulis khususnya dan pembaca umum. Amin

Medan, Juni 2011 Penulis,


(11)

 

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………. i

ABSTRACT……….... ii

RIWAYAT HIDUP………... iii

KATA PENGANTAR………... . iv

DAFTAR ISI……….. vi

DAFTAR TABEL……… . ix

DAFTAR GAMBAR……… . x

DAFTAR LAMPIRAN……… xi

BAB I. PENDAHULUAN……… . 1

1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Rumusan Masalah………... 5

1.3. Tujuan Penelitian……… 6

1.4. Manfaat Penelitian……….. 6

1.5. Originalitas Penelitian………. 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………. 8

2.1. Landasan Teori……….... 8

2.1.1. Pengertian APBD………... 8

2.1.2. Pendapatan Asli Daerah……….. 14

2.1.3. Dana Perimbangan……….. 18

2.1.4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah………... 21

2.1.5. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah………... 22

2.1.6. Belanja Daerah……… 25

2.1.7. Pentingnya Anggaran Sektor Publik dan Kelemahan Anggaran………. 28


(12)

 

BAB III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS……… 33

3.1. Kerangka Konseptual………... 33

3.2. Hipotesis Penelitian………. 36

BAB IV. METODE PENELITIAN………. 37

4.1. Jenis Penelitian……… 37

4.2. Lokasi Penelitian………. 37

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……….. 37

4.4. Metode Pengumpulan Data………... 39

4.5. Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel……… 39

4.6. Metode Analisis Data………. 42

4.6.1.Pengujian Asumsi Klasik………. 43

4.6.1.1. Uji Normalitas………... 44

4.6.1.2. Uji Multikolinearitas………... 44

4.6.1.3. Uji Autokorelasi………... 45

4.6.1.4. Uji Heteroskedastisitas………... 45

4.6.2.Pengujian Hipotesis……….. 46

4.6.2.1. Uji Statistik F………... 46

4.6.2.2. Uji Statistik t……….... 47

4.6.2.3. Uji Koefisien Determinasi (R2)……….... 47

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 48

5.1. Hasil Penelitian………... 48

5.2. Statistik Deskriptif……….. 48

5.3. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ………..……… 50

5.3.1.Hasil Uji Normalitas………. 51

5.3.2.Hasil Uji Multikolinearitas………... 52

5.3.3.Hasil Uji Autokorelasi... 53


(13)

 

5.4. Hasil Pengujian Hipotesis ……….………. 55

5.4.1.Hasil Uji Statistik F……….. 55

5.4.2.Hasil Uji Statistik t………... 56

5.4.3.Hasil Adjusted R2……… 57

5.5. Hasil Uji Residual ………...………... 58

5.6. Pembahasan Hasil Penelitian……….. 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………... 63

6.1. Kesimpulan………. 63

6.2. Keterbatasan Penelitian………... 63

6.3. Saran………... 64

DAFTAR PUSTAKA……… 65


(14)

 

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Bentuk dan Struktur Anggaran Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota …… 13

2.2. Review Penelitian Terdahulu ……… 31

4.1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

4.2. Definisi Operasional Variabel ……… 41

5.1. Hasil Deskripsi Variabel Penelitian……… 49

5.2. Hasil Uji One-Sample Kolmogorov Smirnov………...……….. 51

5.3. Hasil Korelasi antara Variabel Independen ………..…………. 52

5.4. Hasil Tolerance dan VIF ………..………. 53

5.5. Hasil Durbin-Watson ………. ………... 53

5.6. Hasil Uji Glejser ………... 54

5.7. Hasil Uji Statistik F ………... 55

5.8. Hasil Uji Statistik t ……….……… 56

5.9. Hasil Adjusted R2 ……….. 57


(15)

 

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 3.1. Pengaruh PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah

Yang Sah Terhadap Belanja Daerah dengan Kinerja Keuangan Peme-

rintah Daerah sebagai variabel moderating ………... 33 5.1. Normal PP Plot ...……… 51


(16)

 

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Laporan Realisasi PAD dan Dana Perimbangan………... 68

2. Laporan Realisasi Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah dan Belanja Daerah……….... 69

3. Total Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran……….... 70

4. Laporan Realisasi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah………... 71

5. Hasil Analisis Deskriptif……….... 72

6. Hasil Uji Asumsi Klasik ……….………... 73

7. Hasil Pengujian Hipotesis ……….……….... 77


(17)

 

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN DAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH TERHADAP BELANJA

DAERAH DENGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PROPINSI

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Pendapadatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah terhadap Belanja Daerah dan menguji pengaruh Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah sebagai variabel moderating terhadap hubungan antara Pendapadatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah dengan Belanja Daerah.

Populasi penelitian ini adalah sebanyak 33 Kabupaten/Kota (25 Kabupaten dan 8 Kota) pada Propinsi Sumatera Utara. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 Kabupaten/Kota (18 Kabupaten dan 7 Kota) yang ditentukan dengan metode purposive sampling. Kriteria yang digunakan dalam penentuan sampel yaitu Kabupaten/Kota yang mempublikasikan laporan realisasi APBD secara konsisten dari tahun 2007-2009. Metode analisis yang digunakan yaitu regresi linier berganda dan uji residual dengan menggunakan SPSS versi 16.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah. Dan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah bukan merupakan variabel moderating.

Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah, Belanja Daerah, Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah


(18)

 

THE INFLUENCES OF LOCAL REVENUE, INTERGOVERNMENTAL TRANSFER AND OTHER REVENUE TO LOCAL GOVERNMENT

EXPENDITURE WITH LOCAL GOVERNMENT FINANCIAL PERFORMANCE AS A MODERATING VARIABLE IN

PROVINCE SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The research is aiming to test the influences of Local Revenue, Intergovernmental Transfer, and Other Revenue to Local Government Expenditure and to test the influences of Local Government Financial Performance as a moderating variable the relation between Local Revenue, Intergovernmental Transfer, and Other Revenue with Local Government Expenditure.

The population is 33 Regency/city (25 Regency and 8 City) in Province Sumatera Utara. The sample used in this research is 25 Regency/City (18 Regency and 7 City) which is determined by purposive sampling methods. Using the Criteria in sample is Regency/City which publishes realization report APBD consistently from year 2007 to 2009. The method of analyze used is Multiple Regression Analysis (MRA) and residual test with using SPSS version 16.

The result shows that Local Revenue, Intergovernmental Transfer, Other Revenue significantly influences the Local Government Expenditure. And the result also shows that Financial Performance Local Government is not a moderating variable.

Keywords: Local Revenue, Intergovernmental Transfer, Other Revenue, Local Government Expenditure, Local Government Financial Performance


(19)

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Filosofi otonomi daerah mewujudkan kemandirian daerah di segala segi kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan dengan otonomi, semua daerah di Indonesia mampu melaksanakan semua urusan pemerintahan dan pembangunan dengan bertumpu pada PAD yang dimilikinya. Dengan melihat realita pencapaian PAD di hampir semua daerah di Indonesia, bukan kemandirian yang ada justru tingkat ketergantungan terhadap pusat yang semakin besar.

Desentralisasi merupakan program yang efisien yang dapat meningkatkan kinerja. Efisiensi pada kategori yang sangat luas dalam literatur yang mencakup kegiatan mulai dari representasi politik ke hasil layanan. Bangsa yang pemerintah daerahnya efisien dapat memberikan layanan yang lebih responsif dan inovatif, dan dapat diselenggarakan lebih akuntabel. Rezim merancang dan melaksanakan program untuk mendesentralisasikan wewenang otonom daerah (sebagai lawan dari dekonsentrasi pelayanan pemerintah pusat secara lokal atau desentralisasi administratif) karena berbagai alasan.

Dalam menganalisis hubungan antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi untuk menguji secara simultan pengaruh tingkat desentralisasi belanja dan pendapatan. Belanja dan pendapatan mungkin memiliki implikasi yang berbeda pada


(20)

 

tingkat pemerintah daerah. Pendapatan harus cocok dengan kebutuhan belanja sedekat mungkin, sehingga (1) mendorong mobilisasi pendapatan dari sumber-sumber daerah, dan meningkatkan posisi keseluruhan fiskal suatu negara, (2) meningkatkan akuntabilitas pemerintah, dan (3) mengurangi efek distorsi dari antar transfer pemerintah.

Pada umumnya terkait dengan masalah kebijakan atau teknis yaitu: untuk menghasilkan modernisasi provinsi atau daerah; untuk menyediakan pelayanan masyarakat dengan lebih murah, lebih berkualitas, dan cakupan pelayanan yang lebih besar, mencapai penghematan anggaran dengan mengurangi penyediaan pusat, memperluas dukungan politik dan meningkatkan tingkat kepercayaan dalam rezim pusat, meningkatkan partisipasi daerah dalam perencanaan dan penganggaran untuk konsisten menghasilkan berbagai layanan dengan preferensi daerah, dan mencegah disintegrasi dari pemerintah pusat.

Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, pemerintah daerah berhak untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut azas otonomi daerah, diarahkan untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta semua masyarakat. Dana perimbangan yang merupakan salah satu sumber penerimaan daerah disamping Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dana perimbangan kontribusinya sangat besar dalam sumber penerimaan daerah dalam struktur APBD. Dan PAD memiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas pemerintah dan program-program pembangunan.


(21)

 

PAD, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah memiliki peranan yang besar sebagai sumber pembiayaan pembangunan dan pada akhirnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Penurunan kegiatan ekonomi diberbagai daerah juga menyebabkan penurunan PAD daerah sehingga menghambat pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat oleh pemerintah daerah secara otonom. Begitu juga sebaliknya peningkatan kegiatan ekonomi diberbagai daerah akan meningkatkan PAD daerah sehingga pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat oleh pemerintah tidak terhambat.

Pemerintah Indonesia terdiri dari provinsi dan kabupaten. Mulai tahun 2001, pemerintah mulai beroperasi dalam lingkungan yang jauh lebih terdesentralisasi. Desentralisasi fiskal di Indonesia ditandai dengan pelimpahan tanggung jawab pengeluaran yang signifikan kepada pemerintah daerah, terutama di tingkat kabupaten. Namun, kontrol atas sumber utama pendapatan tetap sangat tersentralisasi. Pada akhir tahun 2007, sekitar 38 persen dari total pengeluaran sektor publik hanya sekitar 8 persen dari total pendapatan masyarakat. Akibatnya, transfer dari pemerintah pusat diperlukan untuk membiayai sebagian besar pengeluaran desentralisasi ke tingkat daerah.

Bangsa Indonesia telah mengumpulkan sisa saldo yang substansial sejak pemerintah meluncurkan program desentralisasi tersebut. Baru-baru ini, cadangan subnasional mencapai lebih dari Rp 110 triliun atau sekitar 3 persen dari PDB. Ukuran sisa saldo telah menimbulkan kekhawatiran yang signifikan antara beberapa


(22)

 

pejabat pemerintah pusat, terutama sebagai pusat telah berjuang untuk mengurangi defisit fiskal sendiri. Kebijakan diskusi telah berfokus mendorong bangsa untuk menghabiskan lebih banyak sumber daya yang tersedia, kurang layak diberikan kerangka hukum saat ini, untuk mengurangi transfer ke daerah jika tidak meningkatkan belanja.

Pemerintah daerah lebih bertanggung jawab (akuntabel) dan transparan dalam setiap kebijakan, tindakan, dan kinerja yang dihasilkan. Dalam proses pengelolaan keuangan pemerintah, tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang sudah disusun. Dalam rangka pertanggungjawaban publik, pemerintah daerah harus melakukan optimalisasi anggaran yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif (Value for Money) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengalaman yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa manajemen keuangan daerah masih memprihatinkan. Anggaran daerah, khususnya belanja daerah belum mampu berperan sebagai insentif dalam mendorong laju pembangunan di daerah. Di sisi lain banyak ditemukan pengalokasian anggaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan skala prioritas dan kurang mencerminkan aspek ekonomis, efisiensi, dan efektivitas, karena kualitas perencanaan anggaran daerah relatif lemah.

Propinsi Sumatera Utara memiliki 33 Kabupaten/Kota, setiap kabupaten/kota diberikan kewenangan untuk mengelola keuangan daerahnya yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan asli daerahnya. Dan setiap Kabupaten/Kota memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). dibuat


(23)

 

untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah, berapa besar biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Terhadap Belanja Daerah Dengan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebagai Variabel Moderating Pada Propinsi Sumatera Utara”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Daerah Pada Propinsi Sumatera Utara?

2. Apakah Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Belanja Daerah Pada Propinsi Sumatera Utara?

3. Apakah Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah berpengaruh terhadap Belanja Daerah Pada Propinsi Sumatera Utara?

4. Apakah Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah sebagai variabel moderating dapat memperkuat/memperlemah hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terhadap Belanja Daerah Pada Propinsi Sumatera Utara?


(24)

 

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja

Daerah Pada Propinsi Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui apakah Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Belanja Daerah Pada Propinsi Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui apakah Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah berpengaruh terhadap Belanja Daerah Pada Propinsi Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui apakah Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah sebagai variabel moderating dapat memperkuat/memperlemah hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terhadap Belanja Daerah Pada Propinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam penelitian tentang PAD, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, dan Belanja Daerah.

2. Bagi Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam mengevaluasi penilaian terhadap PAD, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, dan Belanja Daerah.


(25)

 

3. Bagi Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi penelitian selanjutnya.

4. Bagi Umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat tentang PAD, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, dan Belanja Daerah.

1.5. Originalitas Penelitian

Penelitian tentang Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan, Belanja Daerah sudah pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Siti Khairani. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Khairani (2008) yaitu:

1. Independen variabel penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah dengan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah sebagai variabel moderating. Sedangkan independen variabel sebelumnya adalah DAU dan PAD.

2. Dependen variabel penelitian ini adalah seluruh Belanja Daerah, sedangkan dependen variabel sebelumnya adalah Belanja Aparatur (belanja tidak langsung) dan Belanja Publik (belanja langsung).

3. Populasi penelitian ini adalah Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota pada Propinsi Sumatera Utara. Sedangkan penelitian terdahulu adalah Laporan Realisasi APBD pada Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung.


(26)

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Pembentukan pemerintahan di daerah pada prinsipnya adalah untuk lebih memberdayakan peran serta pemerintah dan masyarakat di daerah dalam pembangunan wilayah. Mardiasmo (2004:59) menyatakan bahwa tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah.

Pada UU No.17 Tahun 2003 Pasal 16 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa:

1. APBD merupakan pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan peraturan Daerah.

2. APBD terdiri atas Anggaran Pendapatan, Anggaran Belanja, dan Pembiayaan. 3. Pendapatan Daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah.

4. Belanja Daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

Menurut Permendagri No.32 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 1 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2009 menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Menurut Permendagri No.13 Tahun


(27)

 

2006 Pasal 22 ayat 1, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah.

Menurut Halim (2001:245) APBD merupakan rencana kerja pemerintah daerah yang diwujudkan dalam bentuk uang (rupiah) selama periode waktu tertentu (satu tahun) serta merupakan salah satu instrument utama kebijakan dalam upaya peningkatan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat didaerah. Anggaran daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.

Menurut Erlina (2008:23) laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan.

Pertanggung jawaban keuangan daerah merupakan tanggung jawab kepala daerah atas pelaksanaan APBD sebagaimana dalam UU No.17 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005. Pada UU No.17 pasal 6 Tahun 2003 presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan itu antara lain: diserahkan kepada bupati selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola kauangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan


(28)

 

daerah yang dipisahkan. Penganggaran memerlukan kerjasama para pimpinan satuan kerja dalam organisasi pemerintahan. Struktur organisasi satuan kerja menunjukkan tanggungjawab setiap pelaksana anggaran. Setiap pelaksana bertanggungjawab untuk menyiapkan dan mengelola elemen anggarannya masing - masing.

Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan. Laporan keuangan tersebut harus disampaikan oleh Kepala SKPD kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selaku Bendahara Umum Daerah yang menyusun laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan daerah. Laporan Keuangan tersebut oleh PPKD disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota untuk memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Selanjutnya laporan keuangan pemerintah daerah ini disampaikan oleh gubernur/bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, gubernur/ bupati/walikota memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan serta koreksi lain berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Selanjutnya, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, yang harus disampaikan oleh gubernur/bupati/walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, Pemerintah Daerah tidak hanya diwajibkan


(29)

 

untuk menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan, tetapi juga harus membuat Laporan Kinerja, yang berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBD.

Jadi, laporan keuangan pemerintah daerah beserta rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, dilampiri dengan ikhtisar laporan realisasi kinerja dan ikhtisar laporan keuangan Pemerintah Daerah. Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, untuk tingkat pemerintah provinsi disampaikan kepada menteri keuangan, dan untuk tingkat pemerintah kabupaten/kota disampaikan kepada gubernur.

Teori tradisional keuangan publik merupakan peran utama pada desentralisasi fiskal. Empat elemen dasar pemerintah daerah menggunakan sumber pendapatan daerahnya. Pertama, pemerintah daerah memberikan pelayanan publik yang lebih baik. Kedua, pemerintah daerah memberikan penyediaan layanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ketiga, pemerintah daerah menggunakan anggaran untuk memberikan penyediaan layanan publik yang efisien. Dan keempat, desentralisasi dapat mendorong melakukan inovasi untuk kebijakan publik.

Teori tentang desentralisasi fiskal sudah ada sejak abad ke-17 dan ke-18. Pemerintah pusat sedikit tidak percaya, pemerintah demokratis dipandang sebagai harapan utama untuk melindungi kebebasan setiap manusia. Ada dua uraian pendukung pemerintah yang terdesentralisasi yaitu nilai efisiensi dan menilai pemerintahan. Nilai efisiensi dipandang sebagai maksimalisasi kesejahteraan sosial.


(30)

 

Sektor publik tidak mengandung penetapan harga yang sama seperti sektor swasta, untuk mengatur penawaran dan permintaan. Alokasi sektor publik untuk barang dan jasa sudah menjadi politik, tetapi seteliti mungkin pelayanan pajak harus mencerminkan pengumpulan preferensi anggota masyarakat. Pemerintahan harus responsif, akuntabilitas, dan membuat keputusan daerah tentang masalah-masalah dan kebutuhan daerah. Akuntabilitas melalui pemilu daerah yang cenderung didorong oleh alokasi daerah, sedangkan pemilu pemerintah pusat jarang difokuskan pada penyediaan layanan daerah.

Desentralisasi fiskal adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, fungsi khusus dengan kewenangan administratif dan pendapatan fiskal. Para ekonom umumnya berfokus pada efisiensi dan ekuitas, sedangkan administrasi publik cenderung berfokus pada kekuasaan dan akuntabilitas. Pemerintah pusat memberikan tanggung jawab dan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam penentuan setiap program atau kegiatan daerah. Penentuan pada output daerah dengan sistem terpusat terjadi melalui keputusan dari legislatif pusat.

Desentralisasi fiskal dapat menghasilkan kesejahteraan dimana biaya penyediaan layanan publik bervariasi dengan tuntutan yang diberikan, biaya berbeda akan menghasilkan perbedaan tingkat efisien pada output. Mengukur kesejahteraan dari desentralisasi fiskal dengan memaksimalkan jumlah surplus dari penyediaan pelayanan publik yang baik.

Alasan membentuk desentralisasi fiskal antara lain: untuk membangun kapasitas daerah, pemerintah pusat mendelegasikan tanggung jawab kepada


(31)

 

pemerintah daerah. Pemerintah daerah membantu pemerintah pusat dalam pembangunan daerah. Dan pemimpin daerah yang menuntut otonomi yang lebih dan kekuasaan perpajakan bersama dengan tanggung jawab pengeluaran daerah. Dalam membangun akuntabilitas untuk belanja daerah, pemerintah daerah harus mengontrol sendiri sumber pendapatan yang cukup untuk memungkinkan beberapa pertimbangan dalam pencocokan kebutuhan daerahnya.

Pada UU No.17 Tahun 2003 Pasal 10 Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh kepala daerah satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat APBD. Dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah. Bentuk dan struktur APBD menurut permendagri No.59 Tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Tabel 2.1.

Bentuk Dan Struktur Anggaran Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota

No Uraian Anggaran

(Rp) Realisasi (Rp) I 1 2 3 PENDAPATAN

Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah

Retribusi Daerah

Bagian Laba Usaha Daerah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan

Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Khusus

Dana Perimbangan dari Propinsi Lain-lain Pendapatan yang Sah

Jumlah Pendapatan xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx  


(32)

 

Lanjutan Tabel 2.1. 

II 1

2

BELANJA

Belanja Tidak Langsng Belanja Pegawai

Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial Belanja Bantuan Keuangan Belanja Langsng

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Jumlah Belanja Surplus/(Defisit) xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx II 1 2 PEMBIAYAAN Penerimaan Pembiayaan

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu Pencairan Dana Cadangan

Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah

Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Penerimaan Piutang Daerah

Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Investasi Pemda

Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah

Jumlah Pembiayaan xxx xxx xxx xxx xxx xxx Sumber: Mardiasmo (2004:164-165). Otonomi Manajemen dan Keuangan Daerah

Yogyakarta: Andi.

2.1.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Permendagri No.32 Tahun 2008, dalam upaya peningkatan PAD, agar tidak menetapkan kebijakan yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Upaya tersebut dapat ditempuh melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, meningkatkan ketaatan wajib


(33)

 

pajak dan pembayar retribusi daerah serta meningkatkan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan PAD yang diikuti dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan.

Secara teoritis pengukuran kemandirian daerah diukur dari PAD. Sesuai dengan UU No.33 Tahun 2004 disebutkan bahwa PAD terdiri dari: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Namun di dalam perkembangan selanjutnya, diantara semua komponen PAD, pajak dan retribusi daerah merupakan penyumbang terbesar, sehingga muncul anggapan bahwasanya PAD identik dengan pajak dan retribusi daerah.

Halim (2007:96) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Yani (2008:44) menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah diperoleh dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, Dan Lain-lain PAD yang sah.

2.1.2.1. Pajak Daerah

Halim (2007:96) menyatakan Pajak Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang berasal dari pajak. Lebih lanjut Simanjuntak (2003:32) menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh daerah-daerah seperti propinsi, kabupaten maupun kotamadya berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasil


(34)

 

pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya masing-masing.

Kesit (2003:2) menyatakan bahwa Pajak Daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan Berdasarkan undang-undang yang berlaku, yang hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak Kabupaten/Kota yang dipungut terdiri dari: pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, dan pajak pengambilan bahan galian golongan C. Dalam UU No.34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, jenis-jenis pajak kabupaten/kota terdiri dari: pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir.

2.1.2.2. Retribusi Daerah

Pemungutan retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan, dan biasanya dimaksudkan untuk menutup seluruh atau sebagai dari biaya pelayanannya. Besarnya retribusi seharusnya (lebih kurang) sama dengan nilai layanan yang diberikan. Mardiasmo (2004:141) retribusi daerah terdiri dari: retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perijinan tertentu.

Koswara (2001:191) menjelaskan bahwa retribusi daerah adalah imbalan atas pemakaian atau manfaat yang diperoleh secara langsung seseorang atau badan atau jasa layanan, pekerjaan, pemakaian barang, atau izin yang diberikan oleh pemerintah


(35)

 

daerah. Sedangkan Simanjuntak (2003:34) menyatakan bahwa retribusi daerah merupakan iuran rakyat kepada pemerintah berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan mendapat jasa balik atau kontra prestasi dari pemerintah yang secara langsung ditunjuk. Dalam UU No.34 Tahun 2000, jenis retribusi terdiri dari: 1. Retribusi Jasa Umum yang merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah

kepada masyarakat atas pelayanan yang diberikan. Misalnya: retribusi pelayanan kesehatan, persampahan, akta catatan sipil, KTP, dll.

2. Retribusi Jasa usaha merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah berkaitan dengan penyediaan layanan yang belum memadai disediakan oleh swasta dan atau penyewaan aset/kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan misalnya: retribusi pasar grosir, terminal, rumah potong hewan, dll.

3. Retribusi Perijinan Tertentu yang merupakan pungutan yang dikenakan sebagai pembayaran atas pemberian ijin untuk melakukan kegiatan tertentu yang perlu dikendalikan oleh daerah misalnya: ijin pengambilan hasil hutan, pengelolaan hutan, dll.

2.1.2.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Menurut Yani (2008:45) jenis pendapatan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, antara lain bagian laba, dividen, dan penjualan saham milik daerah.

UU No.33 Tahun 2004, jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas


(36)

 

penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMN. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

2.1.2.4. Dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

Jenis Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sesuai UU No.33 Tahun 2004 disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang antara lain : hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran/cicilan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagaimana akibat dari penjualan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

2.1.3. Dana Perimbangan

Menurut Permendagri No.32 Tahun 2008, dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, kepada daerah diberikan Dana Perimbangan melalui APBN yang bersifat transfer dengan prinsip money follows function. Salah satu tujuan pemberian Dana Perimbangan tersebut adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dengan daerah dan antar daerah, serta meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah.


(37)

 

Pada aspek hubungan pemerintahan pusat dan daerah ini Elmi (2002:55) mengungkapkan bahwa dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan akan terjadi pembagian keuangan yang adil dan rasional. Artinya bagi daerah-daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam akan memperoleh bagian pendapatan yang jumlahnya lebih besar sedangkan daerah-daerah lainnya akan mengutamakan bagian dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

UU No.33 Tahun 2004 pada Pasal 1 ayat 19, menjelaskan Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dan Pasal 10 ayat 1 menjelaskan dana perimbangan terdiri atas: Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus.

2.1.3.1. Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

Menurut UU No.33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Menurut Elmi (2002:56) dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah yaitu pembagian hasil penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) dan penerimaan perpajakan (tax sharing). Termasuk dalam pembagian hasil perpajakan adalah: Pajak Perseorangan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas


(38)

 

Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sedangkan pembagian hasil penerimaan dari SDA berasal dari: minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan dan perikanan.

2.1.3.2. Dana Alokasi Umum (DAU)

Menurut UU No.33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiscal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah. Alokasi daerah dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil. Jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah yang dimaksud adalah gaji pokok ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan sesuai peraturan penggajian pegawai negeri sipil termasuk didalamnya tunjangan beras dan tunjangan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21).

DAU disalurkan dengan cara pemindahanbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening umum daerah. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu per dua belas) dari alokasi DAU daerah yang bersangkutan yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan.


(39)

 

2.1.3.3. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi Khusus merupakan bagian dari dana perimbangan sesuai dengan UU No.33 Tahun 2004.

Yani (2008:172) menyatakan bahwa DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas daerah. Dan DAK dialokasikan untuk membantu daerah mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana yang merupakan prioritas nasional dibidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur (jalan, irigasi, dan air bersih), kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintahan daerah, serta lingkungan hidup.

Pengalokasian DAK diprioritaskan untuk daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau dibawah rata-rata nasional. Kemampuan fiskal daerah didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan umum daerah dengan belanja pegawai negeri sipil daerah pada APBD tahun anggaran.

2.1.4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan pendapatan daerah yang tidak termasuk dalam kelompok pendapatan asli daerah dan dana perimbangan. Yani (2008:211-212) menyatakan bahwa cakupan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terdiri dari:


(40)

 

1. Hibah yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat.

2. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan bencana alam.

3. Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota

4. Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah. 5. Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.

Menurut UU No.32 Tahun 2004 Pasal 164, menyebutkan bahwa Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan seluruh Pendapatan Daerah selain PAD dan Dana Perimbangan, yang meliputi Hibah, Dana Darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.

2.1.5. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan, visi dan misi suatu organisasi (Bastian, 2006:117). Pengukuran kinerja pemerintah daerah dapat diukur dengan menilai efisiensi atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat (Moore, 2003). Penilaian efisiensi sangat penting dilakukan karena akan berdampak pada standar hidup masyarakat. Penghitungan rasio efisiensi yaitu:

Efisiensi = Realisasi pengeluaran Realisasi penerimaan


(41)

 

Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara output

dan input atau realisasi pengeluaran dengan realisasi penerimaan daerah. Semakin kecil rasio ini, maka semakin efisien, begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini dengan mengasumsikan bahwa pengeluaran yang dibelanjakan sesuai dengan peruntukkannya dan memenuhi dari apa yang direncanakan. Pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan baik dan seminimal mungkin. Suatu kegiatan dikatakan efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai hasil (output) maksimal dengan menggunakan biaya (input) yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan. Pengelolaan keuangan yang efisien akan meningkatkan kualitas akan pengambilan keputusan sehingga bila keputusan yang diambil berkualitas akan meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah.

Dengan mengetahui hasil perbandingan antara realisasi pengeluaran dan realisasi penerimaan dengan menggunakan ukuran efisiensi tersebut, maka penilaian kinerja keuangan dapat ditentukan (Medi, 1966 dalam Budiarto, 2007). Apabila kinerja keuangan diatas 100% ke atas dapat dikatakan tidak efisien, 90% - 100% adalah kurang efisien, 80% - 90% adalah cukup efisien, 60% - 80% adalah efisien dan dibawah dari 60% adalah sangat efisien.

Efisiensi mempunyai dua makna yaitu: Kinerja suatu program atau kegiatan sangat baik. Dan dampak yang maksimum berkaitan dengan sumber daya yang dialokasikan. Pengukuran efisiensi dalam organisasi sektor publik merupakan hal yang penting, hal ini dikarenakan kurangnya net income sebagai gambaran akan kinerja keuangan pemerintah daerah saat ini. Suatu kegiatan dikatakan efisien jika


(42)

 

pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai hasil (output) maksimal dengan menggunakan biaya (input) yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan. Pengelolaan keuangan yang efisien akan meningkatkan kualitas akan pengambilan keputusan sehingga bila keputusan yang diambil berkualitas akan meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah.

Anggaran daerah dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan, pengeluaran, dan pembiayaan, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan. Kinerja yang terkait dengan anggaran merupakan kinerja keuangan daerah berupa perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran yang terdapat pada realisasi anggaran. Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan, maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Untuk menilai kinerja digunakan ukuran penilaian berdasarkan indikator sebagai berikut : a) Masukan (input) adalah tolak ukur kinerja berdasarkan besaran sumber dana yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan; b) Keluaran (output) adalah tolak ukur kinerja berdasarkan produk (barang atau jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan; c) Hasil (outcame) adalah tolak ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dicapai berdasarkan tingkat keluaran program atau kegiatan yang sudah dilaksanakan.


(43)

 

2.1.6. Belanja Daerah

Menurut Kepmendagri No.29 Tahun 2002 Pasal 1 huruf q, Belanja Daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah. Menurut UU No.32 Tahun 2004, Belanja Daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

Halim (2007:322) menyatakan bahwa Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah mengurangi nilai kekayaan bersih. Lebih lanjut Yuwono dkk, (2005:108) menyatakan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau kewajiban yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

Belanja daerah terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung adalah bagian belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan pelaksanaan program. Belanja langsung terdiri dari: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah dan telah dianggarkan oleh pemerintah daerah.

Sedangkan belanja tidak langsung adalah bagian belanja yang dianggarkan tidak terkait langsung dengan pelaksanaan program. Belanja tidak langsung terdiri dari: belanja pegawai, belanja bunga, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kepada propinsi/kabupaten/kota dan pemerintah desa, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.


(44)

 

Menurut Yani (2008:375-377) Belanja Daerah terdiri dari: 1. Belanja Pegawai

Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Contoh: gaji dan tunjangan, honorium, lembur, kontribusi sosial, dan lain-lain.

2. Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa digunakan untuk pembelian barang dan jasa yang habis pakai guna memproduksi barang dan jasa. Contoh: pembelian keperluan kantor, jasa pemeliharaan, dan ongkos perjalanan dinas.

3. Belanja Modal

Pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan, dan hewan.

4. Bunga

Pembayaran bunga utang, pembayaran yang dilakukakan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding), yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang. Contoh: bunga utang kepada pemerintah pusat, bunga utang kepada Pemda lain, dan lembaga keuangan lainnya.


(45)

 

5. Subsidi

Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu yang bertujuan untuk membantu biaya produksi agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.

6. Hibah

Hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus.

7. Bantuan sosial

Yang dimaksud disini adalah pemberian bantuan yang sifatnya tidak secara terus-menerus dan selektif dalam bentuk uang/barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Contoh: bantuan partai politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

8. Belanja Bantuan Keuangan

Belanja bantuan keuangan diberikan kepada daerah lain dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. Contoh: bantuan keuangan provinsi kepada kabupaten/kota/desa.


(46)

 

2.1.7. Pentingnya Anggaran Sektor Publik dan Kelemahan Anggaran

Menurut Mardiasmo (2002:63) Anggaran sektor publik penting karena beberapa alasan, yaitu:

1. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

2. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas. 3. Anggaran diperlukan untuk menyakinkan bahwa pemerintah daerah telah

bertanggung jawab terhadap rakyat.

Selain anggaran sektor publik penting, menurut Nafarin (2004: 16) anggaran juga memiliki kelemahan antara lain:

1. Anggaran dibuat berdasarkan taksiran dan asumsi sehingga mengandung unsur ketidakpastian.

2. Menyusun angaran yang cermat memerlukan waktu, uang, dan tenaga yang tidak sedikit, sehingga tidak semua instansi pemerintah mampu menyusun anggaran secara lengkap dan akurat.

3. Pihak yang merasa dipaksa untuk melaksanakan anggaran dapat menentang, sehingga pelaksanaan anggaran dapat menjadi kurang efektif.


(47)

 

2.2. Review Penelitian Terdahulu

Abdullah dan Halim (2006) meneliti tentang Studi Atas Belanja Modal Pada Anggaran Pemerintah Daerah Dalam Hubungannya Dengan Belanja Pemeliharaan Dan Sumber Pendapatan. Hasil penelitiannya Belanja Modal berasosiasi positif terhadap Belanja Pemeliharaan dan menunjukkan bahwa hubungan asosiatif antara belanja modal dan pemeliharaan adalah robust. Sumber pendapatan daerah berupa dana perimbangan berasosiasi positif terhadap Belanja Modal, sementara PAD tidak.

Khairani (2008) meneliti tentang Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Aparatur dan Belanja Pelayanan Publik pada Pemerintah Daerah (Studi Empiris Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung). Hasil penelitiannya DAU dan PAD yang diuji secara terpisah berpengaruh terhadap Belanja Aparatur dan Belanja Publik. Namun ketika diuji secara serentak pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Aparatur menunjukkan hasiI yang signifikan. Hal itu berarti tidak terjadi flypaper effect. Sedangkan untuk pengujian pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Publik menunjukkan hasil yang tidak signifikan.

Yudani (2008) meneliti tentang Desentralisasi Fiskal Dalam Hubungannya Dengan PAD Dan Belanja Pembangunan Dilingkup Propinsi Bali. Hasil penelitiannya adanya pengaruh positif pelaksanaan desentralisasi fiskal melalui komponen dana perimbangan terhadap pendapatan asli daerah tetapi tidak dengan komponen lain-lain pendapatan. Terhadap belanja pembangunan hanya komponen pendapatan asli daerah yang berpengaruh positif terhadap belanja pembangunan,


(48)

 

sementara dana perimbangan dan lain-lain pendapatan tidak. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ketergantungan sumber penerimaan dari pemerintah pusat melalui dana perimbangan untuk kabupaten/kota yang ada di lingkup propinsi Bali.

Andirfa (2009) meneliti tentang Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi Empiris Pada Kabupaten/ Kota Pemerintah Aceh). Hasil penelitian menunjukkkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi, PAD, Dana Perimbangan, Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Mempunyai hubungan sangat kuat dengan Pengalokasian Anggaran Balanja Modal. Secara parsial dan simultan PDRB, PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

Sari dan Yahya (2009) meneliti tentang Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Langsung pada Pemerintah/Kota di Propinsi Riau. Hasil penelitian Secara Parsial Dana Alokasi umum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Belanja langsung sedangkan Pendapatan Asli Daerah menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan tethadap Belanja Langsung. Dan secara simultan Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung.


(49)

 

Tabel 2.2.

Review Penelitian Terdahulu Peneliti/

Tahun Judul Penelitian

Variabel yang

digunakan Hasil

Syukriy Abdullah dan Abdul Halim

(2006).

Studi Atas Belanja Modal Pada Anggaran Pemerintah Daerah Dalam Hubungannya Dengan Belanja Pemeliharaan Dan Sumber Pendapatan. Belanja Modal, Belanja Pemeliharaan, Dana Perimbangan, Pemerintah daerah, Anggaran Daerah.

Belanja Modal berasosiasi positif terhadap Belanja Pemeliharaan dan menunjukkan bahwa hubungan asosiatif antara belanja modal dan pemeliharaan adalah robust. Sumber pendapatan daerah berupa dana perimbangan berasosiasi positif terhadap Belanja Modal, sementara PAD tidak.

Siti Khairani (2008)

Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Aparatur dan Belanja Pelayanan Publik pada Pemerintah Daerah (Studi Empiris Kabupaten /Kota di Provinsi Sematera Selatan dan Bangka Belitung). DAU, PAD, Belanja Aparatur, Belanja Publik, Flypaper effect.

DAU dan PAD yang diuji secara terpisah berpengaruh terhadap Belanja Aparatur dan Belanja Publik. Namun ketika diuji secara serentak pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Aparatur hasiI yang signifikan. Hal itu berarti tidak terjadi flypaper effect. Sedangkan untuk pengujian pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Publik hasil yang tidak signifikan.

Yudani, Ni Nengah (2008)

Desentralisasi Fiskal Dalam Hubungannya Dengan PAD Dan Belanja Pembangunan Dilingkup Propinsi Bali. Desentralisasi Fiskal, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan, PAD, Belanja Pembangunan.

Adanya pengaruh positif pelaksanaan desentralisasi fiskal melalui komponen dana perimbangan terhadap pendapatan asli daerah tetapi tidak dengan komponen lain-lain pendapatan. Terhadap belanja pembangunan hanya komponen pendapatan asli daerah yang berpengaruh positif terhadap belanja pembangunan, sementara dana perimbangan dan lain-lain pendapatan tidak. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ketergantungan sumber penerimaan dari pemerintah pusat melalui dana perimbangan untuk kabupaten/kota yang ada di lingkup propinsi Bali.


(50)

 

Lanjutan Tabel 2.2. 

Mulia Andirfa (2009)

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah Terhadap Pengalokasian

Anggaran Belanja Modal (Studi Empiris Pada Kabupaten/ Kota Pemerintah Aceh) Pertumbuhan Ekonomi, PAD, Dana Perimbangan, Dan Lain-lain Pendaptan Yang Sah, Anggaran Belanja Modal.

Pertumbuhan Ekonomi, PAD, Dana Perimbangan, Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Mempunyai hubungan sangat kuat dengan Pengalokasian Anggaran Balanja Modal. Secara parsial dan simultan PDRB, PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

Noni

Puspita Sari dan Idhar Yahya

(2009)

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Langsung pada Pemerintah/Kota di Propinsi Riau. Dana Alokasi Umum (DAU), PAD, dan Belanja Langsung.

Secara Parsial Dana Alokasi umum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Belanja langsung sedangkan Pendapatan Asli Daerah menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan tethadap Belanja Langsung. Dan secara simultan Dana Alokasi Umum dan PAD secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung.


(51)

 

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan masalah penelitian dan landasan teori, maka kerangka konseptual penelitian ini terlihat pada Gambar 3.1. sebagai berikut:

     

Pendapatan Asli Daerah (X1): a. Pajak Daerah

b. Retribusi Daerah c. Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah yang dipisahkan

d. dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

H1                          Belanja Daerah (Y) Dana Perimbangan (X2):

a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus

H2

         

H3    

Lain-lain Pendapatan Daerah

yang Sah (X3)   H4  

Gambar 3.1. Pengaruh PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah Terhadap Belanja Daerah dengan Kinerja Keuangan

Pemerintah Daerah sebagai variabel moderating.

Berdasarkan Gambar 3.1 terdapat satu variabel dependen (Y) yaitu Belanja Daerah, dan empat variabel independen yaitu Pendapatan Asli Daerah (X1) dengan

Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (X4)


(52)

 

indikatornya Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah, Dana Perimbangan (X2) dengan indikatornya Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (X3), dan satu variabel moderating yaitu Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (X4).

Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dilihat dari sumber penerimaan daerah (Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah) yang digunakan untuk membiayai Belanja Daerah dalam melaksanakan program atau kegiatan dengan tujuan dapat meningkatkan kesejahteraan dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Dari gambar kerangka konseptual menunjukkan bahwa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah diduga mempengaruhi (memperkuat) hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terhadap Belanja Daerah. Dan Belanja Daerah yang dipengaruhi oleh PAD, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, apabila semua variabel independen meningkat maka realisasi Belanja Daerah dalam satu tahun anggaran juga meningkat, hal ini karena semua variabel independen yang digunakan untuk membiayai Belanja Daerah.

Dalam meningkatkan sumber pendapatan daerah dan indikator lain untuk kesejahteraan publik, pemerintah daerah lebih mudah mendistribusikan pendapatan dari pajak daerah. Indikator dari pendapatan daerah membantu dalam sumber pendapatan daerah, terutama pajak dipungut di masing-masing tingkat pemerintah


(53)

 

daerah. Pajak merupakan sumber utama pendapatan bagi pemerintah daerah, jika pemungutan pajak daerah defisit untuk mendukung belanja daerah, maka pemerintah daerah mengandalkan transfer dari pemerintah pusat (Dana Perimbangan).

Kerangka konsep dari penelitian ini atas dasar teori desentralisasi. Teori desentralisasi membentuk uraian efisiensi untuk kepentingan publik. Penentuan menyentralisasikan pada output publik sebagai berikut: desentralisasi bagi publik didefinisikan pada himpunan bagian geografis dari total jumlah penduduk, dimana penyediaan biaya setiap tingkat daerah memberikan hasil yang baik di setiap yurisdiksi yang sama untuk masing-masing pemerintah daerah yang akan lebih efisien (atau paling tidak efisien). Desentralisasi berguna untuk dua alasan dasar, pertama, memberikan eksplisit di mana ketentuan desentralisasi yang akan disukai (dengan alasan efisiensi) pada kontrol pemerintah pusat. Kedua, untuk menentukan besarnya keuntungan kesejahteraan dari desentralisasi, di mana mengukur keuntungan kesejahteraan dari desentralisasi dengan penentuan anggaran daerah.

Ada tiga pemikiran tentang sebab-akibat antara belanja dan pendapatan pemerintah. Pertama, Friedman leads the tax-and-spend school, yang berpendapat bahwa menaikkan pajak hanya akan menyebabkan pengeluaran lebih banyak. Kedua

the spend-and-tax school, bahwa belanja menyebabkan pendapatan. Ketiga, pemerintah dapat mengubah belanja dan pajak secara bersamaan, ini dikenal sebagai hipotesis sinkronisasi fiskal.

Intervensi umum yang dirancang untuk mencapai berbagai tujuan pembangunan dapat dilakukan baik oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat.


(54)

 

Isu kebijakan utama dalam reformasi desentralisasi bagaimana mengatur tanggung jawab di antara berbagai lapisan pemerintah sehingga memaksimalkan keseluruhan tingkat efisiensi dan kesejahteraan. Desentralisasi fiskal dapat kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Persaingan pertumbuhan antara belanja pada tingkat daerah efisien karena ekonomi. Artinya, sebuah konvergensi pendapatan dan belanja di tingkat daerah secara positif berhubungan dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi.

3.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual, hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Daerah H2 : Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Belanja Daerah

H3 : Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah berpengaruh terhadap Belanja Daerah H4 : Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah sebagai variabel moderating dapat

memperkuat hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terhadap Belanja Daerah


(55)

 

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kausal (causal) yang berguna untuk menganalisa hubungan antar satu variabel dengan variabel lainnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini merupakan dokumentasi data sekunder yang diperlukan berupa laporan realisasi APBD yang dipublikasikan. Tahun amatan yang dipakai yaitu tahun 2007 - 2009.

4.2. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini yaitu pada Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Asrama No.179 Medan. Adapun rencana waktu penelitian yaitu November 2010 s.d. Mei 2011.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan realisasi APBD Kabupaten/Kota yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara. Jumlah populasi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 33 Kabupaten/Kota (25 Kabupaten dan 8 Kota). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode


(56)

 

kriteria tertentu sesuai dengan yang dikehendaki peneliti” (Kuncoro, 2003:120). Jumlah sampel yang diteliti 25 Kabupaten/Kota (18 Kabupaten dan 7 Kota), dan tahun amatan APBD yang dipakai yaitu 3 tahun (tahun 2007, 2008 dan 2009).

Gambar 4.1. Populasi dan Sampel Penelitian No Nama Kabupaten dan Kota (Populasi) Kriteria Sampel

1 Kab. Nias 1 Sampel 1

2 Kab. Nias Barat

3 Kab. Nias Selatan 1 Sampel 2

4 Kab. Nias Utara

5 Kab. Mandailing Natal 1 Sampel 3

6 Kab. Tapanuli Selatan 1 Sampel 4

7 Kab. Tapanuli Tengah 1 Sampel 5

8 Kab. Tapanuli Utara 1 Sampel 6

9 Kab. Samosir

10 Kab. Toba Samosir 1 Sampel 7

11 Kab. Labuhan Batu 1 Sampel 8

12 Kab. Labuhan Batu Selatan 13 Kab. Labuhan Batu Utara

14 Kab. Asahan 1 Sampel 9

15 Kab. Simalungun 1 Sampel 10

16 Kab. Dairi 1 Sampel 11

17 Kab. Karo 1 Sampel 12

18 Kab. Deli Serdang 1 Sampel 13

19 Kab. Langkat 1 Sampel 14

20 Kab. Humbang Hasundutan 1 Sampel 15

21 Kab. Pakpak Barat 1 Sampel 16

22 Kab. Serdang Bedagai 1 Sampel 17

23 Kab. Batu Bara 1 Sampel 18

24 Kab. Padang Lawas 25 Kab. Padang Lawas Utara

26 Kota Sibolga 1 Sampel 19

27 Kota Tanjung Balai 1 Sampel 20

28 Kota Pematang Siantar 1 Sampel 21

29 Kota Tebing Tinggi 1 Sampel 22

30 Kota Medan 1 Sampel 23

31 Kota Binjai 1 Sampel 24

32 Kota Padang Sidimpuan 1 Sampel 25


(57)

 

Kriteria pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah:

1. Daerah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan realisasi APBD secara konsisten dari tahun 2007-2009.

2. Daerah Kabupaten dan Kota yang belum dimekarkan pada kurun waktu 2007-2009.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series

berupa laporan realisasi APBD Kabupaten/Kota Sumatera Utara. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dan Belanja Daerah dalam laporan Realisasi APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Tahun Anggaran 2007 - 2009.

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel 4.5.1. Variabel Independen

1. Pendapatan Asli Daerah (X1)

PAD merupakan jumlah seluruh realisasi pendapatan yang bersumber dari daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.


(58)

 

2. Dana Perimbangan (X2)

Dana perimbangan merupakan jumlah seluruh realisasi dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang terdiri dari dana bagi hasil, DAU, dan DAK.

3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (X3)

Lain-lain pendapatan daerah yang sah yang merupakan jumlah seluruh realisasi yang terdiri dari pendapatan hibah, dana darurat, dana bagi hasil dari propinsi dan pemerintah daerah lainnya, dan bantuan keuangan dari propinsi atau pemerintah daerah lainnya.

4.5.2. Variabel Dependen Belanja Daerah (Y)

Belanja daerah merupakan jumlah seluruh realisasi belanja daerah yang terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung.

4.5.3. Variabel Moderating

Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (X4)

Kinerja keuangan pemerintah daerah merupakan hasil perbandingan antara realisasi pengeluaran dan realisasi penerimaan dengan menggunakan ukuran efisiensi.


(59)

 

Tabel 4.2. Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Operasional Indikator Skala

Ukur Variabel Dependen

Belanja Daerah (Y)

Belanja daerah merupakan jumlah seluruh realisasi belanja daerah yang terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung.

Belanja langsung dan belanja tidak langsung. Rasio Variabel Independen Pajak Asli Daerah (X1)

PAD merupakan jumlah seluruh realisasi pendapatan yang bersumber dari daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Rasio

Dana Perimbangan

(X2)

Dana perimbangan merupakan jumlah seluruh realisasi dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang terdiri dari dana bagi hasil, DAU, dan DAK.

Dana bagi hasil, DAU, dan DAK.

Rasio

Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah (X3)

Lain-lain pendapatan daerah yang sah yang merupakan jumlah seluruh realisasi yang terdiri dari pendapatan hibah, dana darurat, dana bagi hasil dari propinsi dan pemerintah daerah lainnya, dan bantuan keuangan dari propinsi atau pemerintah daerah lainnya.

Pendapatan hibah, dana darurat, dana bagi hasil dari propinsi dan pemerintah daerah lainnya, dan bantuan keuangan dari propinsi atau pemerintah daerah lainnya. Rasio Variabel Moderating Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (X4)

Kinerja keuangan pemerintah daerah merupakan hasil perbandingan antara realisasi pengeluaran dan realisasi penerimaan dengan menggunakan ukuran efisiensi.

Efisiensi =

Realisasi pengeluaran Realisasi penerimaan


(60)

 

4.6. Metode Analisis Data

Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan metode Ordinary Least Squere (OLS). Teknik analisis data menggunakan alat bantu perangkat lunak SPSS 16.0 for windows. Data dianalisis dengan metode regresi berganda (Multiple Regression Analysis) dan uji residual. Regresi multiple untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang diteliti. Persamaan regresi multiple adalah sebagai berikut:

Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Keterangan:

Y = Belanja Daerah

X1 = Pendapatan Asli Daerah (PAD) X2 = Dana Perimbangan

X3 = Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah b1, b2, b3 = Koefisien Regresi

α = Konstanta

e = error

Dan untuk menguji variabel moderating di gunakan uji residual. Menurut Ghozali (2005) Analisis residual menguji pengaruh deviasi (penyimpangan) dari suatu model. Fokusnya adalah ketidak cocokkan (lack of fit) yang dihasilkan dari deviasai hubungan linier antar variabel independen. Lack of fit ditunjukkan oleh nilai residual didalam regresi. Persamaan regresi (2) menggambarkan apakah variabel moderating merupakan variabel moderating dan ini ditunjukkan dengan hasilnya


(61)

 

signifikan dan nilai koefisiennya negatif (yang berarti adanya lack of fit antara variabel indenpenden dan variabel moderating). Persamaan regresi uji residual adalah sebagai berikut:

X4 = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e (1)

[ e ] = α+ b1Y (2)

Keterangan:

Y = Belanja Daerah

X1 = Pendapatan Asli Daerah (PAD)

X2 = Dana Perimbangan

X3 = Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

X4 = Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Moderating) b1, b2, b2, b3 = Koefisien Regresi

α = Konstanta

e = Error

4.6.1. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik diperlukan sebelum dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan untuk menentukan syarat persamaan pada model regresi dan dapat diterima secara ekonometrik, dalam analisis ini perlu dilihat terlebih dahulu apakah data penelitian bisa dilakukan pengujian model regresi. Pengujian asumsi klasik terdiri dari pengujian normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.


(62)

 

4.6.1.1. Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2005) uji normalitas bertujuan “untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal”. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov, jika nilai signifikan lebih besar dari α0,05, maka data berdistribusi normal. Selain itu, cara lain yang digunakan dalam penellitian ini untuk menguji kenormalan data adalah dengan cara melihat grafik Normal PP Plots. Data yang tersebar di sekeliling garis berarti berdistribusi normal dan data yang tersebar jauh dari garis berarti berdistribusi tidak normal. Apabila data terdistribusi tidak normal, maka akan dilakukan transformasi data, agar data normal.

4.6.1.2. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2005) uji multikolinearitas bertujuan “untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (tidak terjadi multikolinieritas)”. Untuk melakukan uji multikolinearitas dalam penelitian ini, penelitian menilai dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Batas nilai tolerance adalah 0,10 dan batas VIF adalah 10. Apabila nilai tolerance kurang dari 0,10 atau VIF lebih dari 10 maka disimpulkan terjadi multikolinieritas. Uji multikolinieritas juga dapat dilihat dari nilai korelasi antar variabel independen. Jika nilai korelasi antar variabel independen di bawah 95%, maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas.


(63)

 

4.6.1.3. Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2005) uji autokorelasi bertujuan ”menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya)”. Autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson (DW). Jika nilai Durbin Watson lebih besar dari nilai di tabel Durbin Watson, maka model tersebut terbebas dari asumsi klasik autokorelasi.

Menurut santoso (2005) untuk mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji

Durbin-Watson dengan cara melihat besaran Durbin-Watson sebagai berikut: Angka D-W di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif. Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. Angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif.

4.6.1.4. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2005) uji heteroskedastisitas bertujuan ”menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatter plot. Metode regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik heteroskedastisitas dan layak digunakan dalam penelitian jika output scatter plot menunjukkan titik data menyebar di atas dan di bawah atau disekitar angka nol.

Uji heteroskedastisitas juga dapat dilihat dengan uji Glejser. Ada dua tahapan yang dilakukan dalam uji Glejser. Tahap pertama adalah melakukan regresi OLS dengan menggunakan Y sebagai variabel dependen dan X1, X2, dan X3 sebagai


(64)

 

variabel independen. Tahap kedua adalah dengan meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika setiap variabel independen nilai signifikannya lebih besar dari α0,05, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.

4.6.2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis yang dilakukan meliputi uji F (uji signifikansi simultan) dan uji t (uji signifikansi individual/parsial).

4.6.2.1. Uji Statistik F

Uji F untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen bersama-sama. Menurut Kuncoro (2001) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji ini dapat dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel, jika nilai F-hitung lebih besar dari pada nilai F-tabel dapat dinyatakan bahwa semua variabel independen secara simultan dan signifikan mempengaruhi variabel dependen. Uji F juga dapat dilihat dengan nilai signifikan, jika nilai signifikan lebih kecil dari α0,05 maka dapat disimpulkan seluruh variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis untuk uji statistik F adalah sebagai berikut :


(1)

 

2. Uji Multikolinieritas

Korelasi antara Variabel Independen Coefficient Correlationsa

Model

Lain-lain Pendapatan Daerah

Yang Sah PAD

Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan

Daerah Yang Sah 1.000 -.336 -.358

PAD -.336 1.000 -.615

Correlations

Dana Perimbangan -.358 -.615 1.000

Lain-lain Pendapatan

Daerah Yang Sah .000 .000 .000

PAD .000 .001 .000

1

Covariances

Dana Perimbangan .000 .000 .002

a. Dependent Variable: Belanja Daerah

VIF dan Tolerance

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Collinearity Statistics

Model B Std. Error Tolerance VIF

(Constant) 1.784 .607

PAD .115 .023 .267 3.749

Dana Perimbangan .713 .047 .262 3.815

1

Lain-lain Pendapatan Daerah

Yang Sah .123 .021 .374 2.674


(2)

 

3. Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .984a .968 .966 .08793 1.845

a. Predictors: (Constant), Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, PAD, Dana Perimbangan

b. Dependent Variable: Belanja Daerah

4. Uji Heteroskedastisitas Scatterplot


(3)

 

Uji Glejser

ANOVAb Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Regression .006 3 .002 .503 .681a

Residual .269 71 .004

1

Total .275 74

a. Predictors: (Constant), Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, PAD, Dana Perimbangan

b. Dependent Variable: AbsUt

Coefficientsa Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) .523 .425 1.231 .223

PAD .017 .016 .240 1.057 .294

Dana Perimbangan -.036 .033 -.250 -1.089 .280 1

Lain-lain Pendapatan

Daerah Yang Sah -.002 .015 -.025 -.132 .896 a. Dependent Variable: AbsUt


(4)

 

Lampiran 7. Hasil Pengujian Hipotesis

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Belanja Daerah 20.0192 .47903 75

PAD 16.7069 .87337 75

Dana Perimbangan 19.8565 .42721 75

Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah 17.5584 .77838 75

Variables Entered/Removedb Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 Lain-lain

Pendapatan Daerah Yang Sah, PAD, Dana

Perimbangana

. Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Belanja Daerah

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .984a .968 .966 .08793

a. Predictors: (Constant), Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, PAD, Dana Perimbangan


(5)

 

ANOVAb Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Regression 16.432 3 5.477 708.476 .000a

Residual .549 71 .008

1

Total 16.980 74

a. Predictors: (Constant), Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, PAD, Dana Perimbangan

b. Dependent Variable: Belanja Daerah

Coefficientsa Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 1.784 .607 2.941 .004

PAD .115 .023 .209 5.065 .000

Dana Perimbangan .713 .047 .636 15.249 .000

1

Lain-lain Pendapatan

Daerah Yang Sah .123 .021 .201 5.749 .000

a. Dependent Variable: Belanja Daerah


(6)

 

Lampiran 8. Hasil Uji Residual (Moderating) Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Error Std. Beta t Sig.

(Constant) 16.493 52.851 .312 .756

PAD -5.115 1.974 -.514 -2.591 .012

Dana Perimbangan .568 4.071 .028 .140 .889

1

Lain-lain Pendapatan Daerah

Yang Sah 8.383 1.871 .751 4.480 .000

a. Dependent Variable: Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Coefficientsa Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Error Std. Beta t Sig.

(Constant) 14.671 26.662 .550 .584

1

Belanja Daerah -.477 1.331 -.042 -.358 .721

a. Dependent Variable: AbsRes_1

   


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 90 92

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

3 91 94

Pengaruh Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau

12 97 86

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal Dengan Dana Alokasi Khusus Sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

2 91 90

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil Terhadap Kemandirian Daerah Melalui PDRB Per Kapita (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara)

1 55 108

Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Tingkat Kemandirian Pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara

4 37 108

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

Pengaruh pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap belanja daerah di Kota Balikpapan.

0 15 124

Pengaruh pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap belanja daerah di Kabupaten Bengkayang.

1 9 97