Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Simpulan

III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2006 sampai Maret 2007. Penelitian bertempat di laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor dan di laboratorium Biokimia Mikroba, Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian yaitu : autoklaf, UV-VIS spektrofotometer Shimadzu UV-1700, sentrifusa Kubota 6500, shaker, laminar air flow , penangas air, pipet mikro Gilson, piranti elektroforesis Mini Protean 3, Biorad, kolom kromatografi, fraction collector Biorad model 2110, timbangan analitik AND GR-200, pH meter Schott, pengaduk bermagnet, vorteks, cawan petri, gelas piala, labu ukur, gelas ukur, tabung reaksi, pipet serologis, dan erlenmeyer. Bahan-bahan yang digunakan yaitu : isolat Streptomyces sp SKK1-8 koleksi Dr. Ir. Yulin Lestari, Departemen Biologi, FMIPA, IPB, substrat birchwood xilan Fluka, sukrosa, ekstrak khamir, agar-agar, DNS, KNa tartrat, NaOH, Na 2 SO 3 , Coomassie brilliant blue G-250, etanol 95, asam fosfor 85, aseton, Na 2 HPO 4 , NaH 2 PO 4 , asam sitrat, Tris, HCl, Sephadex G-100 Sigma, DEAE-Sephadex A50 Sigma, NaCl, sodium dedosil sulfat SDS, poliakrilamida, bis akrilamida, N,N,N,N-Tetrametiletilendiamina TEMED, amonium persulfat, bromophenol blue, glisin, protein penanda dengan berat molekul rendah, p-nitrofenol dan berbagai substrat turunannya p-NP- β-D-xilanopiranosida, p-NP- α-L-arabinofuranosida, p-NP- α-D-glukopiranosida dan p-NP-α-D-galaktopiranosida, p-NP-asetat dari Amersham, dan akuades. Bahan kimia tersebut dari Merck kecuali yang disebutkan dan berkualitas pro analisa. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Preparasi Larutan Xilanase Streptomyces sp. SKK1-8 diremajakan pada cawan petri berisi media agar- agar xilan mengandung 1 ekstrak khamir, 10.3 sukrosa dan 0.5 birchwood xilan, diinkubasi pada suhu kamar selama 4 hari sampai terbentuk spora sporulasi. Sebanyak 3 cockborer kultur padat Streptomyces sp SKK1-8 tersebut diinokulasikan ke dalam erlenmeyer yang berisi 100 ml media cair xilan, diinkubasikan pada suhu kamar selama 10 hari dengan pengocokan 150 rpm. Kultur cair disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 o C. Filtrat yang diperoleh dipisahkan dari endapan dan digunakan sebagai ekstrak kasar xilanase.

3.3.2 Pengujian Aktivitas Xilanase

Aktivitas xilanase diukur dengan mendeteksi gula pereduksi sebagai produk hidrolisa xilan oleh xilanase menggunakan metode Miller Miller 1959. Sebanyak 100µl larutan enzim ditambahkan pada campuran 1 ml substrat 0.5 birchwood xilan dalam 100 mM bufer fosfat pH 6.0 dan 0.9 ml larutan bufer fosfat 100 mM, pH 6.0, diinkubasikan pada suhu 50 o C selama 30 menit. Reaksi enzimatis diakhiri dengan penambahan 2 ml reagen DNS asam dinitrosalisilat dan dipanaskan dalam air mendidih selama 15 menit. Campuran reaksi didinginkan dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Kontrol dibuat dengan cara yang sama seperti pengujian aktivitas xilanase akan tetapi larutan enzim ditambahkan setelah penambahan reagen DNS. Blanko dibuat dengan cara yang sama akan tetapi larutan enzim diganti dengan 100µl akuades. Xilosa digunakan sebagai standar untuk penghitungan aktivitas xilanase. Satu unit aktivitas xilanase dinyatakan sebagai banyaknya enzim yang diperlukan untuk menghasilkan 1 µmol gula xilosa dari substrat birchwood xilan permenit pada kondisi seperti tersebut di atas suhu 50 o C, pH 6.0.

3.3.3 Pengendapan Xilanase Menggunakan Amonium Sulfat dan Aseton

Xilanase diendapkan pada suhu dingin diatas penangas es dengan cara menambahkan amonium sulfat yang telah dihaluskan atau aseton dingin sedikit demi sedikit ke dalam larutan xilanase kasar sambil diaduk perlahan dengan pengaduk bermagnet sampai mencapai kejenuhan tertentu. Pengadukan dilanjutkan selama 15 menit kemudian larutan disimpan dalam lemari pendingin selama semalam. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan sentrifugasi dan dilarutkan dengan 10 mM bufer fosfat pH 6.0. Penghitungan banyaknya amonium sulfat atau aseton yang ditambahkan ke dalam larutan enzim diperlihatkan dalam lampiran 4. Guna memperoleh hasil yang optimal maka pengendapan xilanase Streptomyces sp. SKK1-8 dilakukan secara bertahap, yaitu dengan 50-80 aseton. Mula-mula aseton ditambahkan pada larutan enzim kasar sampai mencapai konsentrasi 50, disentrifugasi pada kecepatan 5.000 rpm dan endapan yang merupakan protein pengotor dibuang. Selanjutnya aseton ditambahkan lagi ke dalam filtrat sampai mencapai konsentrasi 80, disentrifugasi dan filtratnya dibuang. Endapan dilarutkan dengan 0.05M bufer fosfat pH 6.0, disentrifugasi untuk memisahkan protein tidak larut yang merupakan protein terdenaturasi. Filtrat yang diperoleh dimurnikan lebih lanjut.

3.3.4 Pemisahan Xilanase dengan Polimer Eudragit S100

Preparasi 2 Eudragit S100: 2 gr eudragit S100 ditambah 80 ml akuades, dinaikkan pHnya dengan penambahan 3 M NaOH sampai mencapai pH 11. Selanjutnya pH diturunkan dengan penambahan 3 M HCl sampai mencapai pH 7.0 dan volume ditepatkan menjadi 100 ml. Larutan disimpan dalam lemari pendingin sampai digunakan. Pemisahan xilanase dengan eudragit S100 dilakukan berdasarkan metode yang digunakan oleh Breccia et al. 1998 yang dimodifikasi. Sebanyak 40 ml ekstrak kasar xilanase ditambahkan pada 20 ml 2 eudragit S100, diaduk dengan magnetik stirer dan diinkubasi pada suhu kamar selama 15 menit. Selanjutnya pH diturunkan dengan penambahan 2 M asam asetat sampai mencapai pH 4.0 dan disentrifugasi pada kecepatan 5 000 g selama 15 menit. Supernatan disimpan supernatan 1 dan endapan dicuci dengan 10 mM bufer asetat pH 4.0 dan disentrifugasi. Supernatan disimpan supernatan 2, endapan dilarutkan dengan 14 ml 0.1 M bufer fosfat pH 7.5 kemudian ditambahkan NaCl dan Triton X-100 dengan konsentrasi akhir berturut- turut 1M dan 0.2. Larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 10 menit. Ditambahkan 2 M asam asetat sampai pH mencapai 4.0, didiamkan selama 20 menit dan disentrifugasi. Supernatan disimpan supernatan 3 dan endapan dilarutkan dalam 1.5 ml 0.1 M bufer fosfat pH 7.5 xilanase terikat eudragit S100. Dilakukan pengujian aktivitas xilanase pada supernatan 1, 2, 3 dan xilanase terikat eudragit S100 terimobilisasi.

3.3.5 Pemurnian Xilanase

Xilanase dimurnikan dengan menggunakan kromatografi filtrasi gel dan penukar ion. Matrik Sephadex G-100 sebanyak 10 gram dikembangkan dalam 10 mM bufer fosfat pH 6.0, dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 1 jam dan dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama semalam. Didekantasi untuk membuang matrik yang tidak mengendap dan ditambahkan 100 ml larutan bufer yang sama. Matrik dituang ke dalam kolom kromatografi dan diseimbangkan dengan 10 mM bufer fosfat pH 6.0. Selanjutnya dibilas dengan bufer yang sama dengan kecepatan alir 0.5 mlmenit. Setiap 3 ml eluen ditampung, diukur kadar proteinnya pada panjang gelombang 280 nm dan diukur aktivitas xilanasenya. Dibuat grafik Profil elusi dimana sumbu X merupakan nomor fraksi sedangkan sumbu Y merupakan nilai kadar protein dan nilai aktivitas xilanase. Fraksi yang mengandung xilanase hasil filtrasi gel digabungkan, dimasukkan ke dalam kantong dialisis molecular weight cut off 10 000 dan didialisis dengan 10 mM Tris-HCl pH 8.0 dalam lemari pendingin. Selama dialisis bufer diganti sebanyak 2 kali. Matrik DEAE-Sephadex A50 sebanyak 7 gram dikembangkan dengan 10 mM Tris-HCl pH 8.0, dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 1 jam dan disimpan dalam lemari pendingin selama 1 malam. Didekantasi untuk membuang matrik yang tidak mengendap dan ditambahkan 100 larutan bufer yang sama. Matrik dituang ke dalam kolom kromatografi dan diseimbangkan dengan 10 mM bufer Tris- HCl pH 8.0. Larutan xilanase hasil dialisis dimasukkan ke dalam kolom yang berisi matrik DEAE-Sephadex A50. Protein yang tidak terikat matrik dibilas dengan bufer yang sama, sedangkan protein yang terikat matrik dibilas dengan gradien linier larutan NaCl 0-0.5 M NaCl dalam bufer yang sama dan 1 M NaCl. Pembilasan dilakukan dengan kecepatan alir 0.5 mlmenit, setiap 3 ml eluen ditampung, diukur kadar protein dan diuji aktivitasnya. Dibuat grafik profil elusi dan dilihat kemurniannya dengan elektroforesis. Elektroforesis dilakukan pada piranti elektroforesis vertikal Mini Protean 3 Bio-Rad pada kondisi protein terdenaturasi SDS-PAGE atau tidak terdenaturasi native PAGE. Larutan xilanase dari setiap tahap pemurnian dilarikan pada gel poliakrilamida 4 akrilamida pada gel penahan dan 10 akrilamida pada gel pemisah. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 100 volt, 50 mA sampai pewarna bromofenol biru mencapai sekitar 1 cm dari tepi gel bagian bawah. Hasil elektroforesis diwarnai dengan pewarna Coomasie Brilliant Blue CBB atau pewarna perak nitrat. Fraksi filtrasi gel dan fraksi kromatografi penukar anion dipekatkan 40 kali sebelum dilakukan elektroforesis.

3.3.6 Penghitungan Berat Molekul Xilanase

Penghitungan berat molekul xilanase dilakukan dengan cara membandingkan jarak migrasi pita xilanase dengan pita protein penanda yang memiliki berat molekul rendah low molecular weight marker. Protein penanda yang digunakan yaitu monoalbumin serum babi, 66 kDa, albumin telur ayam, 45kDa, karbonik anhidrase 29 kDa dan α-lactalbumin 14.2 kDa. Persamaan linier protein penanda diperoleh dengan membuat kurva antara Rf dan log berat molekul protein penanda. Perkiraan berat molekul xilanase dihitung dari persamaan linier tersebut. Rf = jarak migrasi pita protein jarak migrasi bromofenol biru

3.3.7 Pengukuran Kadar Protein

Kadar protein selama pemurnian diukur dengan metode Bradford Bradford 1976 dan absorbansi pada panjang gelombang 280 nm untuk pembuatan kromatogram. Pengukuran protein dengan metode Bradford dilakukan dengan cara sebagai berikut : sebanyak 0.4 ml larutan enzim ditambah 4 ml reagen Bradford, dikocok sampai homogen dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 15 menit. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Bovine Serum Albumine BSA digunakan sebagai standar untuk menghitung kadar protein larutan enzim.

3.3.8 Pengaruh pH dan Suhu Terhadap Aktivitas dan Stabilitas Xilanase

Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim diuji dengan cara mereaksikan larutan enzim dengan substrat pada suhu 50 o C selama 30 menit pada berbagai kondisi pH larutan bufer pH 4.0-9.0 dengan selang 0.5 unit. Gula pereduksi yang terbentuk diukur dengan metode Miller 1959. Stabilitas enzim terhadap pH diuji dengan menginkubasikan larutan enzim dalam 10 mM larutan bufer berbagai pH 3.0-9.0 dengan selang 0.5 unit selama 1 jam. Setelah inkubasi selesai, dengan cepat diuji aktivitas enzim tersisanya pada kondisi optimum reaksi enzim xilanase dengan konsentrasi larutan bufer sebesar 0.1 M. Nilai aktivitas enzim tersisa dinyatakan dalam persentase dibandingkan dengan kontrol enzim tanpa perlakuan. Bufer yang digunakan yaitu bufer asetat pH 4.0-6.0, bufer fosfat pH 6.0-8.0 dan bufer Tris- HCl pH 7.0-9.0. Pengaruh suhu terhadap aktivitas xilanase diuji dengan cara mereaksikan larutan enzim dengan substrat selama 30 menit pada berbagai suhu 40-80 o C dengan selang 5 o C. Aktivitas xilanase dihitung dengan mengukur gula pereduksi yang terbentuk. Stabilitas enzim terhadap suhu diuji dengan menginkubasikan larutan enzim pada berbagai suhu 40-80 o C dengan selang 10 o C selama 1 jam. Setelah inkubasi selesai larutan enzim dengan cepat didinginkan di dalam penangas es. Selanjutnya aktivitas enzim tersisa diuji pada kondisi standar reaksi enzimatis xilanase. Nilai aktivitas enzim tersisa dinyatakan dalam persentase dibandingkan dengan kontrol enzim tanpa perlakuan

3.3.9 Pengaruh Kation Terhadap Aktivitas Xilanase

Pengaruh kation terhadap aktivitas xilanase diuji dengan cara menambahkan kation konsentrasi akhir 1 mM ke dalam campuran substrat-bufer-enzim, dan diinkubasikan pada kondisi optimal reaksi enzimatis. Penghambatan atau peningkatan aktivitas xilanase oleh kation dinyatakan dalam persentase aktivitas xilanase dibandingkan dengan kontrolnya tanpa penambahan kation logam. Kation ditambahkan dalam bentuk larutan garam klorida, yaitu KCl, NaCl, BaCl 2 , CaCl 2 , CoCl 2 , CuCl 2 , NiCl 2 , SrCl 2 , ZnCl 2 , FeCl 3 . Selain itu juga diuji pengaruh EDTA terhadap aktivitas xilanase.

3.3.10 Studi Kinetika Xilanase

Studi kinetika dilakukan dengan membuat grafik Lineweaver-Burk double reciprocal untuk menentukan nilai Km dan Vmax reaksi enzimatis dari xilanase Streptomyces sp SKK1-8. Persamaan Lineweaver-Burk : 1 = Km 1 + 1 V Vmax [S] Vmax transformasi linier dari persamaan Michaelis Menten. Grafik double reciprocal diperoleh dari hubungan antara 1 [S] sebagai sumbu X dan 1v sebagai sumbu Y. Kecepatan reaksi v diukur sebagai kecepatan pembentukan produk xilosa persatuan waktu. Sebanyak 0.2 ml larutan enzim ditambahkan ke dalam campuran 2 ml substrat birchwood xilan berbagai konsentrasi dan 1.8 ml 50 mM larutan bufer pH optimum, diinkubasikan selama 40 menit pada suhu optimum reaksi enzimatis. Setiap 5 menit sekali diambil 0.3 ml dan ditambahkan 0.6 ml larutan DNS, dimasukkan ke dalam penangas air yang mendidih selama 15 menit kemudian didinginkan dalam air. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm dan kadar gula pereduksi dihitung dengan persamaan kurva standar xilosa. Dibuat grafik hubungan antara waktu sumbu X dan kadar xilosa sumbu Y dari berbagai konsentrasi substrat awal dimana nilai kecepatan reaksi v merupakan nilai kemiringan grafik tersebut. Selanjutnya dibuat grafik double reciprocal dan didilakukan penentuan nilai Km dan Vmaxnya.

3.3.11 Hidrolisis Substrat Spesifik

Pengujian hidrolisis substrat spesifik dilakukan dengan cara mereaksikan larutan enzim dengan berbagai substrat spesifik yang merupakan turunan p-nitrofenol, yaitu : p-nitrofenol- α-L-arabinosida substrat untuk α-L-arabinosidase, p-nitrofenol- β-D-xilanopiranosida substrat untuk β-D-xilanopiranosidase, p-nitrofenol-β-D- glukopiranosida substrat untuk β-D-glukopiranosidase, p-nitrofenol-α-D- galaktopiranosida substrat untuk α-D-galaktopiranosidase dan p-nitrofenol-asetat substrat untuk asetil xilan esterase. Sebanyak 100 µl larutan enzim ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 900 µl substrat spesifik dalam 50 mM bufer pada pH optimal, kemudian diinkubasi pada suhu optimal selama 30 menit. Reaksi enzimatis dihentikan dengan penambahan 100 µl Na 2 CO 3 0.4M dan banyaknya p-nitrofenol yang terbentuk dideteksi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 405 nm. Satu unit aktivitas enzim dinyatakan sebagai banyaknya enzim yang diperlukan untuk menghasilkan 1 µmol p-nitrofenol dari substrat spesifik permenit pada kondisi seperti tersebut di atas. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Produksi xilanase Produksi xilanase dari Streptomyces sp. SKK1-8 dilakukan pada media cair yang mengandung 0.5 xilan, diinkubasi pada suhu kamar selama 10 hari dengan pengocokan. Kultur disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit pada suhu 4 o C untuk memisahkan larutan enzim dari sel. Larutan enzim kasar memiliki aktivitas xilanase sebesar 7.015 Uml. Aktivitas tersebut jauh lebih kecil dibanding aktivitas xilanase jamur misalnya xilanase T. reesei 960 Uml, S. commune 1244 Uml Subramaniyan Prema 2002, tetapi tidak jauh berbeda dengan xilanase B. amyloliquifaciens 10.4 Uml Breccia et al. 1998.

4.1.2 Pengendapan Xilanase

Guna mengetahui senyawa yang efektif untuk mengendapkan xilanase maka pada penelitian ini dicoba garam amonium sulfat dan pelarut organik aseton. Sebanyak 5 ml larutan enzim kasar diendapkan dengan amonium sulfat atau aseton pada berbagai konsentrasi dan aktivitasnya diuji. Aktivitas xilanase hasil pengendapan dengan amonium sulfat dan aseton diperlihatkan pada Gambar 4 dan 5. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Konsentrasi amonium sulfat ak tiv it as X ila nas e U ml Gambar 4 Aktivitas xilanase yang diendapkan dengan amonium sulfat pada berbagai konsentrasi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa xilanase Streptomyces sp. SKK1-8 tidak mengendap pada konsentrasi amonium sulfat 20 dan mulai mengendap pada konsentrasi amonium sulfat 30 dengan aktivitas sebesar 0.362 Uml. Semakin tinggi konsentrasi amonium sulfat maka semakin banyak xilanase yang mengendap. Aktivitas xilanase tertinggi terdapat pada konsentrasi 90 yaitu 8.872 Uml, tetapi recovery xilanase hanya sekitar 25. Hal ini dikarenakan hanya sebagian xilanase dapat mengendap setelah disentrifugasi, sedangkan sebagian lain masih melayang sehingga sulit dipisahkan dari cairannya dengan cara dekantasi. Pemisahan agregat xilanase dengan penyaringan dapat dilakukan akan tetapi perlu bufer untuk membilas xilanase dari kertas saring. Hal ini dirasa kurang efektif mengingat reduksi volume larutan enzim hanya sekitar 40-60 sementara banyaknya volume sampel yang dapat dimasukkan ke dalam kolom kromatografi jumlahnya terbatas. Amonium sulfat juga tidak efektif untuk mengendapkan xilanase Bacillus thermoleovarans IT-08 karena semakin tinggi amonium sulfat, xilanase yang mengendap semakin sedikit Puspaningsih 2004. 5 10 15 20 25 30 35 40 20 30 40 50 60 70 80 90 Konsentrasi aseton Ak ti v it a s x ilanas e U m l Gambar 5 Aktivitas xilanase yang diendapkan dengan aseton pada berbagai konsentrasi. Protein hasil pengendapan dengan aseton lebih mudah dipisahkan karena agregat protein menempel pada dinding gelas piala. Pemisahan endapan protein dari filtratnya cukup dilakukan dengan dekantasi. Hasil pengendapan menunjukkan bahwa xilanase tidak mengendap sampai konsentrasi aseton mencapai 50, mulai mengendap pada konsentrasi 60 dengan aktivitas sebesar 5.762 Uml dan maksimal pada konsentrasi 80 dengan aktivitas sebesar 33.606 Uml. Tidak terdeteksinya aktivitas xilanase pada konsentrasi 90 aseton dan recovery pemulihan aktivitas xilanase sebesar 96 pada 80 aseton menunjukkan bahwa xilanase sebagian besar telah mengendap pada 80 aseton. Aktivitas xilanase hasil pengendapan 80 aseton meningkat 4.8 kali dibandingkan dengan larutan enzim kasar 7.015 Uml.

4.1.3 Pemisahan Xilanase dengan Polimer Eudragit S100

Pemisahan xilanase dari protein pengotor lain juga dilakukan dengan menggunakan eudragit S100, suatu polimer anionik metil metakrilat:asam metakrilat =2:1 yang kelarutannya dipengaruhi oleh pH larutan. Hasil pengujian aktivitas xilanase diperlihatkan dalam Tabel 1. Aktivitas xilanase yang terdeteksi pada supernatan 1 dan 2 merupakan xilanase yang tidak terikat polimer. Aktivitas xilanase pada elusi merupakan xilanase yang dapat diikat oleh polimer dan terelusi dengan larutan bufer yang mengandung 1 M NaCl dan 0.2 triton X-100. Aktivitas pada endapan merupakan xilanase yang terimobilisasi polimer eudragit S100. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sekitar 40.6 xilanase tidak terikat eudragit S100 Supernatan 1 dan 2 , hanya 5.9 yang dapat dipisahkan elusi dan 2.86 terimobilisasi pada polimer. Tabel 2 Aktivitas xilanase hasil pemisahan dengan eudragit S100 Tahap Aktv. Xilanase Uml Volume ml Aktv. Xilanase Total U Hasil Ekstrak kasar 4.580 40 183.200 100 Supernatan 1 0.939 70 65.730 35.88 Supernatan 2 0.866 10 8.660 4.73 Elusi 0.433 20 10.825 5.91 Endapan 3.495 1.5 5.243 2.86

4.1.4 Pemurnian Xilanase dengan Filtrasi Gel dan Kromatografi Penukar

Anion Profil elusi filtrasi gel menggunakan matrik Sephadex G-100 memperlihatkan adanya satu puncak protein utama yang terelusi pada fraksi 5-23 mendahului dua puncak protein kecil lainnya fraksi 31-32 dan fraksi 39. Hasil pengujian aktivitas xilanase menunjukkan adanya 2 puncak aktivitas dimana aktivitas yang lebih tinggi terdapat pada fraksi 5-11, sedangkan puncak protein fraksi 15-18 menunjukkan aktivitas yang lebih rendah Gambar 6. Fraksi 5-11 digabungkan, diuji kemurniannya dengan SDS-PAGE dan dimurnikan lebih lanjut. Hasil SDS-PAGE dari fraksi tersebut yang diwarnai dengan CBB memperlihatkan masih ada 3 pita yang menunjukkan bahwa xilanase belum murni data tidak ditunjukkan. 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 No Fraksi OD 2 80 n m Protein 280nm Aktv xilanase Uml Gambar 6 Profil elusi filtrasi gel dengan matrik Sephadex G-100 dari xilanase. Elusi menggunakan 10 mM bufer fosfat pH 6.0, kecepatan aliran 0.5 mlmnt. 1 2 3 Fraksi filtrasi gel didialisis menggunakan 10 mM bufer Tris-HCl pH 8.0 dan dimasukkan ke dalam kolom kromatografi penukar anion yang berisi matrik DEAE- Sephadex A50. Elusi protein tak terikat matrik menggunakan 10 mM bufer Tris-HCl pH 8.0 fraksi 1-30, elusi protein terikat matrik menggunakan gradien linier larutan 0-0.5 M NaCl fraksi 31-90 dan 1 M NaCl fraksi 91-120 dalam 10 mM bufer Tris- HCl pH 8.0. Profil elusi Kromatografi penukar anion Gambar 7 memperlihatkan adanya 2 puncak protein tidak terikat matrik puncak 1 dan 2 dan dua puncak protein yang tidak terpisah dengan baik puncak 3 dan 4 terelusi dengan gradien linier 0- 0.5M NaCl. Hasil pengujian aktivitas xilanase menunjukkan adanya 1 puncak aktivitas pada fraksi 52-59. Fraksi tersebut digabungkan dan dilihat kemurniannya dengan SDS-PAGE dan native PAGE. 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 1 9 17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 113 No Fraksi O D 280nm Protein OD280nm Aktv xilanase Uml Gambar 7 Profil elusi kromatografi pertukaran ion dengan matrik DEAE-Sephadex A50 dari xilanase. Elusi menggunakan 10 mM bufer Tris-HCl pH 8.0 fraksi 1-30, gradien linier 0-0.5 M NaCl fraksi 31-90 dan 1M NaCl fraksi 91- 120. 1 2 3 4 A B Gambar 8 Profil hasil native PAGE A dan SDS-PAGE B dari xilanase. 1 dan 6 marker, 2 xilanase kasar, 3 fraksi aseton, 4 dan 5 fraksi penukar ion. Hasil native PAGE yang diberi pewarna perak nitrat menunjukkan bahwa di dalam larutan xilanase kasar Streptomyces sp. SKK1-8 terdapat berbagai protein dengan berat molekul bervariasi sumur 2. Tampaknya pengendapan xilanase dengan 50-80 aseton sumur 3 tidak banyak menghilangkan protein kontaminan tetapi meningkatkan konsentrasi protein termasuk xilanase 2 pita protein yang bergerak paling jauh. Hal ini terlihat dengan makin tebalnya pita pada sumur 3 dibandingkan pita pada sumur 2. Semakin tebal pita hasil elektroforesis menunjukkan bahwa konsentrasi protein semakin tinggi. Hasil native PAGE dan SDS-PAGE dari fraksi kromatografi penukar ion memperlihatkan adanya 2 pita yang sangat berdekatan dengan berat molekul masing-masing sebesar 14.4 kDa dan 13.4 kDa Gambar 8. Tampaknya filtrasi gel dengan matrik Sephadex G100 dan kromatografi penukar ion dengan matrik DEAE-Sephadex A50 cukup efektif untuk memisahkan xilanase dari protein lainnya, meskipun belum dapat memisahkan dua xilanase. Pemurnian xilanase Streptomyces sp. SKK1-8 dari larutan enzim kasar sampai kromatografi penukar anion dirangkum dalam Tabel 3. Xilanase setelah kromatografi penukar anion memiliki tingkat kemurnian 12.97 kali dibandingkan larutan enzim kasarnya dengan hasil 48.42. Protein total mengalami penurunan sedangkan aktivitas spesifik mengalami peningkatan seiring dengan proses pemurnian. 1 2 3 4 5 6 Tabel 3 Tahap permurnian xilanase Streptomyces sp. SKK1-8 Tahap Total Aktv U Total protein mg Aktv spesifik Umg Hasil Tingkat kemurnian Enzim kasar 285.6 2680.8 0.1065 100 1 Aseton 50-80 62.61 241.731 0.4418 21.92 2.53 Filtrasi Gel 140.55 224.138 0.6271 49.21 5.88 Penukar Anion 138.3 100.095 1.3817 48.42 12.97

4.1.5 Karakterisasi Xilanase

Pengaruh pH terhadap aktivitas dan stabilitas xilanase diuji dengan menggunakan 3 jenis bufer dengan konsentrasi 0.1 M, yaitu bufer asetat pH 4.0-6.0, bufer fosfat pH 6.0-8.0 dan bufer Tris-HCl pH 7.0-9.0. Xilanase menunjukkan aktivitas tertinggi pada pH 4.5 0.892 Uml, selanjutnya menurun dengan naiknya pH. Pada pH 7.0 aktivitas xilanase meningkat lagi 0.432 Uml dan kehilangan aktivitasnya pada pH 8.5. Xilanase pada pH 6.0 dalam larutan bufer asetat dan bufer fosfat menunjukkan aktivitas yang berbeda. Aktivitas xilanase dalam larutan bufer asetat hampir dua kali lipat aktivitas xilanase dalam bufer fosfat, yaitu masing- masing sebesar 0.389 Uml dan 0.204 Uml Gambar 9. Xilanase menunjukkan stabilitas yang bervariasi dalam jenis bufer yang berbeda. Xilanase masih mempertahankan 100 aktivitasnya pada pH 4.0-5.0 dalam bufer asetat, pada pH 6.0 dalam bufer fosfat dan pada pH 7.5 dalam bufer Tris-HCl Gambar 10. Tampaknya jenis bufer dan pH bufer berpengaruh terhadap aktivitas dan stabilitas xilanase. Pengaruh suhu terhadap aktivitas xilanase diperlihatkan dalam Gambar 11. Aktivitas xilanase meningkat dengan meningkatnya suhu sampai mencapai 50 o C, selanjutnya menurun pada suhu 60 o C dan kehilangan seluruh aktivitasnya pada suhu 70 o C. Xilanase menunjukkan aktivitas tertinggi pada suhu 50 o C, yaitu sebesar 1.102 Uml. Xilanase relatif stabil setelah diinkubasikan selama 1 jam pada suhu 50 o C, menyisakan 57,54 aktivitasnya pada suhu 60 o C dan kehilangan seluruh aktivitasnya pada suhu 70 o C Gambar 12. 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 pH A k tv xi la n a se U m l Bufer asetat Bufer fosfat Bufer Tris-HCl Gambar 9 Profil hasil pengujian pengaruh pH terhadap aktivitas xilanase. Bufer yang digunakan: bufer asetat pH4-6, bufer fosfat pH 6-8 dan bufer Tris-HCl pH 7-9. 20 40 60 80 100 120 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 pH Akt v xilanase t e rs isa Bufer asetat Bufer fosfat Bufer Tris-HCl Gambar 10 Profil hasil pengujian pengaruh pH terhadap stabilitas xilanase. Xilanase diinkubasi dalam bufer selama 1 jam, selanjutnya aktivitas xilanase diuji pada kondisi pH dan suhu optimum. Bufer yang digunakan: bufer asetat pH4-6, bufer fosfat pH 6-8 dan bufer Tris-HCl pH 7-9. 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 30 40 50 60 70 80 Suhu o C A k tv X ila n a se U m l Gambar 11 Profil hasil pengujian pengaruh suhu terhadap aktivitas xilanase. 20 40 60 80 100 120 30 40 50 60 70 Suhu o C A k tv x ila n a s e te rs is a Gambar 12 Profil hasil pengujian pengaruh suhu terhadap stabilitas xilanase. Xilanase diinkubasi pada berbagai suhu selama 1 jam, selanjutnya aktivitas xilanase diuji pada kondisi pH dan suhu optimum. Pengaruh kation terhadap aktivitas xilanase diuji dengan mengukur aktivitas xilanase pada kondisi optimal reaksi enzimatis dengan penambahan kation pada konsentrasi akhir 1 mM. Aktivitasnya dibandingkan dengan aktivitas xilanase tanpa penambahan kation yang dianggap sebagai 100. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sebagian besar kation menurunkan aktivitas, dua kation Cu 2+ dan Zn 2+ meningkatkan aktivitas dan dua kation Fe 3+ dan Ni 2+ relatif tidak berpengaruh terhadap aktivitas xilanase. Penurunan aktivitas xilanase berkisar antara 6-100, sedangkan peningkatan aktivitas sebesar 46 Cu 2+ dan 57 Zn 2+ . Kation Sr 2+ , Ag 2+ , Ba 2+ merupakan inhibitor kuat xilanase dari Streptomyces sp SKK1-8. Konsentrasi SrCl 2 sebesar 1 mM mengakibatkan xilanase kehilangan seluruh aktivitasnya Gambar 13. 20 40 60 80 100 120 140 160 180 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kation A k tv X ilanas e Ter s is a Gambar 13 Profil hasil pengujian pengaruh 1 mM kation terhadap aktivitas xilanase. 1 tanpa perlakuan.2.AgNO 3 3.BaCl 2 4.CaCl 2 5.CoCl 2 6.CuCl 2 7.FeCl 3 8.KCl 9.NaCl 10.NiCl 11.SrCl 12.ZnCl 13.EDTA. Penghitungan kinetika enzim dilakukan dengan mengukur konsentrasi xilosa sebagai produk hidrolisis substrat birchwood xilan pada berbagai konsentrasi selama waktu tertentu. Kurva antara konsentrasi xilosa dengan waktu dan kurva double reciprocal Lineawever-Burk diperlihatkan dalam Lampiran 10. Dari persamaan y = 0.5626x + 5.5675 diperoleh nilai 1Vmax = 5.5675 dan nilai Km Vmax = 0.5626. Maka nilai Vmax = 0.1796 μmol xilosamenitml dan nilai Km = 0.101 mgml. Dapat dikatakan bahwa pada kecepatan reaksi maksimalnya, xilanase dari Streptomyces sp. SKK1-8 dapat menghasilkan 0.101 μM xilosa permenit. Hasil pengujian aktivitas xilanase pada berbagai substrat turunan p-nitrofenol menunjukkan bahwa xilanase dari Streptomyces sp SKK1-8 dapat memecah substrat p -NP- β-D-xilanopiranosida, p-NP- α-L-arabinofuranosida, p-NP-α-D-glukopiranosida dan p-NP- α-D-galaktopiranosida, akan tetapi tidak memecah substrat p-NP-asetat Tabel 4. Hal ini menunjukkan bahwa xilanase hasil kromatografi penukar anion memiliki aktivitas endoxilanase, α-L-arabinofuranosidase, α-D-glukuronidase, α-D- galaktopiranosidase dengan aktivitas tertinggi sebagai endoxilanase, yaitu sebesar 0.1012 Uml. Tabel 4 Aktivitas hidrolisis substrat spesifik oleh xilanase Substrat Aktv. Uml p -NP Asetat p -NP- β-D-Xilopiranosida 0.1012 p -NP- α-L-Arabinofuranosida 0.0993 p -NP- α-D-Glukopiranosida 0.0892 p -NP- α-D-Galaktopiranosida 0.0773 4.2 Pembahasan 4.2.1 Produksi Xilanase Larutan xilanase kasar Streptomyces sp. SKK1-8 memiliki aktivitas sebesar 7.015 Uml. Aktivitas xilanase tersebut lebih kecil dibandingkan aktivitas xilanase bakteri dari genus Bacillus dan jamur dari genus Trichoderma. Aktivitas xilanase pada larutan enzim kasar yang dihasilkan oleh B. circulans dan T reesei masing- masing sebesar 400 IUml dan 960 IUml. Namun demikian, pada larutan enzim kasar kebanyakan bakteri dan jamur pendegradasi hemiselulosa terdeteksi adanya aktivitas selulase Subramaniyan Prema 2002. Menurut Meryandini 2006, pada larutan xilanase kasar Streptomyces sp. SKK1-8 tidak terdeteksi adanya aktivitas selulase. Xilanase merupakan enzim ekstraselular yang bersifat induktif. Xilan yang merupakan polimer dengan berat molekul besar tidak dapat masuk ke dalam sel dan berfungsi sebagai induser secara langsung. Terinduksinya produksi xilanase oleh mikroba yang ditumbuhkan pada media yang mengandung xilan karena adanya fragmen xilan dengan berat molekul kecil, seperti xilosa, xilobiosa, xilooligosakarida, heterodisakarida dari xilosa dan glukosa serta isomernya dalam media yang dapat memasuki sel dan berfungsi sebagai induser untuk sintesa xilanase dalam jumlah besar. Fragmen xilan tersebut diduga merupakan hasil degradasi substrat xilan oleh xilanase yang diproduksi secara konstitutif dalam jumlah yang sangat kecil Kulkarni et al . 1999. Streptomyces sp. SKK1-8 diketahui menghasilkan tiga xilanase. Hal ini ditunjukkan dengan adanya 3 pita yang memiliki aktivitas xilanase pada zimogram larutan xilanase yang diendapkan dengan aseton Meryandini et al. 2006. Kemampuan satu jenis mikroba dalam menghasilkan lebih dari satu jenis xilanase telah banyak dilaporkan. Hal itu dikarenakan kompleksitas struktur molekul xilan yang terdapat di alam sehingga diperlukan kerja yang sinergi dari beberapa jenis xilanase untuk mendegradasi secara lengkap substrat yang mengandung xilan menjadi komponen gulanya Beg et al. 2001; Collins et al. 2005.

4.2.2 Pengendapan Xilanase

Kelarutan molekul protein ditentukan oleh distribusi kelompok asam amino hidrofilik hidrofobik bermuatan pada permukaan protein yang berinteraksi dengan gugus ionik dalam larutan. Pengendapan protein terjadi karena penggabungan agregasi molekul protein yang diinduksi oleh perubahan pH atau kekuatan ionik, penambahan pelarut organik, penambahan polimer atau inert solute Harris 1989. Pengendapan protein pada tahap awal pemurnian berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi protein enzim, mereduksi volume larutan enzim dan memisahkan protein target dari sebagian kontaminan yang tidak dikehendaki. Pada penelitian ini pengendapan dilakukan dengan penambahan amonium sulfat atau aseton pada berbagai konsentrasi 20-90. Proses pengendapan dilakukan diatas penangas es agar tidak terjadi peningkatan suhu larutan karena dibebaskannya energi selama penambahan amonium sulfat dan mencegah terjadinya denaturasi protein target. Aseton dingin atau amonium sulfat ditambahkan sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang konstan diatas magnetic stirrer untuk mencegah konsentrasi elektrolit di bagian tertentu dari larutan enzim. Terjadinya pengendapan protein pada saat penambahan garam amonium sulfat dikarenakan terjadinya netralisasi muatan pada permukaan protein enzim, pengurangan aktivitas kimia protein dan pengurangan konsentrasi efektif air oleh garam amonium sulfat. Konsentrasi garam yang diperlukan agar terjadi pengendapan suatu protein berhubungan dengan jumlah dan distribusi residu bermuatan dan residu polar ionik pada permukaan protein, jumlah dan distribusi residu hidrofobik yang terekspos pada permukaan protein serta ukuran dan bentuk protein Englard Seifter 1990. Hasil pengendapan xilanase Streptomyces sp. SKK1-8 dengan amonium sulfat menunjukkan bahwa sebagian protein dapat mengendap sedangkan sebagian lainnya tidak. Hal yang serupa juga terjadi pada xilanase Streptomyces sp. Strain S38 yang diendapkan dengan 75 amonium sulfat Georis et al. 2000. Agregat protein yang tidak mengendap menunjukkan bahwa densitasnya sama atau lebih rendah dibanding densitas larutan. Densitas larutan jenuh amonium sulfat dalam air murni adalah sebesar 1.235 gml sedangkan agregat protein sebesar 1.29 gml. Namun karena adanya garam dan senyawa lain maka densitas larutan 75-100 amonium sulfat pada proses pengendapan protein dari larutan enzim kasar lebih besar dari 1.235 gml. Akibatnya agregat protein yang memiliki densitas lebih rendah dari larutan akan sulit dipisahkan dengan sentrifugasi Harris 1989. Meskipun amonium sulfat merupakan garam yang paling sering dipakai untuk pengendapan protein karena beberapa sifatnya yang menguntungkan harganya murah, mudah larut air, tidak merusak protein, namun dalam penelitian ini tidak digunakan lebih lanjut karena sulitnya memisahkan agregat xilanase dari cairannya. Salah satu yang harus dipertimbangkan dalam memilih senyawa untuk pengendapan adalah kemudahan pemisahan agregat protein target dari cairan Harris 1989. Penambahan pelarut organik akan menurunkan konstanta dielektrik larutan sehingga kelarutan protein menurun dan terjadi agregasi karena tarik menarik elektrostatik Harris 1989, Suhartono 1989. Pelarut yang memiliki konstanta dielektrik tinggi misalnya air bersifat sebagai pelarut Profilr. Pelarut organik, seperti aseton, memiliki bagian Profilr dan bagian hidrofobik. Bagian Profilr dari pelarut organik berkompetisi dengan air untuk berinteraksi dengan residu Profilr protein, sedangkan bagian hidrofobiknya mengganggu interaksi intramolekular residu hidrofobik protein yang berfungsi menjaga stabilitas struktur protein sehingga akan terjadi penyusunan kembali molekul protein yang mengakibatkan tereksposnya residu hidrofobik. Residu hidrofobik antar molekul protein akan saling berinteraksi yang mengakibatkan protein mengendap.

4.2.3 Pemisahan Xilanase dengan Polimer Eudragit S100

Aktivitas xilanase yang diperoleh dari hasil pemisahan menggunakan polimer anionik eudragit S100 sebesar 5.9 sedangkan aktivitas xilanase yang tertinggal dalam polimer sebesar 2.86 dari aktivitasnya dalam larutan enzim kasar. Xilanase yang tidak terikat polimer eudragit S100 memiliki aktivitas sebesar 40.6. Eudragit S100 merupakan polimer asam metakrilat dan metilmetakrilat yang dapat mengalami perubahan kelarutan tergantung dari pH larutan. Pada kondisi di atas pH 5.5 eudragit S100 bersifat larut sedangkan di atas pH tersebut akan mengendap. Agar eudragit dapat mengikat protein yang berlawanan muatan dan kemudian protein tersebut dipisahkan dari pengotornya, maka eudragit harus dirubah kondisinya dari terlarut menjadi tidak larut. Pada kondisi pH 7.0 polimer anionik Eudragit akan terionisasi dimana gugus karboksilnya akan melepaskan ion hidrogen sehingga polimer menjadi bermuatan negatif. Protein yang bermuatan positif akan terikat polimer sedangkan yang bermuatan negatif tidak terikat. Banyaknya xilanase yang tidak terikat polimer eudragit S100 menunjukkan bahwa pada pH 7.0 xilanase bermuatan negatif. Dapat dikatakan bahwa polimer Eudragit S100 tidak sesuai untuk digunakan dalam pemisahan xilanase Streptomyces sp. SKK1-8. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian pada xilanase Streptomyces sp. 451-3 asal Kalimantan Prihandono 2007. Xilanase tersebut dapat dipisahkan dari pengotornya dengan polimer anionik eudragit S100 dengan hasil sebesar 62.98. Polimer anionik eudragit S100 dilaporkan dapat digunakan untuk memisahkan xilanase dari protein lain. Xilanase tersebut diantaranya yaitu xilanase Trichoderma viridae yang meningkat kemurniannya menjadi 4.2 kali Gupta et al. 1994. Xilanase Bacillus amyloliquefaciens MIR 37 Breccia et al 1998, xilanase Aspergillus sp 5, Aspergillus sp 44 Gawande Kamat 1999, dan A. niger Sardar et al. 1997 yang meningkat kemurniannya berturut-turut sebesar 10.8, 4.8 dan 65 kali.

4.2.4 Pemurnian Xilanase dengan Filtrasi Gel dan Kromatografi Penukar

Anion Profil elusi filtrasi gel memperlihatkan bahwa xilanase dapat dipisahkan dari 2 protein pengotor lainnya namun tidak dapat memisahkan xilanase satu dengan lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya satu puncak protein fraksi 5-23 yang memiliki 2 puncak aktivitas xilanase fraksi 5-11 dan fraksi 15-18. Fraksi 15-18 yang merupakan puncak protein memiliki aktivitas xilanase jauh lebih rendah dari pada fraksi 5-11. Rendahnya aktivitas xilanase pada puncak protein menunjukkan bahwa pada fraksi tersebut masih terdapat protein-protein lain yang memiliki berat molekul yang besarnya relatif sama dengan xilanase. Menurut Subramaniyan Prema 2002, mikroba xilanolitik juga menghasilkan enzim lain seperti protease, endoglukanase, selobiohidrolase selain xilanase jika ditumbuhkan pada medium yang mengandung xilan. Ambarawati 2005 menyatakan bahwa selain menghasilkan xilanase, Streptomyces sp. galur 451-3 juga menghasilkan mananase jika ditumbuhkan pada media yang mengandung birchwood xilan. Hasil zimogram fraksi aseton menunjukkan adanya 3 xilanase yang memiliki berat molekul berdekatan Hendarwin 2006, sedangkan pada profil elusi filtrasi gel hanya terdeteksi 2 puncak aktivitas xilanase. Terdapat kemungkinan bahwa dua xilanase terelusi bersamaan sehingga aktivitasnya berhimpitan dengan aktivitas xilanase lainnya sehingga hanya 2 puncak aktivitas xilanase yang tampak. Kemungkinan lainnya yaitu berinteraksinya salah satu xilanase dengan matrik Sephadex dan tidakbelum terelusi oleh bufer. Magnuson Crawford 1997 menyatakan bahwa sebagian besar xilanase S. viridosporus T7A hilang selama proses pemurnian yang terjadi terutama pada tahap filtrasi gel dengan matrik Sephadex G75. Hal ini disebabkan adanya interaksi xilanase dengan tulang punggung Sephadex dan interaksi tersebut tidak dapat dihindarkan meskipun dilakukan penambahan 0.5 M NaCl pada bufer elusi. Interaksi antara protein selulase Thermotaga maritima dengan matrik filtrasi gel disebabkan oleh interaksi hidrofobik antara matrik polisakarida dengan residu asam amino pada cellulose binding domain Bronnenmeier et al. 1995. Kemungkinan adanya interaksi antara xilanase dengan matrik filtrasi gel juga disebutkan oleh Lin et al. 1999. Hal ini mungkin terjadi karena xilanase memiliki carbohydrate binding domain . Profil elusi kromatografi penukar anion dengan matrik DEAE-Sephadex A50 memperlihatkan adanya 2 protein pengotor yang tidak terikat matrik dan xilanase yang terikat matrik. Elusi dengan gradien linier 0-0.5 NaCl dalam 10 mM bufer Tris- HCl dapat melepaskan ikatan xilanase dengan matrik. Xilanase hasil kromatografi penukar anion memiliki tingkat kemurnian 12.97 kali dibanding aktivitas enzim kasar dengan aktivitas spesifik sebesar 1.3817 Umg. Xilanase dari genus Streptomyces pada umumnya dimurnikan dengan menggunakan teknik kromatografi dan memberikan hasil yang bervariasi. Xilanase S. achromogenes ISP 5028, S. longisporus rubes IMMAS AS 4-167 dan Streptomyces sp.IAUR 8812 hasil pemurnian dengan kromatografi penukar anion dan filtrasi gel memiliki tingkat kemurnian dan hasil sebesar 14.7, 4.2, 3.9 dan 8.4, 12.1, 41.8 berturut-turut Belfaquih et al. 2002. Empat xilanase dari S. actuosus yang dimurnikan melalui proses pengendapan amonium sulfat, filtrasi gel Sephacryl S- 200 dan kromatografi penukar kation CM-Sepharose CL-6B memiliki tingkat kemurnian antara 14-62 dan tingkat pemulihan antara 4-11.3 Wang et al. 2003. Xilanase S. viridosporus T7A hasil pemurnian dengan penukar anion Q-Sepharose, filtrasi gel Sephadex dan isoelectric focusing memiliki tingkat kemurnian tinggi tetapi hasilnya rendah Magnuson Crawford 1997. Hasil native PAGE dan SDS-PAGE dari fraksi kromatografi penukar anion xilanase Streptomyces sp SKK1-8 menunjukkan adanya dua pita protein yang letaknya berdekatan dengan berat molekul masing-masing sebesar 14.4 kDa dan 13.4 kDa. Hal ini menunjukkan bahwa xilanase Streptomyces sp SKK1-8 belum dapat dimurnikan sampai tahap kromatografi penukar anion sehingga diperlukan proses pemurnian lebih lanjut. Untuk itu perlu digunakan teknik yang dapat memisahkan campuran protein dengan berat molekul dan keelektronegatifan yang berdekatan. Xilanase dari genus Streptomyces memiliki berat molekul yang beragam dan dikelompokkan menjadi xilanase BM tinggi 30 kDa dengan pI rendah dan xilanase BM rendah 30 kDa dengan pI tinggi. Streptomyces sp. S38 menghasilkan 3 xilanase dengan BM masing-masing sebesar 24.5 kDa, 37.5 kDa dan 38 kDa dengan pI 9.8, 5.2 dan 4.7 Gories et al. 2000. Namun beberapa xilanase tidak sesuai dengan sistem pengelompokan tersebut, misalnya xilanase S. viridosporus yang memiliki BM 59 kDa dengan pI 10.2 Magnuson Crawford 1997. Xilanase Streptomyces sp SKK1-8 memiliki BM rendah, tetapi belum diketahui pInya sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pI dari xilanase tersebut. Terdapat kemungkinan bahwa pI xilanase tersebut lebih rendah dari pH 7.0. Hal ini mengingat bahwa pada pH 7.0 hampir setengah dari xilanase yang terdapat pada larutan xilanase kasar tidak terikat polimer anionik eudragit S100 bermuatan negatif yang berarti xilanase juga bermuatan negatif.

4.2.5 Karakterisasi Xilanase

Profil pengaruh pH terhadap aktivitas xilanase Streptomyces SKK1-8 menunjukkan aktivitas tertinggi pada pH 4.5 dan adanya aktivitas yang cukup tinggi pada pH 7.0 Gambar 9. Adanya aktivitas pada dua daerah pH tersebut kemungkinan karena masih adanya dua protein dari hasil kromatografi penukar anion, sesuai dengan hasil elektroforesis yang menunjukkan adanya 2 pita berdekatan Gambar 8. Hal ini sedikit berbeda dengan xilanase Streptomyces SKK1-8 hasil pengendapan aseton yang menunjukkan aktivitas tertinggi pada pH 6.0 dan aktivitas cukup tinggi pada pH 3.0, 7.2 dan 8.5. Hasil zimogramnya memperlihatkan adanya tiga xilanase Meryandini et al. 2006. Perbedaan tersebut kemungkinan karena perbedaan jumlah xilanase yang terdapat dalam larutan enzim dan jenis bufer yang digunakan dalam pengujian. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa xilanase dari genus Streptomyces memiliki aktivitas optimal pada pH yang bervariasi dan memiliki stabilitas pada kisaran pH yang luas, yaitu dari asam sampai basa. Streptomyces sp strain S38 menghasilkan 3 jenis xilanase yang memiliki aktivitas optimal antara pH 6.0-8.0 dan stabil pada pH 3.0-10.0 setelah inkubasi pada suhu 20 o C selama 7 hari Georis et al. 2000. Xilanase Streptomyces T7 memiliki aktivitas optimum pada pH 4.5-5.0 dan stabil pada pH 5.0 Beg et al. 2001. Xilanase S. Galbus NR memiliki aktivitas optimum pada pH 6.5 dan stabil pada pH 5.0-8.0 setelah inkubasi pada suhu 4 o C selama 1 jam Kansoh Nagieb 2004. Menurunnya aktivitas enzim karena perubahan pH larutan yang tidak terlalu besar sedikit dibawah atau diatas pH optimalnya disebabkan oleh berubahnya keadaan ion enzim dan seringkali juga keadaan ion substrat. Perubahan kondisi ion enzim dapat terjadi pada residu asam amino yang berfungsi katalitik mengikat substrat maupun pada residu asam amino yang berfungsi untuk mempertahankan struktur tersier dan kwartener enzim yang aktif. Aktivitas enzim yang mengalami penurunan tersebut dapat dipulihkan kembali dengan merubah kondisi reaksi enzimatis pada pH optimalnya. Pada pH tertentu perubahan muatan ion pada rantai samping yang dapat terionisasi dari residu asam amino enzim menjadi terlalu besar sehingga mengakibatkan terjadinya denaturasi enzim yang disertai dengan hilangnya aktivitas katalitik enzim. Disamping itu, perubahan struktur tersier menyebabkan kelompok hidrofobik yang pada mulanya tersembunyi dibagian dalam molekul enzim kontak dengan air sehingga solubilitas enzim menjadi berkurang. Berkurangnya solubilitas enzim dapat mengakibatkan turunnya aktivitas enzim secara bertahap Palmer 1981, Harper 1984. X ilanase Streptomyces sp. SKK1-8 menunjukkan aktivitas dan stabilitas yang berbeda dalam jenis bufer yang berbeda Gambar 9 dan 10. Tampaknya aktivitas dan stabilitas xilanase tersebut dipengaruhi baik oleh pH maupun jenis bufer. Pada pH 6.0, aktivitas xilanase dalam bufer asetat lebih tinggi dibandingkan dalam bufer fosfat, sedangkan pada pH 7.0 aktivitas dalam bufer fosfat dua kali lipat aktivitasnya dalam bufer Tris-HCl. Hal ini menunjukkan bahwa jenis bufer berpengaruh terhadap aktivitas xilanase. Pengaruh pH terhadap aktivitas xilanase juga dijumpai pada xilanase Cellulomonas flavigena dan Thermotoga maritima. Aktivitas xilanase Cellulomonas flavigena pada pH 6.5 pH optimumnya dalam bufer sitrat-fosfat lebih tinggi 45 dibandingkan dalam bufer Tris-HCl Martinez-Trujilo et al. 2003. Aktivitas relatif xilanase Thermotoga maritima pada pH 5.0 dalam bufer asetat sekitar 7 kali lipat dibandingkan aktivitasnya dalam bufer MES, namun pada pH 5.5 aktivitas relatifnya hanya 20 lebih tinggi. Pada pH 7.0 aktivitas relatif xilanase dalam 3 jenis bufer fosfat, Tris-HCl dan CHES menunjukkan nilai yang berbeda Zhengqiang et al. 2001. Perbedaan aktivitas dalam jenis bufer yang berbeda dikarenakan perbedaan pK bufer, jenis dan jumlah muatan ion komponen bufer. Setiap jenis bufer memiliki rentang pH tertentu dan kapasitas bufernya dipengaruhi oleh pKnya. Bufer bekerja dengan baik pada daerah pH yang dekat dengan pKnya, semakin jauh dari pK maka kapasitas bufernya semakin menurun. Muatan ion berpengaruh pada konstanta dielektrik larutan dan jumlah muatan ion berpengaruh terhadap besarnya kekuatan ion larutan. Konstanta dielektrik dan kekuatan ion berpengaruh terhadap kecepatan reaksi enzimatis Suhartono 1989. Xilanase Streptomyces sp. SKK1-8 memiliki suhu optimum dan stabil pada suhu 50 o C setelah inkubasi selama 1 jam. Aktivitas xilanase menurun drastis pada suhu 60 o C dan kehilangan seluruh aktivitasnya pada suhu 70 o C. Penelitian Meryandini et al. 2006 menunjukkan hasil yang serupa kecuali pada suhu 70 o C xilanase Streptomyces sp. SKK1-8 hasil pengendapan dengan aseton masih memiliki sekitar 20 aktivitas optimalnya sampai suhu 90 o C. Xilanase yang dihasilkan oleh genus Streptomyces memiliki suhu optimum dan stabilitas yang bervariasi, namun pada umumnya optimum dan stabil pada suhu 50-75 o C Beg et al. 2001. Xilanase hasil penelitian ini menyerupai xilanase S. galbus Nr yang memiliki aktivitas optimum dan stabil sampai suhu 50 o C setelah preinkubasi selama 30 menit, dan kehilangan aktivitasnya pada suhu yang lebih tinggi Kansoh Nagieb 2004. Streptomyces sp. strain S38 menghasilkan 3 jenis xilanase yang memiliki aktivitas optimum pada suhu 55-60 o C, tetapi Xyl3 lebih stabil dibandingkan Xyl1 dan Xyl2 dimana Xyl3 masih menyisakan lebih dari 80 aktivitasnya setelah preinkubasi selama 15 menit pada suhu 60 o C Georis et al. 2000. Peningkatan aktivitas enzim dibawah suhu optimum disebabkan meningkatnya energi kinetika karena kenaikan suhu reaksi yang mempercepat gerak vibrasi, translasi dan rotasi dari molekul-molekul yang bereaksi enzim dan substrat sehingga memperbesar frekuensi tumbukan yang merupakan peluang keduanya untuk bereaksi. Menurunnya aktivitas enzim diatas suhu optimal disebabkan terputusnya ikatan sekunder enzim karena besarnya energi kinetika dari molekul-molekul enzim melampaui penghalang energi yang mempertahankan ikatan tersebut. Putusnya ikatan sekunder yang mempertahankan struktur enzim dalam keadaan katalitik aktif ini mengakibatkan hilangnya struktur sekunder dan tersier dari enzim yang disertai dengan berkurangnya atau hilangnya aktivitas enzimatisnya. Pada suhu yang tinggi substrat dapat mengalami perubahan konformasi sehingga mengalami hambatan dalam “memasuki” sisi aktif enzim Harper 1984; Suhartono 1989. Pengaruh kation terhadap aktivitas xilanase merupakan parameter penting yang harus diuji mengingat bahwa pada aplikasi enzim sering kali dijumpai adanya kation dalam konsentrasi rendah yang dapat menghambatmeningkatkan aktivitas enzim. Xilanase Streptomyces sp SKK1-8 hasil pemurnian dihambat aktivitasnya oleh Ag 2+ , Ba 2+ , Ca 2+ , Co 2+ , K + , Na + dan Sr 2+ , diaktivasi oleh Cu 2+ dan Zn 2+ , sedangkan Fe 3+ dan Ni 2+ relatif tidak berpengaruh. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Meryandini et al. 2006 yang menunjukkan bahwa ion Fe 2+ , Mg 2+ , Ca 2+ , Cu 2+ , Co 2+ dan Zn 2+ pada konsentrasi 1 mM relatif tidak berpengaruh terhadap aktivitas xilanase Streptomyces sp. SKK1-8 yang diendapkan dengan aseton. Perbedaan tersebut kemungkinan dikarenakan telah hilangnya sebagian protein dan senyawa kontaminan lain yang berperan dalam pengikatan ion selama proses pemurnian. Hasil elektroforesis fraksi aseton memperlihatkan adanya beberapa protein lain selain xilanase. Terdapat kemungkinan bahwa protein-protein tersebut berperan dalam pengikatan kation sehingga aktivitas xilanase fraksi aseton relatif tidak terpengaruh dengan adanya 1 mM berbagai kation. Hasil elektroforesis fraksi kromatografi penukar anion menunjukkan protein lain telah hilang dan hanya ada dua pita protein yang diduga sebagai xilanase. Kation akan terikat pada xilanase dan mengakibatkan aktivitasnya berubah meningkat atau menurun. Jenis ion yang bersifat menghambat atau meningkatkan aktivitas berbeda untuk setiap enzim dan sumber enzim. Xilanase Penicillium capsulatum terhambat aktivitasnya oleh sebagian besar ion yang diujikan dengan efek penghambatan sebesar 21-86 Ryan et al. 2003, sebaliknya xilanase Bacillus polymixa tidak terpengaruh oleh kebanyakan ion, terhambat sebagian oleh Cu 2+ dan meningkat dengan adanya Mg 2+ Morales et al, 1995. Xilanase S. viridosporus T7A tidak terhambat oleh beberapa ion tetapi terhambat oleh ion Hg 2+ , Fe 2+ , Cu 2+ , dan K + Magnuson Crawford 1997. Xilanase cendawan Humicola insolens aktivitasnya tidak terpengaruh oleh keberadaan 1mM beberapa ion kecuali ion Mn 2+ dan Hg 2+ Düsterhöft et al. 1997. Ion Mn 2+ pada umumnya menghambat aktivitas xilanase, namun pada xilanase S. actuosus A-151, Bacillus sp. strain SPS-0 dan B. amyloliquefaciens justru meningkatkan aktivitasnya Wang et al. 2003. Interaksi ion dengan residu asam amino yang terdapat pada sisi aktif dapat mengakibatkan berubahnya afinitas enzim terhadap substrat meningkat atau menurun, sedangkan interaksi ion dengan residu asam amino yang mempertahankan konformasi aktif enzim mengakibatkan berubahnya konformasi enzim menjadi lebih aktif atau nonaktif. Ion Hg 2+ menghambat aktivitas enzim dengan cara berikatan dengan asam amino triptofan yang terdapat pada sisi aktif enzim Wang et al. 2003. Asam amino aromatik diketahui terdapat pada sisi aktif xilanase dalam jumlah cukup banyak dengan posisi berjajar dan berfungsi dalam pengikatan substrat Tahir et al. 2002. Beberapa jenis ion diduga berinteraksi dengan residu asam amino asam Glu yang berada pada sisi aktif yang mengakibatkan penurunan aktivitas xilanase Magnuson Crawford 1997. Dua residu asam amino glutamat yang letaknya saling berhadapan terdapat pada sisi aktif xilanase diketahui berfungsi sebagai nukleofilik dan katalis asambasa Tahir et al. 2002. Aktivitas xilanase Streptomyces sp. SKK1-8 mengalami penurunan 33 dengan adanya 1mM EDTA. Penurunan aktivitas karena adanya senyawa EDTA juga dilaporkan terjadi pada beberapa xilanase dengan efek penghambatan bervariasi. Aktivitas xilanase Streptomyces galbus NR turun 22 dengan adanya 1mM EDTA Kansoh Nagieb 2004. Senyawa EDTA merupakan inhibitor kuat enzim yang mengikat ion logam pada sisi aktifnya karena EDTA dapat mengkelat logam tersebut sehingga enzim kehilangan aktivitasnya. Namun EDTA hanya sedikit menghambat enzim-enzim yang tidak memiliki logam pada sisi aktifnya, seperti xilanase Zhengqiang et al. 2001. Penghambatan EDTA pada enzim yang tidak mengandung logam pada sisi aktifnya lebih dikarenakan pada berubahnya konformasi protein karena hilangnya logam yang berfungsi dalam mempertahankan struktur protein. Xilanase Streptomyces sp SKK1-8 dapat memecah substrat p-NP- β-D- xilanopiranosida, p-NP- α-L-arabinofuranosida, p-NP-α-D-glukopiranosida dan p-NP- α-D-galaktopiranosida. Dapat dikatakan bahwa xilanase tersebut memiliki aktivitas endoxilanase, α-L-arabinofuranosidase, α-D-glukuronidase, dan α-D- galaktopiranosidase. Kemampuan xilanase menghidrolisa lebih dari satu substrat kemungkinan karena masih adanya 2 protein seperti ditunjukkan oleh hasil native PAGE yang diduga sebagai xilanase dan adanya lebih dari satu aktivitas pada masing-masing xilanase bifungsional. Sifat bifungsional juga telah dilaporkan pada beberapa xilanase mikroba. Menurut Wong et al. 1988, kebanyakan xilanase murni hanya memiliki satu aktivitas, namun beberapa lignoselulolitik enzim dilaporkan memiliki spesifisitas substrat yang luas. Semula diduga hal itu disebabkan ketidak murnian enzim dan substratnya. Namun penelitian lebih mendalam menunjukkan bahwa beberapa enzim yang dimasukkan dalam famili 16, 52 dan 62 merupakan enzim bifungsional yang memiliki 2 katalitik domain dimana salah satunya merupakan katalitik domain dari xilanase famili 10 atau 11 Collins 2005. Xilanase juga diketahui memiliki aktivitas lain selain aktivitas xilosidase. Xilanase Clostridium stercorarium mampu menghidrolisis substrat p-NP- β-D-xilopiranosida dan p-NP-α-L-arabinopiranosida Sakka et al. 1993. Xilanase Clostridium cellulovorans diketahui memiliki aktivitas glikosil hidrolase famili 11 dan asetilxilan esterase Kosugi et al. 2002. Menurut Lee et al . 2003, kecambah Hordeum vulgare L menghasilkan β-D-xilosidase dan α-L- arabinofuranosidase dengan BM yang sama 67 kDa tetapi memiliki pI berbeda. Masing-masing enzim tersebut dapat menghidrolisa substrat p-NP- β-D-xilosida dan p -NP- α-L-arabinofuranosida tetapi efesiensi katalitiknya berbeda. Aktivitas β-D- xilosidase terhadap p-NP- β-D-xilosida 30 kali lipat aktivitasnya terhadap p-NP-α-L- arabinofuranosida, sedangkan aktivitas α-L-arabinofuranosidase terhadap p-NP-α-L- arabinofuranosida hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan aktivitasnya terhadap p- NP- β-D-xilosida. Xilanase Xyl2 dan Xyl3 Streptomyces sp. strain S38 juga mampu menghidrolisa substrat p-NP-xilosida dan p-NP-selobiosida sedangkan Xyl1 tidak dapat Georis et al. 2000. V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Pengendapan xilanase pada awal proses pemurnian dilakukan dengan penambahan aseton 50-80. Amonium sulfat dan polimer anionik eudragit S100 tidak efektif untuk digunakan dalam pengendapan dan pemisahan xilanase dari pengotornya. Proses pemurnian xilanase Streptomyces sp.SKK1-8 melalui tahap pengendapan dengan aseton, filtrasi gel dengan matrik Sephadex G100 dan kromatografi penukar anion dengan matrik DEAE-Sephadex A50 belum dapat memurnikan xilanase. Hasil elektroforesis menunjukkan adanya dua pita protein yang berdekatan dengan berat molekul masing-masing sebesar 14.4 kDa dan 13.4 kDa. Kemurnian xilanase hasil kromatografi meningkat 12.97 kali dibandingkan aktivitas enzim kasarnya dengan aktivitas spesifik sebesar 1.3817 Umg. Proses pemurnian merubah sebagian karakter xilanase Streptomyces sp. SKK1-8 sehingga berbeda dengan karakter xilanase hasil pengendapan dengan aseton. Karakter yang berubah yaitu pH optimum reaksi enzimatis dan pengaruh 1 mM kation terhadap aktivitas xilanase. Xilanase hasil pemurnian memiliki aktivitas optimum pada pH 4.5 dan suhu 50 o C, stabil pada rentang pH 4-8.5 dan suhu 50 o C. Aktivitas dan stabilitas xilanase dipengaruhi baik oleh pH maupun jenis bufer yang digunakan. Aktivitas xilanase dihambat oleh adanya 1 mM Ag 2+ , Ba 2+ , Ca 2+ , Co 2+ , K + , Na + dan Sr 2+ , diaktivasi oleh 1 mM Cu 2+ dan Zn 2+ , dan relatif tidak terpengaruh oleh 1 mM Fe 3+ dan Ni 2+ . Nilai Km dan Vmax xilanase pada substrat birchwood xilan berturut-turut yaitu 0.101 mgml dan 0.1796 μMmenitml.

5.2 Saran