Latar Belakang Analisis Ruang Ekologis Pemanfaatan Sumberdaya Pulau Pulau Kecil untuk Budidaya Rumput Laut (Studi Kasus Gugus Pulau Salabangka, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah)
Beberapa kegiatan pemanfataan wilayah pesisir pulau-pulau kecil terbatas pada kegiatan konservasi sumberdaya alam, budidaya kelautan, perikanan
tangkap, dan pariwisata bahari DKP 2000 in Adrianto 2004a . Namun beberapa kegiatan pemanfaatan tersebut sangat selektif sesuai dengan karateristik wilayah
dan membutuhkan kapitalisasi yang besar. Secara umum, pemanfaatan potensi perairan berdasarkan Ditjen Perikanan
1999 diperuntukan untuk budidaya kelautan seluas 2.003.680 ha antara lain untuk budidaya kakap dengan luas 598.120 ha 29,85 , budidaya kerapu seluas
461.600 ha 23,04 , luas 591.800 ha 29,54 untuk budidaya kerang dan tiram, budidaya teripang seluas 66.660 ha 3,33 , kerang mutiara dan abalon
seluas 62.040 ha 3,10 dan rumput laut seluas 222.460 ha 11,10 . Secara khusus, sesuai dengan KepPres No. 23 Tahun 1982, salah satu
kegiatan budidaya laut yang dapat dikembangkan adalah budidaya rumput laut, dengan pertimbangan antara lain ketersediaan potensi sumberdaya rumput laut
cukup besar, dapat dilakukan dengan teknologi budidaya yang sederhana, penggunaan modal relatif lebih kecil, lamanya waktu pemeliharaan lebih singkat
dan menyerap tenaga kerja. Propinsi Sulawesi Tengah merupakan propinsi urutan ketiga penghasil
rumput laut di Indonesia setelah Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat, dan pemanfaatan luas perairan untuk budidaya rumput laut baru mencapai 39,61
persen. Kabupaten Morowali merupakan salah satu kabupaten sebagai sentra produksi rumput laut Diskanlut Provinsi Sulawesi Tengah 2008. Luas wilayah
Kabupaten Morowali adalah 45.453,60 km
2
meliputi luas daratan sebesar 15.490,8 km
2
34,08 dan wilayah perairan seluas 29.962,8 km
2
65,92 . Berdasarkan Diskanlut Kabupaten Morowali 2008 menyebutkan potensi luas
areal untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottono 2.070,24 ha dengan areal terkelola baru mencapai 18,14 atau 820,00 ha dan produksi rumput laut
Kabupaten Morowali tahun 2007 mencapai 52.813 ton kering terdiri atas jenis Euchema cottoni
37.545 ton dan jenis gracilaria sp.15.268 ton. Wilayah Kecamatan Bungku Selatan merupakan salah satu wilayah di
Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah terletak di Teluk Tolo terdiri dari pulau-pulau kecil. Daerah ini memiliki potensi pengembangan budidaya rumput
laut. Tahun 2003 pemanfaatan wilayah pesisir untuk kegiatan budidaya perikanan di Kecamatan Bungku Selatan adalah seluas 1.433,22 ha 1,33 dari total luas
perairan laut Kabupaten Morowali, yang terbagi atas 1.430,17 ha untuk budidaya rumput laut dan 3,05 ha untuk usaha perikanan budidaya lainnya pemeliharaan
ikan dalam keramba dan budidaya teripang. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Morowali Tahun
2002 – 2007 dengan misi pembangunan yaitu “memberdayakan pemerintah, masyarakat, wilayah agar mampu memanfaatkan seluruh sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia serta tata ruang wilayah dengan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, seefektif dan seoptimal mungkin melaksanakan
pembangunan yang merata, menyentuh seluruh wilayah dan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Sesuai dengan misi pembangunan tersebut maka
pendekatan penilaian daya dukung lingkungan menjadi sangat penting terkait dengan kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam.
Dalam penelitian ini kegiatan pemanfaatan sumberdaya khususnya PPK dibatasai pada pemanfatan perairan untuk budidaya rumput laut melalui analisis
ruang dengan pendekatan ecological footprint. Pendekatan ini didasarkan pada tingkat permintaan terhadap suatu sumberdaya rumput laut dan luas perairan
yang tersedia biocapacity. Dengan pendekatan ini dapat diketahui berapa maksimal pemanfaatan sumberdaya dengan luas perairan yang tersedia sehingga
keberadaan ekosistem tetap lestari Adrianto 2006c. 1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan potensi perairan 2.996.280 ha dan area lahan yang dikelola untuk budidaya rumput laut di Kabupaten Morowali saat ini, maka pemanfaatan
potensi perairan laut dan rata-rata produktivitas masih rendah. Secara umum usaha budidaya rumput laut terkonsentrasi pada beberapa kecamatan hanya 3
kecamatan dari 7 kecamatan di Kab Morowali, terluas pengusahaannya di Kecamatan Bungku Selatan dan Menui Kepulauan.
Berdasarkan kondisi geografis dan ekologis perairan, wilayah perairan laut Kabupaten Morowali terutama di kecamatan Bungku Selatan sangat
memungkinkan untuk pengembangan rumput laut yang lebih intensif. Wilayah ini
merupakan gugusan pulau-pulau kecil di wilayah pengelolaan perikanan WPP Teluk Tolo dengan jarak dari wilayah daratan utama mainland lebih kurang 5
kilometer sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di daratan utama sangat kecil pengaruhnya terhadap kegiatan perikanan laut dan perikanan budidaya di
Gugus Pulau Salabangka. Namun demikian, dengan bertambahnya jumlah penduduk di daerah pulau menyebabkan peningkatan pencemaran laut akibat
pembuangan limbah rumah tangga. Kondisi ini menyebabkan terganggunya kualitas perairan laut yang secara langsung dapat mengganggu pertumbuhan biota
laut terutama rumput laut. Selain itu, di beberapa tempat dalam wilayah kepulauan Salabangka masih terjadi kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan
peledak pengeboman, pembiusan ikan dan pengambilan karang atau sejenisnya. Secara histories, kegiatan ini mulai berlangsung sejak tahun 1980-1990an
dalam intensitas yang tinggi sehingga menyebabkan penurunan kualitas perairan dan hancurnya biota laut termasuk terganggunya kegiatan pembudidayaan rumput
laut yang dimulai tahun 1991. Namun sejak Kabupaten Morowali berdiri sebagai salah satu kabupaten otonom di Provinsi Sulawesi Tengah dan penegakan hukum
lebih intensif, lambat laun kegiatan yang bersifat destruktif tersebut mulai menurun dan usaha budidaya rumput laut mulai menunjukkan hasil yang lebih
baik. Berdasarkan aspek sosial budaya, pada awalnya kegiatan budidaya rumput
laut masih bersifat usaha sampingan, sementara usaha penangkapan ikan nelayan merupakan mata pencaharian utama masyarakat. Namun dengan
berkembangnya pasar dan meningkatnya harga rumput laut, maka lambat laun di beberapa desa kegiatan budidaya rumput laut dijadikan sebagai matapencaharian
utama. Pergeseran jenis matapencaharian ini menyebabkan pula terjadinya perubahan kegiatan pemanfaatan di wilayah pesisir kepulauan Salabangka. Daerah
operasi penangkapan ikan dijadikan sebagai kawasan budidaya rumput laut. Umumnya daerah yang dijadikan sebagai lokasi kegiatan budidaya adalah daerah
bekas pemboman ikan yang sudah tidak dimanfaatkan selama beberapa tahun oleh nelayan karena berkurangnya ikan. Sisi positif dari pemanfaatan perairan ini
adalah optimasi pemanfaatan ruang untuk kegiatan lain selain perikanan tangkap, semakin membaiknya kualitas perairan, dan semakin meningkatnya jumlah ikan
di kawasan tersebut. Sisi negatifnya, kondisi ini menyebabkan peningkatan luas areal budidaya rumput laut yang tidak tertata dengan baik sehingga mengganggu
jalur transportasi, perikanan budidaya dan kembalinya kegiatan perikanan tangkap. Jika kondisi ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan tidak
diikuti dengan penataan ruang kawasan pesisir dan pulau bagi seluruh kegiatan pemanfaatan akan melebihi daya dukungnya serta menyebabkan terjadinya
konflik antar kegiatan pemanfaatan. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka perlu
dilakukan pengkajian pemanfaatan ruang PPK bagi kegiatan budidaya rumput laut yang optimal dan sesuai dengan potensi serta daya dukung wilayah perairan
kepulauan Salabangka.