BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Pengetahuan Ibu tentang Pola Makan pada Balita terhadap
Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa
Hasil analisis bivariat antara tingkat pengetahuan tentang pola makan dengan kejadian diare di Kecamatan Tanjung Morawa, diperoleh nilai probabilitasnya p
0,041. Artinya, ada hubungan pengetahuan ibu tentang pola makan terhadap kejadian diare pada balita. Namun dalam analisis regresi logistik ganda tidak ada
pengaruh tingkat pengetahuan ibu tentang pola makan terhadap kejadian diare pada balita p0,125.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu sudah baik dalam memberikan pola makan kepada balitanya 65,9. Sesuai pendapat Notoatmodjo,
2007 bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang overbehaviour. Berdasarkan pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan seseorang akan
bertambah dengan diperolehnya informasi-informasi tertentu sehingga akan terjadi peningkatan pengetahuan. Dengan peningkatan pengetahuan tersebut maka akan
terjadi peningkatan sikap kesehatan dalam diri individu yang berdasarkan kesadaran dan kemauan individu.
Dalam hal ini pengetahuan ibu sudah baik, namun kejadian diare pada balita masih banyak terjadi, hal ini disebabkan variabel pengetahuan yang diteliti belum
Universitas Sumatera Utara
menjadi satu kesatuan dalam pembentukan perilaku. Sebagaimana pendapat Anneahira, 2011 bahwa penyakit diare merupakan penyakit berbasis lingkungan,
dengan faktor-faktor yang memengaruhi terjadi diare adalah kebersihan jamban, penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan.
5.2. Pengaruh Sikap Ibu tentang Pola Makan pada Balita terhadap Kejadian
Diare di Kecamatan Tanjung Morawa
Hasil analisis bivariat antara sikap ibu tentang pola makan pada balita dengan kejadian diare di Kecamatan Tanjung Morawa, diperoleh nilai probabilitasnya p
0,018. Artinya, ada hubungan sikap ibu tentang pola makan terhadap kejadian diare pada balita. Demikian juga pada analisis regresi logistik ganda menunjukkan ada
pengaruh sikap ibu tentang pola makan terhadap kejadian diare pada balita. Hal ini sesuai dengan penelitian Aliyatun 2003 di wilayah kerja Puskesmas Bergas yang
memperoleh hasil adanya hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan kejadian diare pada balita.
Campbell 1950 dalam Notoatmodjo 2005, menyatakan bahwa sikap merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau
objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.
Ibu dalam menyikapi penerapan pola makan pada balita meliputi pemberian ASI, PASI dan MP-ASI cenderung tidak baik. Tanggapan responden dalam
pemberian ASI eksklusif lebih banyak menjawab tidak setuju. Hal yang berbeda atau
Universitas Sumatera Utara
dijawab setuju oleh responden diantaranya bayi setelah lahir sebaiknya langsung diberi ASI tanpa didahului susu formula dan pemberian ASI tidak menyebabkan
kemungkinan sakit perut dan diare pada bayi. Pertanyaan sikap tentang susu formula, dijawab setuju oleh responden. Responden dalam memberikan susu formula kepada
bayinya sesuai anjuran kesehatan dalam pemberian ASI eksklusif, susu formula dan MP-ASI seperti bayi tidak dianjurkan minum susu formula di bawah usia 6 bulan
karena penggunaan susu formula dapat menyebabkan balita mengalami diare disebabkan kurang higynes botol susu dalam pemberian susu formula. Dalam hal
pertanyaan sikap tentang MP-ASI cenderung dijawab tidak setuju. Responden merasa pengelolaan MP-ASI yang diberikan kepada balita yang dianjurkan kesehatan belum
tentu dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan balita dengan baik. Sesuai penelitian Dewi, 2009 menyatakan bahwa ada hubungan sikap
dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 0 - 6 bulan di Kelurahan Jungke Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap ibu dalam memberikan pola makan pada balita sudah baik, tetapi masih ditemukan sikap ibu yang kurang baik
dalam penerapan pola makan di wilayah kerja Kecamatan Tanjung Morawa. Hal ini disebabkan oleh pengalaman ibu dalam mengelola pola makan anak balita yang
berkaitan dengan umur ibu di bawah 20 tahun 20 yang kurang berpengalaman dalam memberikan pola makan kepada balitanya. Jika dikaitkan dengan tingkat
pendidikan ibu, 28,3 berpendidikan tamatan sekolah dasar SDSMP.
Universitas Sumatera Utara
Kecenderungan ibu yang berpendidikan rendah kurang dapat menelaah informasi kesehatan.
Sesuai pendapat Notoatmodjo 2003 bahwa tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian respon terhadap sesuatu yang datangnya dari
luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang
didapatkan. Kondisi ini menyebabkan ibu yang memiliki balita mengalami kejadian diare. Demikian juga hasil statistik menunjukkan bahwa sikap ibu yang kurang baik
berpeluang 3,448 kali lebih banyak kejadian diare pada balita dibandingkan dengan sikap ibu yang baik.
Hal ini didukung dengan data laporan STP Puskesmas dan Program Diare Kabupaten Deli Serdang tahun 2010 tentang jumlah penderita diare dari tahun 2004-
2007 yang terus meningkat. Pada tahun 2007 jumlah penderita diare sebesar 1.094, kemudian menurun pada tahun 2008 menjadi 1.000 kejadian diare. Namun, pada
tahun 2009 kembali meningkat menjadi 1.100 kejadian diare. Walaupun sikap ibu bukan merupakan faktor penyebab langsung terhadap
kejadian diare pada balita, namun perlu diubah ke arah yang lebih baik. Untuk itu perlunya dukungan Dinas Kesehatan Deli Serdang dengan memberdayakan petugas
kesehatan memberikan sosialisasi pendidikan kesehatan pola makan kepada masyarakat melalui kunjungan rumah secara rutin sehingga masyarakat khususnya
ibu dapat merubah sikapnya dalam menerapkan pola pemberian ASI, PASI dan MP- ASI serta makanan keluarga sehingga balita terhindari dari berbagai penyakit infeksi.
Universitas Sumatera Utara
5.3. Pengaruh Tindakan Ibu tentang Pola Makan pada Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa
Hasil analisis bivariat antara tindakan ibu dalam menerapkan pola makan dengan kejadian diare pada balita, diperoleh nilai probabilitasnya p 0,000. Artinya,
ada hubungan tindakan ibu tentang pola makan dengan kejadian diare pada balita. Demikian juga pada analisis regresi logistik ganda menunjukkan ada pengaruh
tindakan ibu tentang pola makan terhadap kejadian diare pada balita. Sesuai penelitian Sinthamurniwaty 2006 dengan desain cross sectional di Kabupaten
Semarang yang memperoleh hasil adanya pengaruh perilaku ibu tentang pola pemberian asupan makanan kepada balitanya dengan kejadian diare pada balita di
Semarang. Menurut Markum 1998 bahwa faktor risiko yang sangat berpengaruh untuk
terjadinya diare pada balita yaitu status kesehatan lingkungan penggunaan sarana air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah dan perilaku
hidup sehat dalam keluarga. Sedangkan secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam enam kelompok besar yaitu infeksi yang meliputi infeksi
bakteri, virus dan parasit, malabsorpsi, alergi, keracunan keracunan bahan-bahan kimia, keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi baik jazad renik, ikan,
buah-buahan, sayur-sayuran, algae, imunisasi, dan defisiensi. Tindakan ibu dalam memberikan pola makan melalui pemberian ASI
eksklusif cenderung sudah baik, namun dalam hal aktivitas di luar rumah, responden tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya karena ketidaktersediaan ASI perah
Universitas Sumatera Utara
membuat bayi diberi susu formula 52,9. Tindakan responden dalam pemberian susu formula sudah sesuai dengan usia, takaran dan frekuensi yang diberikan kepada
balita. Hal ini berbeda dalam tindakan ibu membuat susu dengan menggunakan air mineral atau air dingin 61,2, dan juga susu yang sudah dibuat dibiarkan lebih satu
jam di ruangan, masih diberikan kepada balita 63,5. Namun dalam hal memberikan makanan tambahan belum sesuai dengan usia
balita seperti tekstur, jumlahbanyaknya dan kebersihan makanan itu sendiri serta frekuensi makan. Ibu cenderung memberikan makanan tambahan pada usia bayi di
bawah enam bulan, dengan kondisi tubuh yang belum dapat mengelola makanan dengan tekstur lembik atau padat, bahkan ibu dalam membersihkan peralatan makan
anak tanpa menggunakan sabun dan tidak menyimpannya di tempat yang bersih yang dapat menyebabkan kejadian diare. Makanan keluarga yang diberikan ibu kepada
anak balita cenderung baik pada kelompok umur 1 sampai dengan 2 tahun, dibandingkan dengan anak kelompok di atas 2 sampai 5 tahun. Hal ini disebabkan
anak pada kelompok umur 1 sampai 2 tahun lebih banyak memiliki aktivitas di dalam rumah sehingga ibu lebih mudah memantau pemberian pola makan. Walaupun anak
berumur 1 sampai 2 tahun memperoleh pola makan yang baik, namun kejadian diare pada anak tersebut masih cukup tinggi karena anak terkontaminasi dengan faktor
lingkungan yang kurang sehat. Demikian juga hasil statistik menunjukkan bahwa tindakan ibu yang kurang baik tentang pola makan berpeluang 5,732 kali lebih
banyak kejadian diare pada balita dibandingkan tindakan ibu yang baik.
Universitas Sumatera Utara
Rendahnya mutu sanitasi lingkungan merupakan keadaan yang potensial untuk menjadi sumber penularan penyakit diare, seperti air tidak bersih, lantai rumah
tidak kedap air, pembuangan sampah sembarang dan keadaan rumah kurang sehat. Hasil penelitian Efrida Yanthi tahun 2001 yang melakukan analisis hubungan
sanitasi lingkungan dengan kejadian diare yang menggunakan desain penelitian cross sectional menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sanitasi
lingkungan dengan kejadian diare dengan nilai p=0,000p0,05. Nuraini 2004 menambahkan kejadian diare pada bayi dapat disebabkan
karena kesalahan dalam pemberian makan, dimana bayi sudah diberi makan keluarga selain ASI sebelum berusia 4 bulan seperti nasi padat, lauk-pauk, sayuran, dan buah-
buahan. Perilaku tersebut sangat berisiko bagi bayi untuk terkena diare karena alasan sebagai berikut; 1 pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI,
2 bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya dapat diperoleh dari ASI serta yang ke 3 adanya kemungkinan makanan yang diberikan
bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat yang digunakan untuk memberikan makanan atau minuman kepada bayi tidak steril. Ibu dengan status
bekerja bukan hanya berarti pekerjaan yang dibayar dan dilakukan di kantor, namun dapat juga bekerja di ladang bagi masyarakat di pedesaan. Begitu juga dengan
pekerjaan ibu sebagai IRT sekaligus membantu suami bekerja membuka industri rumah tangga bertujuan untuk meningkatkan pendapat dalam memenuhi kebutuhan
keluarga dapat menyebabkan.
Universitas Sumatera Utara
Permasalahan tindakan ibu dalam memberikan pola makan meliputi pemberian MP-ASI dan makanan keluarga cenderung tidak baik, hal ini berdampak
terhadap kesehatan balita. Perilaku ibu yang kurang baik dapat menyebabkan balita mengalami diare disebabkan oleh status pekerjaan ibu sebagai karyawan yang bekerja
di luar rumah. Di Indonesia, umumnya orang masih menganggap tugas ibu rumah tangga
adalah pertama-tama memelihara dan mengurus rumah tangga dengan sebaik- baiknya. Perempuan yang berstatus sebagai ibu rumah tangga dapat memiliki peran
ganda dalam keluarga. Terutama jika memiliki aktivitas lain di luar rumah seperti bekerja, yang merupakan tuntutan pendidikan ataupun aktivitas lain dalam kegiatan
sosial. Selain ibu kurang memanfaatkan sarana kesehatan dalam memantau perkembangan anaknya melalui kegiatan posyandupuskesmas.
Demikian juga kebiasaan-kebiasaan ibu yang memiliki balita dalam memberikan pola makanan yang cenderung berdasarkan kuantitas sudah baik, namun
secara kualitas belum memenuhi standart gizi yang dibutuhkan balita. Keaneka ragaman makanan yang disajikan kepada balita belum beragam. Selain itu, kebiasaan
ibu yang kurang bersih dalam mengelola makanan dapat menyebabkan balita mengalami diare seperti bahan makanan tidak dicuci dengan air mengalir, dan ibu
menyuapi balita tidak mencuci tangan terlebih dahulu. Kondisi ini menyebabkan pola makan yang diterapkan ibu kepada balitanya kurang baik menyebabkan balitanya
mengalami kejadian diare. Hal ini dukung hasil penelitian bahwa tindakan ibu dalam memberikan pola makan yang tidak baik memengaruhi kejadian diare pada balita
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan tindakan ibu yang baik. Tindakan ibu dalam memberikan pola makan merupakan faktor penyebab langsung terhadap kejadian diare.
Dengan demikian perlunya dukungan petugas kesehatan masuk didalam lingkup dukungan sosial, dimana yang dimaksud dari dukungan sosial adalah bentuk
dukungan dan hubungan yang baik untuk memberikan kontribusi penting pada kesehatan. Peran serta petugas kesehatan atau kader memberikan penyuluhan secara
intensif atau kunjungan rumah kepada ibu tentang pola makan dan ibu memanfaatkan sarana kesehatan serta ibu menerapkan perilaku hidup bersih sehat seperti
membersihkan bahan makanan dengan air mengalir, mencuci tangan terlebih dahulu dan menerapkan keanekaragaman bahan makanan yang mudah diperoleh atau murah
sehingga pola makan balita meliputi pemberian ASI, PASI MP-ASI dan makanan keluarga yang dilakukan oleh ibu sesuai dengan usia balita dan juga perkembangan
dan pertumbuhan balita menjadi optimal.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN