Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Penyuluh Perindustrian Pada Kantor Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kota Medan

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI

KERJA PENYULUH PERINDUSTRIAN PADA KANTOR DINAS

PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA MEDAN

   

TESIS

 

Oleh

RAIKA GUSTISYAH

067019113/IM

     

   

S

E K O L AH P

A S

C

A S A R JA

NA

             

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI

KERJA PENYULUH PERINDUSTRIAN PADA KANTOR DINAS

PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA MEDAN

 

   

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

 

 

 

Oleh

RAIKA GUSTISYAH

067019113/IM

     

 

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI KERJA PENYULUH PERINDUSTRIAN PADA KANTOR DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Raika Gustisyah

Nomor Pokok : 067019113

Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si) (Dra. Nisrul Irawati, MBA) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Rismayani, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 11 Pebruari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si

Anggota : 1. Dra. Nisrul Irawati, MBA

2. Prof. Dr. Rismayani, SE,. MS 3. Drs. Syahyunan, M,Si


(5)

PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

“ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI KERJA PENYULUH PERINDUSTRIAN PADA KANTOR DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA MEDAN”

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya.

Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 11 Pebruari 2009 Yang membuat pernyataan,


(6)

ABSTRAK

Keberadaan penyuluh perindustrian adalah untuk menciptakan tenaga kerja trampil, peningkatan investasi dan nilai tambah di bidang industri serta perluasan lapangan kerja, dengan sasaran yang akan dicapai adalah modernisasi dan optimalisasi industri yang ada, perluasan usaha dan diversifikasi produk serta pendirian negara industri baru dan menjadi negara niaga baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, keinginan dan harapan pribadi terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Medan. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, keinginan dan harapan pribadi berpengaruh terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.

Metode pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh (sensus) terhadap seluruh penyuluh perindustrian yang berjumlah 45 orang. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda, dengan uji serempak (uji F) dan secara parsial (uji t) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen pada tingkat kepercayaan 95% atau = 0,05.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, keinginan dan harapan pribadi secara simultan mempunyai pengaruh yan signifikan terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian dengan tingkat signifikan sebesar 0,000. Koefisien determinasi (R2) variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 92% dan sisanya (8%) dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.

Hasil uji t (secara parsial) yaitu kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja berpengaruh kepada motivasi kerja dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 (5%) variabel kepuasan kerja dan variabel lingkungan kerja merupakan variabel yang dominan berpengaruh, sedangkan variabel keinginan dan harapan pribadi dengan nilai signifikan 0,238 atau 23,8 % tidak berpengaruh pada motivasi kerja penyuluh perindustrian.

Kata Kunci: Kepuasan Kerja, Lingkungan Kerja, Status dan Tanggung Jawab, Kompensasi yang Memadai, Motivasi Kerja.


(7)

ABSTRACT

The existence of industrial reconnoitering is to conceive skillful manpower, increasing investment and additional values in industry sector and the enlargement of job opportunities, with objective toward current modernization and industry optimalization, business extension and product diversification also the establishment of industry country and becoming new trading country. The purpose of this research is to find out and analyze the influence of working satisfaction, status and responsibility, sufficient compensation, working environment, desire and personal expectation toward the working motivation of industry counselors in the Department of Industry and Commerce Medan. The hypothesis in this research are the working satisfaction, status and responsibility, sufficient compensation, working environment, desire and personal expectation which influece the working motivation of industry counselors in the Department of Industry and Commerce Medan.

The method to take sample used saturated sampling (census) toward all industry counselors in total 45 people. The hypothesis examination use multiple linear regression analysis whith concurrent test (test F) and partially (test t) which aim to find out the influence of independent variable toward dependent variable on 95% credibility rate or = 0,05.

The analysis result suggest that working satisfaction, status and responsibility, sufficient compensation, working environment, desire and personal expectation simultaneously have significant impact toward working motivation of industry counselors with significant rate approximately 0,000. Determination coefficient (R2) of independent variable toward dependent variable about 92% and the remaining (8%) were influenced by other variable which did not included in this research.

The t test result (partially) which are working satisfaction, status and responsibility, sufficient compensation, working environment have impact toward working satisfaction with less significance lower than 0,05 (5%) working satisfaction and working environment variable is the most dominant variable, whereas desire and personal expectation variable whith significant rate 0,238 or 23,8% do not influence the working motivation of industry counselors.

Keywords: Job Satisfaction, Working Environment, Status and Responsibility, Sufficient Compensation, Job Motivation.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis pertama-tama memanjatkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan Rahmat dan Karunia-Nya penulis telah dapat merampungkan studi dan menyelesaikan sebuah penelitian karya akhir yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Penyuluh Perindustrian pada Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan”. Selama dalam penelitian dan penulisan tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan moril dan material dari berbagai pihak, karena itu pada kesempatan yang baik ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Rismayani, MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Manajemen dan juga selaku Anggota Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

4. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan tesis.


(9)

5. Ibu Dra. Nisrul Irawati, MBA, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

6. Ibu Prof. Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si/Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si selaku Ketua/Anggota Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

7. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

8. Pimpinan dan seluruh jajaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.

9. Pimpinan dan seluruh pegawai Balai Diklat Industri Regional I Medan, yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan studi.

10.Rekan-rekan mahasiswa angkatan XI Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang selama ini telah bersama-sama dalam menyelesaikan tugas-tugas pada masa perkuliahan.

11.Khususnya kepada Isteri dan anak-anakku tercinta: Asbudiati, Dika Budiarti, Pandu Prabudika, Murqan Prabudika dan Muharizki Prabudika yang telah memberikan dorongan semangat dalam menyelesaikan studi.


(10)

Semoga Allah SWT melimpahkan berkah dan hidayah-Nya, kepada semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari penelitian ini masih belum sempurna, terlepas dari itu semua mudah-mudahan tesis ini dapat berguna bagi banyak pihak, khususnya bagi peneliti di bidang sumber daya manusia.

Medan, 11 Pebruari 2009


(11)

RIWAYAT HIDUP

Raika Gustisyah lahir pada tanggal 14 Agustus 1961 di Medan, anak pertama dari satu orang bersaudara dari pasangan orang tua yang bernama H.NA. Karnata dan Hj. Rahima, menikah dengan Asbudiati dan telah dikaruniai empat orang putra dan putri yaitu Dika Budiarti, Pandu Prabudika, Murqan Prabudika dan Muharizki Prabudika.

Penulis mulai menuntut ilmu tahun 1966 di Taman Kanak-Kanak Perguruan Taman Siswa Medan. Sekolah Dasar pada tahun 1967 – 1973 di Perguruan Taman Siswa Medan. Sekolah Menengah Pertama tahun 1973 – 1976 di SMP Muhammadiyah I Medan. Tahun 1976 – 1980 di SMA Negeri VIII Medan. Pada tahun 1987 melanjutkan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIEI) Banda Aceh Jurusan Manajemen Keuangan dan Perbankan, lulus tahun 1992. Tahun 2006 melanjutkan ke strata-2 Program Studi Ilmu Manajemen Universitas Sumatera Utara, Medan. Saat ini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Balai Diklat Industri Regional I Departemen Perindustrian, Jl. Raya Tanjung Morawa km. 10/Jl. Damai No. 32 Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang... 1

I.2 Perumusan Masalah... 5

I.3 Tujuan Penelitian... 5

I.4 Manfaat Penelitian... 6

I.5 Kerangka Pemikiran... 6

I.6 Hipotesis... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

II.1 Penelitian Terdahulu... ... 9

II.2 Pengertian Motivasi ... 10

II.3 Teori Motivasi ... 14

II.3.1 Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg ... 14

II.3.2 Teori Motivasi David Mc Clelland... 15

II.3.3 Teori Kepuasan... 16


(13)

II.3.3.2 Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fullfillment Theory) . 20 II.3.3.3 Teori Pandangan Kelompok Sosial (Sosial Reference

Group Theory)... 20

II.3.3.4 Teori Existence, Relatedness, Growth (ERG) dari Alderfer ... 20

II.3.4 Teori Motivasi Proses ... 21

II.3.4.1 Teori Valensi ... 22

II.3.4.2 Teori Pengharapan (Expectancy)... 23

II.3.4.3 Teori Keadilan (Equity Theory)... 25

II.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi ... 26

II.4.1 Faktor Internal ... 26

II.4.2 Faktor Eksternal ... 28

II.5 Tujuan Pemberian Motivasi ... 31

II.6 Pengukuran Motivasi Kerja ... 32

II.7 Penyuluh Perindustrian ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

III.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 37

III.2 Metode Penelitian ... 37

III.3 Populasi dan Sampel ... 38

III.4 Metode Pengumpulan Data... 38

III.5 Jenis dan Sumber Data... 39


(14)

III.7.1 Uji Validitas ... 41

III.7.2 Uji Reliabilitas ... 41

III.8 Metode Analisis Data... 42

III.9 Pengujian Asumsi Klasik... 45

III.9.1 Uji Normalitas... 45

III.9.2 Uji Multikolinearitas ... 46

III.9.3 Uji Heterokedastisitas ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

IV.1 Hasil Penelitian... 48

IV.1.1 Gambaran Umum Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan... 48

IV.1.2 Visi dan Misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan ... 49

IV.1.3 Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan... 49

IV.2 Karakteristik Responden... 55

IV.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 55

IV.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

IV.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 56

IV.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 57

IV.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 58

IV.3 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 58


(15)

IV.3.1.1 Uji Validitas Instrumen Kepuasan ... 59

IV.3.1.2 Uji Validitas Instrumen Status dan Tanggung Jawab ... 59

IV.3.1.3 Uji Validitas Instrumen Kompensasi ... 60

IV.3.1.4 Uji Validitas Instrumen Lingkungan Kerja... 60

IV.3.1.5 Uji Validitas Instrumen Harapan dan Keinginan Pribadi ... 61

IV.3.1.6 Uji Validitas Instrumen Motivasi... 62

IV.3.2 Uji Reliabilitas Instrumen ... 62

IV.4 Penjelasan Jawaban Responden... 63

IV.4.1 Variabel Kepuasan Kerja ... 63

IV.4.2 Variabel Status dan Tanggung Jawab ... 64

IV.4.3 Variabel Kompensasi yang Memadai ... 66

IV.4.4 Variabel Kondisi Lingkungan Kerja... 67

IV.4.5 Variabel Keinginan dan Harapan Pribadi ... 68

IV.4.6 Variabel Motivasi Kerja... 70

IV.5 Pengujian Asumsi Klasik... 71

IV.5.1 Uji Normalitas... 71

IV.5.2 Uji Multikolinearitas... 72

IV.5.3 Uji Heterokedastisitas ... 74

IV.6 Uji Hipotesis ... 75

IV.6.1 Pengujian Hipotesis Secara Serempak... 76


(16)

IV.7 Pembahasan ... 80

IV.7.1 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Motivasi Kerja... 80

IV.7.2 Pengaruh Status dan Tanggung Jawab terhadap Motivasi Kerja.. 81

IV.7.3 Pengaruh Kompensasi terhadap Motivasi Kerja ... 82

IV.7.4 Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Motivasi Kerja ... 83

IV.7.5 Pengaruh Keinginan dan Harapan Pribadi terhadap Motivasi Kerja ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

V.1 Kesimpulan ... 86

V.2 Saran ... 86


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

III.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 40

IV.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 55

IV.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

IV.3 Karakteristik Usia Responden... 56

IV.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja... 57

IV.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 58

IV.6 Uji Validitas Instrumen Kepuasan ... 59

IV.7 Uji Validitas Instrumen Status dan Tanggung Jawab ... 60

IV.8 Uji Validitas Instrumen Kompensasi ... 60

IV.9 Uji Validitas Instrumen Lingkungan Kerja... 61

IV.10 Uji Validitas Instrumen Harapan dan Keinginan Pribadi ... 61

IV.11 Uji Validitas Instrumen Motivasi... 62

IV.12 Uji Reliabilitas Instrumen ... 63

IV.13 Distribusi Kuesioner Kepuasan Kerja... 63

IV.14 Distribusi Kuesioner Status dan Tanggung Jawab... 64

IV.15 Distribusi Kuesioner Kompensasi yang Memadai... 66

IV.16 Distribusi Kuesioner Kondisi Lingkungan Kerja... 67


(18)

IV.18 Distribusi Kuesioner Motivasi Kerja ... 70

IV.19 Hasil Pengujian Multikolinearitas... 73

IV.20 Hasil Pengujian Serempak ... 76

IV.21 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Parsial... 78


(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

I.1 Kerangka Pemikiran ... 8

IV.1 Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan... 54

IV.2 Hasil Uji Normalitas ... 72


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

I Kuesioner Penelitian ... 91 II Hasil Validitas dan Reliabilitas... 103 III Hasil Regresi Linier Berganda ... 108

                                                           


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Motivasi kerja pegawai merupakan kerelaan untuk mengarahkan segenap upaya guna mencapai tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu atau suatu proses psikologi yang berlangsung dalam interaksi antar kepribadian yang berbeda beda untuk memenuhi kebutuhan sebagai manusia. Proses ini menghasilkan dorongan (motif) berupa kehendak kemauan dan keinginan untuk berbuat melalui keputusan.

Organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Faktor yang paling penting dalam suatu organisasi adalah sumber daya manusia yang sesuai dengan aktivitas dan kegiatan organisasi yang dijalankan.

Sebuah organisasi yang memiliki banyak tugas yang berbeda memerlukan sumber daya manusia dengan latar belakang yang berbeda baik pendidikan, kemampuan, jenis kelamin, maupun tingkat usia. Perbedaan latar belakang pendidikan dan kemampuan dibutuhkan komunikasi yang terbuka untuk dapat mempersamakan persepsi terhadap organisasi atau lembaga di mana mereka bekerja.

Organisasi dalam menghadapi era keterbukaan dan perubahan arus teknologi informasi yang demikian cepat memerlukan langkah-langkah proaktif dalam


(22)

melakukan antisipasi tingkat pelayanan yang konvensional ke dalam bentuk pelayanan yang profesional terutama lembaga-lembaga pelayanan publik.

Kondisi ini akan membawa implikasi yang luas terhadap penyelenggara pemerintahan, sadar atau tidak sadar penyelenggara pemerintahan harus meninggalkan paradigma lama dan menggantikan dengan paradigma baru yang lebih menekankan efisiensi, kecepatan dan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Strategi pembangunan di sektor industri adalah meningkatkan efisiensi, produktivitas dan peran serta masyarakat yang didorong oleh terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi secara sinergi dalam memanfaatkan sumber daya.

Kebijakan pembangunan dalam bidang industri difokuskan untuk mengembangkan industri yang efisien dengan wawasan ke masa depan dengan kualitas produk yang semakin baik sehingga dapat bersaing di pasar dalam negeri maupun luar negeri dengan nilai tambah yang semakin tinggi sehingga berdampak luas terhadap perekonomian nasional. Peningkatan kemampuan aparatur pemerintah dalam memberikan arahan dan kebijakan secara tepat serta meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dan penguasaan teknologi dengan disertai dukungan sarana dan prasarana yang memadai dapat membantu mempercepat sasaran organisasi.

Departemen Perindustrian telah mempersiapkan sumber daya manusia dalam mengatasi tantangan dengan cara mengembangkan tenaga-tenaga profesional lewat jalur jabatan fungsional penyuluh perindustrian yang diharapkan mampu


(23)

menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan yang timbul pada sektor industri khususnya industri kecil. Sektor industri kecil memiliki potensi yang cukup untuk dikembangkan, juga memiliki karakteristik yang berbeda dengan usaha menengah maupun besar dilihat dari skala usaha, jumlah karyawan, kapasitas dan omset penjualan sehingga memiliki ketangguhan dan ketahanan dalam usaha dan menjaga kelangsungan usahanya. Kondisi tersebut dapat ditunjukkan ketika perekonomian Indonesia dihadapkan kepada krisis yang multi dimensi, industri kecil dan usaha kecil tetap bertahan dan mampu berperan untuk melaksanakan fungsinya baik dalam memproduksi barang dan jasa ditengah kondisi usaha besar (konglomerat) tidak mampu mempertahankan eksistensinya, sehingga dikenal ketika itu industri kecil dan usaha kecil “tahan banting”.

Penyuluhan bidang industri adalah kegiatan penyuluhan dalam rangka pembinaan dan pengembangan industri yang meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi hasil industri. Penyuluhan bidang industri merupakan suatu kegiatan terencana, yang dilakukan oleh para penyuluh perindustrian yang ditujukan untuk membantu pengusaha termasuk perajin industri. Tujuan penyuluh di bidang industri adalah untuk menciptakan tenaga kerja trampil, peningkatan investasi dan nilai tambah bidang industri serta perluasan lapangan kerja, dengan sasaran yang akan dicapai adalah modernisasi dan optimalisasi industri yang ada, perluasan usaha dan diversifikasi produk serta pendirian negara industri baru dan menjadi negara niaga


(24)

Keberadaan tenaga penyuluh perindustrian begitu strategis, sehingga sudah seharusnya tenaga penyuluh perindustrian mendapatkan perhatian secara lebih khusus lagi dari aparatur pembina yang ada dipusat maupun di daerah baik dari segi kemampuan maupun dari segi kesejahteraan sehingga para tenaga penyuluh perindustrian akan lebih termotivasi lagi di dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur terdepan di dalam memajukan sektor industri sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi.

Jumlah tenaga penyuluh perindustrian pada Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan yang ada dirasakan masih sangat terbatas dan cenderung jumlahnya semakin lama semakin berkurang. Tenaga penyuluh perindustrian yang ada di Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan pada tahun 2001 berjumlah 64 orang, dengan industri binaan berjumlah 391 unit usaha.

Penyuluh perindustrian yang ada pada tahun 2007 berjumlah 45 orang, sedangkan jumlah industri binaan meningkat menjadi 547 unit usaha atau terjadi peningkatan jumlah industri binaan sebesar 72 persen. Namun seiring dengan berkembangnya sektor industri kecil tersebut, tidak diimbangi hal yang sama dengan peningkatan jumlah tenaga penyuluh perindustrian. Hal ini terjadi karena sebagian dari tenaga penyuluh di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan lebih memilih untuk menjadi pegawai struktural. Pengurangan jumlah penyuluh ini dapat diartikan sebagai tidak adanya motivasi kerja pegawai di dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga penyuluh di Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.


(25)

Motivasi kerja adalah suatu dorongan yang muncul dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan guna mencapai tujuan pribadi dan organisasi dalam rangka memenuhi keinginan atau kebutuhannya, baik yang dipengaruhi oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kepuasan kerja, dan keinginan dan harapan pribadi. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri seseorang (environment factors), seperti status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, dan kondisi lingkungan kerja.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah: Sejauhmana kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, keinginan dan harapan pribadi berpengaruh terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian pada Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, keinginan dan harapan pribadi terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.


(26)

I.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, sebagai bahan masukan

dalam hal perumusan kebijakan terutama dalam meningkatkan motivasi kerja penyuluh perindustrian.

2. Bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sebagai referensi untuk memperkaya bahan-bahan yang dipergunakan untuk keperluan proses belajar mengajar.

3. Bagi peneliti sendiri, sebagai menambah wawasan dalam melatih diri berpikir secara ilmiah pada bidang sumber daya manusia, yang berkaitan dengan motivasi kerja dan sebagai suatu bekal dalam melakukan penelitian di masa yang akan datang.

4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat sebagai menambah referensi dan informasi yang berkaitan dengan penyuluh perindustrian.

I.5. Kerangka Pemikiran

Menurut Robbins dalam (Sayuti, 2006) kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja mempunyai korelasi yang sangat kuat kepada tinggi rendahnya motivasi kerja seseorang. Jika seorang karyawan puas terhadap pekerjaannya maka karyawan tersebut akan mempunyai motivasi kerja yang tinggi dan comitted terhadap pekerjaannya.


(27)

Status dan tanggung jawab dalam jabatan tertentu merupakan dambaan dan harapan setiap orang dalam bekerja. Seseorang akan berharap pada suatu saat akan memperoleh kesempatan untuk menduduki jabatan yang ada dalam perusahaan atau instansi ditempatnya bekerja.

Seseorang akan merasa dirinya dipercayai dengan menduduki jabatan, diberi tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar untuk melakukan kegiatan-kegiatannya. Oleh karena itu, status dan tanggung jawab dapat merupakan stimulus untuk memotivasi diri dalam tugas sehari-hari.

Kompensasi yang memadai merupakan salah satu alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan dalam memberikan dorongan kepada para karyawan untuk bekerja secara optimal, karena kompensasi yang memadai akan dapat membuat karyawan hidup dengan layak dan akan dapat lebih mencurahkan pemikiran serta tenaganya untuk bekerja lebih baik lagi.

Wahjosumidjo, (1997) menyebutkan bahwa  Kondisi lingkungan kerja merupakan gambaran secara keseluruhan sarana dan prasarana kerja karyawan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Lingkungan pekerjaan meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada di tempat tersebut. Keinginan dan harapan pribadi seseorang dapat menjadikan orang untuk mau bekerja keras bila hendak diwujudkan menjadi kenyataan.


(28)

Berdasarkan dari uraian yang telah disebutkan dan untuk menjawab rumusan masalah maka penulis membuat kerangka pemikiran seperti yang dapat dilihat pada Gambar I.1.

1. Kepuasan kerja 2. Status dan

tanggung jawab 3. Kompensasi

yang memadai 4. Kondisi

lingkungan kerja 5. Keinginan dan

harapan pribadi

MOTIVASI KERJA

Gambar I.1. Kerangka Pemikiran 

I.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis dari penelitian ini yaitu: kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, kondisi lingkungan kerja, keinginan dan harapan pribadi berpengaruh terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.

   

                   


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan motivasi kerja. Purnomo (2004), melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Pusat Pendidikan Komputer Akuntansi IMKA Di Surakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat variabel dominan yang mempengaruhi kinerja karyawan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, daftar pertanyaan, dan studi dukumentasi. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda (multiple linier regression). Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala Likert.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan (serempak) terdapat pengaruh yang signifikan variabel bebas yaitu gaji, kepemimpinan dan lingkungan kerja terhadap variabel terikat yaitu kinerja karyawan. Berdasarkan pengujian secara parsial terhadap variabel bebas, gaji merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan pusat pendidikan komputer akuntansi IMKA di Surakarta dengan tingkat kepercayaan (confidence level) 95% atau = 0,05.

Kusumawati (2006), dengan judul “Pengaruh Faktor Motivasi terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada Perusahaan Wajik Klenik di Bungkus Klobot – Blitar. Metode pengunpulan data yang digunakan adalah wawancara, daftar pertanyaan, dan


(30)

studi dukumentasi. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda dengan uji-t dan uji-F. Pengukuran variabel menggunakan skala Likert.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yaitu tanggung jawab, sikap rekan sekerja dan kebutuhan secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat yaitu prestasi kerja karyawan. Berdasarkan pengujian secara parsial terhadap variabel bebas, tanggung jawab dan kebutuhan merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap prestasi kerja.

II.2. Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari motive atau dengan bahasa latinnya, yaitu movere, yang berarti “mengerahkan”. Seperti yang dikatakan Liang Gie dalam bukunya Martoyo (2000) motive atau dorongan adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu atau bekerja. Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu orang yang melaksanakan upaya substansial, guna menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya, dan organisasi di mana ia bekerja. Seseorang yang tidak termotivasi, hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Dengan demikian motivasi atau motivation berarti pemberian motiv, penimbulan motiv atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Dapat juga dikatakan bahwa motivation adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu (Martoyo, 2000).

Motivasi menurut Ara (1998), adalah perilaku kuat yang diarahkan menuju ke suatu tujuan tertentu, dibalik perilaku kuat ini diduga terdapat sejenis kebutuhan


(31)

keinginan atau hasrat. Istilah “butuh” atau “ingin” menunjukkan adanya suatu kekurangan (atau kelebihan) akan sesuatu, di mana dengan tercapainya tujuan tadi hal tersebut dapat dipuaskan Lebih lanjut mengatakan istilah “hasrat” menunjukkan perasaan yang kuat, dengan cara ini dapat dilihat motivasi sebagai suatu proses, mula-mula impuls atau isyarat (panggilan) datang atau timbul dari dalam diri seseorang dan kemudian menuntunnya untuk bertindak dalam cara-cara yang memungkinkan terpuaskannya isyarat (panggilan) tersebut yang dipikirkan sebagai kebutuhan, keinginan dan hasrat.

Uchjana dalam Rismayani (2007), menyatakan bahwa “motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan. Satu atau lebih kebutuhan harus terpenuhi untuk dapat termotivasi”. Pernyataan ini memberi arti bahwa seseorang akan mau melakukan sesuatu apabila ada yang ingin diperolehnya. Motivasi mengandung tiga unsur pokok yaitu: kebutuhan, dorongan dan tujuan.

Motivasi dapat bersifat positif ataupun negatif. Motivasi positif, bertujuan “mengurangi perasaan cemas” (Anxiety Reducing Motivation) dimana orang ditawari sesuatu yang bernilai (misalnya imbalan berupa uang, pujian, kemungkinan untuk menjadi karyawan tetap) apabila kinerjanya memenuhi standar yang ditetapkan. Sebaliknya motivasi negatif atau yang sering disebut orang “pendekatan tongkat pemukul” (The Stick Approach) menggunakan ancaman hukuman (teguran-teguran, ancaman akan di PHK, ancaman akan diturunkan pangkat dan sebagainya) andaikata kinerja orang yang bersangkutan di bawah standar.


(32)

Menurut Wahjosumidjo (1997), motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi dalam diri sendiri. Hal yang hampir bersamaan juga dikemukakan oleh Nawawi (2005), bahwa motivasi merupakan proses psikologis yang berlangsung dalam interaksi antar kepribadian yang berbeda-beda untuk memenuhi kebutuhan sebagai manusia. Proses ini menghasilkan dorongan (motif) berupa kehendak, kemauan dan keinginan untuk bertindak atau berbuat melalui pengambilan keputusan.

Motivasi menurut Mangkuprawira (2007), merupakan dorongan yang membuat karyawan melakukan sesuatu dengan cara dan untuk mencapai tujuan tertentu, motivasi itu timbul tidak saja karena ada unsur di dalam dirinya, tetapi juga karena adanya stimulus dari luar, seberapapun tingkat kemampuan yang dimiliki seseorang, pasti butuh motivasi, dengan perkataan lain potensi sumber daya manusia adalah sesuatu yang terbatas, dengan demikian kinerja seseorang merupakan fungsi dari faktor-faktor kemampuan dan motivasi dirinya.

Pengertian motivasi kerja menurut Hasibuan (1996), adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa tingkat motivasi hanya bisa diukur secara kualitatif. Ia hanya bisa dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh para karyawan. Bila seorang sering absen, apatis, agresif, tidak loyal, frustasi, berpikir reaktif atau berperilaku negatif lainnya, maka sering ia disebut sebagai karyawan bermotivasi rendah. Secara kuantitatif, sulit menentukan apakah seorang karyawan mempunyai motivasi rendah atau tinggi, tetapi dari konstruk perilakunya orang akan gampang menilai.


(33)

Ara (1998), menyatakan terlepas dari kepentingannya yang nyata motivasi sulit untuk didefinisikan dan dianalisis dengan satu definisi, motivasi berkaitan dengan arah dari perilaku, kekuatan tanggapan, yaitu upaya pada saat seorang pekerja memilih suatu arah tindakan dan keteguhan perilaku atau berapa lama seseorang terus menerus berperilaku tertentu. Pandangan lain menyarankan bahwa analisis motivasi harus memusatkan diri pada faktor-faktor yang membangkitkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Pendapat seorang ahli teori menekankan aspek kelangsungan arah dan tujuan dari motivasi, ahli teori lain menyatakan bahwa motivasi berhubungan dengan bagaimana perilaku dimulai, digiatkan, dipertahankan, diarahkan dan dihentikan, serta reaksi subjektif yang ada pada saat semua ini terjadi.

Ernest dalam Mangkunegara (2001), mengemukakan bahwa “Work motivation is defined as conditions which influence the arousal, direction, and maintenance of behaviors relevant in work setting”. Motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Secara operasional motivasi kerja dapat dirumuskan adalah suatu dorongan yang muncul dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan guna mencapai tujuan pribadi dan organisasi dalam rangka memenuhi keinginan atau kebutuhannya, baik yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor ekternal.


(34)

II.3. Teori Motivasi

II.3.1. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg

Frederick Herzberg dalam Mangkuprawira (2007), memperkenalkan suatu teori motivasi yang disebut teori Two-Factor, faktor yang pertama, yaitu apa yang disediakan oleh manajemen yang mampu membuat karyawan senang, nyaman dan tenang, ini disebut sebagai faktor satisfiers. Herzberg lebih lanjut mengidentifikasi bahwa yang termasuk dalam satisfiers adalah; Achievement, recognition, advancement, growth, working condition dan work itself, faktor kedua, disebut sebagai dissatisfiers yang terdiri atas; gaji, kebijakan perusahaan, supervisi, status relasi antar pekerja dan personal life.

Kedua faktor yang disebutkan oleh Herzberg ini tidak bisa saling menggantikan dan bukan merupakan suplemen terhadap satu dengan yang lain. Bila dissatisfiers terpenuhi, belum tentu menyebabkan timbulnya kepuasan bagi karyawan. Agar kepuasan bisa muncul dan ketidakpuasan bisa dihilangkan, maka yang harus dilakukan oleh para manajer adalah dissatisfiers dan satisfiers harus dijaga dan ditingkatkan keberadaannya secara bersama-sama. Kedua faktor ini adalah syarat minimal yang harus dimiliki oleh suatu organisasi agar memiliki karyawan yang mempunyai motivasi tinggi. Manajemen dan organisasi tidak akan efektif tanpa mempunyai karyawan yang bermotivasi.

Susbandono (2006), mengemukakan bahwa dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang sederhana, tapi mengena, mampu menyenangkan dan menyamankan karyawan dan ternyata bisa memacu motivasi kerja dan dapat mendongkrak kinerja


(35)

perusahaan. Salah satu motivator yang diperkenalkan Hersberg dalam Mangkuprawira (2007), adalah recognition, banyak manajer dan atasan lupa bahwa sedikit sapaan yang sifatnya pengakuan atas dirinya, mempunyai efek ganda yang sering tidak diduga. Karyawan menjadi lebih merasa memiliki pekerjaan dan pada akhirnya menguntungkan perusahaan.

II.3.2. Teori Motivasi David Mc Clelland

Mc. Clelland dalam Mangkuprawira (2007), mengemukakan bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus mental” yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal, virus mental dimaksud terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu Need for Achievement (kebutuhan untuk berprestasi), Need for Affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan) dan Need for Power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu), yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Need for Achievement,

Motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat terpuji.

Karakteristik Motivasi menurut Mc. Cleland dalam Mangkuprawira (2007) menyebutkan ada 6 karakteristik, yaitu:

(a) Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. (b) Berani mengambil dan memikul resiko.


(36)

(d) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuan.

(e) Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang dilakukan. (f) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. 2. Need for Affiliation

Merupakan kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melalukan sesuatu yang merugikan orang lain.

3. Need for Power

Merupakan kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain.

II.3.3. Teori Kepuasan

Kepuasan merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dapat dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.

Pada teori kepuasan ini didukung juga oleh para pakar seperti Taylor yang mana teorinya dikenal sebagai Teori Motivasi Klasik. Teori secara garis besar


(37)

berbicara bahwa motivasi kerja hanya dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik secara biologis maupun psikologis. Yaitu bagaimana mempertahankan hidupnya. Selain itu juga Teori Hirarki Kebutuhan (Need Hirarchi) dari Abraham Maslow yang menyatakan bahwa motivasi kerja ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik secara biologis maupun psikologis, baik yang berupa materi maupun non-materi.

Secara garis besar teori jenjang kebutuhan dari Maslow dari yang rendah ke yang paling tinggi yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah merasa puas, karena kepuasannya bersifat sangat relatif maka disusunlah hirarki kebutuhan sebagai berikut:

1. Kebutuhan pokok manusia sehari-hari misalnya kebutuhan untuk makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan fisik lainnya (physical need). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah, apabila sudah terpenuhi maka diikuti oleh hirarki kebutuhan yang lainnya.

2. Kebutuhan untuk memperoleh keselamatan, keselamatan, keamanan, jaminan atau perlindungan dari yang membayangkan kelangsungan hidup dan kehidupan dengan segala aspeknya (safety need).

3. Kebutuhan untuk disukai dan menyukai, disenangi dan menyenangi, dicintai dan mencintai, kebutuhan untuk bergaul, berkelompok, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menjadi anggota kelompok pergaulan yang lebih besar (esteem needs).


(38)

4. Kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan, keagungan, kekaguman, dan kemasyuran sebagai seorang yang mampu dan berhasil mewujudkan potensi bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa (the need for self actualization). Kebutuhan tersebut sering terlihat dalam kehidupan kita sehari-hari melalui bentuk sikap dan prilaku bagaimana menjalankan aktivitas kehidupannya (Zainun, 1997).

5. Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, pujian, penghargaan, dan pengakuan (esteem need).

Pengertian lain dikemukakan oleh Locke dalam Wahyuddin (2000), kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosional yang menyenangkan atau positif, sebagai akibat dari pengalaman atau penilaian kerja seseorang. Kemudian dilanjutkannya dengan mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu akibat dari persepsi tentang bagaimana baiknya pekerjaan memberikan sesuatu yang berarti.

Feldman dalam Wahyuddin (2000), yang mengetengahkan lima dimensi kepuasan kerja yang penting, yaitu:

1. Kompensasi;

2. Karir atau kesempatan untuk promosi jabatan; 3. Pekerjaan itu sendiri;

4. Penyelia atau supervisor; dan 5. Rekan kerja atau the work group.


(39)

II.3.3.1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Wexley dan Yukl dalam Mangkunegara (2001), menyatakan bahwa “input is anything of value that an employee perceivess that he contributes to his job”. Input adalah semua nilai yang diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja, seperti pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja “outcome is anything of value that the employee perceives he obtains from the job”. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai, seperti upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berkembang, berprestasi dan mengekspresikan diri. Sedangkan “comparison person may be someone in the same organization, someone in a different organization, or even the

person himself in a previous job”. Comparisaon person adalah seorang karyawan

dalam organisasi yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya.

Menurut teori ini puas atau tidak puasnya karyawan merupakan hasil dari membandingkan antara input-out come dirinya dengan perbandingan input-out come karyawan lain (comparison person). Jadi jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka karyawan tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan, sebaliknya under compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan


(40)

karyawan lain yang menjadi pembanding), maka karyawan tersebut tidak akan merasa puas.

II.3.3.2. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fullfillment Theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan karyawan terpenuhi, makin puas pula karyawan tersebut, begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan tidak terpenuhi, karyawan itu akan merasa tidak puas.

II.3.3.3. Teori Pandangan Kelompok Sosial (Sosial Reference Group Theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya ataupun lingkungannya. Jadi karyawan akan merasa puas, apabila hasil kerjanya sesuai dengan kelompok acuan.

II.3.3.4. Teori Existence, Relatedness, Growth (ERG) dari Alderfer

Teori ERG, merupakan refleksi dari tiga dasar kebutuhan, yaitu:

1. Existence needs, kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi

karyawan, seperti makan, minum, pakaian, bernafas, gaji, keamanan, kondisi kerja.

2. Relatedness needs, kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi


(41)

3. Growth needs, kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi, hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan karyawan.

Daftar dari kebutuhan menurut Alderfer dapat digambarkan sebagai berikut: a. Teori ERG kurang menekankan pada susunan hierarki. Karyawan dapat

memuaskan lebih dari satu kebutuhan dalam waktu yang bersamaan. Kepuasan terhadap suatu kebutuhan dapat menggambarkan peningkatan kepada kebutuhan yang lebih tinggi.

b. Perubahan orientasi merupakan kegagalan dari kebutuhan yang lebih tinggi dapat menunjukkan regresi dengan penambahan pada tingkat kebutuhan yang lebih rendah.

II.3.4. Teori Motivasi Proses

Teori ini berusaha agar setiap pekerja giat sesuai dengan harapan organisasi perusahaan. Daya penggeraknya adalah harapan akan diperoleh si pekerja. Dalam hal ini teori motivasi proses yang dikenal seperti:

a. Teori Valensi (daya tarik), hal ini didasarkan pada masing-masing individu dan valensi untuk satu orang tidak sama dengan valensi untuk orang lain.

b. Teori Harapan (Expectancy Theory), komponennya adalah: Harapan, Nilai (Value), dan Pertautan (Instrumentality).

c. Teori Keadilan (Equity Theory), hal ini didasarkan tindakan keadilan di seluruh lapisan serta obyektif di dalam lingkungan perusahaannya.


(42)

II.3.4.1. Teori Valensi

Setiap hasil kerja memiliki valensi (daya tarik) terhadap masing-masing individu dan valensi untuk satu orang tidak sama dengan valensi untuk orang lain. Hal ini terjadi karena valensi berasal dari kebutuhan dan persepsi individu yang juga berbeda antara satu individu dengan individu lainnya karena kebutuhan dan persepsi juga merupakan refleksi dari faktor-faktor lain dalam hidup seseorang.

Valensi lebih menguatkan pilihan seorang karyawan untuk suatu hasil. Jika seorang karyawan mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan, maka berarti valensi karyawan tersebut tinggi untuk suatu kemajuan. Valensi timbul dari internal karyawan yang dikondisikan dengan pengalaman.

Dalam teori ini, masukan (inputs) meliputi faktor-faktor seperti tingkat pendidikannya, keahlian, upaya, masa kerja, kepangkatan dan produktivitas. Sedangkan hasil (outcomes) adalah semua imbalan yang dihasilkan dari pekerjaan. Teori ini menggambarkan tentang dua hal keinginan dan kebutuhan dasar karyawan pada saat ini yang sangat bernilai untuk dapat meningkatkan motivasi kerja mereka. 1. Hasil langsung atau primer dari pelaksanaan tugas, seperti uang, promosi,

pengucilan dari kelompok teman kerja, dan perasaan mampu.

2. Hasil-hasil sekunder yang dapat timbul dari hasil primer, misalnya kendaraan yang dapat diperoleh dari uang, kedudukan yang lebih tinggi berkat promosi, makan siang sendiri karena dimusuhi oleh teman-teman sekerja, dan rasa bangga berkat adanya keyakinan akan kemampuan.


(43)

Hasil-hasil sekunder ini sangat erat kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan yang diidentifikasikan dalam hierarki Maslow sebagaimana dihipotesiskan dalam hirarki itu, seseorang tidak akan merasakan nilai dari kebutuhan yang mempunyai prioritas lebih rendah sebelum kebutuhan yang mempunyai prioritas yang lebih tinggi dipuaskan secara layak.

II.3.4.2. Teori Pengharapan (Expectancy)

Mangkunegara (2001), dalam bukunya menyebutkan teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian teori ini diperluas oleh Porter dan Lawler. Keith Davis mengemukakan bahwa ”Vroom explains that motivation is a product of how much one whants something and one’s estimate of the probability that a certain will lead to it”. Vroom menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.

Selanjutnya Davis dalam Mangkunegara (2001), menyatakan bahwa pengharapan merupakan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan karyawan yang memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainnya. Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari range 0-1. Jika karyawan merasa tidak mungkin mendapatkan hasil maka harapannya adalah 0. Jika aksinya berhubungan dengan hasil tertentu maka harapannya bernilai 1. Harapan karyawan secara normal adalah diantara 0-1.


(44)

Teori pengharapan tentang motivasi pada dasarnya adalah suatu model yang rasional. Teori ini menganggap bahwa manusia dapat menentukan hasil-hasil yang lebih mereka sukai dari kekuatan relatifnya. Dengan kata lain tentang keyakinan seseorang berkaitan dengan kemungkinan atau kemungkinan subyektif bahwa suatu perilaku tertentu akan diikuti oleh hasil tertentu pula, harapan merupakan peluang tertentu yang terjadi karena suatu perilaku.

Menurut Mathis (2006), dalam teori harapan ada tiga aspek sangat penting dari hubungan perilaku – hasil sebagai berikut:

1. Harapan Usaha – Kinerja, merujuk pada keyakinan para karyawan bahwa bekerja lebih keras akan menghasilkan kinerja, apabila orang tidak percaya bahwa bekerja lebih keras menghasilkan kinerja, usaha mereka mungkin berkurang.

2. Hubungan Kinerja – Penghargaan, mempertimbangkan harapan individu bahwa kinerja yang tinggi benar-benar akan menghasilkan penghargaan, hubungan kinerja – penghargaan mengindikasikan bagaimana kinerja efektif yang instrumental atau penting membuahkan hasil yang diinginkan.

3. Nilai Penghargaan, merujuk pada seberapa bernilainya penghargaan bagi karyawan untuk mengerahkan usahanya, adalah tingkat sampai mana mereka menilai penghargaan yang diberikan oleh organisasi.

Model motivasi ini mengusulkan bahwa tingkat usaha individu bukan hanya merupakan fungsi dari penghargaan, para karyawan harus berharap bahwa memiliki kemampuan untuk mengerjakan tugas dengan baik, dan harus merasa bahwa kinerja tinggi akan menghasilkan penghargaan dan mereka harus menghargai penghargaan


(45)

tersebut. Apabila ketiga kondisi tersebut dipenuhi, para karyawan akan termotivasi untuk mencurahkan usaha yang lebih baik.

II.3.4.3. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori keadilan merupakan sebuah model tentang motivasi, yang menerangkan bagaimana orang-orang berupaya mendapatkan kelayakan (fairness) dan keadilan (justice) dalam pertukaran-pertukaran sosial atau hubungan-hubungan memberi dan menerima.

Esensi dari teori ini adalah bahwa karyawan membandingkan upaya dan imbalan mereka dengan karyawan lain dalam situasi kerja yang sama. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa individu, yang bekerja dalam rangka memperoleh tukaran imbalan dari organisasi, dimotivasi oleh suatu keinginan untuk diperlakukan adil di pekerjaan. Empat ukuran penting dalam teori ini adalah:

1. Orang atau individu yang merasakan diperlakukan adil atau tidak.

2. Perbandingan dengan orang lain, setiap individu atau kelompok yang digunakan oleh seseorang sebagai suatu pembanding rasio masukan dan hasil. 3. Masukan, karakteristik individu yang dibawa seseorang ke dalam pekerjaan.

Hal ini mungkin untuk diraih (seperti ketrampilan, pengalaman, pembelajaran) atau bawaan (seperti umur, jenis kelamin, ras).

4. Hasil apa yang diterima seseorang dari pekerjaan (seperti pengakuan, tunjangan dan gaji).


(46)

dengan rasio dari karyawan lain. Ketidakadilan dikatakan apabila rasio tidak ekivalen; rasio antara masukan individu dengan hasil bisa lebih besar atau lebih kecil dibanding dengan yang lainnya.

II.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Saydan dalam Sayuti (2007), menyebutkan motivasi kerja seseorang di dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal yang berasal dari proses psikologis dalam diri seseorang, dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri (environment factors).

II.4.1. Faktor Internal

Faktor internal terdiri dari: 1. Kematangan Pribadi

Orang yang bersifat egois dan kemanja-manjaan biasanya akan kurang peka dalam menerima motivasi yang diberikan sehingga agak sulit untuk dapat bekerjasama dalam membuat motivasi kerja. Oleh sebab itu kebiasaan yang dibawanya sejak kecil, nilai yang dianut dan sikap bawaan seseorang sangat mempengaruhi motivasinya.

2. Tingkat Pendidikan

Seorang pegawai yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi biasanya akan lebih termotivasi karena sudah mempunyai wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan karyawan yang lebih rendah tingkat pendidikannya, demikian juga sebaliknya jika tingkat pendidikan yang dimilikinya tidak digunakan secara


(47)

maksimal ataupun tidak dihargai sebagaimana layaknya oleh manajer maka hal ini akan membuat karyawan tersebut mempunyai motivasi yang rendah di dalam bekerja.

3. Keinginan dan Harapan Pribadi

Seseorang mau bekerja keras bila ada harapan pribadi yang hendak diwujudkan menjadi kenyataan.

4. Kebutuhan

Kebutuhan biasanya berbanding sejajar dengan motivasi, semakin besar kebutuhan seseorang untuk dipenuhi, maka semakin besar pula motivasi yang karyawan tersebut untuk bekerja keras.

5. Kelelahan dan Kebosanan

Faktor kelelahan dan kebosanan mempengaruhi gairah dan semangat kerja yang pada gilirannya juga akan mempengaruhi motivasi kerjanya.

6. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja mempunyai korelasi yang sangat kuat kepada tinggi rendahnya motivasi kerja seseorang. Karyawan yang puas terhadap pekerjaannya akan mempunyai motivasi yang tinggi dan comitted terhadap pekerjaannya.

Tinggi rendahnya kepuasan karyawan dapat tercermin dari produktivitas kerjanya yang tinggi, jarang absen, sanggup bekerja ekstra, tingkat turn over yang rendah dan sejumlah indikator positif lainnya yang bermuara pada peningkatan kinerja perusahaan.


(48)

Mathis dan Jackson (2006), menyatakan bahwa banyak karyawan masih menginginkan keamanan dan stabilitas, pekerjaan yang menarik, seorang supervisor yang baik dan mereka hormati, serta gaji dan tunjangan yang kompetitif. Ketika organisasi melakukan merger, mengeluarkan banyak karyawan, mengontrakkan pekerjaan keluar (outsource), serta banyak menggunakan pekerja temporer, maka karyawan nyaris tidak menemukan alasan mengapa mereka harus loyal kepada para pemberi kerja sebagai imbas atas hilangnya kenyamanan kerja.

II.4.2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal terdiri dari: 1. Kondisi Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Lingkungan pekerjaan meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada di tempat tersebut.

2. Kompensasi yang Memadai

"Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk memberikan dorongan kepada para karyawan untuk bekerja secara baik. Menurut Mathis dan Jackson (2006), penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja adalah dalam bentuk gaji, insentif, dan tunjangan. Satu hal yang penting terhadap retensi karyawan adalah mempunyai “kompensasi kompetitif” artinya harus dekat dengan apa yang diberikan oleh perusahaan yang lain dan apa


(49)

yang diyakini oleh karyawan sesuai dengan kapabilitas, pengalaman dan kinerjanya, apabila tidak dekat perputaran akan lebih tinggi.

Raymond (2001), menyatakan bahwa perusahaan menerima keuntungan dari pekerja ketika ada perbedaan antara gaji dan insentif yang diterima. Bagaimanapun kondisi maksimum jarang diraih dengan gaji dan insentif yang rendah. Upah yang rendah tidak akan membangkitkan motivasi para pekerja dan pengalaman mengindikasikan bahwa motivasi meningkat ketika upah naik.

3. Supervisi yang Baik

Mathis dan Jackson (2006), menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang supervisor dalam memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan kepada orang lain (pegawai) untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau pegawai agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang tersebut. Oleh karena itu seorang supervisor dituntut pengenalan atau pemahaman akan sifat dan karateristik bawahannya, suatu kebutuhan yang dilandasi oleh motiv dengan penguasaan supervisor terhadap perilaku dan tindakan yang dibatasi oleh motiv, maka supervisor dapat mempengaruhi bawahannya untuk bertindak sesuai dengan keinginan organisasi.

Mathis dan Jackson (2006), banyak individu yang membangun hubungan yang akrab dengan rekan kerja, dalam survei yang dilakukannya terhadap individu dengan berbagai usia dan yang bekerja diberbagai industri, faktor yang disebutkan


(50)

Seorang supervisor membangun hubungan positif dan membantu motivasi karyawan dengan berlaku adil dan tidak diskriminatif, yang memungkinkan adanya fleksibilitas kerja dan keseimbangan bekerja memberi karyawan umpan balik yang mengakui usaha dan kinerja karyawan dan mendukung perencanaan dan pengembangan karier untuk para karyawan.

4. Ada Jaminan Karir (penghargaan atas prestasi)

Karir adalah rangkaian posisi yang berkaitan dengan kerja yang ditempati seseorang sepanjang hidupnya. Para karyawan mengejar karir untuk dapat memenuhi kebutuhan individual secara mendalam.

Setiap orang akan bersedia untuk bekerja secara keras dengan mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karir yang jelas dalam melakukan pekerjaan. Hal ini akan dapat terwujud bila perusahaan dapat memberikan jaminan karir untuk masa depan, baik berupa promosi jabatan, pangkat, maupun jaminan pemberian kesempatan dan penempatan untuk dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri karyawan tersebut.

5. Status dan Tanggung Jawab

Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan dan harapan setiap karyawan dalam bekerja. Karyawan bukan hanya mengharapkan kompensasi semata, tetapi pada suatu saat mereka berharap akan dapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang ada dalam perusahaan atau instansi ditempatnya bekerja.


(51)

Seseorang dengan menduduki jabatan akan merasa dirinya dipercayai, diberi tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar untuk melakukan kegiatan-kegiatannya. Jadi status dan kedudukan ini merupakan stimulus atau dorongan untuk memenuhi kebutuhan sence of achievement dalam tugas sehari-hari.

6. Peraturan yang Fleksibel

Faktor lain yang diketahui dapat mempengaruhi motivasi adalah didasarkan pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Bidang-bidang seperti kelayakan dari kebijakan manajemen, keadilan dari tindakan disipliner, cara yang digunakan untuk memutuskan hubungan kerja dan peluang kerja semua akan mempengaruhi retensi karyawan, apabila karyawan merasakan bahwa kebijakan itu terlalu kaku atau diterapkan secara tidak konsisten, mereka akan cenderung untuk mempunyai motivasi kerja yang rendah.

Wahjosumidjo (1997), berpendapat bahwa sistem dan peraturan yang ada pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, suatu peraturan yang bersifat melindungi (protective) dan diinformasikan secara jelas akan lebih memicu motivasi karyawan di dalam bekerja. Lebih jauh disebutkan bahwa suatu motivasi sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan kerja dalam organisasi yang terdiri dari faktor pimpinan dengan bawahan.

II.5. Tujuan Pemberian Motivasi


(52)

Karyawan yang termotivasi dibutuhkan untuk merubah lingkungan kerja secara cepat. Karyawan yang termotivasi membantu organisasi untuk bertahan. Karyawan yang termotivasi akan lebih produktif, kreatif dan inisiatif. Untuk itu manajer perlu memahami apa yang memotivasi karyawan berkaitan dengan peran yang ditampilkan.

Pemberian motivasi pada dasarnya adalah memberi kepuasan kerja kepada karyawan dengan harapan karyawan akan bekerja dan mempunyai produktivitas yang lebih baik lagi di dalam bekerja yang pada akhirnya kinerja organisasi juga akan semakin baik.

Wahjosumidjo (1996), menyatakan delapan sasaran dapat dicapai bila karyawan diberi motivasi, yaitu:

1. Mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan; 2. Meningkatkan gairah dan semangat kerja;

3. Meningkatkan disiplin kerja; 4. Meningkatkan prestasi kerja;

5. Mempertinggi moral kerja karyawan; 6. Meningkatkan rasa tanggung jawab; 7. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi;

8. Menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan.

II.6. Pengukuran Motivasi Kerja

Pengukuran motivasi kerja dapat diketahui dengan melakukan survei dalam mendiagnosis bidang masalah tertentu kepada karyawan, sebagai contoh, kuesioner


(53)

diberikan guna mengumpulkan ide untuk memperbaiki sistem penghargaan kinerja atau untuk menentukan seberapa puas para karyawan dengan program tunjangan mereka. Mathis (2006), menyatakan bahwa: salah satu jenis survei yang sering dilakukan oleh banyak organisasi adalah survei sikap (attitude survey) yang berfokus pada perasaan dan keyakinan para karyawan tentang pekerjaannya dan organisasi. Dengan berfungsi sebagai cara untuk mendapatkan data tentang cara para karyawan memandang pekerjaan, supervisor mereka, rekan kerja mereka, kebijakan dan praktik organisasional, pengembangan dan jaminan terhadap karyawan serta lingkungan pekerjaan mereka. Survei ini dapat menjadi awal mula untuk meningkatkan motivasi kerja untuk periode waktu yang lebih lama.

Murray dalam Mangkunegara (2001), menyatakan bahwa: pengukuran motivasi dapat dilakukan dengan melihat karakter orang sebagai berikut:

1. Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya; 2. Kreatif dan inovatif;

3. Melakukan sesuatu untuk mencapai kesuksesan;

4. Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan ketrampilan; 5. Selalu mencari sesuatu yang baru;

6. Berkeinginan menjadi orang terkenal atau menguasai bidang tertentu; 7. Melakukan pekerjaan yang sukar dengan hasil yang memuaskan; 8. Inisiatif kerja tinggi;


(54)

Robbins dalam Sayuti (2006), menyebutkan bahwa pengukuran motivasi kerja dapat dilakukan dengan melihat pada beberapa aspek antara lain sebagai berikut:

1. Mempunyai sifat agresif;

2. Kreatif di dalam melaksanakan pekerjaan; 3. Mutu pekerjaan meningkat dari hari ke hari; 4. Mematuhi jam kerja;

5. Tugas yang diberikan dapat diselesaikan sesuai dengan kemampuan; 6. Inisiatif kerja yang tinggi dapat mendorong prestasi kerja;

7. Kesetiaan dan kejujuran;

8. Terjalin hubungan kerja antara karyawan dengan pimpinan; 9. Tercapai tujuan perorangan dan tujuan organisasi;

10.Menghasilkan informasi yang akurat dan tepat.

II.7. Penyuluh Perindustrian

Penyuluhan bidang industri menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2004) adalah kegiatan penyuluhan dalam rangka pembinaan dan pengembangan industri yang meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi hasil industri. Penyuluhan bidang industri merupakan suatu kegiatan terencana, yang dilakukan oleh para penyuluh perindustrian yang ditujukan untuk membantu pengusaha termasuk perajin industri, artinya adalah:


(55)

1. Penyuluhan terdiri dari serangkaian kegiatan yang direncanakan, berarti bahwa kegiatan-kegiatan yang ditampilkan bukanlah kegiatan yang bersifat improvisasi; 2. Kegiatan penyuluhan dilakukan demi tercapainya suatu tujuan;

3. Tugas penyuluhan bukanlah menjelaskan secara satu arah, melainkan membantu para pengusaha termasuk perajin industri untuk menemukan sendiri permasalahan yang dihadapi serta mencarikan solusi dari permasalahan tersebut sesuai dengan tujuan penyuluhan. Tugas ini dapat dilakukan dengan mengarahkan kegiatan yang akan memperbesar kemungkinan munculnya fakta-fakta yang dibutuhkan agar dapat diambil kesimpulan tertentu.

Tujuan penyuluhan bidang industri sesuai dengan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan industri pada khususnya. Tujuan tersebut antara lain untuk menciptakan tenaga kerja trampil, peningkatan investasi dan nilai tambah bidang industri serta perluasan lapangan kerja, dan sasaran yang akan dicapai adalah modernisasi dan optimalisasi industri, perluasan usaha dan diversifikasi produk serta pendirian negara industri baru dan menjadi negara niaga baru.

Efektivitas penyuluhan tidak hanya tergantung semata-mata pada pengetahuan dan ketrampilan penyuluh perindustrian, tetapi hal yang lebih penting lagi adalah kemampuannya untuk menciptakan dan memelihara hubungan yang sehat antara penyuluh perindustrian dengan pengusaha/kliennya, penyuluh perindustrian adalah seorang pembawa perubahan, perlu memiliki pemahaman yang mendalam akan peranannya di dalam mempengaruhi orang, membantu pengusaha termasuk perajin


(56)

yang lebih baik. Suatu cara yang telah teruji untuk menciptakan hubungan yang baik adalah dengan jalan kedua belah pihak saling mengemukakan harapan-harapannya, yaitu apa yang diharapkan oleh penyuluh perindustrian serta apa yang diharapkan oleh pengusaha termasuk perajin industri dan/atau pedagang kecil.

Proses penyuluhan melibatkan penerapan teknik dan ketrampilan yang disampaikan oleh penyuluh perindustrian yang sifatnya harus bilateral yaitu disatu pihak timbul keinginan untuk menolong, dan dilain pihak kesediaan untuk ditolong, sehingga klien akan menjadi berkembang yang pada saatnya mampu memberikan sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

                                                 


(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada penyuluh perindustrian di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, yang beralamat jalan Jenderal A.H Nasution Medan, Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan bulan Pebruari 2009.

III.2. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah sensus. Singarimbun dan Effendy (1995), menyatakan bahwa: sensus merupakan penelitian yang mengambil seluruh populasi menjadi sampel karena populasinya kecil dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok dan secara umum menggunakan metode statistik.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Nazir (2005), menyatakan bahwa: penelitian deskriptif adalah metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Sedangkan Arikunto (2006), menyatakan bahwa: penelitian kuantitatif memiliki kejelasan unsur yang dirinci sejak awal, langkah penelitian yang sistematis,


(58)

menggunakan sampel yang hasil penelitiannya diberlakukan untuk populasi, memiliki hipotesis jika perlu, memiliki desain jelas dengan langkah-langkah penelitian dan hasil yang diharapkan, memerlukan pengumpulan data serta analisis data yang dilakukan setelah semua data terkumpul.

Penelitian ini besifat deskriptif eksplanatori. Sugiono (2004), menyatakan bahwa: penelitian eksplanatori merupakan penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan yang lain.

III.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penyuluh perindustrian yang ada pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan yang berjumlah 45 orang.

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampling jenuh (sensus). Menurut Sugiyono (2004) sampling jenuh adalah teknik pengambilan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel karena jumlah populasi kecil.

III.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan adalah sebagai berikut:


(59)

1. Wawancara (interview) dilakukan langsung kepada penyuluh perindustrian dan pejabat struktural yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan penyuluh perindustrian.

2. Daftar pertanyaan (questionaire) yang diberikan langsung kepada seluruh penyuluh perindustrian yang ada pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.

3. Studi dokumentasi, yang dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan berupa dokumen yang relevan untuk mendukung data penelitian.

III.5. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1.

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari wawancara (interview) dan daftar pertanyaan (questionaire).

2.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi dokumentasi.

III.6. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian adalah motivasi kerja (Y), dan sebagai variabel bebas (independent variable) adalah kepuasan kerja (X1),

status dan tanggung jawab (X2), kompensasi yang memadai (X3), kondisi lingkungan


(60)

Definisi operasional dari masing-masing variabel pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel III.1 sebagai berikut: 

Tabel III.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel Definisi Indikator Pengukuran

Kepuasan kerja (X1)

Kepuasan kerja adalah hasrat untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpuaskan yang mempengaruhi perilaku penyuluh.

1.Puas terhadap pekerjaan selama ini

2.Puas terhadap prestasi yang dicapai

selama ini

3.Bertanggung jawab pada setiap pekerjaan

4.Puas terhadap penghargaan yang

diberikan atas prestasi selama ini

5.Puas atas perhatian pimpinan terhadap

prestasi kerja

Skala Likert

Tanggung Jawab (X2)

Status dan tanggung jawab merupakan dambaan setiap penyuluh dalam bekerja untuk memenuhi sence of achievement dalam tugas sehari-hari.

1.Mendapatkan hak secara wajar 2.Mendapatkan bimbingan,

3.Mendapatkan penghargaan atas prestasi

4.Mendapatkan hak untuk mengambil

kebijakan

5.Mendapatkan kewenangan penuh pada

setiap tugas yang telah menjadi tanggung jawab

Skala Likert

Kompen-sasi yang memadai (X3)

Kompensasi merupakan alat motivasi yang baik dalam memberikan dorongan kepada para penyuluh agar bekerja secara baik.

1.Insentif yang diperoleh sesuai dengan beban kerja

2.Mampu memberikan dorongan kearah

yang lebih positif dalam melayani masyarakat

3.Mendapatkan honor sesuai dengan pekerjaan

4.Biaya perjalanan dinas sesuai dengan jumlah hari

5.Pemberian tunjangan khusus karena prestasi

Skala Likert

Lingku-ngan Kerja (X4)

Lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar penyuluh dalam melaksanakan pekerjaannya.

1.Kondisi di lapangan menuntut agar bekerja lebih baik lagi

2.Fasilitas kerja yang mendukung 3.Tersedianya alat bantu pekerjaan 4.Lingkungan kerja yang cukup nyaman 5.Keamanan saat bekerja

Skala Likert

Keinginan dan Harapan (X5)

Seseorang mau bekerja keras bila ada harapan pribadi yang hendak diwujudkan menjadi kenyataan.

1.Kesempatan untuk mendapatkan diklat 2.Pimpinan terbuka terhadap saran dari

penyuluh

3.Memberikan kesempatan dalam setiap kebijakan

4.Bersifat terbuka dan menghargai setiap prestasi kerja

5.Memberikan kesempatan untuk

mengambil inisiatif


(61)

Lanjutan Tabel III.1 Motivasi

Kerja (Y)

Motivasi kerja adalah suatu dorongan yang muncul dari dalam diri untuk melakukan suatu guna mencapai tujuan dalam rangka memenuhi keinginannya.

1. Mempunyai sifat agresif terhadap pekerjaan, kreatif, dan inisiatif

2. Adanya peningkatan mutu pekerjaan

3. Memenuhi jam kerja yang telah

ditentukan

4. Setia dan jujur serta terjalin hubungan antar karyawan dan pimpinan

Skala Likert

III.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Sebelum kuesioner diberikan kepada responden yang dijadikan sampel penelitian, maka terlebih dahulu harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 (tiga puluh) orang yang tidak dijadikan responden dalam penelitian. Pada penelitian ini pengujiannya dilakukan kepada penyuluh perindustrian di Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Medan.

III.7.1. Uji Validitas

Gozali (2005), menyatakan bahwa: uji validitas dipergunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas dilakukan dengan metode sekali ukur (one shot method), di mana pengukuran dengan metode ini cukup dilakukan satu kali. Sugiyono (2004), menyatakan bahwa: “apabila validitas setiap pernyataan lebih besar dari 0,30 atau > 0,30 maka butir pertanyaan dianggap valid”.

III.7.2. Uji Reliabilitas

Reliabel menurut Kerlinger dalam Margono (2000), lebih mudah dimengerti dengan memperhatikan 3 aspek dari suatu alat ukur, yaitu:


(62)

1. Kemantapan

Di dalam pengertian mantap reliabilitas mengandung makna juga bisa “diandalkan”. Suatu instrumen dikatakan mantap, apabila dalam mengukur sesuatu dalam berulangkali, dengan syarat bahwa kondisi saat pengukuran tidak berubah, instrumen tersebut memberikan hasil yang sama.

2. Ketepatan

Ketepatan, menunjuk kepada instrumen yang tepat/benar dalam mengukur dari sesuatu yang diukur. Instrumen yang tepat adalah instrumen di mana pernyataannya jelas, mudah dimengerti dan rinci. Pertanyaan yang tepat menjamin juga interpretasi tetap sama dari responden yang lain.

3. Homogenitas.

Homogenitas, menunjuk kepada instrumen yang mempunyai kaitan erat satu sama lain dalam unsur-unsur dasarnya. Ghozali, (2005). Lebih lanjut menjelaskan uji reliabilitas ditentukan dengan koefisien Cronbach’s Alpha dengan mensyaratkan suatu instrumen yang reliabel jika memiliki koefisien Cronbach’s Alpha di atas 0,60 atau > 0,60.

III.8. Metode Analisis Data

  Alat uji statistik yang dipergunakan untuk menganalisis hipotesis dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis) untuk menguji variabel bebas (kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, serta keinginan dan harapan pribadi) terhadap variabel


(63)

terikat (motivasi kerja penyuluh perindustrian). Analisis regresi linier berganda dipergunakan dalam penelitian ini karena variabel terikat yang dicari dipengaruhi oleh lebih dari satu variabel bebas atau variabel penjelas.

1. Uji F (Uji secara Simultan)

Uji F dilakukan untuk melihat secara simultan (bersama-sama) apakah ada pengaruh dari variabel bebas (kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, serta keinginan dan harapan pribadi) terhadap variabel terikat (motivasi kerja penyuluh perindustrian).

Model hipotesis yang digunakan dalam uji F ini adalah:

H0: b1,b2,b3,b4,b5 = 0 (artinya kepuasan kerja, status dan tanggung jawab,

kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, serta keinginan dan harapan pribadi secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian)

Ha: b1,b2,b3,b4,b5 ≠ 0 (artinya kepuasan kerja, status dan tanggung jawab,

kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, serta keinginan dan harapan pribadi secara bersama-sama ber- pengaruh terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian)

Nilai Fhitung akan dibandingkan dengan nilai Ftabel dengan kriteria pengambilan

keputusan, yaitu:

H0: diterima jika Fhitung < Ftabel dengan tingkat kepercayaan (confidence level) 95%


(64)

H0: ditolak (Ha diterima) jika Fhitung > F tabel dengan tingkat kepercayaan (confidence

interval) 95% atau = 0,05.  

  Sugiono (2004) menyatakan bahwa: nilai Fhitung dapat diperoleh dengan

menggunakan rumus: R2 /k

F hitung ________________

( 1-R2 ) / ( n – k – 1 ) Di mana : R = koefisien korelasi ganda k = jumlah variabel independen n = jumlah anggota sampel 

2. Uji t (Uji secara Parsial)

Uji t bertujuan untuk melihat secara parsial apakah ada pengaruh dari Variabel bebas yaitu kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, serta keinginan dan harapan pribadi terhadap variabel terikat yaitu motivasi kerja penyuluh perindustrian.

Model hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah:

H0: b1 = 0 (artinya kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang

memadai, lingkungan kerja, serta keinginan dan harapan pribadi secara parsial tidak berpengaruh terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian)

H0: b1 ≠ 0 (artinya kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi


(65)

pribadi secara parsial berpengaruh terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian)

  Nilai thitung akan dibandingkan dengan nilai ttabel dengan kriteria pengambilan

keputusan, yaitu:

H0: diterima jika thitung < ttabel pada = 0,05.

H0: ditolak (Ha diterima) jika thitung > ttabel pada = 0,05.

Sugiono (2004) menyatakan bahwa: nilai thitung dapat diperoleh dengan

menggunakan rumus: rp √n-2 t =

1 - rp2

Di mana : t = nilai thitung

rp = korelasi parsial yang ditemukan

n = jumlah sampel  

III.9. Pengujian Asumsi Klasik III.9.1. Uji Normalitas

Menurut Santoso (2002), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pada penelitian ini, untuk menganalisis apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan menggunakan analisis grafik.


(66)

Analisis Grafik, yaitu dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan pada analisis grafik menurut Santoso (2002). Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

III.9.2. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2005), multikolinearitas adalah keadaan di mana variabel-variabel independen dalam persamaan regresi mempunyai korelasi (hubungan) yang erat satu sama lain. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi bebas (independen). Model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi satu sama lain.

Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis matriks korelasi variabel-variabel bebas, dapat juga dengan melihat pada nilai tolerance serta nilai variance inflation factor (VIF). Berdasarkan matriks korelasi antar variabel-variabel bebas menunjukkan koefisien antar variabel yang paling rendah, korelasi tertinggi. Indikasi adanya multikolinearitas jika terjadi korelasi antar variabel bebas yang cukup tinggi, umumnya di atas 0,90 (Ghozali, 2005).

III.9.3. Uji Heterokedastisitas

Salah satu asumsi dalam regresi berganda adalah uji heterokedastisitas. Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.


(67)

Salah satu asumsi dalam regresi yang harus dipenuhi adalah bahwa varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tidak memiliki pola tertentu. Pola yang tidak sama ini ditunjukkan dengan nilai yang tidak sama antar satu varians dari residual, yang disebut dengan heterokedastisitas, sedangkan adanya gejala varians residual yang sama dari satu pengamatan ke pengamatan lain disebut dengan homokedastisitas.

Menurut Gujarati dalam Ghozali (2005), bahwa salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedasititas adalah dengan melakukan uji Glesjer yaitu dengan meregress nilai absolut residual terhadap variabel independen. Uji Glesjer dengan menggunakan SPSS, apabila variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut UT (Abs Ut), maka ada indikasi terjadi heterokedastisitas.

                             


(1)

Correlations

Correlations

VAR00020 VAR00021 VAR00022 VAR00023 VAR00024 VAR00025 Pearson

Correlation 1 .367

*

.324* .422** .379* .632**

Sig. (2-tailed) .013 .030 .004 .010 .000

VAR 00020

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .367

*

1 .588** .479** .600** .801**

Sig. (2-tailed) .013 .000 .001 .000 .000

VAR 00021

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .324

*

.588** 1 .441** .517** .757**

Sig. (2-tailed) .030 .000 .002 .000 .000

VAR 00022

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .422

**

.479** .441** 1 .539** .779**

Sig. (2-tailed) .004 .001 .002 .000 .000

VAR 00023

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .379

*

.600** .517** .539** 1 .810**

Sig. (2-tailed) .010 .000 .000 .000 .000

VAR 00024

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .632

**

.801** .757** .779** .810** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

VAR 00025

N 45 45 45 45 45 45

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(2)

Correlations

Correlations

VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 Pearson

Correlation 1 .508

**

.108 .425** .243 .693**

Sig. (2-tailed) .000 .481 .004 .108 .000

VAR 00014

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .508

**

1 .307* .213 .105 .586**

Sig. (2-tailed) .000 .040 .160 .492 .000

VAR 00015

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .108 .307

*

1 .443** .416** .667**

Sig. (2-tailed) .481 .040 .002 .005 .000

VAR 00016

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .425

**

.213 .443** 1 .301* .748**

Sig. (2-tailed) .004 .160 .002 .045 .000

VAR 00017

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .243 .105 .416

**

.301* 1 .633**

Sig. (2-tailed) .108 .492 .005 .045 .000

VAR 00018

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .693

**

.586** .667** .748** .633** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

VAR 00019

N 45 45 45 45 45 45

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(3)

Correlations

Correlations

VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 Pearson

Correlation 1 .671

**

.116 .310* .239 .715**

Sig. (2-tailed) .000 .448 .038 .113 .000

VAR 00008

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .671

**

1 .180 .382** .253 .756**

Sig. (2-tailed) .000 .237 .010 .094 .000

VAR 00009

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .116 .180 1 .311

*

-.144 .427**

Sig. (2-tailed) .448 .237 .038 .344 .003

VAR 00010

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .310

*

.382** .311* 1 .400** .749**

Sig. (2-tailed) .038 .010 .038 .006 .000

VAR 00011

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .239 .253 -.144 .400

**

1 .580**

Sig. (2-tailed) .113 .094 .344 .006 .000

VAR 00012

N 45 45 45 45 45 45

Pearson

Correlation .715

**

.756** .427** .749** .580** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .003 .000 .000

VAR 00013

N 45 45 45 45 45 45

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(4)

Correlations

Correlations

VAR00007 VAR00006

Pearson Correlation 1 .664**

Sig. (2-tailed) .000

VAR00007

N 45 45

Pearson Correlation .664** 1

Sig. (2-tailed) .000

VAR00006

N 45 45

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Correlations

VAR00007 VAR00005

Pearson Correlation 1 .662**

Sig. (2-tailed) .000

VAR00007

N 45 45

Pearson Correlation .662** 1

Sig. (2-tailed) .000

VAR00005

N 45 45


(5)

Correlations

Correlations

VAR00007 VAR00004

Pearson Correlation 1 .328*

Sig. (2-tailed) .028

VAR00007

N 45 45

Pearson Correlation .328* 1

Sig. (2-tailed) .028

VAR00004

N 45 45

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations

Correlations

VAR00007 VAR00003

Pearson Correlation 1 .663**

Sig. (2-tailed) .000

VAR00007

N 45 45

Pearson Correlation .663** 1

Sig. (2-tailed) .000

VAR00003

N 45 45


(6)

Correlations

Correlations

VAR00002 VAR00007

Pearson Correlation 1 .711**

Sig. (2-tailed) .000

VAR00002

N 45 45

Pearson Correlation .711** 1

Sig. (2-tailed) .000

VAR00007

N 45 45

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Correlations

VAR00002 VAR00042

Pearson Correlation 1 .359*

Sig. (2-tailed) .016

VAR00002

N 45 45

Pearson Correlation .359* 1

Sig. (2-tailed) .016

VAR00042

N 45 45

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).